Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia memiliki sejumlah dorongan, tujuan dan kebutuhan yang unik dan selalu
menuntut untuk dipuaskan. Bumi ini terdiri dari orang-orang seperti ini yang bergerak kesegala
penjuru, melalui masa dan ruang di dalam perjalanan mereka, jika perjalanan ini dibayangkan
sebagai sebuah kapsul yang memuat satu orang yang melintasi kapsul-kapsul lain, maka setiap
akan bersifat otonomi, dan manusia tidak dapat diperhitungkan secara sosiologis; dan teori sistem
umum akan berlaku.
Di satu segi, manusia adalah kapsul-kapsul, tetapi kebutuhan-kebutuhannya dipenuhi
dengan menjadi tergantung (dependen) dan saling bergantung (interdependen) dengan kapsul lain.
Bila semua orang dan kapsul-kapsul mereka menginginka hal-hal yang komplemen, yaitu apa yang
diinginkan oleh seseorang adalah apa yang ingin diberikan oleh orang lain, dan apa yang ingin
dipertahankan oleh seseorang adalah apa yang tidak diinginkan oleh orang lain, maka sistem-
sistem dapat hadir dengan integrasi total. Tetapi, harmoni seperti ini tidak hadir di dalam realita.
Konflik hadir di dalam ketidak-adaan integrasi total yang harmonis. Karenanya, konflik selalu ada,
meskipun mungkin ditekan. Manusia memang tidak berpikir, meyakini, dan menginginkan hal
yang sama.
Konflik adalah sebuah kemutlakan; pemimpin harus belajar untuk secara efektif
memfasilitasi penyelesaian konflik diantara orang-orang agar tujuan dapat tercapai. Istilah konflik
sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan
permusuhan. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena itu,
konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.
Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak
menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak
sama dengan konflik namun mudah menjurus kearah konflik, terutama bila ada persaingan yang
menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah
konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya
orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri yidak
selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan uraian dari latar belakang adalah sebagai berikut :
1. Apakah definisi dari konflik ?
2. Bagaimana sejarah terjadinya manajemen konflik keperawatan ?
3. Apa saja ciri-ciri dari konflik keperawatan ?
4. Apa saja kategori dari konflik keperawatan ?
5. Bagaimana terjadinya proses konflik ?
6. Bagaimana cara penyelesaian konflik ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah agar mahasiswa memahami mengenai
manajemen konflik itu sendiri,bagaimana proses,penyebab hingga proses penyelesaiannya .

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konflik


Deutsch (1969) mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan atau perjuangan
yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang
terancam. Gangguan ini mengakibatkan ketidak-cocokkan perilaku yang mengganggu
mencapai tujuan. Douglass (1979) menyatakan bahwa konflik adalah perjuangan diantara
kekuatan-kekuatan interdependen.perjuangan ini bisa terjadi dalam individu (konflik
intrapersonal) atau di dalam kelompok (konflik intragrup) (Nielsen, 1977).
Setiap organisasi dimana manusia berinteraksi mempunyai kemungkinan terjadi
konflik. Institusi pelayanan kesehatan mempunyai banyak kelompok-kelompok yang
berinteraksi: staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung,
staf dengan dokter dan sebagainya. Interaksi-interaksi ini sering menimbulkan konflik-
konfik.
Konflik berhubungan dengan perasaan-perasaan termasuk perasaan diabaikan,
dipandang sebagai mana adanya, diperlakukan sebagai budak, tidak dihargai, diabaikan,
dan beban yang berlebihan.hal ini berhubungan dengan kurangnya harga diri dan tidak
dianggap berharga. Perasaan-perasaan individu menimbulkan suatu titik kemarahan. Hal
ini mengakibatkan perilaku bermaksud jahat seperti berpikir, berdebat, atau berkelahi.
Individu dapat membiarkan perasaan dan perilakunya dalam bekerja. Penurunan
produktivitas, kadang-kadang dengan maksud tertentu, dan sengaja dibuat kesalahan-
kesalahan.
Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan asuhan
keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asumsi dasar tentang konflik.
Asumsi dasar yang pertama adalha konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam
suatu organisasi. Asumsi yang kedua adalah jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka
dapat menghasilan suatu penyelesaian yang kreatif dan berkualitas, sehingga berdampak
terhadap peningkatan dan pengembangan produksi. Di sini, peran manajer sangat penting
dalam mengelola konflik. Manajer berusahan menggunakan konflik yang konstruktif

