Anda di halaman 1dari 12

Vesikel pada Wajah dan Badan

Melisa Citra Ika Mulya


102013443
Kelompok E8
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
citra_melisa@yahoo.com

Pendahuluan

Virus Varicella Zoster tersebar di seluruh dunia serta dapat menyebabkan varicella (cacar air) dan
herpes zoster(shingles). Varicella merupakan penyakit yang ringan, sangat menular, terutama
pada anak-anak ditandai dengan terjadi demam, malaise, anorexia, sakit kepala, dan nyeri perut
1-2 hari sebelum terbentuknya lesi makulopapular pada muka dan batang tubuh, yang kemudian
menjadi vesikel dan membentuk krusta. Herpes zoster umumnya terjadi pada manula akibat
reaktivasi virus laten yang berada di dorsal basal ganglia yang ditandai dengan adanya ruam pada
kulit dengan lesi serupa dengan varisela.

Dalam makalah ini, akan dibahas kaitan virus varicella zoster dalam anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang, working dan differential diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis untuk konsep
pemahaman dalam menegakkan diagnosis penyakit yang disebabkan infeksi primer virus
varicella zoster.

Rumusan Masalah

Perempuan berusia 5 tahun terdapat bercak vesikel di badan dan muka sejak 2 hari yang lalu.

Hipotesis

1
Bercak vesikel yang timbul dapat disebabkan karena adanya infeksi dari virus varicella zoster.

Anamnesis

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung
kepada pasien (autonamnesis) maupun kepada orang tua atau sumber lain
( aloanamnesis). Contohnya dalam kasus yang akan dibahas yaitu varicela.

Seorang perempuan berusia 5 tahun datang dibawa orang tuanya kepuskesmas dengan
keluhan timbul bercak vesikel pada badan dan wajah sejak 2 hari yang lalu. Menurut
ibunya, ada teman sekolah anaknya yang mengalami keluhan yang sama kurang lebih 2
minggu yang lalu. Anak tampak lemas dan nafsu makan berkurang.

Adapun hal-hal yang perlu kita tanyakan pada saat anamnesis adalah

1. Identitas pasien : nama, umur,jenis kelamin, alamat, agama.1,2


2. Tempat lesi tersebut mulai timbul
3. Apakah lesi tersebut terasa gatal
4. Apakah lesi tersebut terasa nyeri, dan pola penyebaran
5. Perkembangan lesi tersebut
6. Riwayat Penyakit Dahulu
7. Riwayat Keluarga
8. Riwayat Obat
9. Jenis dan lama obat yang sedang diminum pasien
10. Riwayat penyakit keluarga.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang harus selalu dilakukan kepada setiap pasien adalah memeriksa
tekanan darah, suhu, nadi, serta pernafasan pasien. Pada pemeriksaan fisik ini, didapati
bahwa sang pasien tampak sakit sedang, suhu tubuh 38oC, denyut nadi 90x per menit,
frekuensi pernafasan 20x per menit, tekanan darah 90/60 mmHg dan terdapat bercak
vesikopapular pada seluruh tubuh, wajah, dan sedikit pada lengan.

Pemeriksaan fisik ditegakkan dengan melihat lesi kulit yang khas dan ciri-ciri lainnya,
berupa :2

 Lesi klasik berbentuk oval dengan kemerahan pada kulit bagian dasarnya.

2
 Lesi kulit timbul pada tubuh dan wajah, yang diawali dengan adanya bentolan
kemerahan yang membesar selama 12 – 14 hari menjadi besar, berair, berisi nanah
dan kering.
 Lesi terdapat paling banyak pertama kali di bagian tubuh dan muka kemudian
menyebar ke ekstremitas
 Lesi yang terdapat diseluruh tubuh terdiri atas lesi kulit yang tidak seragam

