Anda di halaman 1dari 20

INVASIVE AND NON-INVASIVE DIAGNOSTIC APPROACHES FOR

MICROBIOLOGICAL DIAGNOSIS OF HOSPITAL-ACQUIRED


PNEUMONIA

ABSTRAK

Latar Belakang
Data tentang metode yang digunakan untuk diagnosis mikrobiologis
pneumonia yang didapat di rumah sakit adalah terutama diekstrapolasi dari
pneumonia terkait ventilator. HAP menimbulkan tantangan tambahan untuk
pengambilan sampel pernapasan, utilitas pengambilan sampel sputum atau sampel
pada bagian distal dalam HAP belum dievaluasi secara komprehensif, khususnya
dalam HAP yang terjadi di ICU.

Metode
Kami menganalisis 200 pasien dengan HAP dari enam ICU di rumah sakit
pendidikan di Barcelona, Spanyol. Metode pengambilan sampel yang digunakan
dibagi menjadi non-invasif [sputum dan endotrakeal aspirate (EAT)] dan invasif
[fiberopticbronchoscopy aspirate (FBAS), dan bronchoalveolar lavage (BAL)].
Hasil
Didapatkan median 3 dari metode diagnostik yang digunakan [kisaran 2-
4]. Setidaknya satu metode pengambilan sampel pernapasan diterapkan pada 93%
pasien, dan dua atau lebih diterapkan pada 40%. Diagnosis mikrobiologis dicapai
pada 99 (50%) pasien, 69 (70%) hanya dengan satu metode (42% FBAS, 23%
EAT, 15% sputum, 9% BAL, 7% kultur darah, dan 4% antigen urin). Tujuh puluh
delapan (39%) pasien menjalani fiberoptik-bronkoskopi ketika tidak menerima
ventilasi mekanik. Tingkat diagnosis mikrobiologis yang lebih tinggi diamati pada
kelompok invasif (56 vs 39%, p = 0,018). Pasien dengan diagnosis mikrobiologis
lebih sering menunjukkan perubahan dalam skema antibiotik empiris mereka,
terutama mengalami de-eskalasi.

1
Kesimpulan
Pendekatan komprehensif sebaiknya lebih ditingkatkan untuk diagnosis
mikrobiologis pada pasien dengan kondisi kritis tanpa ventilasi. Pengambilan
sampel sputum menentukan sepertiga dari diagnosis mikrobiologis pada pasien
HAP yang selanjutnya tidak diintubasi. Metode invasif dikaitkan dengan tingkat
diagnosis mikrobiologis yang lebih tinggi.

2
Pendahuluan
Hospital-Acquired Pneumonia (HAP) adalah kejadian yang sering terjadi
pada perawatan di Intensive Care Unite (ICU) dan ditandai oleh pneumonia yang
didapat saat dirawat di rumah sakit, pada pasien yang tidak menggunakan alat
ventilasi mekanik invasif [1-3].
Meskipun langkah-langkah pencegahan ditingkatkan, terapi antimikroba,
dan perawatan suportif, tetap berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas [1-
3]. HAP adalah penyebab kematian tertinggi di antara infeksi yang didapat di
rumah sakit, dengan perkiraan sebagai penyebab kematian 20 hingga 50% [2, 4–
6].
Diagnosis mikrobiologis sangat penting dalam menentukan pengobatan
HAP, meliputi pilihan antibiotik yang efektif untuk menjadi target pengobatan
dan menurunkan kemungkinan dampak penggunaan rejimen antibiotik empiris
yang tidak tepat atau antibiotik spectrum luas yang tidak perlu [1].
Namun pemahaman saat ini patogen penyebab HAP didasarkan terutama
pada data yang diturunkan dari ventilator-related pneumonia (VAP) [7-15].
Meskipun beberapa penelitian telah melaporkan patogen penyebab HAP yang
terjadi di luar ICU [16-18], namun belum terdapat penjelasan secara sistematis
mengenai pendekatan diagnostik yang harus digunakan untuk memperoleh data
secara efisien untuk diagnosis HAP secara mikrobiologis, terutama saat sakit
kritis [1].
Dibandingkan dengan VAP, HAP memiliki tantangan tambahan dalam
pengambilan sampel pernapasan dan hal ini mempengaruhi diagnosis
mikrobiologis. Kegunaan kultur sputum atau sampel saluran pernapasan distal
pada HAP belum terevaluasi secara komperhensif. Pedoman terbaru untuk HAP /
VAP mengakui bahwa pada beberapa pasien pengambilan sampel secara non-
invasif tidak memungkinkan, sehingga pengambilan sampel secara invasif
menjadi pilihan. Namun, literatur jarang mendungkung salah satu metode secara
mutlak dibandingkan metode lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan pendekatan diagnostik yang digunakan dalam kelompok HAP
selama perawatan di ICU serta dampak klinisnya.