3
dalam menciptakan yang produktif. Jika konflik mengarah ke suatu yang menghambat,
maka manajer harus mengidentifikasi sejak awal dan secara aktif melakukan intervensi
supaya tidak berefek pada produktivitas dan motivasi kerja.
2.2 Sejarah Manajemen Konflik
Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai seratus tahun yang
lalu, di mana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah pada peristiwa yang pasti terjadi
di organisasi. Pada awal abad ke-20, konflik diindikasikan sebagai suatu kelemahan
manajemen pada suatu organisasi yang harus dihindari. Keharmonisan suatu organisasi
sangat diharapkan, tetapi konflik selau akan merusaknya.ketika konflik mulai terjadi pada
suatu organisasi, meskipun dihindari dan ditolak namun harus tetap diselesaikan
secepatnya. Konflik sebenarnya dapat dihindari dengan mengarahkan staf kepada tujuan
yang jelas dalam melaksanakan tugas dan memfasilitasi agar staf dapat mengekspresikan
ketidakpuasannya secara langsung sehingga masalah tidak menumpuk dan bertambah
banyak.
Pada pertengahan abad ke-19, ketika ketidakpuasan staf dan umoan balik dan
atasan tidak ada, maka konflik diterima secara pasif sebagai suatu kejadian yang normal
dalam organisasi. Oleh karena itu, seorang manajer harus belajar banyak tentang
bagaimana menyelesaikan konflik tersebut daripada berusaha menghindarinya. Meskipun
konflik dalam organisasi merupakan suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan
tugasnya, tetapi diakui bahwa konflik dan kerjasama dapat terjadi secara bersamaan.
Teori interaksi pada tahun 1970 mengemukakan bahwa konflik merupakan suatu
hal yang penting, dan secara aktif mengajak organisasi untuk menjadikan konflik sebagai
salah satu pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa konflik dapat
mengakibatkan pertumbuhan produksi sekaligus kehancuran organisasi, keduanya
tergantung bagaimana manajer mengelolanya. Mengingat konflik adalah sesuatu yang
tidak dapat dihindarkan dalam organisasi, maka manajer harus dapat mengelolanya dengan
baik.
Konflik dapat berupa sesuatu yang kualitatif dan kuantitatif. Meskipun konflik
berakibat terhadap stres, tetapi dapat meningkatkan produksi dan kreativitas. Manajemen
konflik yang konstruktif akan menghasilkan yang kondisinya untuk didiskusikan sebagai
suatu fenomena utama, komunikasi yang terbuka melalui mengutaraan perasaan, dan tukar

4
pikiran serta tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatu perbedaan
(Erwin, 1992).
2.3 Ciri – ciri Konflik
Menurut Wijono (1993 : 37) ciri-ciri konflik adalah:
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang
terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun
kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya
nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang sering kali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang
direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangu, dan menekan terhadap pihak
lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab,
pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang-pangan, materi dan
kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau
pemenuhan kebutuhan sosiopsikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih,
penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Muncul tidakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang
berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang
berkaitan dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewajiban,
kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

2.4 Kategori Konflik


Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu
konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik
antara kolompok dan konflik antar organisasi.
1. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila
pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi
sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-
hal sebagai berikut:

5
 Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peran-peran yang bersaing.
 Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan
kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
 Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi diantara dorongan dan
tujuan.
 Terdapatnya baik aspek yang positif maupin yang negatif yang menghalangi
tujuan-tujuan yang diinginkan.
Hal-hal yang di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali
menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang
tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu:
1) Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan
yang sama-sama menarik.
2) Konflik pendekatan-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan dua pilihan
yang sama menyulitkan.
3) Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal
yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2. Konflik interpersonal
Konflik interpersonal adalah pertentangan antara seseorang dengan orang lain karena
pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang
berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan
suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.
Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota
organisasi yang tidak akan bisa mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi
tersebut.
3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk
mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok
kerjanya karena tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompik dimana ia
berada.