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis NAAT (Nucleic Acid Amplification Testing) saat ini merupakan metode diagnosis utama.
Apusan tzanck smear merupakan metode diagnosis laboratorium yang sederhana namun
mempunyai sensitivitas rendah dan tidak dapat membedakan dengan infeksi HSV. Pada
pewarnaan apusan kerokan atau bilasan dasar vesikel (apusan Tzanck menggunakan pewarnaan
Giemsa atau Wright) terlihat sel raksasa berinti banyak (multinuklear). Peningkatan titer antibodi
spesifik dapat dideteksi pada serum pasien dengan berbagai tes, termasuk antibodi fluoresensi,
aglutinasi lateks, immunoassay enzim. Serologi (peningkatan antibodi empat kali lipat) digunakan
untuk menentukan status imun pasien yang dianggap berisiko (pasien immunocompromised atau
wanita hamil) untuk menurunkan risiko penyebaran pada wabah institusional. 1,2

Working Diagnosis

Tanda khas penyakit varisela adalah terdapat bermacam-macam stadium lesi. Tanda khas lainnya
adalah lesi timbul mula-mula di dada dan muka kemudian sedikit menuju ke lengan. Hal ini
menunjukkan tanda yang sama pada pemeriksaan fisik dimana lesi ditemukan di seluruh tubuh
dengan sebaran lesi sentrifugal (menjauhi pusat). 1

Varisela memiliki periode inkubasi 13-17 hari. Hal ini menunjukkan tanda yang sama yaitu ada
teman sekolahnya yang diketahui mengalami keluhan yang sama 2 minggu yang lalu. 1

Selain itu, sekitar 24 jam sebelum kelainan kulit timbul pada penderita varisela, terdapat gejala
malaise dan anoreksia.

Namun, dalam hal ini belum dapat dipastikan menderita varisela yang disebabkan VZV. Untuk
menegakkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada kerokan atau bilasan dasar
vesikel dan sebagainya.2

3
Differential Diagnosis

1. Variola (Smallpox)

Smallpox merupakan penyakit akut dan contagious yang didapatkan melalui infeksi virus variola
yang merupakan golongan genus Orthopoxvirus. Infeksi ini bisa didapatkan melalui implantasi
dari beberapa virion dari smallpox ke dalam orofaring atau traktus respirasi. Penyakit ini
mempunyai periode inkubasi sekita 7-17 hari. Setelah pasien terpapar kepada infeksi, pasien
akan melalui periode inkubasi tanpa symptom selama 10-12 hari. Smallpox bermula dengan
demam, pusing dan sakit belakang. Lesi pada kulit dapat timbul pada muka, mulut, faring dan
lengan. 1-4 hari sebelum onset ruam adalah merupakan fase prodromal menimbulkan demam,
pusing, sakit belakang, menggigil, muntah-muntah dan sakit badan. Ruam dapat timbul setelah
2-4 hari dan akan berlanjutan melalui peringkat, papul, vesikel, pustule dan akhirnya menjadi
scab. Scab tersebut akan menghilang pada akhir minggu ketiga atau minggu keempat. Perubahan
rash dari papul ke pustule hanya mengambil masa 1-2 hari. Rash menyebar bermula dari daerah
muka ke lengan dan kaki sebelum menyebar ke bagian tangan dan tungkai bawah. Ruam ini
dapat menyebar ke semua bagian tubuh dalam masa 24 jam. 2,3

2. Rubeola (Measles/Morbili)

Varicella harus dibedakan dengan Rubeola. Rubeola merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus Morbili (Paramyxoviridae). Masa inkubasinya berkisar antara 10-20 hari yang terdiri dari
tiga stadium. Stadium pertama adalah stadium prodromal yang berlangsung 3-5 hari dengan
gejala demam awal yang tidak telalu tinggi namun makin lama makin meninggi, 3C (cough,
conjunctivitis, dan coryza), koplik spot yang ditemukan pada 1-2 hari sebelum sampai 1-2 hari
sesudah muncul ruam.4

