PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah
Konsep Dasar Keperawatan I,menambahkan wawasan tentang konsep caring
dalam kehidupan sehari-hari,agar kami mahasiswa mengerti tentang kehadiran
dan kepedulian dan juga terpanggil untuk peduli,dan sebagai salah satu sarana
belajar mahasiswa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
KEINGINAN MORAL YANG SALING BERTENTANGAN DAN
KETERBATASAN WAKTU
Timbul dalam kepedulian yang alami, yang memerlukan banyak usaha moral.
Usaha ini diperlukan ketika perawat, dengan kepedulian yang alaminya,
mengalami kebimbangan antara merawat pasien dengan dirinya. Sebagai contoh
seorang perawat sedang dinas malam dengan jumlah perawat kurang. Dalam
keadaan tubuh sakit dan letih dan gelisah, ia tetap terpanggil secara alami untuk
merawat pasien yang secara khusus membutuhkan perawatannya. Perawat
menghadapi pilihan moral antara keinginan alami untuk memperdulikan pasien
dan keinginan alami untuk peduli diri sendiri.
Dalam praktik keperawatan, perawat mampu dan sering kali secara alami
merawat individu pada keadaan yang memaksa mereka untuk menetapkan pilihan
moral sehubung dengan keterbatasan waktu. Misalnya, pada suatu akhir dinas
seorang perawat menghadapi beberapa situasi yang melibatkan kepedulian yang
alami. Salah seorang pasien yang baru beberapa jam pascaoperasi perlu
dikateterisasi; pasien yang lain mengalami nyeri hebat pascaoperasi tanpa ada
program pascaoperasi tertentu; pasien ketiga merasa cemas membayangkan
kepulangannya ke rumah karena tak seorangpun berada di rumah untuk
membntunya keluar rumah sakit. Perawat secara alami peduli pada masing-
masing pasien ini, Perawat siap merawat setiap pasien yang membutuhkan
perawatannya. Sayangnya, tidak ada cukup waktu untuk memberi perawatan
untuk ketiga pasien tersebut sekaligus. Perawat dihadapkan dengan antara
memenuhi kebutuhan mendesak melakukan kateterisas, mendapatka resep obat
nyeri, dan memenuhi kebutuhan memberi konsultasi kepada pasien. Meminta
pasien pertama untuk menunggun tentunya akan membuat mereka menderita lebih
lama. Kami memberi contoh ini tentunya untuk menunjukan bahwa dilema moral
dalam keperawatan tidak terbatas hanya pada situasi antara dua alternatif,
kepedulian yang alami atau pilihan moral yang etis.
Contoh ini juga menggambarkan bahwa perawat harus bisa menetapkan pilihan
moral ketika harus memberi asuhan kepada dua orang pasien dengan didorong
rasa kepedulian yang alami, tetapi memiliki keterbatasan waktu. Tekanan waktu
3
hampir selalu berasal dari lingkungan yang sering memaksa mereka untuk
membuat pilihan moral karena keterbatasan waktu.
Mereka yang memperdulikan orang lain sering menghadapi dilema moral
dalam memilih pasien mana yang perlu di rawat dalam waktu terbatas. Untuk
alasan ini, Nussbaum berpendapat bahwa pribadi yang baik terbuka dan terlibat
dalam hubungan kepedulian, bahkan dengan suatu kesadaran bahwa mereka
mungkin akan mengalami kesedihan dan tragedi, sekaligus kepuasan. Nussbaum
mengklaim bahwa etika tradisional berupaya menyelesaikan masalah moral secara
langsung dan pasti. Perawat secara terus – menerus terlibat dalam hubungan
kepedulian pada situasi yang kompleks dalam waktu yang terbatas, dengan dua
kemungkinan : tragedi atau kepuasan. Akhirnya, bagi semua orang yang
terpanggil untuk peduli, keterbukaan dan kesediaan untuk terlibat adalah
kewajiban moral yang harus dipenuhi.
