Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Asuhan holistic yang diberikan perawat dirasakan pasien sebagai
kehadiran kepedulian (caring presence). Pernyataan ini memberi kesan bahwa
pasien lebih sering menerima asuhan yang efektif dan efisien ketimbang
menemukan kehadiran kepedulian. Kehadiran kepedulian berarti ekpresi
perasaan yang emosionil, sentimental, atau kasihan terhadap pasien,
melainkan kehadiran seseorang yang meyakinkan orang lain bahwa dirinya
peduli terhadap kesejahteran mereka.Hal ini menumbuhkan rasa percaya,
kepeulian terhadap satu sama lain, dan sikap positif yang meningkatkan
kesehatan.
Kehadiran kepedulian juga mendorong pasien menghadapi kecemasan,
penderitaan, dan kematian. Tidak seorangpun harus menghadapi nyeri,
ketidaktentuan, meninggal dalm kesendirian tanpa dukungan. Kehadiran
kepedulian jelas sangat diperlukan dalam keperawatan, tetapi keberadaannya
perlu di pahami lebih dalam dari penjelasan yang telah kami berikan.
Terpanggil untuk peduli adalah suatu keinginan berada dalm hubungan
yang bermakna untu reponsif terhadap orang lain, untuk berada dalam
semangat bersama, dalaam keberadaan manusia secara bersama-
sama.Kepedulian muncul karena menyadari peluang untuk mewujudkan
kesejahteraan.Perawat biasanya merasakan panggilan untuk peduli dalam
praktik sehari-hari sebagai visi kusus dengan janji akan meningkatkan
kesejahteraan pasien mereka.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apa itu kehadiran dan kepedulian ?
1.2.2 Apa itu terpanggil untuk peduli ?

1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah
Konsep Dasar Keperawatan I,menambahkan wawasan tentang konsep caring
dalam kehidupan sehari-hari,agar kami mahasiswa mengerti tentang kehadiran
dan kepedulian dan juga terpanggil untuk peduli,dan sebagai salah satu sarana
belajar mahasiswa.

1
BAB II
PEMBAHASAN

KEPEDULIAN YANG ALAMI DALAM KONTEKS ETIS


Noddings menggunakan istilah etis untuk asuhan yang diberikan karena
didorong oleh keinginan untuk menjadi pribadi yang peduli, bukan karena rasa
peduli yang alami. Memperjelas bahwa asuhan yang etis tidak memiliki prioritas
lebih tinggi daripada asuhan yang alami. Namun, bila hal itu tidak
memungkinkan, mereka harus memberi asuhan secara etis. Misalnya, seorang
perawat memberi asuhan secara tidak alami kepada pasien yang sulit. Perawat ini
tetap melakukannya juga karena ingin menjadi perawat yang peduli. Akan tetapi
untuk mrenjadi peduli, perawat harus terserap ke dalam situasi pasien dan
mengalihkan perhatiannya dari diri sendiri kepada pasien. Karena pergeseran ini
memberi prioritas kepada kesejahteraan pasien, perawat tidak menjadi perawat
yang peduli, tetapi hanya mengutamakan kesejahteraan pasien. Konsekuensinya,
keinginan menjadi perawat yang peduli memunculkan inisiatif untuk peduli pada
orang lain, tetapi seorang perawat dikatakan perawat yang peduli hanya ketika dia
berusaha meningkatkan kesejahteraan orang lain, dan dengan demikian ia
memenuhi nilai moral keperawatan.
Salah satu interprestasi Noddings menghilangkan pergeseran dari diri sendiri
menjadi kepedulian yang sebenarnya ( terserap kedalam dan mengambil tindakan
demi meningkatkan kesejahteraan orang lain ). Asuhan yang etis muncul dari
“evaluasi terhadap hubungan kepedulian sebagai sesuatu yang baik, lebik baik,
dan paling unggul dibanding bentuk-bentuk lain yang terkait sumber kewajiban
saya ( untuk peduli ) adala nilai yang saya tempatkan pada keterkaitan kepedulian
“.
Menginterprestasi kepedulian yang etis sebagai kepedulian yang ditunjukan
karena menghargai kepedulian, bukan hanya karena ingin menjadi orang yang
peduli, membuat kepedulia yang etis berkurang sifat egosentrisnya. Sementara,
asuhan yang diberikan karena menghargai nilain kepedulian, sehingga muncul
keinginan untuk menjdai pribadi yang peduli, dikatakan etis.

2
KEINGINAN MORAL YANG SALING BERTENTANGAN DAN
KETERBATASAN WAKTU
Timbul dalam kepedulian yang alami, yang memerlukan banyak usaha moral.
Usaha ini diperlukan ketika perawat, dengan kepedulian yang alaminya,
mengalami kebimbangan antara merawat pasien dengan dirinya. Sebagai contoh
seorang perawat sedang dinas malam dengan jumlah perawat kurang. Dalam
keadaan tubuh sakit dan letih dan gelisah, ia tetap terpanggil secara alami untuk
merawat pasien yang secara khusus membutuhkan perawatannya. Perawat
menghadapi pilihan moral antara keinginan alami untuk memperdulikan pasien
dan keinginan alami untuk peduli diri sendiri.
Dalam praktik keperawatan, perawat mampu dan sering kali secara alami
merawat individu pada keadaan yang memaksa mereka untuk menetapkan pilihan
moral sehubung dengan keterbatasan waktu. Misalnya, pada suatu akhir dinas
seorang perawat menghadapi beberapa situasi yang melibatkan kepedulian yang
alami. Salah seorang pasien yang baru beberapa jam pascaoperasi perlu
dikateterisasi; pasien yang lain mengalami nyeri hebat pascaoperasi tanpa ada
program pascaoperasi tertentu; pasien ketiga merasa cemas membayangkan
kepulangannya ke rumah karena tak seorangpun berada di rumah untuk
membntunya keluar rumah sakit. Perawat secara alami peduli pada masing-
masing pasien ini, Perawat siap merawat setiap pasien yang membutuhkan
perawatannya. Sayangnya, tidak ada cukup waktu untuk memberi perawatan
untuk ketiga pasien tersebut sekaligus. Perawat dihadapkan dengan antara
memenuhi kebutuhan mendesak melakukan kateterisas, mendapatka resep obat
nyeri, dan memenuhi kebutuhan memberi konsultasi kepada pasien. Meminta
pasien pertama untuk menunggun tentunya akan membuat mereka menderita lebih
lama. Kami memberi contoh ini tentunya untuk menunjukan bahwa dilema moral
dalam keperawatan tidak terbatas hanya pada situasi antara dua alternatif,
kepedulian yang alami atau pilihan moral yang etis.
Contoh ini juga menggambarkan bahwa perawat harus bisa menetapkan pilihan
moral ketika harus memberi asuhan kepada dua orang pasien dengan didorong
rasa kepedulian yang alami, tetapi memiliki keterbatasan waktu. Tekanan waktu

3
hampir selalu berasal dari lingkungan yang sering memaksa mereka untuk
membuat pilihan moral karena keterbatasan waktu.
Mereka yang memperdulikan orang lain sering menghadapi dilema moral
dalam memilih pasien mana yang perlu di rawat dalam waktu terbatas. Untuk
alasan ini, Nussbaum berpendapat bahwa pribadi yang baik terbuka dan terlibat
dalam hubungan kepedulian, bahkan dengan suatu kesadaran bahwa mereka
mungkin akan mengalami kesedihan dan tragedi, sekaligus kepuasan. Nussbaum
mengklaim bahwa etika tradisional berupaya menyelesaikan masalah moral secara
langsung dan pasti. Perawat secara terus – menerus terlibat dalam hubungan
kepedulian pada situasi yang kompleks dalam waktu yang terbatas, dengan dua
kemungkinan : tragedi atau kepuasan. Akhirnya, bagi semua orang yang
terpanggil untuk peduli, keterbukaan dan kesediaan untuk terlibat adalah
kewajiban moral yang harus dipenuhi.