3
Material dan Metode
Populasi Penelitian
Kami melakukan analisis retrospektif terhadap kohort prospektif pada
pasien dari enam ICU medis dan bedah di rumah sakit pendidikan dengan 800-bed
teaching di Spanyol. Kriteria inklusi yaitu pasien yang berumur lebih dari 18
tahun yang dirawat di ICU selama 48 jam atau lebih dengan kecurigaan klinis
HAP atau VAP secara prospektif. Pasien dengan imunosupresi parah (neutropenia
setelah kemoterapi atau transplantasi hematopoietik, penekanan kekebalan akibat
obat dalam transplantasi organ padat atau terapi sitotoksik, dan pasien yang
terinfeksi HIV) dikeluarkan. Lembaga Internal Dewan Peninjau menyetujui
penelitian (Comite Etic d'Investigacio Clinica, nomor registrasi 2009/5427), dan
informed consent tertulis diperoleh dari pasien atau keluarga terdekat mereka.

Definisi pneumonia
Kecurigaan klinis pneumonia didasarkan pada kriteria klinis seperti yang
disarankan dalam pedoman [1, 5, 19]: (1) gambaran radiologis infiltrate paru yang
baru atau progresif, (2) bersama-sama dengan setidaknya dua dari berikut: suhu>
38 ° C atau <36 ° C, leukositosis> 12.000 / mm3 atau leukopenia <4000 /mm3,
atau sekret pernapasan purulen. HAP didefinisikan pada pasien yang mengalami
pneumonia setelah 48 jam dirawat di rumah sakit ketika tidak menerima invasive
mechanical ventilation (iMV) [1, 20].

Pengumpulan data
Semua data yang relevan dikumpulkan ketika pasien masuk ICU dan onset
pneumonia dari catatan medis dan flow chart perawatan, termasuk klinis,
laboratorium, informasi radiologis, dan mikrobiologis. Follow-up diperpanjang
sampai meninggal, keluar dari rumah sakit, atau hingga 90 hari setelah diagnosis
pneumonia. Penilaian terhadap keparahan termasuk skor the Acute Physiology
and Chronic Health Evaluation (APACHE)-II [21] dan the Sequential Organ
Failure Assessment (SOFA) [22], dihitung pada saat masuk ICU dan didiagnosa
HAP.

4
Penilaian dan metode mikrobiologis
Kami mencoba menilai semua pasien berdasarkan diagnosis klinis HAP,
bertujuan untuk menegakkan diagnosis mikrobiologis. Sampel saluran pernapasan
bawah yang bisa dikumpulkan untuk kultur bakteri dan jamur kuantitatif adalah
(1) sputum, (2) endotrakeal aspirate (EAT), (3) bronchial aspirate melalui
fiberoptic-bronchoscopy (FBAS), dan (4) bronchoalveolar lavage (BAL), blinded
atau melalui fiberoptic-bronchoscopy. Hanya sampel sputum atau aspirat trakea
berkualitas tinggi (mis. <10 sel skuamosa dan> 25 leukosit per bidang mikroskop
optik) diproses untuk kultur. Selain itu, kultur darah (disarankan untuk semua
pasien) dan cairan pleura (jika punksi pleura diindikasikan) dapat dikumpulkan,
juga antigen urin dari Legionella sp. dan Streptococcus pneumoniae
(direkomendasikan terutama untuk onset awal HAP). Identifikasi patogen dan
pengujian kerentanan dilakukan dengan metode standar [23]. Diagonosis
mikrobiologi didefinisikan oleh paling tidak adanya satu potentially pathogenic
microorganism (PPM) dalam sampel pernapasan di atas ambang batas yang telah
ditentukan (sputum, EAT, FBAS> 105 colony forming unit / mL atau BAL >104,
atau jumlah berapa pun jika pasien pengobatan antibiotik sistemik baru). Kultur
darah dipertimbangkan positif jika penyebab alternatif bakteremia
dikesampingkan [23].
Pneumonia polimikroba didefinisikan ketika lebih dari satu PPM
diidentifikasi sebagai agen penyebab. Pengobatan antimikroba empiris awal
dipilih berdasarkan adaptasi lokal dari pedoman ATS / IDSA 2005 [5],
berdasarkan patogen yang paling sering diisolasi dan pola sensitivitas antimikroba
tersebut di institusi kami. Perawatan antimikroba empiris dianggap tepat ketika
patogen yang terisolasi rentan secara in vitro terhadap setidaknya satu antimikroba
yang digunakan. Patogen multi-drug-resistant didefinisikan berdasarkan definisi
konsensus [24].
De-eskalasi antibiotik dipertimbangkan ketika dokter mengubah
rejimen antibiotik menjadi rejimen spektrum yang lebih sempit, menghentikan
cakupan untuk kelas patogen (mis., Staphylococcus aureus), atau mengurangi
jumlah antibiotik yang diresepkan [25-27]. Eskalasi adalah dipertimbangkan

5
ketika dokter memperkenalkan rejimen baru dengan spektrum yang lebih luas.
Kami selanjutnya membagi pasien yang skema antibiotik empirisnya
dipertahankan pada mereka yang tidak mengalami penggantian antibiotik, dan
pada mereka yang mendapatkan antibiotik tambahan pada regimen empirisnya.