6
4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang
konflik antara kelompok.
5. Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain
dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.
Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya
pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan
pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
2.5 Proses Konflik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan :
1. Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (laten) dalam suatu organisasi. Misalnya,
kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada
ketidak stabilan organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak
nampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
2. Konflik yang dirasakan (felt conflict)
Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan,
tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik affectiveness. Hal ini
penting bagi seseorang untuk menerima kondisi tidak merasakan konflik tersebut sebagai
suatu masalah/ancaman terhadap keberadaannya.
3. Konflik yang tampak/sengaja dimunculkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang dilaksanakan
mungkin menghindar, kopetisi, debat, atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang
secara tidak sadar belajar menggunakan kompetisi dan agresivitas dalam menyelesaikan
konflik. Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu organisasi memerlukan upaya
dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi.
4. Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memunculkan semua
orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win-win solution.

7
5. Konflik aftermath
Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya
konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar dan bisa menjadi penyebab
dari konflik yang utama bila tidak segera diatasi atau dikurangi.

2.6 Penyelesaian Konflik


1) Langkah – langkah
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi
pengkajian, identifikasi, dan intervensi.
1. Pengkajian
a Analisis situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan, setelah dilakukan
pengumpulan fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih
mendalam. Kemudian siapa yang terlibat dan peran masing-masing. Tentukan jika
situasinya dapat diubah.
b Analisis dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang
memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari masalah tersebut. Hindari
penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
c Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan
Hindari respons emosional: marah, sebab setiap orang mempunyai respons yang
berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3. Intervensi
a. Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya
identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
b. Menyeleksi metode dalam penyelesaian konflik. Penyelesaian konflik memerlukan
strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi.

8
2) Strategi Penyelesaian Konflik
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi enam macam.
1. Kompromi atau negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik di mana semua yang terlibat saling menyadari
dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini sering diartikan
sebagai lose-lose situation. Kedua pihak yang terlibat saling menyerah dan
menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam manajemen keperawatan, strategi ini
sering digunakan oleh middle dan top manajer keperawatan.
2. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian ini
menekankan hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan,
putus asa, dan keinginan untuk perbaikan di masa mendatang.
3. Akomodasi
Istilah lain yang sering digunakan adalah cooperative situation. Konflik ini
beralawanan dengan kompetisi.
Pada strategi ini, seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan, dan memberi
kesempatan pada orang lain untuk menang. Pada strategi ini, masalah utama yang
terjadi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan dalam
politik untuk menilai kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
4. Smoothing
Tehnik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangu komponen
emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik
berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh kesadaran
intropeksi diri. Strategi ini biasanya diterapkan pada konflik yuang ringan tetapi
tidak dapat dipergunakan pada konflik yang besar, persaingan pelayanan/hasil
produksi.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah
yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan
masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidak sepakatan membahayakan kedua

9
pihak, biaya penyelesaian lebih besar dari pada menghindar, atau perlu orang ketiga
menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi win-win solution. Dalam kolaborasi kedua pihak
yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu
tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetensi tersebut sebagai bagian
dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam
menyelesaikan masalah dan tidak adanya kepercayaan dari kedua
kelompok/seseorang (Bowditch dan Buono, 1994).

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itu manajer atau pimpinan dalam
organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar
tujuan organisasi dapat tercapai tanpa ada hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya
konflik. Hubungan kerja antara perawat dan personil yang lain, pasien dan keluarga dapat
menimbulkan potensial konflik. Dalam hal ini manajer perawat harus menguasai sebagai
mana mengelolah konflik.
Penyebab-penyebab konflik termasuk perilaku menentang, stres, ruangan yang penug
sesak, kewenangan dokter, serta ketidakcocokan nilai dan sarana. Konflik dapat diselesaikan
dengan pengkajian yang meliputi analisis situasi (pengumpulan fakta), analisis dan mematikan
isu yang berkembang, dan menyusun tujuan yang akan dicapai, kemudian denga langkah
identifikasi (mengelolah perasaan), serta melalui langkah intervensi yakni suatu penyeleksi
motode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

3.2 Saran
Kami menyadari makalah ini masih kurang sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun senantiasa Kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini, dan untuk
penyusunan makalah-makalah selanjutnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Brewer, N., Mitchell, P., Weber, N. (2002). Genderrole, organizational status, and conflict

management styles. The International Journal of Conflict Management. 13(1),

78-94.

Buckley M.R &Brown J.A. (2005). Barnard on conflicts of responsibility “implications

for today’s perspectives on transformationaland authentic leadership”. Management

Decision

Journal,43(10), 1396.CNO. (2009). Practice Guidelines Conflict prevention and

management. Retrieved from:

http://www.cno.org/global/docs/prac/47004_conflict_prev.pdf.

12

Anda mungkin juga menyukai