KEPEDULIAN DALAM PRATIK


Noddings membatasi interpretasinya paada kepedulian pada sisi subjektif
pertemuan dengan orang lain.Saya peduli pada orang lain ketika saya terserap ke
dalam situasi mereka sehingga perhatian saya bergeser dari kesejahtraan diri
sendiri menjadi kesejahtraan orang lain.Pergeseran ini mendorong saya
mengambil tindakan.Saya” harus mengambil tindakan demi memerangi mereka
yang tidak bertoleransi,demi meredakan nyeri,memenuhi kebutuhan dan
mewujudkan impian”(Noddings,1984,hal.14).Namun,untuk melakukan semua
itu,saya perlu pemberdayaan.Dalam keperawatan pemberdayaan muncul dari
penyesuaian dengan praktik keperawatan.Ketika disesuaikan dengan
otentik,praktik keperawatan menjadi pemberdayaan perawat dalam memberi
asuhan,tetapi tidak membuat pilihan yang terkait asuhan bagi mereka.
Pemberdayaan tindakan membutuhkan lebih sekedar kepedulian yang alami
atau etis terhadap pasien.Pemberdayaan dalam praktik keperawatan sesuai dengan
aspek yang oleh Heideger disebut “siap membantu.”Praktisi di masa lalu telah
mewariskan cara-cara untuk merawat mereka yang sakit dan lemah dan
meningkatkan kesehatan mereka.Perawat pedulu kepada pasien dengan
menyesuaikan cara-cara “siap”ini dalam merawat.Namun Noddings tidak

4
memperhatikan aspek perawatan ini.Ini terlihat pada perlakuan praktik dalam
pendidikan, yang merupakan bidang keahliannya.Baginya,praktik semata-mata
berati belajar merawat dengan cara melakukannya.Tampaknya,,ia tidak
menangkap makna praktik sepenuhnya,terlebih lagi makna warisan nilai moral
yang terdapat dalam etika.Untuk ulasan ini ia tidak menyebut kepedulian yang
alami secara etis.
Apabila etika dalam keperawatan berfokus pada nilai moral keperawatan
maka,ketika perawat bertindak untuk memenuhi nilai tersebut,dapat dikatakan ia
bermoral,baik ia bertindak karena kepedulian yang alami ataupun karena
keinginan untuk menjadi pribadi yang peduli.Kepedulian yang alami lebih disukai
ketimbang kepedulian yang etis karena kepedulian yang alami secara langsung
meningkatkan kesejahteraan mereka yang sakit dan dalam keadaan yang
lemah,dan tidak memerlukan fokus ulang dari untuk menjadi perawat yang peduli
atau keinginan untuk menghargai kepedulian itu sendiri menjadi kepedulian
terhadap kesehjahteraan pasien.Kepedulian yang etis tampaknya merupakan
tambahan bagi kepedulian yang alami,dalam arti bahwa kepedulian yang etis
diperlukan hanya bila kepeduliaan yang alami tidak adekuat.Sisi baiknya,perawat
yang bermoral baik akan meningkatkan kesejahtraan pasien sebagai tindakan
kepedulian yang alami kapanpun memungkinkan,tetapi jika seorang perawat tidak
memiliki kepedulian yang alami,ia akan tetap menujukkan kepedulian kerena
kepedulian yang etis.Kepedulian yang muncul karena terjadi pergeseran dari
menghargai kepedulian,sehingga muncul keinginan untuk menjadi perawat yang
peduli ,menjadi memperhatikan peningkatan kesehjahteraan pasien.Pergeseran
dari diri sendiri kepada orang lain ini diperlukan dalam praktik
keperawatan.Warisan nilai moral yang di dalam membutuhkan kepedulian yang
meningkatkan kesejahteraan orang lain.Tanpa memperhatikan apakah perawat
peduli pada pasien secara alami atau ingin menjadi perawat yang peduli,mereka
tidak boleh memisahkan antara praktik peduli dan makna subjektif
kepedulian.Memisahkan motif denga tindakan sama dengan memisahkan
kepedulian sebagai perhatian dari kepedulian sebagai praktik.Penjelasan Noddings
tentang kepedulian sebagai keadaan terserap kepada situasi orang lain dan
pergeseran motivasi adalah deskripsi yang sangat tepat tentang pengalaman

5
subjektif kepedulian.Deskripsi ini tidak menyatakan motivasi dari dalam
“penyebab” praktik peduli,tetapi hanya menjelaskan sisi subjektif hubungan yang
terintergrasi antara kepedulian pada pasien (care sebagai perhatian) dalam
merawat pasien (care sebagai praktik).
Peduli bagi pasien (care for patients) dalam merawat pasien (care of patients)
saling terkait utuh dalam praktik keperawatan.Dalam suatu praktik,maknanya
diimplisitkan dalam tindakan.Konsekuensinya,perhatian subjektif kepada pasien
sering kali berkembang dari pengalaman dalam praktik keperawatan.Makna
peduli secara progresif menujukan praktik karena perawat belajar
peduli(perhatian) dengan terlibat dalam perawatan (praktik).

Mempelajari makna dalam berprestasi dalam kegiatan kemanusiaan adalah


salah satu cara utama yang digunakan individu untuk belajar.Remy kwant
(1965)menjelaskan makna terbentuk pada anak-anak dengan memperhatikan
bagaimana makna kepedulian terbentuk.
Kami akan menjelaskan dengan mengamati bagaimana seorang anak mulai
menujukan tingkah polanya.Ia tumbuh dalam sebuah rumah,layaknya sebuah
dunia kecil yang dapat dimanipulasi,dengan segala sesuatau di dalamnya
ditangani oleh penghuni lain dalam rumah tersebut.Anak melihat tingkah-pola
orang-orang tersebut,dan dari tingkah-pola ini,makna segala sesuatu menjadi
hidup dan jelas bagi anak.Anak mulai meniru.Melalui imitasi,secara bertahap ia
membangun makna tersendiri bagi dirinya tentang segala hal.Dengan cara ini,ia
mulai bertindak sebagai individu.Dalam tindakan-tindakan orang lain,ia melihat
realisasi peluangnya sendiri.Dengan cara yang sama, ia belajar berbicara.Anak
bertumbuh dalam komonitas komunikasi.Ia meniru suara dan menyesuaikan kata-
kata,dan secara bertahap mulai hidup dalam makna kata-kata ini (Kwant,1965,hal
81).
Keyakinan Nodding bahwa kepedulian terbentuk dengan cara di atas terlihat
dalam pernyataan “saya pernah mengalami saat-saat ketika saya di pedulikan dan
ketika saya menujukkan kepedulian,dan memori itu kadang-kadang muncul dan
mengarahkan tindakan saya” (Noddings,1984, hal 80).Bagi Noddings,menujukan