4
memperhatikan aspek perawatan ini.Ini terlihat pada perlakuan praktik dalam
pendidikan, yang merupakan bidang keahliannya.Baginya,praktik semata-mata
berati belajar merawat dengan cara melakukannya.Tampaknya,,ia tidak
menangkap makna praktik sepenuhnya,terlebih lagi makna warisan nilai moral
yang terdapat dalam etika.Untuk ulasan ini ia tidak menyebut kepedulian yang
alami secara etis.
Apabila etika dalam keperawatan berfokus pada nilai moral keperawatan
maka,ketika perawat bertindak untuk memenuhi nilai tersebut,dapat dikatakan ia
bermoral,baik ia bertindak karena kepedulian yang alami ataupun karena
keinginan untuk menjadi pribadi yang peduli.Kepedulian yang alami lebih disukai
ketimbang kepedulian yang etis karena kepedulian yang alami secara langsung
meningkatkan kesejahteraan mereka yang sakit dan dalam keadaan yang
lemah,dan tidak memerlukan fokus ulang dari untuk menjadi perawat yang peduli
atau keinginan untuk menghargai kepedulian itu sendiri menjadi kepedulian
terhadap kesehjahteraan pasien.Kepedulian yang etis tampaknya merupakan
tambahan bagi kepedulian yang alami,dalam arti bahwa kepedulian yang etis
diperlukan hanya bila kepeduliaan yang alami tidak adekuat.Sisi baiknya,perawat
yang bermoral baik akan meningkatkan kesejahtraan pasien sebagai tindakan
kepedulian yang alami kapanpun memungkinkan,tetapi jika seorang perawat tidak
memiliki kepedulian yang alami,ia akan tetap menujukkan kepedulian kerena
kepedulian yang etis.Kepedulian yang muncul karena terjadi pergeseran dari
menghargai kepedulian,sehingga muncul keinginan untuk menjadi perawat yang
peduli ,menjadi memperhatikan peningkatan kesehjahteraan pasien.Pergeseran
dari diri sendiri kepada orang lain ini diperlukan dalam praktik
keperawatan.Warisan nilai moral yang di dalam membutuhkan kepedulian yang
meningkatkan kesejahteraan orang lain.Tanpa memperhatikan apakah perawat
peduli pada pasien secara alami atau ingin menjadi perawat yang peduli,mereka
tidak boleh memisahkan antara praktik peduli dan makna subjektif
kepedulian.Memisahkan motif denga tindakan sama dengan memisahkan
kepedulian sebagai perhatian dari kepedulian sebagai praktik.Penjelasan Noddings
tentang kepedulian sebagai keadaan terserap kepada situasi orang lain dan
pergeseran motivasi adalah deskripsi yang sangat tepat tentang pengalaman
5
subjektif kepedulian.Deskripsi ini tidak menyatakan motivasi dari dalam
“penyebab” praktik peduli,tetapi hanya menjelaskan sisi subjektif hubungan yang
terintergrasi antara kepedulian pada pasien (care sebagai perhatian) dalam
merawat pasien (care sebagai praktik).
Peduli bagi pasien (care for patients) dalam merawat pasien (care of patients)
saling terkait utuh dalam praktik keperawatan.Dalam suatu praktik,maknanya
diimplisitkan dalam tindakan.Konsekuensinya,perhatian subjektif kepada pasien
sering kali berkembang dari pengalaman dalam praktik keperawatan.Makna
peduli secara progresif menujukan praktik karena perawat belajar
peduli(perhatian) dengan terlibat dalam perawatan (praktik).
6
kepedulian bergantung pada pengalaman pernah dipedulikan dan memperdulikan
orang lain.