Fase yang mengikuti setelahnya adalah fase erupsi, dimana ruam makulopapular eritematous,
konfluens, menyebar dari belakang telinga hingga ke seluruh tubuh. Pada fase ini demam akan
bertahan 3 hari sesudah menyebar ke seluruh tubuh dan suhu badan akan mencapai puncak saat
ruam mulai timbul. Fase yang terakhir adalah fase konvalesens dimana demam mulai turun dan
ruam akan meninggalkan bekas hiperpigmentasi selama 1-2 minggu. 3

3. HMFD (Hand, Mouth, Foot Disease)

4
HMFD (hand, mouth, foot disease) atau juga dikenal sebagai Flu Singapura atau di Indonesia
dikenal dengan PTKM (Penyakit Kaki, Tangan dan Mulut) adalah penyakit yang disebabkan oleh
Coxackie virus. Penyakit ini akan menimbulkan gejala demam selama 2-3 hari yang diikuti dengan
sakit leher (faringitis). Kehilangan nafsu makan, pilek dan gejala flu lainnya juga mengikuti. Yang
dapat membuat penyakit ini berbeda dengan varicella adalah bahwa lesi hanya ada di mulut,
tangan ataupun di bawah lutut. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet. 3

Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus Varicela zooster. VZV merupakan virus yang ber-envelope
(berselubung), ikosahedral, double stranded DNA yang merupakan famili dari herpes virus.
Hanya manusia yang menjadi hospes naturalnya. Penamaan virus ini memberikan kesan bahwa
infeksi primer menyebabkan penyakit varisela, sedangkan reaktivasi virus menyebabkan herpes
zooster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. 5

Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan VZV akan terjadi varisela; kemudian setelah
penderita varisela tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada
manifestasi klinis) dan kemudian virus VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes
zooster. Virus VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah pemderita varisela;
dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan dapat diisolasi dengan menggunakan biakan yang
terdiri dari fibroblas paru embrio manusia. 4

Epidemiologi

Varisela Zoster terdapat di seluruh dunia. Varisela sangat menular dan merupakan penyakit
epidemik yang sering terjadi pada masa anak-anak di bawah 10 tahun. Penyakit lebih sering
terjadi pada musim dingin dan semi daripada musim panas pada daerah beriklim sedang. Zoster
terjadi secara sporadis, terutama pada orang dewasa tanpa prevalensi musim.5

Dapat mengenai semua golongan umur, termasuk neonatus (varisela kongenital), tetapi tersering
pada masa anak. Penderita dapat menularkan penyakit selama 24 jam sebelum kelainan kulit
(erupsi) timbul sampai 6-7 hari kemudian. Biasanya seumur hidup, varisela hanya diderita satu
kali.

5
Cacar air terutama merupakan penyakit pada anak-anak dengan prevalensi tersebar luas di
dunia. Penyakit ini sangat infeksius dengan angka serangan dalam rumah tangga mendekati 90%
(pada komunitas perkotaan 90% orang dewasa pernah mengalami cacar air). Insidensinya telah
menurun secara dramatis di AS dan negara lainnya melalui vaksinasi rutin anak-anak karena
imunitas terhadap cacar air berlangsung seumur hidup. 6

Patofisiologi

Cacar air biasanya diperoleh dari droplet hopes yang terinfeksi. Virus varicella-zoster (VZV) ini
bersifat contagious sehingga mendasari epidemi yang menyebar dengan cepat melalui sekolah
terutamanya. Titer virus yang tinggi ditemukan di cacar yang bersifat vesikel. Oleh yang
demikian, meskipun risiko terinfeksi lebih rendah, penularan virus juga dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan vesikel.