6
kepedulian bergantung pada pengalaman pernah dipedulikan dan memperdulikan
orang lain.
Cara menujukan kepedulian diturunkan kegenerasi yang baru melalui habitasi
manusia. Erazim Kohak (1984) menjelaskan bagaimana kepedulian terlihat dalam
tempat tinggal manusia
Rasanya seperti ada sesuatu yang hadir,seperti ketika memasuki sebuah rumah
yang tidak ada penghuninya.Berbeda denga rumah-rumah yang di abaikan,dijarah
atau ditinggalakan penghininya pada masa sesudah revolusi,atau rumah yang
diprak-poradakan di pusat kota,sebuah kediaman,kedati kosong,terasa terpelihara
seolah-olah ada cinta dan kebenaran di dalamnya.Ada perasaan memiliki: waktu
memasukinya,kita merasakan keteraturannya bukan sebagai keteraturan
semata,tetapi secara spesifik,sebagai keteraturan Lebenswelt,yaitu konteks
kediaman yang memiliki keteraturan dengan hadirnya kepedulian (hal.189).
Dengan cara yang sama,kepedulian para pendehulu kita dalam memperdulikan
kesejahteraan orang lain menjiwai praktik keperawatan yang kita warisi.Kita
menjadi perawat dengan menjiwai dan mengadopsi cara-cara mereka dalam
memberi asuhan kepada pasien.
Nancy Diekelmann (1990) berusaha mengajarkan perawat makna kepedulian
melalui dialaog tentang makna praktik yang mereka lakukan.Ia tidak berasumsi
bahwa keperawatan ini sudah termotivasi untuk mempraktikan kepedulian dan
hanya perlu belajar caranya.Sebaiknya,melalui dialog tersebut,Diekelmann
berusaha memperjelas kepedulian (perhatian) muncul sebelum praktik dan
kemudian memotivasi praktik atau terbentuk dari pengalaman memperdulikan
(praktik) adalah persoalan utama hanya bagi mereka yang dengan sengaja
memisahkan motif dari tindakan.Bagi mereka menolak pemisahan artifisal
ini,cukup mengatakan bahwa kepedulian(perhatian) dan kepedulian (praktik)
demikian terintegrasi sehingga tidak mungkin dinyatakan nama yang muncul
lebih dahulu.Kedati demikian,adalah mungkin untuk mengidentifikasi
keterserapan (engrossment) dan pergeseran motivasi sebagai aspek yang
terintegrasi dalam asuhan keperawatan.Pasien mengangkat sisi subjektif asuhan
keperawatan ini ketika mereka ingin tahu bahwa perawat yang merawat mereka
benar-benar peduli pada mereka.Keterserapan dan pergeseran motivasi tidak

7
dialami sebagai hal yang terpisah dari praktik,tetapi terdapat di dalam dan melalui
praktik kepedulian.

REFLEKSI DIRI PADA TUBUH


Keperawatan membutuhkan keperawatan terhadap tubuh yang didiami (the
lived body).Hubungan antara perawat dan pasien merupakan hubungan yang tidak
lazim,dalam arti sepasang individu ini merawat tubuh salah satu seorang diantara
mereka.Anehnya,kendati pasien tinggal di dalam tubuh mereka,mereka bisa
membicarakan tubuh mereka seolah-olah tubuh mereka objek terpisah.Mereka
seringkali membutuhkan bantuan perawat untuk memahami dan menjelaskan
pengalaman mereka dengan tubuh mereka.Pada beberapa kasus,perawat bahkan
harus belajar bagaimana hidup di dalam tubuh mereka lagi,sebagaimana akan
kami ilustrasikan pada bab berikut.
Salah satu kesulitan dalam mengadopsi perlakuan Noddings dalam kepedulian
(care) bagi keperawatan adalah bahwa secara eksklusif ia begitu terorientasi pada
kepedulian terhadap satu sama lain (interpersonal) hingga hamper mengabaikan
focus pada kepedulian terhadap tubuh.Perlakuan Zener terhadap refleksi
keberadaan diri (reflexive presence) membantu mengatasi kekurangan ini.Zener
berpendapat bahwa selama ini kita hidup di dunia,kita dapat merefleksikan diri
kita (reflexsive presence) pada tubuh kita.Refleksi diri ini memungkinkan kita
mengenali tubuh kita sendiri.Kebanyakan atlet,meskipun berfokus pada
permainan yang mereka lakukan,memiliki kesadaran akan tubuh mereka melalui
keterlibatan mereka dalam olahraga.Misalnya,seorang dokter menasihatkan
seorang pasien dengan bobot berlebih karena terlalu sering duduk untuk
melakukan jogging.Ia memperingatkan bahaya tentang beban yang belebihan bagi
jantung yang mengatur target frekuensi jantung yang perlu dicapainya dan
bagaimana mengecek nadinya sambil melakukan jogging.Pasien mengundang
kakaknya yang dua puluh tahun lebih dua darinya,tetapi cukup atletik untuk
bersamanya.Sang adik berlari satu mil lebih cepat dari pada kakaknya,tetapi
frekuensi jantungnya tidak kembali kefrekuensi normal dalam jangka waktu yang
diharapkan.Sebaliknya frekuensi jantung sang kakak kembali kenormal lebih
cepat daripada yang diharapkan.Ketika sang adik bertanya kepada sang

8
kakak,yang bukanlah seorang yang sering jogging,bagaimana ia mencapai hal
itu,sang kakak menjawab,”saya mendengarkan tubuh saya selama berlari.)
Banyak di antara kita tidak benar-benar menyadari keberadaan tubuh kita
seiring kita menjalini hidup.Salah satu makna utama menjadi sakit adalah bahwa
keadaan itu memaksa kita memperhatikan tubuh yang kita tinggali.Kita
mengeluh,”Bahu saya kaku”,”Saya sesak napas”,”Punggung saya sakit”,”Saya
konstipasi.” “Saya tidak memperhatikan bahu saya sewaktu memberi lawan tenis
saya servis yang tajam.Namun,dokter menanyakan apakah akhir-akhir ini saya
sesak napas,saya menjawab”ya,waktu set keseparuh usia saya.” “Tidak mungkin!”
kata dokter dengan nada tajam,menyadari bahwa paru-paru saya berfungsi lebih
baik daripada orang seusia saya.Karena gangguan pada paru-paru dan bahu tidak
terlihat,kita mengalami kesulitan untuk menggambarkan apa yang kita rasakan
pada perawat dan dokter.Ketika kita berusaha menjelaskannya,kita menggambar
dari sisi tubuh kita ,dan bukan tubuh sebagai subjek anatomi.Saya berkata”Bahu
saya kaku,” “Bukan otot pemutar saya rusak”atau “saya kehabisan napas setelah
permainan pertama dalam pertandingan yang sangat lambat”bukan”Saya
mengalami awitan asma.” Namun,begitu asma terdiagnosis,dengan mudah saya
akan menyadari hubungan antara pernapasan saya dan latihah berat yang saya
lakukan.Pada kenyataan,saya dapat menggunakan hal itu sebagai alas an ketika
permainan saya tidak bagus di lapangan.
Perawat dan dokter perlu memiliki kemampuan menggali pengalaman pasien
dengan tubuh mereka.Saya dokter sering-dan perawat kadang-kadang-menggali
informasi tentang tubuh pasien dengan mengajukan pertanyaan dengan menutun
pasien menjauhi pengalaman mereka yang sebenarnya dengan tubuh
mereka.Seringkali dokter terfokus dalam mendiagnosis penyakit sehingga mereka
dengan cermat menanyakan pengalaman pasien dengan mengarahkan pada
kecendrungan penyakit tertentu.Biasanya,beberapa prosedur medis standar
mengontrol yang ingin ditanyakan dan sasaran yang ingin dituju berdasarkan teori
sehingga pasien memberikan uraian tentang tubuh mereka yang tidak ditanyakan
sering kali tenaga medis mengabaikannya karena dianggap membuang waktu
percuma.