Cara menujukan kepedulian diturunkan kegenerasi yang baru melalui habitasi
manusia. Erazim Kohak (1984) menjelaskan bagaimana kepedulian terlihat dalam
tempat tinggal manusia
Rasanya seperti ada sesuatu yang hadir,seperti ketika memasuki sebuah rumah
yang tidak ada penghuninya.Berbeda denga rumah-rumah yang di abaikan,dijarah
atau ditinggalakan penghininya pada masa sesudah revolusi,atau rumah yang
diprak-poradakan di pusat kota,sebuah kediaman,kedati kosong,terasa terpelihara
seolah-olah ada cinta dan kebenaran di dalamnya.Ada perasaan memiliki: waktu
memasukinya,kita merasakan keteraturannya bukan sebagai keteraturan
semata,tetapi secara spesifik,sebagai keteraturan Lebenswelt,yaitu konteks
kediaman yang memiliki keteraturan dengan hadirnya kepedulian (hal.189).
Dengan cara yang sama,kepedulian para pendehulu kita dalam memperdulikan
kesejahteraan orang lain menjiwai praktik keperawatan yang kita warisi.Kita
menjadi perawat dengan menjiwai dan mengadopsi cara-cara mereka dalam
memberi asuhan kepada pasien.
Nancy Diekelmann (1990) berusaha mengajarkan perawat makna kepedulian
melalui dialaog tentang makna praktik yang mereka lakukan.Ia tidak berasumsi
bahwa keperawatan ini sudah termotivasi untuk mempraktikan kepedulian dan
hanya perlu belajar caranya.Sebaiknya,melalui dialog tersebut,Diekelmann
berusaha memperjelas kepedulian (perhatian) muncul sebelum praktik dan
kemudian memotivasi praktik atau terbentuk dari pengalaman memperdulikan
(praktik) adalah persoalan utama hanya bagi mereka yang dengan sengaja
memisahkan motif dari tindakan.Bagi mereka menolak pemisahan artifisal
ini,cukup mengatakan bahwa kepedulian(perhatian) dan kepedulian (praktik)
demikian terintegrasi sehingga tidak mungkin dinyatakan nama yang muncul
lebih dahulu.Kedati demikian,adalah mungkin untuk mengidentifikasi
keterserapan (engrossment) dan pergeseran motivasi sebagai aspek yang
terintegrasi dalam asuhan keperawatan.Pasien mengangkat sisi subjektif asuhan
keperawatan ini ketika mereka ingin tahu bahwa perawat yang merawat mereka
benar-benar peduli pada mereka.Keterserapan dan pergeseran motivasi tidak
7
dialami sebagai hal yang terpisah dari praktik,tetapi terdapat di dalam dan melalui
praktik kepedulian.
8
kakak,yang bukanlah seorang yang sering jogging,bagaimana ia mencapai hal
itu,sang kakak menjawab,”saya mendengarkan tubuh saya selama berlari.)
Banyak di antara kita tidak benar-benar menyadari keberadaan tubuh kita
seiring kita menjalini hidup.Salah satu makna utama menjadi sakit adalah bahwa
keadaan itu memaksa kita memperhatikan tubuh yang kita tinggali.Kita
mengeluh,”Bahu saya kaku”,”Saya sesak napas”,”Punggung saya sakit”,”Saya
konstipasi.” “Saya tidak memperhatikan bahu saya sewaktu memberi lawan tenis
saya servis yang tajam.Namun,dokter menanyakan apakah akhir-akhir ini saya
sesak napas,saya menjawab”ya,waktu set keseparuh usia saya.” “Tidak mungkin!”
kata dokter dengan nada tajam,menyadari bahwa paru-paru saya berfungsi lebih
baik daripada orang seusia saya.Karena gangguan pada paru-paru dan bahu tidak
terlihat,kita mengalami kesulitan untuk menggambarkan apa yang kita rasakan
pada perawat dan dokter.Ketika kita berusaha menjelaskannya,kita menggambar
dari sisi tubuh kita ,dan bukan tubuh sebagai subjek anatomi.Saya berkata”Bahu
saya kaku,” “Bukan otot pemutar saya rusak”atau “saya kehabisan napas setelah
permainan pertama dalam pertandingan yang sangat lambat”bukan”Saya
mengalami awitan asma.” Namun,begitu asma terdiagnosis,dengan mudah saya
akan menyadari hubungan antara pernapasan saya dan latihah berat yang saya
lakukan.Pada kenyataan,saya dapat menggunakan hal itu sebagai alas an ketika
permainan saya tidak bagus di lapangan.