Setelah terhirup tetesan pernafasan yang terkontaminasi, virus menginfeksi konjungtiva atau
mukosa dari saluran pernapasan bagian atas. Proliferasi virus terjadi pada kelenjar getah bening
regional dari saluran pernapasan bagian atas dalam tempoh 2-4 hari setelah infeksi awal. Hal ini
diikuti dengan viremia primer pada 4-6 hari pasca infeksi. 6,7

Siklus kedua replikasi virus terjadi pada organ tubuh, terutama hati dan limpa, diikuti dengan
viremia sekunder 14-16 hari pasca infeksi. Viremia sekunder ditandai dengan invasi virus
menyebar dari sel endotel kapiler dan epidermis. Infeksi VZV sel dari lapisan malphigi
menghasilkan baik edema interseluler dan edema intraseluler, mengakibatkan vesikel
karakteristik.8

Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit dibagi menjadi dua stadium yaitu stadium prodromal dan stadium erupsi.
Periode prodromal terjadi 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala demam,
malaise, dan anoreksia. Periode erupsi dimulai dengan terjadinya papula merah dan kecil yang
berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar. Makulopapul
eritematosa timbul pada wajah dan batang tubuh dan berlanjut menjadi tahap vesikular,
pustular, dan krusta selama 3-4 hari. Erupsi timbul mula-mula di dada lalu ke muka, bahu, dan
anggota gerak disertai perasaan gatal. Lesi lebih banyak di kepala dan batang tubuh, sedikit pada

6
ekstremitas distal, daerah iritasi yang terbakar matahari, dan jarang pada telapak tangan dan
kaki.5

Tanda khas penyakit varisela adalah terdapat bermacam-macam stadium erupsi. Pasien bersifat
infeksius mulai dari 1 sampai 2 hari sebelum timbul ruam hingga 5 hari setelahnya. Krusta
terkelupas dalam waktu sekitar 1 minggu. Parut permanen jarang terjadi kecuali bila terdapat
infeksi sekunder.4,6

Penatalaksanaan

Untuk varisela pada imunokompeten, pengobatan yang dapat diberikan adalah:

1. Antivirus

Dapat diberikan pada usia pubertas, orang dewasa, penderita yang tertular orang serumah,
neonatus dari ibu yang menderita varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari sesudah melahirkan.
Bermanfaat terutama bila diberikan < 24 jam setelah timbulnya erupsi kulit. Dosis untuk obat
asiklovir adalah pada bayi/anak 4-5 x 20 mg/kg (maks 800 mg/hari) selama 5-7 hari sedangkan
pada dewasa 5 x 800 mg /hari selama 5-7 hari.9

Obat ini bertindak dengan mengganggu DNA polymerase dan efek inhibisi terhadap replikasi
DNA melalui pemutusan rantai. Pasien akan mengalami nyeri yang kurang dan pembaikan lesi
yang lebih cepat apabila obat ini diberikan dalam waktu 48 jam dari onset rash.

Kemudian untuk obat valasiklovir dosis yang diberikan untuk dewasa 3 x 1 gram/hari selama 7
hari. Pemberian obat ini dapat memberikan efek samping seperti sakit kepala, neutropenia,
nasophararyngitis, mual, kenaikan alanine transaminase dan nyeri abdomen. Persentase efek
samping ini melebihi 10%. Selain itu, ia juga mungkin mengakibatkan dysmenorrhea, arthralgia,
muntah-muntah dan pusing. Obat ini juga dikategorikan sebagai kategori B bagi ibu hamil dan
dapat masuk ke ASI. Mekanisme kerja obat ini adalah sebagai prodrug yang berbah menjadi
asiklovir oleh metabolisme di usus dan hepar. Obat ini bersaing dengan deoksiguasinosin trifosfat
untuk viral DNA polymerase. Efeknya adalah inhibisi sintesa DNA dan replikasi virus. 9,10

7
Dan untuk obat famsiklovir dosis untuk dewasa 3x 250 mg/hari selama 7 hari. Efek samping
pemberian obat ini adalah sakit kepala dan mual. Selain itu, ia juga mungkin dapat
mengakibatkan diare, nyeri abdomen, dysmenorrhea dan keletihan. Dikategorikan sebagai
kategori B bagi ibu hamil. Namun, ianya tidak diketahui sama ada diekskresikan melalui laktasi
atau tidak. Obat ini merupakan prodrug kepada pensiklovir yang dapat menginhibisi replikasi
DNA virus bagi virus herpes simpleks (HSV) dan VZV. Pada penderita varisela dengan VZV yang
resisten terhadap golongan asiklovir dapat diberikan foskarnet dengan dosis 600 mg/hari dan
diberikan secara intravena. Foskarnet adalah satu-satunya obat yang sekarang tersedia untuk
pengobatan infeksi VZV resisten asiklovir.11

2. Obat topikal

Untuk lesi vesikular dapat diberikan bedak agar vesikel tidak pecah, dapat ditambahkan dengan
menthol 2% atau antipruritus lain. Bila vesikel sudah pecah atau menjadi krusta dapat
menggunakan salap antibiotic.

3. Simtomatik

Bila sakit disertai dengan gejala maka dapat diberikan antipiretik bila terdapat demam. Dan
dapat diberikan antipruritus yaitu merupakan antihistamin yang mempunyai efek sedatif.

4. Non medika

Pengobatan non medika / non obat dapat diberikan bila demam sudah hilang dapat mandi
secara hati-hati agar vesikel tidak pecah, kemudian jangan menggaruk jaga agar vesikel tidak
pecah tunggu sampai mengering dan biarkan lepas sendiri, istirahat pada masa aktif sampai
semua lesi sudah mencapai stadium krustasi, makan makanan lunak terutama bila terdapat
banyak lesi di mulut, dan mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.

Komplikasi

Infeksi bakteri akibat Streptococcus dan staphylococcus, merupakan komplikasi yang paling
sering. Individu dengan defisiensi imun atau imunocompromised yaitu pada pasien yang sedang
menjalani terapi steroid, HIV, dll, sering mengalami penyakit berat dengan banyak lesi yang
berlangsung lama dan dapat menjadi hemoragik. Komplikasi lainnya adalah dapat terjadi
pneumonia, encephalitis, dan cerebral ataxia yang lebih sering terjadi. Anak dengan sistem

8
imunologis yang normal jarang mendapatkan komplikasi tersebut di atas sedangkan anak dengan
defisiensi imunologis, anak yang menderita leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan
anti metabolit atau steroid (penderita sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa
sering mendapat komplikasi tersebut.6-8

Pneumonia lebih sering pada orang dewasa (hingga 20%) terutama perokok dan wanita hamil.
Sedangkan pneumonia varisela hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak dan biasanya
disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varisela yang
disebabkan oleh virus Varicela Zoster jarang didapatkan pada anak dengan sistem imunologis
normal sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa lebih sering
ditemukan.7

Ensefalitis serebelar pascainfeksi (1/6000 kasus) dan seringkali hanya memberikan gejala ataksia
2-3 minggu sebelum timbul ruam. Normalnya dapat terjadi pemulihan sempurna, namun dapat
juga terjadi ensefalitis yang lebih luas meliputi mielitis transversa dan Sindrom Guillain-Barre
walaupun jarang. Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti nistagmus,
tremor, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan kebutaan
sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan yang
berulang-ulang. Penderita varisela dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat
meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental, dan kelainan tingkah laku. 5,6

Cacar air pada kehamilan dan risiko terhadap bayi baru lahir terjadi selama 20 minggu pertama:
1-2% neonatus dapat mengalami berat badan lahir rendah, ekstremitas pendek, mikrosefali,
katarak, dan ruam seperti zoster (sindrom varisela kongenital). Pada trimester kedua dan ketiga
bayi dapat mengalami herpes zoster aktif namun tidak ada kelainan lain dan seminggu sebelum
hingga seminggu setelah persalinan bayi dapat mengalami cacar air berat yang berpotensi fatal.

Prognosis

Dengan perawatan yang teliti dan senantiasa memperhatikan kebersihan (hygiene) diri dan
lingkungan memberikan prognosis yang baik dan kemungkinan terbentuknya jaringan parut
hanya sedikit, kecuali jika pasien melakukan garukan/tindakan lain yang menyebabkan kerusakan
kulit lebih dalam. Angka kematian yang disebabkan oleh varicella 2-3 dari 100.000 kasus dan

9
kasus kematian terendah adalah pada anak berumur 1 sampai dengan 9 tahun. Bayi yang kurang
dari 1 tahun yang terinfeksi varicella mempunyai resiko kematian 4 kali lebih besar dari normal
sedangkan bila infeksi terjadi pada orang dewasa maka resikonya adalah 25 kali lebih besar dari
normal.2

Preventif

Secara aktif

Vaksin varicella terdiri dari virus varicella yang dilemahkan. Vaksin lebih efektif apabila diberikan
pada anak berumur 12-18 bulan kemudian pada umur 4-6 tahun. Efek samping dari pemberian
vaksin seringkali terjadi 42 hari setelah imunisasi, dan pada umumnya terjadi bila diberikan pada
anak sebelum 14 bulan, setelah pemberian vaksin MMR, dan bila anak mendapat steroid
peroral. Kemudian pemberian vaksin juga dapat diberikan 3-5 hari setelah sang anak terpajan
oleh varicella zoster virus.

Secara Pasif

Pemberian varicella zooster immune globuline (VZIG) sebagai profilaksis setelah terpapar virus,
dan terutama pada orang – orang dengan resiko tinggi. Dosis yang diberikan adalah 125 IU / 10
kgBB. 125 IU adalah dosis minimal, sedangkan dosis maksimal adalah 625 IU dan diberikan
secara intramuskuler. VZIG hanya mengurangi komplikasi dan menurunkan angka kematian
varicella sehingga pada orang – orang yang tidak mengalami gangguan imunologi lebih baik
diberikan vaksin varicella. Indikasi pemberian VZIG : Bayi baru lahir dari ibu yang menderita
varicella 5 hari sebelum sampai 2 hari setelah melahirkan. Anak – anak dengan leukemia atau
limfoma yang belum divaksinasi. Penderita denganHIV AIDS atau dengan imunodefisiensi.
Penderita yang mendapatkan terapi imunosupresan (steroid sistemik). 6,10

Kesimpulan

Pasien diduga menderita varisela (cacar air) yang disebabkan oleh Varisela Zoster Virus dengan
ditemukannya vesikel pada badan dan wajah disertai dengan malaisme dan anorexia.
Pemeriksaan lanjut atau penunjang diperlukan untuk menegakkan diagnosis dari penyakit yang
disebabkan Varisela Zoster Virus.

10
Daftar Pustaka

1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.286-287.

2. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC; 2008.h.1-9,15,64-70.

3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan adelberg. Edisi
ke-23. Jakarta: EGC; 2007.h.439-442,448-452.

4. O’Leary ST, Suh CA, Marin M. Febrile seizures and measles-mumps-rubell-vericella (MMRV)
vaccine: what do primary care physicians thinks?. Vaccine. Nov 6 2012;30(48);6731-3.

5. Ropp SL, Jin Q, Knight JC, Massung RF, Esposito JJ. PCR strategy for identification and
differentiation of smallpox and other orthopoxviruses. J Clin Microbial. Aug
1995;33(8):2069-76[1] Behrman RE, Kliegmen RM. Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson
vol. 2, edisi 15. Wahab AS (editor). Jakarta: EGC; 1999.h.1097-100.

6. Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates; 2003: 94-6.

7. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, White RTM. Lecture notes: penyakit infeksi. Edisi ke-6.
Jakarta: Erlangga; 2008.h.115-117.

8. Nelson WE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ed.15. Vol 2. Jakarta: EGC; 2003; 1097-100.

9. Hassan R, Alatas H, Wahidiyat I. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI;
1985.h.637-640.

10. Louisa M, Setiabudy R. Antivirus. Dalam: farkamologi dan terapi edisi 5. Jakarta: fakultas
kedokteran UI; 2009.h.643.

11. Daili SF, Makes WIB. Penatalaksanaan kelompok peyakit herpes di Indonesia. Jakarta:
kelompok studi herpes Indonesia; 2004.h.20-1,23-7

11
12

Anda mungkin juga menyukai