9
Perbedaan antara menggunakan perspektif teoretis dalam menyeleksi
pengalaman pasien dengan tubuhnya dan membantu pasien mengukapkan
pengalamannya dapat ditujukan melalui contoh dari praktik klinik berikut.
Sam,75 tahun,dianognis emfisema.Ia berkali-kali ke dokter dengan keluhan
nyeri.Ketika dokter menayakan lokasi nyeri,ia meraba di bawah dadanya yang
diduga dokter berhubungan dengan paru Sam yang kronis.Suatu hari sem
mengeluh nyeri semakin menjadi kepada perawat,dan dokter tampaknya tidak
tahu penyebab pastinya.Perawat meminta Sam menujukan letak tepatnya ia
merasa nyeri.Ketika Sam menekan daerah tempat nyeri,jelas bagi perawat bahwa
letak bukan daerah paru melainkan tepat disekitar dibagian bawah diafragma,yang
merupakan lokasi hernia yang pernah diderita akibat pembedahan
sebelumnya.Perawat memintanya menggambarkan secara rinci nyeri yang
dirasakan dan bertanya berapa lama ia mengalaminya. Menurut hemat perawat,
kemungkinan diakibatkan oleh hernia strangulate. Ia mengajurkan Sam
menghubungi dokternya untuk mendiskusikan kemungkinan ini.Sam
menghubungi dokternya, yang langsung mengatur pertemuan dengan
Sam.Sebelum bertemu dengan dokternya,Sam mengalami serangan batuk yang
membuat strangulasinya lepas akibat tekanan batuk.Dalam sekejap,nyerinya
hilang.Ketika dokter memeriksanya, ia membenarkan bahwa nyeri yang dialami
Sam kemungkinan akibat adanya hernia strangulate.Apa yang tidak diketahui
dokter adalah bahwa diagnosis pada Sam dimungkinkna dengan kehadiran
kepedulian (caring presence) perawat terhadap tubuh sam,bukan staf medis begitu
berfokus pada gejala-gejala yang menguatkan diagnosis sebelumnya.Karena
perawat meluangkan lebih banyak waktu bersama pasien ketimbang dokter dalam
hubungan yang berkesinambungan,mereka memiliki tanggung jawab khusus
untuk membantu pasien belajar merefleksikan diri mereka pada tubuh mereka
sendiri.Refleksi seperti sangat diperlukan pasien sehingga mereka mampu
memikul tanggung jawab atas perawatan kesehatan mereka sendiri.

PANGGILAN PROFESI

Edmun Pallegrino (1985) menunjukkan hubungan yang terintegrasi antara


sentimen kepedulian dan praktik apeduli serta antara menjadi dokter atau perawat

10
yang baik dan menjadi pribadi yang baik dengan menyingkapi nilai moral
profesi.Ia mengatakan bahwa kata profesi pada awalnya mengacu pada “sebuah
ikrar khususnya untuk membantu umat manusia dan sumber kewajiban etisnya”
(1985,hal.28).Penekanan yang diberikan Pallegrino pada nilai moral profesi
ditunjukkan pada perwat dan dokter walaupun dalam ilustrasinya tentang nilai
moral,ia mengambil contoh dari hubungan dokter dan pasien.Pallegrino
menyatakan bahwa hubungan atara dokter dan pasien bermula dari permintaan
konkret yang disampaikan seseorang yang sakit dan mencari pertolongan untuk
mendapatkan perawatan.Dokter menerima permintaan tersebut dengan bertindak
dalam kerangka profesi yang memungkinkannya mengklaim membantu pasien
dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan demi kesehjahteraan pasien
merupakan hakikat sebuah profesi.Dengan demikian,suatu profesi memiliki
landasan moral yang memungkinkan seorang pfofesional mengklaim akan
terwujudkan kesejahteraan mereka yang meminta bantuan darinya.Bagi
Pallegrino,profesianal perawatan kesehatan terlibat dalam keperawatan kesehatan
melalui respon mereka dalam menyanggupi panggilan kepedulian.Ada empat car
peduli dalam interpretasi Pallegrino tentang asuhan yang terintegrasi.Pertama
adalah belas kasihan; kedua,melakukan bagi orang lain hal-hal yang tidak dapat
orang tersebut lakukan karena sakit atau lemah; ketiga,menggunakan pengetahuan
dan keterampilan untuk menunjukkan kepedulian kepada pasien; keempat adalah
peduli dengan memanfaatkan keterampilan perawatan kesehatan (Pallegrino,
1985).Dengan mengesampingkan perbedaan antara asuhan keperawatan dan
perawatan medis,hubumgan kepedulian memanggil perawat dan dokter kedalam
hubungan hubungan bersama pasien yang melibatkan belas kasihan,asuhan
langsung,pengetahuan dan keahlian,serta keterampilan.

Sara Fry (1989) tidak sependapat dengan Pallegrino bahwa interoensi


tentang kepedulian yang dikembangkan untuk hubungan dokter-pasien adekuat
untuk hubungan perawat pasien.Meskipun kami yakin bahwa deskripsi Pallegrino
tentang hubungan kepedulian yang dikembangkan untuk hubungan dokter-pasien
adekuat untuk hubungan perawat-pasien.Meskipun kami yakin bahwa deskripsi
Pallegrino tentang hubungan kepeduliaan dalam perawatan kesehatan memberi
konstribusi penting bagi keperawatan,kami sependapat dengan Fry bahwa

11
pendekatan Pallegrino lebih tepat untuk hubungan dokter-pasien ketimbang untuk
hubungan perawat-pasien.Deskripsinya tentang kepedulian mengansumsikan
bahwa tenaga perawatan,kesehatan dan pasien saling memilih terhadap satu sama
lain. Pada kebanyakan situasi keperawatan,hal ini jarang terjadi pada perawat atau
pada pasien.Selain itu,walaupun Pallegrino mengungkapkan hal ini,dokter jarang
melakukan bagi pasien hal-hal yang tidak dapat pasien lakukan dengan,mandiri,
mis, mandi.Perawat sendiri,dewasa ini,lebih sedikit terlibat dalam aktivitas yang
demikian dibandingkan dimasa yang lalu, walaupun sebenarnya banyak diantara
mereka mengakui bahwa asuhan persoalan, seperti memandikan, merupakan
kesempatan yang baik untuk membangun hubungan perawat-pasien.Kendati
begitu, asuhan keperawatan dasar seringkali membutuhkan hubungan yang lebih
intim antara perawat dan pasien ketimbang hubungan antara dokter dan
pasien.Pellegrino juga memfokuskan pembuatan keputusan moral dengan
membuat kesepakatan tentang apa yang diindikasikan secara medis dan apa yang
dipandang pasien sebagai kehidupan yang baik.Apa yang diindikasikan secara
medis biasanya berarti memprogramkan terapi tertentu,sedangkan keperawatan
melibatkan asuhan yang berkesinambungan dan berkelanjutan.Perawat sering
mendengar pasien berkata”kalau bergerak,terasa sakit,” “ saya tidak selera makan
makanan ini “ “ jangan paksa saya bangun,” padahal pemulihan kesehatan pasien
memerlukan pasien melakukan semua ini.Perawat tidak memprogramkan terapi
tetapi terlibat dalam interaksi persuasif untuk merespon keinginan pasien.Asuhan
keperawatan berkenan dengan asuhan yang berkesinambungan dengan jaringan
interaksi antara perawat dan pasien.Di dalamnya,kedua belah pihak butuh
menyamakan pendapat secara berkelanjutan antara apa yang diperlukan asuhan
keperataan yang baik dan apa yang jadi kehendak pasien.