Perawat dan dokter perlu memiliki kemampuan menggali pengalaman pasien
dengan tubuh mereka.Saya dokter sering-dan perawat kadang-kadang-menggali
informasi tentang tubuh pasien dengan mengajukan pertanyaan dengan menutun
pasien menjauhi pengalaman mereka yang sebenarnya dengan tubuh
mereka.Seringkali dokter terfokus dalam mendiagnosis penyakit sehingga mereka
dengan cermat menanyakan pengalaman pasien dengan mengarahkan pada
kecendrungan penyakit tertentu.Biasanya,beberapa prosedur medis standar
mengontrol yang ingin ditanyakan dan sasaran yang ingin dituju berdasarkan teori
sehingga pasien memberikan uraian tentang tubuh mereka yang tidak ditanyakan
sering kali tenaga medis mengabaikannya karena dianggap membuang waktu
percuma.
9
Perbedaan antara menggunakan perspektif teoretis dalam menyeleksi
pengalaman pasien dengan tubuhnya dan membantu pasien mengukapkan
pengalamannya dapat ditujukan melalui contoh dari praktik klinik berikut.
Sam,75 tahun,dianognis emfisema.Ia berkali-kali ke dokter dengan keluhan
nyeri.Ketika dokter menayakan lokasi nyeri,ia meraba di bawah dadanya yang
diduga dokter berhubungan dengan paru Sam yang kronis.Suatu hari sem
mengeluh nyeri semakin menjadi kepada perawat,dan dokter tampaknya tidak
tahu penyebab pastinya.Perawat meminta Sam menujukan letak tepatnya ia
merasa nyeri.Ketika Sam menekan daerah tempat nyeri,jelas bagi perawat bahwa
letak bukan daerah paru melainkan tepat disekitar dibagian bawah diafragma,yang
merupakan lokasi hernia yang pernah diderita akibat pembedahan
sebelumnya.Perawat memintanya menggambarkan secara rinci nyeri yang
dirasakan dan bertanya berapa lama ia mengalaminya. Menurut hemat perawat,
kemungkinan diakibatkan oleh hernia strangulate. Ia mengajurkan Sam
menghubungi dokternya untuk mendiskusikan kemungkinan ini.Sam
menghubungi dokternya, yang langsung mengatur pertemuan dengan
Sam.Sebelum bertemu dengan dokternya,Sam mengalami serangan batuk yang
membuat strangulasinya lepas akibat tekanan batuk.Dalam sekejap,nyerinya
hilang.Ketika dokter memeriksanya, ia membenarkan bahwa nyeri yang dialami
Sam kemungkinan akibat adanya hernia strangulate.Apa yang tidak diketahui
dokter adalah bahwa diagnosis pada Sam dimungkinkna dengan kehadiran
kepedulian (caring presence) perawat terhadap tubuh sam,bukan staf medis begitu
berfokus pada gejala-gejala yang menguatkan diagnosis sebelumnya.Karena
perawat meluangkan lebih banyak waktu bersama pasien ketimbang dokter dalam
hubungan yang berkesinambungan,mereka memiliki tanggung jawab khusus
untuk membantu pasien belajar merefleksikan diri mereka pada tubuh mereka
sendiri.Refleksi seperti sangat diperlukan pasien sehingga mereka mampu
memikul tanggung jawab atas perawatan kesehatan mereka sendiri.
PANGGILAN PROFESI
10
yang baik dan menjadi pribadi yang baik dengan menyingkapi nilai moral
profesi.Ia mengatakan bahwa kata profesi pada awalnya mengacu pada “sebuah
ikrar khususnya untuk membantu umat manusia dan sumber kewajiban etisnya”
(1985,hal.28).Penekanan yang diberikan Pallegrino pada nilai moral profesi
ditunjukkan pada perwat dan dokter walaupun dalam ilustrasinya tentang nilai
moral,ia mengambil contoh dari hubungan dokter dan pasien.Pallegrino
menyatakan bahwa hubungan atara dokter dan pasien bermula dari permintaan
konkret yang disampaikan seseorang yang sakit dan mencari pertolongan untuk
mendapatkan perawatan.Dokter menerima permintaan tersebut dengan bertindak
dalam kerangka profesi yang memungkinkannya mengklaim membantu pasien
dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan demi kesehjahteraan pasien
merupakan hakikat sebuah profesi.Dengan demikian,suatu profesi memiliki
landasan moral yang memungkinkan seorang pfofesional mengklaim akan
terwujudkan kesejahteraan mereka yang meminta bantuan darinya.Bagi
Pallegrino,profesianal perawatan kesehatan terlibat dalam keperawatan kesehatan
melalui respon mereka dalam menyanggupi panggilan kepedulian.Ada empat car
peduli dalam interpretasi Pallegrino tentang asuhan yang terintegrasi.Pertama
adalah belas kasihan; kedua,melakukan bagi orang lain hal-hal yang tidak dapat
orang tersebut lakukan karena sakit atau lemah; ketiga,menggunakan pengetahuan
dan keterampilan untuk menunjukkan kepedulian kepada pasien; keempat adalah
peduli dengan memanfaatkan keterampilan perawatan kesehatan (Pallegrino,
1985).Dengan mengesampingkan perbedaan antara asuhan keperawatan dan
perawatan medis,hubumgan kepedulian memanggil perawat dan dokter kedalam
hubungan hubungan bersama pasien yang melibatkan belas kasihan,asuhan
langsung,pengetahuan dan keahlian,serta keterampilan.
11
pendekatan Pallegrino lebih tepat untuk hubungan dokter-pasien ketimbang untuk
hubungan perawat-pasien.Deskripsinya tentang kepedulian mengansumsikan
bahwa tenaga perawatan,kesehatan dan pasien saling memilih terhadap satu sama
lain. Pada kebanyakan situasi keperawatan,hal ini jarang terjadi pada perawat atau
pada pasien.Selain itu,walaupun Pallegrino mengungkapkan hal ini,dokter jarang
melakukan bagi pasien hal-hal yang tidak dapat pasien lakukan dengan,mandiri,
mis, mandi.Perawat sendiri,dewasa ini,lebih sedikit terlibat dalam aktivitas yang
demikian dibandingkan dimasa yang lalu, walaupun sebenarnya banyak diantara
mereka mengakui bahwa asuhan persoalan, seperti memandikan, merupakan
kesempatan yang baik untuk membangun hubungan perawat-pasien.Kendati
begitu, asuhan keperawatan dasar seringkali membutuhkan hubungan yang lebih
intim antara perawat dan pasien ketimbang hubungan antara dokter dan
pasien.Pellegrino juga memfokuskan pembuatan keputusan moral dengan
membuat kesepakatan tentang apa yang diindikasikan secara medis dan apa yang
dipandang pasien sebagai kehidupan yang baik.Apa yang diindikasikan secara
medis biasanya berarti memprogramkan terapi tertentu,sedangkan keperawatan
melibatkan asuhan yang berkesinambungan dan berkelanjutan.Perawat sering
mendengar pasien berkata”kalau bergerak,terasa sakit,” “ saya tidak selera makan
makanan ini “ “ jangan paksa saya bangun,” padahal pemulihan kesehatan pasien
memerlukan pasien melakukan semua ini.Perawat tidak memprogramkan terapi
tetapi terlibat dalam interaksi persuasif untuk merespon keinginan pasien.Asuhan
keperawatan berkenan dengan asuhan yang berkesinambungan dengan jaringan
interaksi antara perawat dan pasien.Di dalamnya,kedua belah pihak butuh
menyamakan pendapat secara berkelanjutan antara apa yang diperlukan asuhan
keperataan yang baik dan apa yang jadi kehendak pasien.
12
PANGGILAN KONKRET
Kegersangan dan rendahnya standar hidup para buruh itu trlihat dari
kenyataan tidak ada sumber dari dalam yang menggerakkan hidup mereka. Nyeri
punggung,dalam jam kerja yang panjang, bahaya mengintai yang dengan tabah
mereka jalani untuk apa semua itu? Dengan sebatang rokok, segelas bir, secangkir
kopi, kudapan, dan pembaringan semalam, dan keesokan harinya memulai lagi
13
yang sama, dan mengelakkan sebanyak mungkin tanggung jawab (James,1958,
hal 185).
Lalu ia menyimpulkan bahwa kerja keras dan berjuang saja tidak membuat layak
diperjuangkan.
14
cocok bagi banyak orang (Marx, hal.43). Usahanya untuk mengembangkan etika
tersebut menunjukan keyakinannya bahwa etika yang paling baik adalah etika
belas kasihan.
Perawat memberikan asuhan kepada pasien yang mau tak mau harus
menghadapi kematiannya sendiri dengan cara tertentu, yang membuat mereka
terbuka dengan kebutuhan mereka untuk merasakan hubungan belas kasihan
dengan orang lain. Perawat sering merespons pasien dengan membangun
hubungan dengan pasien dalam kerangka konvesional profesi. Ketika
memperlakukan individu sebagai pasien dalam kerangka professional ini, perawat
sering kali terkejut menemukan diri mereka mengonfrontasi kematian mereka
sendiri melalui kematia pasien. Dalam menghadapi kematian secara mutual,
perawat dan pasien sereng terpanggil untuk keluar dari tempurung
konvensionalistas mereka dan masuk kedalam kepedulian yang otenik dan
berbelas kasihan satu sama lain.
15
Seorang perawat yang turut serta dalam penelitian kami tentang keputusan dalam
keperawatan menggambarkan bagaimana asuhan yang disertai belas kahisan bagi
pasien yang menjelang kematian membawa sukacita dan rasa kepuasa terbesar
baginya sebagai seorang perawat. Dua tahun lalu, saya mendapatkan kesempatan
memberi asyhan total kepada pasien wabita berusia dua puluh lima tahun yang
menderita kardiomiopati kongestif stadium akhir. Ia mengalami gagal jantung
kongestif serta jumlah aritmia ventricular yang mengancam nyawa. Ia juga
meminta saya berterus terang apakah ia akan meninggal. Kami memiliki
kesempatan mendiskusikan beberapa masalah. Utama yang ia minta dari saya
adalah untuk saya duduk menemaninya sepanjang malam sambil menggenggam
telapak tangannya. Saya melakukan hal ini sembari memantau tanda-tanda
vitalnya, perubahan hasil pemeriksaan fisiknya, juga mentritasi beberapa
vasopressor dan vasodilator untuk mempertahankan curah jantungnya optimal.
Pasien ini dirawat di unit tempat saya berdinas selama empat hingga lima minggu
dalam kondisi kritis sebelum akhirnya meninggal. Walaupun kami merasa pedih
melepas kepergiannya, ada sukacita ketika kami memberi dukungan emosionil
dan fisik sembari memberi penyuluhan kepadanya dan keluarganya serta
membantu mereka menerima dan menghadapikematian yang tidak terhindarkan.
16
mengecewakan. Seorang ahli filsafat akan mengharapkan sang guru memberi
definisi sesama manusia seelah menyampaikan contoh yang luar biasa tentang
makna sesama manusia. Namun ternyata, pertanyaan “siapakan diantara ketiga
orang ini, menurut padamu, adalah sesama manusia dari orang jatuh ke tangan
penyamun itu? Secara halus justru mempertanyakan motivasi si penanya
mengajukan pertanyaannya. Dengan pertanyaan ini, sang guru mencoba
mengarahkan perhatian cendekia tersebut dari sudut pandang akademik tentang
sesama manusia menjadi hubungan konkret tentang menjadi sesama yang baik.
PANGGILAN KEJATIAAN
Nilai moral ideal yang berada di balik kepuasan pribadi (self- fulfillment)
adalah sikap jujur terhadap diri sendiri,dalam pemahaman modern yang spesifik
tentang istilah tersebut ... Apa yang saya maksud dengan ideal moral? Yang saya
maksud adalah suatu gambaran model kehidupan yang lebih baik atau lebih
tinggi.Namun, “lebih baik” dan “lebih tinggi” di sini bukan mengacu pada apa
17
yang kita harapkan atau butuhkan,melainkan standar tentang apa yang harus kita
harapkan. (Taylor, 1991,hal 15-16).
18
Perawat yang telah melakukan praktik keperawatan dalam jangka waktu
lama akan mengenali bahwa sebagian besar asuhan yang diberikan sejak awal
abad ini merupakan asuhan yang bergantung.Namun, sekarang semakin banyak
perawat ,menyadari pentingnya asuhan otentik,yang membuat pasien leluasa
mengupayakan kesejahteraan mereka sendiri.Kepeduliaan seperti ini
membutuhkan penekanan lebih besar pada pendidikan pasien dan mendorong
klien mengambil tanggung jawab perawatan kesehatannya sendiri, sebagaimana
dianjurkan Dorothea Orem (1980).Nilai moral kesejahteraan Taylor menuntut
perawatan bergerak selangkah lebih maju dengan membantu individu menemukan
peluang untuk memberi yang terbaik dari diri mereka selam dan setelah penyakit
dan pengobatan.
19
dalam membantu pasien menemukan dan menyadari kapasitas terbaik mereka.
Pertimbangan etika seharusnya dapat mengarahkan pasien ini untuk
mempertimbangkan apa yang terbaik untuk hidupnya, bukan semata-mata demi
memuaskan kesenangannya.Pertimbangan seperti ini membuat etika menjadi
aspek yang terintegrasi dalam perawatan kesehatan yang perlu mereka harapkan
dimasa mendatang untuk kesejahteraan mereka,bukan apa yang saat ini merekan
inginkan.Sebagai contoh,seseorang lansia yang mengalami patah tungkai
berharapa bisa bebes dari rasa nyeri,tetapi perawat menganjurkannya menahan
nyeri tersebut supaya ia nantinya bisa berjalan sehingga mampu menjadi individu
yang lebih mandiri.
Pertimbanagan moral yang bisa menjadi hal yang esensial dalam praktik
itu sendiri sering kali menjadi kabur karena kencendrungan menginterpretasi
keperawatan sebagai ilmu terapan ata perilaku. Interpretasi ini sering menolak
anggapan bahwa individu sanggup memiliki keinginan dan memilih untuk
mengejar peluang kebaikan di masa mendatang pada situasi tertentu-suatu asumsi
menggarisbawahi interpretasi kesejatian Taylor.Menurut Taylor,para pakar ilmu
sosial melakukan hal ini dengan menghubungakan perilaku dan faktor-faktor
nonmoral,seperti hasrat untuk bertahan hidup, kekuasaan, kendali, atau kekayaan
untuk menjelaskan yang ‘berat” dan “ilmiah”.Penerapan prinsip ini dalam dalam
keperawatan, seperti yang telah kami perdebatkan pada buku kami terdahulu,telah
mengaburkan cara pandang perawat tentang nilai moral yang terdapat dalam
praktik itu sendiri.Konsekuensinya,kami yakin, seperti juga Taylor,bahwa
mengembalikan ‘idealisme ini dapat membantu kita merestorasi praktik
keperawatan kita”.
Menurut Taylor suatu etika kesejatian mengklaim saya dengna suatu cara
yang secara unik sesuia dengan keberadaan dan situasi saya.Panggilan unik ini
bermakna bahwa identitas saya tidak dapat “diperoleh dari hubungan sosial,tetapi
harus dibentuk dari dalam”. Dalam membentuk identitas saya,dibutuhkank
pembangkitan dari dalam (inward generation) yang merupakan panggilan dunia.
Saya sendiri merasakan diri saya sebagai subjek,tetapi say mengalami diri
saya itu dalam dunia yang membuat tuntutan terhadap saya dan dalam interaksi
20
saya dengan orang lain,yang membantu saya memahami diri sendiri.Kesadaran
dari dalam tentang siapa diri kita diawali oleh sebuah panggilan dari dunia.Saya
dapat mendefinisikan suatu identitas bagi diri saya yang tidak kecil artinya hanya
jika saya berada didaalam dunia yang didalamnya terdapat sejarah atau tuntutan
alam semesta,atau kebutuhan orang-orang sekeliling saya,atau kewajiban sebagai
warga negara,aatau panggilan dari tuhan,atau hal lain dalam urutan ini yang
memengaruhi secara krusial kesejatian bukanlah musuh tuntutan yang muncul
melampaui kapasitas diri.Kesejatian mengandung tuntutan yang demikian
(Taylor,hal, 40-41).
mendefinisikan dari suatu pengertian dari dalam yang terpisah dari praktik, tetapi
justru melalui pengertian terletak pada nilai moralnya ; peduli pada kesejahteraan
orang lain.
Perwat pemula yang merasa sangat terpanggil untuk peduli sering kali
mengalami kesulitan dalam menghubungkan panggilan ini dengan praktik
keperawatan.Dalam penelitian kami tentang kepuasan dalam keperawatan,kami
menemukan bahwa mahasiswa perawat perlu mempelajari bagaimana panggilan
kepedulian diterapkan dlam praktik.40 perawat praktik mendapaat kepuasan
terbesar ketika kepedulian dikaitkan dengan hubungan personal.Namun,hubungan
ini, berbeda dari hubungan yang dialami perawt berpengalaman,cenderung
terpisah dari praktik kepedulian bagi pasien pada situasi klinis.Pengalaman dalam
keperawatan yang paling memuaskan adalah ketika ia bersedia melakukan
tindakan bagi pasiennya yang hanya berhubungan sedikit dengan
keperawatan.Sebaliknya,dalam deskripsi asuhan yang dilakukan perwat
berpengalaman bagi pasienn,nilai personal dari moral begitu sering tersingkap
dalam bahasa profesi teknis sehingga Jack sering meminta Anne menjabarkan
dengan istilah awam yang dapat membantunya memahami makna moral dan
21
personal asuhan mereka.Betapapun teknis deskripsi kepedulian dalam praktiknay
yang sesungguhnya .
Salah satu problema terkait defenisi profesi dari sudut pandang sosiologis
adalah bahwa definisi ini dibuat melalui konsensus (kesepakatan).Defenisi
berdasarkan kosensus menghilangkan moral.Dengan demikian,jelas bahwa profesi
tidak membentuk nilai moral.Nilai morallah yang memberi wewenang pada
profesi Hal ini mengaburkan nilai moral keperawatan adalah memandang
keperawatan sebagai aktivitas teknologi dengan nilai moral netral.Perwat yang
meletakkan teknologi dalam konteks dominasi dapat menimba banyak pelajaran
dalam kritik Taylor terhadap alasan instumental.Mereka yang mendukung
pemanfaatan teknologi akan menempatkannya dalam konteks dominasi biasanya
memandang keperawtan terutama sebagai intervensi.Perwat yang menyukai
22
pendekatan humanistik dalam keperawatan mau tak mau mengakui kontribusi
teknologi asuhan keperawatan.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
24