Analisis statistik
Untuk menganalisis hasil diagnostik metode pengambilan sampel, kami
membagi pasien HAP menjadi mereka yang kemudian diintubasi dan mereka
yang tidak, sejak di pasien menggunakan iMV, yang jalan napas bawah lebih
mudah dijangkau untuk pengumpulan sampel pernapasan. Kami juga
membandingkan pasien yang menerima fiberoptic-bronchoscopy saat menjalani
atau tidak menjalani iMV.
Data disajikan sebagai angka (proporsi) dan sebagai ± SD mean atau
median [p25-p75]. Kualitatif atau variabel kategorik dibandingkan dengan chi-
square tes atau tes Fisher yang sesuai. Variabel kuantitatif kontinu dibandingkan
menggunakan Uji t yang tidak berpasangan, one-way ANOVA , dan Mann-
Whitney atau Uji Kruskal Wallis yang sesuai. Semua tes itu dua sisi, dan Stata
13.1 digunakan untuk semua analisis.

Hasil
Dari 488 pasien yang terdaftar selama periode kohort, kami mengeksklusi
288 (59%) pasien yang didiagnosis menderita pneumonia saat menerima ventilasi
mekanis (misalnya., VAP). Oleh karena itu, kami menganalisis 200 (41%) pasien
dengan HAP.

Karakteristik pasien
Karakteristik klinis utama setelah masuk ICU dan pada awal HAP
ditunjukkan pada Tabel 1. Usia rata-rata berusia 66 tahun, dan tingginya proporsi
laki-laki. Sekitar sepertiga memiliki komorbiditas kronis. Penyebab utama masuk
ICU adalah kegagalan pernapasan akut diikuti oleh syok dan status pasca operasi.
Seratus dua puluh dua pasien (61%) membutuhkan iMV setelah timbulnya onset
HAP (Gbr. 1), dan intubasi dilakukan pada 72 (59%) pada dalam 24 jam setelah
diagnosis. Median rawat inap ICU adalah 13 [7-26] hari, dan 85 (43%) pasien
meninggal dunia di rumah Sakit. Didapatkan tingkat kematian di rumah sakit yang

6
lebih tinggi pada pasien yang membutuhkan iMV setelah diagnosis daripada
mereka yang tidak [62 (51%) vs 23 (30%), p = 0,003].

7
Pendekatan diagnostik
Pada 200 pasien dengan HAP, setidaknya 89% menjalani dua metode
untuk penilaian mikrobiologis (median 3 [2–4] metode). Pasien yang
membutuhkan iMV memiliki penilaian mikrobiologis yang banyak dibandingkan
dengan mereka yang tidak (masing-masing 3 [2-4] vs 2 [2, 3], p <0,001). Sampel
pernafasan diperoleh pada 186 (93%) pasien, dan setidaknya diterapkan dua
metode pernapasan pada 40% pasien. Kultur darah (79%), antigen kemih (48%),
dan FBAS (47%) adalah metode yang paling umum diterapkan untuk penilaian
mikrobiologis (Gbr. 2, Tabel 2, dan Tambahan file 1: Tabel S1). Sputum dan BAL
dilakukan pada hampir sepertiga pasien, sementara kultur cairan pleura sebanyak
18%. Sputum, EAT, FBAS, dan BAL adalah metode yang memperoleh proporsi
positif tertinggi (Gbr. 2, Tabel 2, dan File tambahan 1: Tabel S1), diikuti oleh
cairan pleura, kultur darah, dan kemih pemeriksaan antigen.
Diagnosis mikrobiologis dimungkinkan pada 99 (50%) pasien. Pasien
yang membutuhkan iMV memiliki proporsi diagnosis mikrobiologis yang lebih
tinggi daripada mereka yang tidak (56 vs 40%, P = 0,027, Tabel 2). Tiga puluh
delapan (19%) pasien menerima antibiotik baru sebelum pengumpulan sampel dan