Tanpa memperhatikan perbedaan antara asuhan keperawatan dan


keperawatan medis,Pellegrino menghilangkan pemisahan antara asuhan
profesional ( profesional care ) dan asuhan moral ( moral care ) yang menjadikan
jalan baik dalam bidang kedokteran maupun keperawatan.Bagi Pellegrino,
walaupun seorang profesional membutuhkan pengetahuan dan keterampilan
khusus, hakikat makna profesional adalah untuk terpanggil terpeduli.

12
PANGGILAN KONKRET

Seperti hanya Pellegrino, William James ( 1948 ) yakin bahwa kita


terpanggil untuk bermoral melalui interaksi kita dengan orang
lain.Menurutnya,kita terpanggil untuk melakukan tindakan moral ketika orang
lain membuat tuntutan konkret kepada kita.Ia berpendapat bahwa tanpa suatu
klaim nyata yang dibuat oleh beberapa orang yang konkret,tidak mungkin ada
kewajiban tetapi selalu ada kewajiban ketika ada suatu klaim (Jamen,1948
hal.72).Dengan demikian, bagi James,juga bagi Pellegrini panggilan untuk peduli
ditawarkan secara konkret oleh individu tertentu.

Bagi James,panggilan kokret kepeduliaan tidak hanya datang dari individu


tertentu,tetapi juga dari situasi yang menuntut suatu respons.James mencemaskan
versi idealistik panggilan moralitas yang terpisah dari situasi tertentu.Ia
mengambil contoh keterpisahan utopia dari kehidupan duniawi selama kunjungan
retreat nya ke Chautauqua.Perasaanya melambung karena lingkungan sekitar yang
menyenangkan , kuliah yang luar biasa , percakapan yang menarik, dabn konser
yang spektakuler. Ia mendeskripsikan semua itu dengan istilah “ surga kelas
menengah” .Pada akhirnya, ia merasa tidak nyaman karena merasa terpisah dari
pergumulan dab ketergantungan hidup ynag terdapat dalam “dunia nyata’.

Dalam perjalanan kembali dari Danau Chautauqua,ia melewati pabrik baja


di buffalo. Di tempat ini ,ia melihat para buruh bekerja keras dan bersimbah peluh
dibawah kondisi yang umum ditemui kebanyakan buruh pa rik menjelang akhir
abad ke-19 di Amerika. James kemudian teringat idelisme tolstoy dan tokoh lain
tentang kerja para buruh.Namun, ketika ia mendalami kehidupan apara buruh
semata-mata berjuang untuk bertahan ia merasa ada kejanggalan.

Kegersangan dan rendahnya standar hidup para buruh itu trlihat dari
kenyataan tidak ada sumber dari dalam yang menggerakkan hidup mereka. Nyeri
punggung,dalam jam kerja yang panjang, bahaya mengintai yang dengan tabah
mereka jalani untuk apa semua itu? Dengan sebatang rokok, segelas bir, secangkir
kopi, kudapan, dan pembaringan semalam, dan keesokan harinya memulai lagi

13
yang sama, dan mengelakkan sebanyak mungkin tanggung jawab (James,1958,
hal 185).

Lalu ia menyimpulkan bahwa kerja keras dan berjuang saja tidak membuat layak
diperjuangkan.

Menurut James,suatu kehidupan layak diperjuangkan ketika visi moral


tentang suatu peluang kebaikan memanggil seseoran dalam suatu keberadaan yang
baru (a new way-of-being).Visi ini bukan visi umum yang deperuntukkan bagi
setiap orang,melainkan suatu visi konkret.Dalam menjalani situasi yang spesifik
dengan bakat tertentu seseorang ajakan terpanggil oleh visi tentang peluang suatu
kebalikan yang secara khusus ditunjukan pada individu tertentu pada waktu yang
tertentu.

Pedekatan James terhadap etika terlihat dalam hubungan beverly dan


midori. Keadaan midori yang lemah membuat beverly terpanggil dalam hubungan
kepeduliaan dengannya.Kualitas hubungan tersebut memberi visi baru ketika
beverly tentang makn menjadi perawat yang baik,sebuah visi yang menjanjikan
inspirasi dan arahan untuk asuhan keperawatan yang diberikannya dimasa
mendatang interpretasi terhadap panggilan yang kokret ini cocok untuk etika
keperawatan.Perwat berada pada situasi berhadapan dengan individu yang
sakit,situasi yang adil dan sifat seluruh bakat mereka memanggil mereka untuk
peduli.Pendapat James bahwa merespon panggilan moral membuat hidup
berharga dijalani didukung oleh kajian kami tentang kepuasan dalam keperawatan
(Bishop & Sccudder, 1990).Dalam kajian tersebut,39 dari 40 perawat
mengngungkapkan bahwa pengalaman mereka yang paling memuaskan sebagai
seorang perawat adalah ketika mereka memenuhi panggilan moral pada situasi
tertentu.

TERPANGGIL OLEH PENDERITAAN SESAMA MANUSIA

Warner Marx (1992) mengembangkan sebuah etika belas kasihan yang


tidak ditemukan tradisi Yahudi-Kristiani. Ia menyatakan bahwa pencariannya
dalam menemukan fondasi dain etika belas kasihan tidak didasarkan pada
kebalikan tradisi Yahudi-Kristiani. Ia menyadari bahwa fondasi ini tidak lagi

14
cocok bagi banyak orang (Marx, hal.43). Usahanya untuk mengembangkan etika
tersebut menunjukan keyakinannya bahwa etika yang paling baik adalah etika
belas kasihan.

Ia berusaha mendasarkan etika belas kasihannya pada keyakinan bahwa


setiap orang akan menghadapi kematian. Ia percaya bahwa ketika kita jujur
menghadapi kematian kita, “kekuatan yang sangat…, dalam pengertian
sebenarnya’’ merusak dunia nyaman yang kita tinggali sehari-hari (Marx, 1992,
hal. 48-49). Selama bernaung dengan aman dalam keberadaan yang kita sia-siakan
ini, saya cenderung tidak acuh terhadap orang lain, juga terhadap kematian saya.
Ketika rasa takut yang besar terhadap kematian menghancurkan ketidakacuhan
Ini, saya menjadi terbuka terhadap keberadaan orang lain sebagai sesame
manusia. Dalam keadaan terkucil dan terabaikan, saya membutuhkan kehadiran
sesame saya, baik pria maupun wanita. Setelah itu, “saya bukan saja sanggup,
memandang orang lain sebagai sesama manusia..,, tetapi juga sanggup mendengar
panggilan mereka’’.

Ketika saya melihat dan mendengarkan sesame saya, saya mengenali


mereka sebagai bagian takdir saya. Namun apakah karena itu mereka menjadi
sesama saya? Bagi Marx, tidak selalu demikian, “tetapi memang hal itu
membebaskan saya dari “perangkap ketidakacuhan,’’ yang mencegah mereka
untuk menjadi sesama saya. Ketika saya terbebas dari ketidakacuhan, saya bebas
merespons panggilan persaudaraaan.

Perawat memberikan asuhan kepada pasien yang mau tak mau harus
menghadapi kematiannya sendiri dengan cara tertentu, yang membuat mereka
terbuka dengan kebutuhan mereka untuk merasakan hubungan belas kasihan
dengan orang lain. Perawat sering merespons pasien dengan membangun
hubungan dengan pasien dalam kerangka konvesional profesi. Ketika
memperlakukan individu sebagai pasien dalam kerangka professional ini, perawat
sering kali terkejut menemukan diri mereka mengonfrontasi kematian mereka
sendiri melalui kematia pasien. Dalam menghadapi kematian secara mutual,
perawat dan pasien sereng terpanggil untuk keluar dari tempurung
konvensionalistas mereka dan masuk kedalam kepedulian yang otenik dan
berbelas kasihan satu sama lain.

Menurut Marx, menghadapi kematian membuka peluang untuk hubungan


yang personal karena setiap individu berusaha untuk berada dalam hubungan yang
personal, penuh belas kashihan. Bagi Marx, kebersamaan dengan orang lain dalam
persaudaraan membuat hidup berharga untuk dijalani dan dipenuhi sukacita.
Sasaran dalam menghadapi kematian diri sendiri ialah menghancurkan kebiasaan
tidak acuh yang menghambat perwujudan persaudaraan dan rasa belah kasih.

15
Seorang perawat yang turut serta dalam penelitian kami tentang keputusan dalam
keperawatan menggambarkan bagaimana asuhan yang disertai belas kahisan bagi
pasien yang menjelang kematian membawa sukacita dan rasa kepuasa terbesar
baginya sebagai seorang perawat. Dua tahun lalu, saya mendapatkan kesempatan
memberi asyhan total kepada pasien wabita berusia dua puluh lima tahun yang
menderita kardiomiopati kongestif stadium akhir. Ia mengalami gagal jantung
kongestif serta jumlah aritmia ventricular yang mengancam nyawa. Ia juga
meminta saya berterus terang apakah ia akan meninggal. Kami memiliki
kesempatan mendiskusikan beberapa masalah. Utama yang ia minta dari saya
adalah untuk saya duduk menemaninya sepanjang malam sambil menggenggam
telapak tangannya. Saya melakukan hal ini sembari memantau tanda-tanda
vitalnya, perubahan hasil pemeriksaan fisiknya, juga mentritasi beberapa
vasopressor dan vasodilator untuk mempertahankan curah jantungnya optimal.
Pasien ini dirawat di unit tempat saya berdinas selama empat hingga lima minggu
dalam kondisi kritis sebelum akhirnya meninggal. Walaupun kami merasa pedih
melepas kepergiannya, ada sukacita ketika kami memberi dukungan emosionil
dan fisik sembari memberi penyuluhan kepadanya dan keluarganya serta
membantu mereka menerima dan menghadapikematian yang tidak terhindarkan.

Contohnya : di atas menggambarkan bagaimana menghadapi kematian membawa


pasien dan perawat kedalam hubungan intim yang memberi dukungan dan
menyamankan bagi individu yang menjelang kematian, dan memberi sukacita
dalam menghadapi tragedi.

TERPANGGIL OLEH BELAS KASIH

Suatu contoh klasik tentang asuhan keperawatan yang diberikan karena


keinginan untuk membantu orang lain tertentu pada situasi yang konkret adalah
kisah tentang orang samaria yang baik hati. Seorang cedekia hokum mendatangi
seorang guru dan bertanya tentang arti sesema manusia dalam konteks akademi.
Bukan jawaban yang diperolehnya, melainkan contohnya konkret dalam bentuk
perumpamaan.

Adalah seseorang yang turun dari yerusalem ke yerikho; ia jatuh ketangan


penyamun-penyamunyang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang
juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalannya setengah mati.
Kebetulan ada seorang alim ulama turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu,
tetapi ia melewatinya dari sebrang. Demikan juga seorang imam dating ketempat
itu; ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi
kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak
dan anggur. Kemudian ia naikan orang itu ke atas tempat penginapan dan
menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu.dari sudut pandang filosofi
tradisional, dialog antara gurudan cendekia hokum pada kisah di atas sangat

16
mengecewakan. Seorang ahli filsafat akan mengharapkan sang guru memberi
definisi sesama manusia seelah menyampaikan contoh yang luar biasa tentang
makna sesama manusia. Namun ternyata, pertanyaan “siapakan diantara ketiga
orang ini, menurut padamu, adalah sesama manusia dari orang jatuh ke tangan
penyamun itu? Secara halus justru mempertanyakan motivasi si penanya
mengajukan pertanyaannya. Dengan pertanyaan ini, sang guru mencoba
mengarahkan perhatian cendekia tersebut dari sudut pandang akademik tentang
sesama manusia menjadi hubungan konkret tentang menjadi sesama yang baik.

Kepedulian kepada sesama seperti yang diteladankan oleh orang samaria


yang baik hati itu menunjukan suatu asuhan keperawatan. Orang samaria itu
tanggap terhadap luka-luka yang diderita korban perampokan itu dengan
mengguyurkan minyak dan anggur pada luka, membebatnya, merawatnya
sepanjang sisa hari itu, lalu mengupayakan perawatan orang tersebut sampai
pulih. Panggulan itu dapat dikatakan asuhan keperawatan yang dilakukan sehari-
hari. Ia bukan seorang perawat professional dengan keahlian khusus untuk
merawat korban cidera itu, atau memiliki pengetahuan tertentu yang dapat
memperkuat asuhannya.

PANGGILAN KEJATIAAN

Sementara Marx mengembangkan etika belas kasihan yang menyorot


panggilan kepeduliaan Charles Taylor (1991) menagjukan sebuah interpretasi
filosofis tentang etika kejatiaan( ethick of authencity) yang dapat memanggil
perawat untuk peduli.Panggilan kepeduliaan yang tersirat dalam etikan kesejatiaan
sering terabaikan karena, seperti dijelaskan Taylor,para pendukung maupun
pengkritik menempatkan kesejatiaan dalam dalam relativisme etika yang
membuat pilihan itu sendiri menjadi pusat perhatiaan.Taylor menjelaskan bahwa
pilihan tidak bermakna tanpa menentukan bahwa pilihan lebih baik dari pada yang
lain.Ia berpendapat bahwa kesejatiaan secara moral bermakna ketika hal itu
membuat seseorang berkomitmen untuk memilih mengejar kualitas terbaik
denagn potensi dan situasi yang ada didunia.

Nilai moral ideal yang berada di balik kepuasan pribadi (self- fulfillment)
adalah sikap jujur terhadap diri sendiri,dalam pemahaman modern yang spesifik
tentang istilah tersebut ... Apa yang saya maksud dengan ideal moral? Yang saya
maksud adalah suatu gambaran model kehidupan yang lebih baik atau lebih
tinggi.Namun, “lebih baik” dan “lebih tinggi” di sini bukan mengacu pada apa

17
yang kita harapkan atau butuhkan,melainkan standar tentang apa yang harus kita
harapkan. (Taylor, 1991,hal 15-16).

Interpretasi tentang kesejatiaan ini di dapat mencerahkan kepeduliaan yang


etis dari Nooddings.Dalam interpretasinya tentang kepeduliaan,ketika kita tidak
peduli secara alami,kita harus tetap peduli karena saya ingin menjadi orang yang
peduli.Diterjemahkan kedalam Keperawatan,hal ini akan berarti saya peduli
terhadap klien bahkan ketika saya tidak secara alami peduli kepada mereka karena
saya mengakui bahwa itulah sikap yang harus saya tunjukkan.Dengan bersikap
demikia,saya dapat dikatakan otentik,dalam arti saya akan mengikuti visi tentang
apa yang saya”harus inginkan,” yakni berada dalam suatu hubungan kepeduliaan
yang mengupayakan kesejahteraan orang lain.Dengan demikian,perwat yang
peduli pada pasien karena ingin menjadi seseorang yang peduli dapat dikatakan
perawat yang otentik,seperti halnya seorang perawat yang peduli dengan
kepeduliaan yang alami karena keduanya diarahkan oleh apa yang mereka harus
inginkan berada dalam hubungan kepduliaan ynag mengupayakan kesejahteraan
pasien mereka.