8
memiliki proporsi diagnosis mikrobiologis yang lebih rendah dibandingkan
mereka yang tidak (34 vs 53%, p = 0,036). Secara keseluruhan, patogen yang
paling umum diidentifikasi adalah Bakteri gram negatif non-fermentasi (39/99,
39%), diikuti oleh Staphylococcus aureus (24/99, 24%) dan Bakteri enterik gram
negatif (24/99, 24%). Prevalensi HAP polimikroba adalah 17% (17/99),
sedangkan 40% memiliki patogen MDR. Distribusi kausatif patogen serupa pada
mereka yang membutuhkan iMV dan mereka yang tidak (Tabel 2). Tabulasi
silang metode berbeda untuk kesamaan penilaian mikrobiologis terhadap
penyebab patogen yang sama, ketika positif, ditunjukkan pada Gambar 3.
Keseluruhan kesamaan penilaian rata-rata adalah 80% (40/50). Memang, ada 85%
kesamaan untuk sputum dengan sampel pernapasan lainnya (11/13), 80% untuk
EAT (8 /10), 81% untuk FBAS (13/16), dan 91% untuk BAL (10/11).
Mayoritas diagnosis mikrobiologis ditentukan hanya dengan satu metode
(69/99, 70%), dengan perbedaan di antara mereka yang membutuhkan iMV dan
mereka yang tidak (p = 0,015). FBAS adalah satu-satunya metode yang
bertanggung jawab untuk diagnosis 42% (29/69) pasien, diikuti oleh EAT (23%),
sputum (15%), BAL (9%), dan kultur darah (7%).
Seratus dua puluh lima (63%) pasien menjalani pengambilan sampel
invasif, 78 di antaranya (39%) diterapkan fiberoptik-bronkoskopi tanpa menerima
iMV (Gbr. 1). Pasien yang membutuhkan iMV setelah pengambilan sampel
invasif lebih parah pada diagnosis HAP (File tambahan 2: Tabel S2). Tidak ada
perbedaan signifikan dalam proporsi diagnosis mikrobiologis akhir ketika
terstatifikasi oleh fiberoptik-bronkoskopi saat menerima atau tidak menerima iMV
(p = 0,112); Namun, di antara pasien yang tidak memerlukan iMV, tingkat
diagnosis mikrobiologis adalah 10% lebih tinggi (95% CI, - 12 hingga 32%) pada
mereka yang menjalani fiberoptik-bronkoskopi. Saat stratifikasi pasien menurut
metode non-invasif (sputum dan EAT) atau metode pernapasan invasif (FBAS
dan BAL), kami mengamati proporsi diagnosis mikrobiologis yang lebih tinggi
pada mereka yang menjalani setidaknya satu metode infasif (56 vs 39%,
perbedaan risiko 17%, 95% CI, 3-31%, p = 0,018), terutama karena mereka yang
membutuhkan iMV.

9
Manajemen dan durasi antibiotik
Sebagian besar pasien menerima antibiotik awal rejimen sesuai
dengan pedoman ATS / IDSA 2005; pengobatan antibiotik empiris memadai pada
71% (70/99 pasien) (Tabel 3). Pasien yang memiliki diagnosis mikrobiologis
lebih sering mengubah rejimen antibiotik empirisnya (P = 0,006), didorong oleh
deescalation (30 vs 8%). Namun, pasien yang punya diagnosis mikrobiologis juga
memiliki total durasi penggunaan antibiotik yang lebih lama daripada pasien tanpa
diagnosis mikrobiologis, meskipun durasinya serupa bila dipertimbangkan hanya
berdasarkan skema antibiotik empiris.

10
11
12
Diskusi
Kami dapat mencapai diagnosis mikrobiologis di 50% dari 200 pasien
dengan HAP yang terjadi selama tinggal di ICU menggunakan pendekatan
diagnostik intensif. Setelah HAP klinis diagnosis, sekitar 40% pasien menjalani
fiberopticbronchoscopy saat tidak menerima iMV. Akhirnya, pengambilan sampel
pernapasan invasif dikaitkan dengan tingkat diagnosis mikrobiologis yang lebih
tinggi.
Rekomendasi terbaru dari FDA diakui bahwa ada tiga jenis pneumonia
nosokomial dengan tingkat kematian semua penyebab yang berbeda: HAP tanpa
ventilasi, HAP berventilasi, dan VAP [28, 29]. Menariknya, angka kematian
tertinggi telah diamati di pasien dengan HAP yang kemudian membutuhkan iMV.
Di sebuah ringkasan rekomendasi ini, Talbot menyoroti perlunya memiliki
informasi tentang pengambilan sampel dan patogen penyebab pada populasi non-
VAP [28]. Studi kami adalah yang pertama menyediakan ini informasi secara
rinci, yang bisa sangat berguna untuk kecukupan pengobatan empiris dan untuk
RCT dalam mempelajari antibiotik baru di masa depan.
Mampu mencapai diagnosis mikrobiologis HAP memiliki konsekuensi
penting untuk perawatan pasien. Pertama, itu dapat mendukung kecurigaan infeksi
berupa infiltrat baru di paru-paru yang muncul bersamaan dengan demam pada
pasien yang sakit kritis, sering menjadi tantangan untuk dokter [30]. Kedua,
memungkinkan untuk membuat target skema antibiotik empiris yang lebih akurat,
sehingga meningkat kemungkinan penyembuhan klinis, mencegah resistensi lebih
lanjut, dan mengurangi biaya dan efek samping yang tidak perlu [1]. Temuan
kami menguatkan dua fenomena penting yang dilaporkan di tempat lain: (1)
pasien dengan diagnosis mikrobiologis lebih umum memiliki adaptasi dalam
rejimen antibiotik empiris mereka dan (2) pasien tanpa diagnosis mikrobiologis
menerima perawatan antibiotik yang lebih pendek. Meskipun diagnosis
mikrobiologis sangat penting bagi penyakit infeksi baik untuk studi epidemiologis
dan untuk bed-side care oleh dokter, hal ini menjadi dasar untuk infeksi yang
didapat di rumah sakit, karena kemungkinan patogen resisten yang lebih tinggi,
penggunaan jumlah antibiotik yang lebih besar, efek samping, dan terkait biaya.

13
Menariknya, sepertiga dari pasien yang menjalani pengumpulan sputum,
positif pada 34% kasus setelah memastikan kualitas sampel dan kinerja kultur
kuantitatif. Sangat sedikit data yang tersedia tentang penerapan sputum di HAP [1,
16, 17]. Dalam pengalaman kami, metode diagnostik non-invasif ini harus
didorong, seperti yang sudah ada untuk pneumonia yang didapat komunitas [33].
Saat satu metode diagnostik saja yang positif, 15% konfirmasi mikrobiologis
didapatkan dari sputum, dan pada pasien yang kemudian tidak diintubasi proporsi
ini bahkan lebih tinggi (33%). Meskipun jumlah pasien terbatas dalam
perbandingan antara metode, kami mengamati terdapat kecocokan untuk
mengambil patogen yang sama (80% pada rata-rata). Seperti yang diharapkan,
lebih tinggi untuk metode invasif (FBAS vs BAL, 86% dari kecocokan). Dalam
protokol kami, kami mencoba untuk mendapatkan sebanyak mungkin sampel
pernapasan untuk meningkat kemungkinan mengidentifikasi patogen penyebab,
dan kecocokan yang tinggi agar lebih meyakinkan. Ketika dua metode sumbang,
mempercayai pemeriksaan kualitas sampel dan nilai cutoff, dokter menafsirkan
episode sebagai polymicrobial dan mengobati kedua pathogen yang masuk akal
pada pasien yang sakit. Mengambil sampel pernapasan yang berbeda juga
meningkat risiko positif palsu (mis., kolonisasi). Kita bisa tidak mengevaluasi
dampak aktual yang tidak sesuai antara metode akan ada dalam keputusan dokter
dalam skenario di mana akan ada hierarki antara metode.
Dalam penelitian observasional ini, pasien dinilai dengan metode
diagnostik invasif memiliki tingkat mikrobiologis yang lebih tinggi diagnosa.
Meski ada bukti yang invasif dan pendekatan non-invasif memiliki dampak yang
sebanding pada hasil yang berpusat pada pasien di VAP [1], tidak ada bukti
tersedia untuk HAP pada pasien imunokompeten [1]. Bahkan, pedoman IDSA /
ATS 2016 mengusulkan pengambilan sampel pernapasan non-invasif pada HAP
panel setuju bahwa mungkin ada faktor-faktor itu meminta dokter untuk
mempertimbangkan pengambilan sampel invasif [1]. Di sebuah uji coba acak
satu-pusat kecil yang bertujuan untuk membandingkan pendekatan invasif dan
non-invasif pada pasien dengan HAP di luar ICU, Herer et al. menemukan tingkat
kesembuhan klinis pada 28 hari serupa antara kelompok; namun, studi ini agak
bersifat eksplorasi, dengan beberapa keterbatasan dan ukuran sampel yang kecil

14
[18]. Karena hambatan untuk memperoleh sampel saluran pernapasan yang lebih
rendah pada HAP, kami tidak dapat langsung memperkirakan bukti dari VAP ke
HAP. Memang pendekatan invasif mungkin memiliki utilitas klinis yang lebih
tinggi pada HAP, khususnya pada pasien yang tidak membutuhkan iMV. Sebuah
titik kunci ketika membahas perbedaan invasif vs non-invasif dalam HAP adalah
kelayakan dan keamanan melakukan fiberoptik-bronkoskopi. Beberapa laporan
menunjukkan fiberoptik-bronkoskopi, diikuti oleh BAL atau mini-BAL, dapat
dilakukan pada pasien dengan gagal napas akut dan pneumonia yang didapat
masyarakat dan pelayanan kesehatan dan bahkan lebih aman ketika ventilasi non-
invasif dan aliran tinggi terapi oksigen diterapkan [34-39]. Dalam uji coba
Azoulay et al. menunjukkan bahwa pendekatan invasif memiliki tingkat yang
serupa intubasi dengan pendekatan non-invasif pada pasien yang tidak
menggunakan ventilator, imunosupresan dengan kegagalan pernapasan akut [40].
Ventilasi mekanik invasif setelah diagnosis HAP biasanya dibutuhkan
dalam populasi pasien yang sakit kritis, diterapkan pada 60% pasien dalam waktu
24 jam. Meski sudah jelas implikasi untuk prognosis, menggunakan tabung
endotrakeal sangat memudahkan akses ke sampel saluran pernapasan bawah
menggunakan pendekatan invasif atau non-invasif. Kemampuan untuk
memprediksi pasien mana yang akan membutuhkan iMV pada masa selanjutnya
dapat membantu membimbing dokter bila dihadapkan dengan keputusan
melakukan bronkoskopi fiberoptik segera atau menunda sampai setelah intubasi.
Perkembangan prediksi alat berada di luar cakupan penelitian ini, tetapi kami
mengamati bahwa keparahan, hipoksemia, dan pola rontgen dada dikaitkan
dengan intubasi setelah melakukan fiberoptik-bronkoskopi.
Penelitian kami memiliki beberapa kekuatan. Kami mengambil kasus HAP
yang diperoleh secara prospektif selama tinggal ICU dari enam ICU. Pusat kami
juga memiliki protocol pengambilan keputusan klinik yang komprehensif untuk
mencapai mikrobiologis diagnosis pada infeksi paru-paru, yang berarti bahwa data
kami relevan untuk deskripsi diagnosis mikrobiologis dalam HAP. Selain itu,
patogen penyebab yang bertanggung jawab untuk HAP dalam kelompok kami
serupa dengan yang ada dilaporkan di tempat lain, di mana ada bakteri gram
negatif telah terlibat dalam 55% hingga 85% dari kasus HAP dan Kokus Gram-

15
positif (terutama Staphylococcus aureus) menyumbang 20% hingga 30% [7, 9-11,
13, 14, 41], sehingga meningkat generalisasi hasil kami. Sebagai tambahan, hasil
penelitian ini mencakup kebutuhan pengetahuan yang tidak terpenuhi (Diagnosis
mikrobiologis HAP) disorot oleh ATSA IDS dan Pedoman Internasional terbaru
untuk HAP dan VAP [1, 3].
Namun, ada beberapa batasan yang harus disorot. Pertama, penelitian kami
adalah retrospektif dan pusat tunggal, meskipun kami mengumpulkan data dari
enam ICU dengan profil berbeda (dari medis umum hingga pernapasan dan bagian
liver), karakteristik pusat tunggal mengurangi generalisasi temuan kami. Kedua,
penelitian kami bersifat observasional dan memungkinkan kami untuk dapat
diandalkan dalam deskripsi pendekatan metode diagnostik pada kehidupan nyata
untuk mencapai diagnosis mikrobiologis di HAP, objektif utama kam. Ketiga,
kami bisa merekrut 200 pasien, yang mana membatasi kemampuan kami untuk
mengeksplorasi subkelompok dan pasangan perbandingan antara metode yang
berbeda, tetapi untuk yang terbaik dari pengetahuan kita, ini adalah salah satu
yang pertama dan terbesar studi yang melaporkan semua metode diagnostik yang
berbeda ini di HAP tanpa ventilasi kritis [42]. Ketiga, kita bisa tidak mencapai
100% sampel pernapasan dalam kohort; namun, kami percaya bahwa 93%
mewakili proporsi yang sangat tinggi pasien, mengingat perawatan sehari-hari di
ICU. Keempat, populasi kami terdiri dari pasien yang sakit kritis, yang umumnya
membutuhkan iMV, dan hasil kami mungkin tidak berlaku untuk pasien di luar
ICU. Kelima, kami tidak melakukannya memiliki "gold standard" untuk
mengkonfirmasi bahwa pathogen diidentifikasi bertanggung jawab atas infeksi
dan tidak hanya menjajah saluran udara, keterbatasan potensial khususnya untuk
biakan sputum. Untuk membatasi jumlah positif palsu, kami menggunakan
penilaian kualitas paling standar untuk hanya menerima sampel perwakilan
saluran napas yang lebih rendah. Keenam, pada saat penelitian ini dilakukan,
pusat kami tidak memiliki akses rutin ke metode diagnostik cepat karena mereka
bukan standar perawatan, tetapi metode ini telah terbukti menjadi alat yang
menjanjikan untuk identifikasi patogen dalam HAP [43]. Penampilan metode
diagnostik cepat dalam HAP tanpa ventilasi, memanfaatkan strategi pengambilan
sampel yang berbeda, harus dievaluasi dan dapat menghasilkan hasil yang berbeda

16
dibandingkan dengan kami temuan. Khususnya, metode diagnostik cepat dapat
meningkat sensitivitas untuk identifikasi patogen pada mereka pasien sudah
menerima antibiotik baru pada sampel koleksi, fakta yang mungkin menjelaskan
alasan kami hanya mencapai 50% dari diagnosis mikrobiologis menggunakan
metode budaya tradisional [44]. Akhirnya, kami tidak melakukan analisis biaya
[1, 18], yang merupakan elemen kunci ketika membandingkan metode
pengambilan sampel pernapasan yang berbeda.

Kesimpulan
Singkatnya, penelitian kami memunculkan poin perlu adanya pendekatan
komprehensif yang mungkin dilakukan untuk diagnosis mikrobiologis pada HAP
kritis nonventilasi. Sputum menentukan sepertiga diagnosis mikrobiologis pada
pasien HAP yang kemudian tidak diintubasi. Metode invasif dikaitkan dengan
tingkat diagnosis mikrobiologis yang lebih tinggi; Namun, ini mungkin perlu
direplikasi di populasi lain dan melalui acak, uji coba yang dirancang dengan baik
dan terkontrol.

DAFTAR PUSTAKA Hanberger H, Kollef M, Li Bassi G,


1. Kalil AC, Metersky ML, Klompas Luna CM, Martin-Loeches I, et al.
M, Muscedere J, Sweeney DA, International
Palmer LB, ERS/ESICM/ESCMID/ALAT
Napolitano LM, O’Grady NP, guidelines for the management of
Bartlett JG, Carratala J, et al. hospital-acquired pneumonia and
Management of ventilator-associated pneumonia:
adults with hospital-acquired and Guidelines for the management of
ventilator-associated pneumonia: hospital-acquired pneumonia (HAP)/
2016 ventilator-associated pneumonia
clinical practice guidelines by the (VAP) of the European Respiratory
Infectious Diseases Society of Society
America (ERS), European Society of
and the American Thoracic Society. Intensive Care Medicine (ESICM),
Clin Infect Dis. 2016;63(5):e61– European
e111. Society of Clinical Microbiology and
2. Hess D. Guideline for prevention Infectious Diseases (ESCMID) and
of nosocomial pneumonia and Asociacion Latinoamericana del
ventilator Torax (ALAT). Eur Respir J.
circuits: time for change? Respir 2017;50(3):
Care. 1994;39(12):1149–53. 1700582.
3. Torres A, Niederman MS, Chastre 4. Craven DE, Palladino R,
J, Ewig S, Fernandez-Vandellos P, McQuillen DP. Healthcare-
associated pneumonia in

17
adults: management principles to 10. George DL, Falk PS, Wunderink
improve outcomes. Infect Dis Clin N RG, Leeper KV Jr, Meduri GU,
Am. Steere EL,
2004;18(4):939–62. Corbett CE, Mayhall CG.
5. American Thoracic Society, Epidemiology of ventilator-acquired
Infectious Diseases Society of pneumonia
America. based on protected bronchoscopic
Guidelines for the management of sampling. Am J Respir Crit Care
adults with hospital-acquired, Med.
ventilatorassociated, 1998;158(6):1839–47.
and healthcare-associated 11. Ewig S, Torres A, El-Ebiary M,
pneumonia. Am J Respir Crit Care Fabregas N, Hernandez C, Gonzalez
Med. 2005;171(4):388–416. J, Nicolas
6. Ibn Saied W, Mourvillier B, JM, Soto L. Bacterial colonization
Cohen Y, Ruckly S, Reignier J, patterns in mechanically ventilated
Marcotte G, Siami patients with traumatic and medical
S, Bouadma L, Darmon M, de head injury. Incidence, risk factors,
Montmollin E, et al. A comparison and
of the association with ventilator-associated
mortality risk associated with pneumonia. Am J Respir Crit Care
ventilator-acquired bacterial Med. 1999;159(1):188–98.
pneumonia and 12. Fagon JY, Chastre J, Domart Y,
nonventilator ICU-acquired bacterial Trouillet JL, Pierre J, Darne C,
pneumonia. Crit Care Med. 2018. Gibert C.
https://doi.org/10.1097/CCM.000000 Nosocomial pneumonia in patients
0000003553 receiving continuous mechanical
7. Richards MJ, Edwards JR, Culver ventilation. Prospective analysis of
DH, Gaynes RP. Nosocomial 52 episodes with use of a protected
infections in specimen brush and quantitative
medical intensive care units in the culture techniques. Am Rev Respir
United States. National Nosocomial Dis.
Infections Surveillance System. Crit 1989;139(4):877–84.
Care Med. 1999;27(5):887–92. 13. Chastre J, Trouillet JL, Vuagnat
8. Trouillet JL, Chastre J, Vuagnat A, Joly-Guillou ML, Clavier H,
A, Joly-Guillou ML, Combaux D, Dombret MC,
Dombret Gibert C. Nosocomial pneumonia in
MC, Gibert C. Ventilator-associated patients with acute respiratory
pneumonia caused by potentially distress
drugresistant syndrome. Am J Respir Crit Care
bacteria. Am J Respir Crit Care Med. Med. 1998;157(4 Pt 1):1165–72.
1998;157(2):531–9. 14. National Nosocomial Infections
9. Rello J, Ausina V, Ricart M, Surveillance (NNIS) System.
Castella J, Prats G. Impact of Intensive Care
previous Antimicrobial Resistance
antimicrobial therapy on the etiology Epidemiology (ICARE) Surveillance
and outcome of ventilator-associated Report, data
pneumonia. Chest. summary from January 1996 through
1993;104(4):1230–5. December 1997: a report from the

18
National Nosocomial Infections Zavala E, Welte T, Torres A.
Surveillance (NNIS) System. Am J Nosocomial pneumonia in the
Infect intensive care
Control. 1999;27(3):279–284. unit acquired during mechanical
15. Hunter JD. Ventilator associated ventilation or not. Am J Respir Crit
pneumonia. Postgrad Med J. Care
2006;82(965):172–8. Med. 2010;182:1533–9.
16. Messika J, Stoclin A, Bouvard E, 21. Knaus WA, Draper EA, Wagner
Fulgencio JP, Ridel C, Muresan IP, DP, Zimmerman JE. APACHE II: a
Boffa JJ, severity of
Bachmeyer C, Denis M, Gounant V, disease classification system. Crit
et al. The challenging diagnosis of Care Med. 1985;13(10):818–29.
noncommunity- 22. Vincent JL, Moreno R, Takala J,
acquired pneumonia in non- Willatts S, De Mendonca A,
mechanically ventilated subjects: Bruining H,
value of microbiological Reinhart CK, Suter PM, Thijs LG.
investigation. Respir Care. The SOFA (Sepsis-related organ
2016;61(2):225–34. failure
17. Russell CD, Koch O, Laurenson assessment) score to describe organ
IF, O’Shea DT, Sutherland R, dysfunction/failure. On behalf of the
Mackintosh CL. Working Group on Sepsis-Related
Diagnosis and features of hospital- Problems of the European Society of
acquired pneumonia: a retrospective Intensive Care Medicine. Intensive
cohort study. J Hosp Infect. Care Med. 1996;22(7):707–10.
2016;92(3):273–9. 23. Ferrer M, Difrancesco LF,
18. Herer B, Fuhrman C, Gazevic Z, Liapikou A, Rinaudo M, Carbonara
Cabrit R, Chouaid C. Management of M, Li Bassi G,
nosocomial pneumonia on a medical Gabarrus A, Torres A. Polymicrobial
ward: a comparative study of intensive care unit-acquired
outcomes pneumonia:
and costs of invasive procedures. prevalence, microbiology and
Clin Microbiol Infect. outcome. Crit Care. 2015;19:450.
2009;15(2):165–72. 24. Magiorakos AP, Srinivasan A,
19. Fabregas N, Ewig S, Torres A, Carey RB, Carmeli Y, Falagas ME,
El-Ebiary M, Ramirez J, de La Giske CG,
Bellacasa JP, Harbarth S, Hindler JF, Kahlmeter
Bauer T, Cabello H. Clinical G, Olsson-Liljequist B, et al.
diagnosis of ventilator associated Multidrugresistant,
pneumonia extensively drug-resistant and
revisited: comparative validation pandrug-resistant bacteria: an
using immediate post-mortem lung international expert proposal for
biopsies. Thorax. 1999;54(10):867– interim standard definitions for
73. acquired
20. Esperatti M, Ferrer M, Theessen resistance. Clin Microbiol Infect.
A, Liapikou A, Valencia M, Saucedo 2012;18(3):268–81.
LM, 25. Weiss E, Zahar JR, Lesprit P,
Ruppe E, Leone M, Chastre J, Lucet
JC, Paugam-

19
Burtz C, Brun-Buisson C, Timsit JF, of empirical antimicrobial treatment
et al. Elaboration of a consensual in severe sepsis: a multicenter
definition of de-escalation allowing a nonblinded
ranking of beta-lactams. Clin randomized noninferiority trial.
Microbiol Intensive Care Med. 2014;40(10):
Infect. 2015;21(7):649 e641–10. 1399–408.
26. Leone M, Bechis C, Baumstarck 27. Trupka T, Fisher K, Micek ST,
K, Lefrant JY, Albanese J, Jaber S, Juang P, Kollef MH. Enhanced
Lepape A, antimicrobial deescalation
Constantin JM, Papazian L, Bruder for pneumonia in mechanically
N, et al. De-escalation versus ventilated patients: a cross-over
continuation study. Crit Care. 2017;21(1):180

20

Anda mungkin juga menyukai