Interpretasi Taylor tentang nilai moral kesejatiaan berharga bagi perawat


yang berkeinginan mewujudkan kesejatiaan pada pasien denagn memberi mereka
asuhan yang otentik dengan cara berikut.

Heidegger (1962)...membandingkan dua cara peduli paada orang lain.Cara


yang pertama,seseoran akan “tiba-tiba masuk” bagi orang lain dan “mengambil
alih” bagi orang lain.Bentuk kepeduliaan seperti ini dengan mudah menciptakan
dominasi dan kebergantungan ketika tenaga perawatan ”tiba-tiba” masuk dan
membawa jauh “kepeduliaan”.Kita akan menyebut ini asuhan tersebut
menimbulkan kebergantungan pada orang lain.Kebalikan dari asuhan yang
otentik (authentick care) (begitu Heidegger menyebutnya) muncul ketika tenaga
keperawatan akan “masuk mendahului klien” [ihm vorausspring] dalam eksistensi
potensial keberadaannya,bukan dengan maksud membawa jauh “kepeduliaannya,”
tetapi untuk mengembalikannya padanya secara otentik,(hal. 158-159).Jadi, dalam
asuhan yang otentik, pihak yang lain dibantu untuk memedulikan keberadaannya
sendiri.(Bishop & Sccudder, hal. 56).

18
Perawat yang telah melakukan praktik keperawatan dalam jangka waktu
lama akan mengenali bahwa sebagian besar asuhan yang diberikan sejak awal
abad ini merupakan asuhan yang bergantung.Namun, sekarang semakin banyak
perawat ,menyadari pentingnya asuhan otentik,yang membuat pasien leluasa
mengupayakan kesejahteraan mereka sendiri.Kepeduliaan seperti ini
membutuhkan penekanan lebih besar pada pendidikan pasien dan mendorong
klien mengambil tanggung jawab perawatan kesehatannya sendiri, sebagaimana
dianjurkan Dorothea Orem (1980).Nilai moral kesejahteraan Taylor menuntut
perawatan bergerak selangkah lebih maju dengan membantu individu menemukan
peluang untuk memberi yang terbaik dari diri mereka selam dan setelah penyakit
dan pengobatan.

Pendapatan Sally Gadow (1980) bahwa perawat harus menjadi advokad


bereksistensi (existential advocate) merupakan panggilan perawat untuk
membantu pasien menjadi lebih otentik dengan cara peduli pada pasien.Yang
dimaksud Gadow dengan advokasi bereksistensi adalah membantu pasien
menemukan makna penyakit dan terapi bagi kehidupan mereka serta mendorong
dan membantu mereka memahami makna tersebut.Perawat, dalam kapasitas
mereka sebagai advokat bereksistensi, tidak semata-mata membantu pasien
memilihapa yang merka inginkan.Misalnya, ketika seseorang pecandu obat angin
“semelayang” mungkin ketika berada dirumah sakit.Advokat yang bereksistensi
bersiap sedia untuk membantu pasien mengenali dan menyadari sisi terbaik
mereka di tengah-tengah situasi yang mereka hadapi.

Peneknan pada etika kedokteran dalam pengambilan keputusan terkait


terapi atau nonterapi sering mengaburkan pentingnya moral dalam membantu
pasien menyingkap dan mengejar kapasitas terbaik mereka pada situasi perawatan
kesehatan tertentu.Ini terlihat pada kasus yang telah kami bahas pada Bab
pertama,yakni seorang pasien dengan mania menolak mengosumsi Litium karena
ingin terus melayang.Baik pakar eteika maupun dokter begitu terfokus pada isu
harus tindakannya mengobati pasien hingga merka gagal mendiskusikan dengan
pasien isu nilai moral yang terlibat dalam keputusan pasien untuk tidak
menggunakan Litium.Mereka tampaknya tidak menyadari pentingnya nilai moral

19
dalam membantu pasien menemukan dan menyadari kapasitas terbaik mereka.
Pertimbangan etika seharusnya dapat mengarahkan pasien ini untuk
mempertimbangkan apa yang terbaik untuk hidupnya, bukan semata-mata demi
memuaskan kesenangannya.Pertimbangan seperti ini membuat etika menjadi
aspek yang terintegrasi dalam perawatan kesehatan yang perlu mereka harapkan
dimasa mendatang untuk kesejahteraan mereka,bukan apa yang saat ini merekan
inginkan.Sebagai contoh,seseorang lansia yang mengalami patah tungkai
berharapa bisa bebes dari rasa nyeri,tetapi perawat menganjurkannya menahan
nyeri tersebut supaya ia nantinya bisa berjalan sehingga mampu menjadi individu
yang lebih mandiri.

Pertimbanagan moral yang bisa menjadi hal yang esensial dalam praktik
itu sendiri sering kali menjadi kabur karena kencendrungan menginterpretasi
keperawatan sebagai ilmu terapan ata perilaku. Interpretasi ini sering menolak
anggapan bahwa individu sanggup memiliki keinginan dan memilih untuk
mengejar peluang kebaikan di masa mendatang pada situasi tertentu-suatu asumsi
menggarisbawahi interpretasi kesejatian Taylor.Menurut Taylor,para pakar ilmu
sosial melakukan hal ini dengan menghubungakan perilaku dan faktor-faktor
nonmoral,seperti hasrat untuk bertahan hidup, kekuasaan, kendali, atau kekayaan
untuk menjelaskan yang ‘berat” dan “ilmiah”.Penerapan prinsip ini dalam dalam
keperawatan, seperti yang telah kami perdebatkan pada buku kami terdahulu,telah
mengaburkan cara pandang perawat tentang nilai moral yang terdapat dalam
praktik itu sendiri.Konsekuensinya,kami yakin, seperti juga Taylor,bahwa
mengembalikan ‘idealisme ini dapat membantu kita merestorasi praktik
keperawatan kita”.

Menurut Taylor suatu etika kesejatian mengklaim saya dengna suatu cara
yang secara unik sesuia dengan keberadaan dan situasi saya.Panggilan unik ini
bermakna bahwa identitas saya tidak dapat “diperoleh dari hubungan sosial,tetapi
harus dibentuk dari dalam”. Dalam membentuk identitas saya,dibutuhkank
pembangkitan dari dalam (inward generation) yang merupakan panggilan dunia.

Saya sendiri merasakan diri saya sebagai subjek,tetapi say mengalami diri
saya itu dalam dunia yang membuat tuntutan terhadap saya dan dalam interaksi

20
saya dengan orang lain,yang membantu saya memahami diri sendiri.Kesadaran
dari dalam tentang siapa diri kita diawali oleh sebuah panggilan dari dunia.Saya
dapat mendefinisikan suatu identitas bagi diri saya yang tidak kecil artinya hanya
jika saya berada didaalam dunia yang didalamnya terdapat sejarah atau tuntutan
alam semesta,atau kebutuhan orang-orang sekeliling saya,atau kewajiban sebagai
warga negara,aatau panggilan dari tuhan,atau hal lain dalam urutan ini yang
memengaruhi secara krusial kesejatian bukanlah musuh tuntutan yang muncul
melampaui kapasitas diri.Kesejatian mengandung tuntutan yang demikian
(Taylor,hal, 40-41).

Panggilan komitmen moral yang melampaui diri semdiri sering kali


muncul dalam kerjasama dengan orang lain dalam “lingkup kemaknaan”.Dalam
keperawatan, lingkup kemaknan ini memiliki berbagai makna yang
mengorientasikan praktik keperawatan. Seorang perawat tidak dapat

mendefinisikan dari suatu pengertian dari dalam yang terpisah dari praktik, tetapi
justru melalui pengertian terletak pada nilai moralnya ; peduli pada kesejahteraan
orang lain.

Perwat pemula yang merasa sangat terpanggil untuk peduli sering kali
mengalami kesulitan dalam menghubungkan panggilan ini dengan praktik
keperawatan.Dalam penelitian kami tentang kepuasan dalam keperawatan,kami
menemukan bahwa mahasiswa perawat perlu mempelajari bagaimana panggilan
kepedulian diterapkan dlam praktik.40 perawat praktik mendapaat kepuasan
terbesar ketika kepedulian dikaitkan dengan hubungan personal.Namun,hubungan
ini, berbeda dari hubungan yang dialami perawt berpengalaman,cenderung
terpisah dari praktik kepedulian bagi pasien pada situasi klinis.Pengalaman dalam
keperawatan yang paling memuaskan adalah ketika ia bersedia melakukan
tindakan bagi pasiennya yang hanya berhubungan sedikit dengan
keperawatan.Sebaliknya,dalam deskripsi asuhan yang dilakukan perwat
berpengalaman bagi pasienn,nilai personal dari moral begitu sering tersingkap
dalam bahasa profesi teknis sehingga Jack sering meminta Anne menjabarkan
dengan istilah awam yang dapat membantunya memahami makna moral dan

21
personal asuhan mereka.Betapapun teknis deskripsi kepedulian dalam praktiknay
yang sesungguhnya .

Apabila penelitaan kita secara akurat menggambarkan prevalensi nilai


moral dlam keperawatan.Dalam literatur dan pendidikan keperawatn istilah
profesional sering digunakan menggantikan nilai moral.Ketika perawat tidak
melakukan praktiknya sebagaimana mestinya ,biasanya mereka tidak disebut
“tidak bermoral” melainkan “tidak profesional” Ketika perawat mengabaikan
pasien yang perlu pemantauan yang terus-menerus supaya bisa menggosip dengan
rekan kerjanya diruang istirahat,biaasanya ia disebut tidak profesional.Tuduhan
kemorosotan moral biasanya dikaitkan dengan tindak-tanduk yang tidak dapat
diterima yang jarang secara langsung memengaruhu asuhan pasien.

Perawat dikatakan tidak profesional ketika mereka menyimpang dari


kriteria yang ditetepkan oleh profesi.Cara berpikir seperti ini muncul karena
keperawtan diinterpensi sebagai profesi dari sudut pandang sosiologi,bukan
moral.Defenisi profesi dari sudut pandang sosiologi mencakup pengetahuan,
standar pendidikan. Kriteria penilaian kinerja kompetensi dan kode etik.Faktor
pemotivasi dalam mengembangkan kode etik keperawatan adalah untuk
mengukuhkan keperawatan sebagai profesi.Barangkali, inilah alasan mengapa
kode etik gagal memberi asuhan yang bermakna bagi praktik keperawatan bahkan
ketika kode etik tersebut menetapkan standar yang bulat tentang berbagai hal
menyangkut perawat.

Salah satu problema terkait defenisi profesi dari sudut pandang sosiologis
adalah bahwa definisi ini dibuat melalui konsensus (kesepakatan).Defenisi
berdasarkan kosensus menghilangkan moral.Dengan demikian,jelas bahwa profesi
tidak membentuk nilai moral.Nilai morallah yang memberi wewenang pada
profesi Hal ini mengaburkan nilai moral keperawatan adalah memandang
keperawatan sebagai aktivitas teknologi dengan nilai moral netral.Perwat yang
meletakkan teknologi dalam konteks dominasi dapat menimba banyak pelajaran
dalam kritik Taylor terhadap alasan instumental.Mereka yang mendukung
pemanfaatan teknologi akan menempatkannya dalam konteks dominasi biasanya
memandang keperawtan terutama sebagai intervensi.Perwat yang menyukai

22
pendekatan humanistik dalam keperawatan mau tak mau mengakui kontribusi
teknologi asuhan keperawatan.

Taylor menunjukkan bahwa teknologi berada dalam konteks lain selain


dominasi.Ia menyatakan bahwa kita perlu memahami teknologi ‘dalam kerangka
moral etika kebijakan praktis”.Hal ini terutam perlu bagi perawat dilingkungan
praktik yang banyak memanfaatkan teknologi.Panggilan mereka untuk peduli
tidak tidak lebih kecil dari pada panggilan perawat yang lebih banyak memberi
asuhan langsung dan personal dalam praktik mereka.Mereka dipanggil untuk
menunjukan kepeduliaan secara teknis.Panggilan perawat untuk menjalankan hal-
hal yang teknis haru sdiletakkan dalam kerangka etika kepedulian.Panggilan
terbesar bagi seorang perawat adalah panggilan kepedulian.Panggilan untuk
peduli ini,tidak seperti panggilan kompetensi teknis,sebenarnya adalah panggilan
moaral itu sendiri.Kami telah mengklaim keperawat sebagai praktik kepeduliaan
dan bahwa praktik ini memiliki warisan moral untuk mengedepankan
kesejahteraan orang lain.Ini berati bahwa etika keperawatan terutam berkenan
dengan seberapa jauh nilai keperawatan dipenuhi oleh setiap perawat dan profesi
keperawatan.Selain itu,karena harga keperawatan itu sendiri akan ditentukan
berdasarkan pemenuhan nilai moralnya, permasalah moral yang muncul bukan
sekedar permukaan atau tambahan bagi berbagai kegiatan profesional dan teknis
keperawatan, tetapi justru merupakan fokus paktik keperawatan.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahwa kehadiran,kepedulian dan terpanggil untuk peduli harus di lakukan


seorang perawat untuk merawat pasien dalam menyikap makna moral yang
terkandung dalam praktik keperawatan.Hubungan yang terintegrasi antara asuhan
praktis yang unggul dan sentimental kepedulian.

Kehadiran dan kepedulian dirasa kurang dalam layanan kesehatan,ada banyak


pasien yang ingin tahu bahwa orang-orang yang merawat mereka begitu
peduli.Pasien merasa perawat tidak peka terhadap kebutuhan mereka atau kurang
menghargai sudut pandang mereka.

Penanganannya : kepedulian jelas sangat diperlukan dalam keperawatan,dimana


seorang perawat harus memberi gambaran tentang kepedulian(caring) dan tentang
kehadiran (presence) agar mengurangi kecemansan pasien,dan memberi
pengharapan kepada pasein.

3.2 Saran

Sebagai perawat harus menerapakan konsep caring dalam kehadiran dan


kepedulian agar pasien yang kita rawat merasa benar-benar diperhatikan.

3.3 Daftar pustaka

JOHN SCUDDER,BISHOP ANNE.2006 .Etika Keperawatan dan Praktik Asuhan


Holistik.Jakarta:Indonesia.EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai