Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anesthesia

Anastesi adalah istilah yang diturunkan dari dua kata Yunani yaitu cancdan

cesthesiac, dan bersama-sama berarti hilangnya rasa atau hilangnya sensasi. Kata

anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan

keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat yang

bertujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi umum ialah suatu

keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat

induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang.

Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang

mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat

dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara

intravena, intravascular, anestesi perrektal. Komponen anesthesia yang ideal

terdiri dariT

1. Hipnotik

2. Analgesic

3. Relaksasi otot

Indikasi anestesi umum

1. Infant dan anak usia muda

2. Dewasa yang memilih anestesi umum

3. Pembedahan luas/ eksensif

4. Penderita sakit mental

5. Pembedahan lama

10
11

6. Pembedahan dimana anestesi local tidak praktis atau tidak memuaskan

7. Riwayat penderita toksik atau alergi obat anestesi local

Persiapan preanestesi

Semua pasien yang dijadwalkan akan menjalani tindakan pembedahan harus

dilakukan persiapan dan pengelolaan perioperasi dengan optimal. Persiapan pra

bedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-sebab

terjadinya kecelakan anesthesia. Kunjungan praanestesi pada tindakana bedah

efektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya dan pada bedah darurat dilakukan dalam

waktu yang sesingkat mungkin. Kunjungan ini bertujuan untuk mempersiapkan

mental dan fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik dan

obat-obatan anestesi yang sesuai untuk digunakan serta menentukan klasifikasi

yang sesuai menurut ASA.

1. Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapatkan anesthesia

sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang

perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri

otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat

merancang anesthesia berikutnta dengan lebih baik. Harus digali juga

apakah pasien mempunyai alergi obat dan pernah merakana efek samping

obat yang mengganggu.

Hal-hal yang harus digali dalam anamnesis adalah

1. Identitas pasien

2. Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dilakukan


12

3. Riwayat penyakit yang sedang dan pernah diderita pasien yang dapat

menjadi penyutil tindakan anestesi seperti alergi, diabetes mellitus,

penyakit paru kronis, penyakit jantung, hipertensi, penyakit hati dan

penyakit ginjal.

4. Riwayat obat-obatan yang sedang digunakan yang mana dapat

menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi seperti

kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, golongan

aminoglikosida, digitalis, diuretika, obat antialerhi, transquislizer,

MAO inhibitor dan bronkodilator.

5. Riwayat anestesi atau operasi sebelumnya

6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan

anestesi seperti merokok, minum alcohol, obat penenang dan narkotik.

7. Riwayat penyekit keluarga

8. Riwayat system organ yang meliputi keadaan umum, pernafasan,

kardiovaskuler, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi,

endokrin, psikiatri, ortopedi dan dermatologi

9. Makanan yang terakgir dikonsumsi

2. Pemeriksaan fisik

Yakni memeriksa status pasien saat ini yang meliputi:

1. Tinggi dan berat badan  guna memperkirakan dosis obat dan terapi

cairan yang diperlukan serta jumlah urin selama dan pasca bedah

2. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, suhu


13

3. Jalan nafas. Daerah kelapa dan leher diperiksa untuk mengetahui

adanya trismus, keadaan gigi, gangguan flesi ekstensi leher, deviasa

trakea, massa dan bruit

4. Jantung, guna mengevaluasi kondisi jantung AKG perlu digunakan.

5. Paru untuk melihat adanya dispnue, ronkhi dan wheezing. Bila perlu

dilakukan foto thoraks terlebih dahulu.

6. Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia dan

tanda regurgitasi.

7. Ekstremitad, terutama untuk melihat perfusi distal, adanya jari tabuh,

sianosis dan infeksi kulit

8. Punggung bila ditemukan adanya memar, deformitas atau infeksi

9. Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf cranial, kesadaran dan

fungsi sensorik serta motorik.

Pada anestesi juga diperlukan pemeriksaan skor Mallampati yang

digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi (Mallampati,et al.

1985) Hal ini dilakukan dengan melihat anatomi cavum oral, terutama

didasari terlihatnya dasar uvula, arkus di depan dan belakang tonsil, dan

palatum mole. Skoring dilakukan saat pasien duduk dan pandangan ke

depan. Skor Mallampati yang tinggi (III atau IV) berhubungan dengan

intubasi yang lebih sulit sebanding juga dengan insiden yang lebih tinggi

untuk terjadi apneu.

Skoring Mallampati:

 Terlihat tonsil, uvula, dan palatum mole secara keseluruhan


14

 Terlihat palatum mole dan durum, bagian atas tonsil dan uvula

 Terlihat palatum mole dan durum, dan dasar uvula

 Hanya terlihat palatum durum

Pemeriksaan fisik pasien dalam batas normal, skor Mallampati I,

leher bebas, buka mulut >3jari. Pada pasien tidak didapatkan kelainan

yang bermakna yang dapat mengganggu jalannya operasi dan tindakan

anastesi.

Pada pasien pemeriksaan fisik dalam batas normal, tidak

didapatkan kelainan yang bermakna yang dapat mengganggu jalannya

operasi dan tindakan anastesi. Pasien digolongkan dalam kategori

Mallampati 1, leher bebas, buka mulut >3jari. Sedangkan pada pemilihan

teknik anestesi regional maka perlu dilakukan pemeriksaan extremitas dan

punggung.

3. Pemeriksaan penunjang
15

Pemeriksaan penunjang meliputi:

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai

denga dugaan panyakit yang sedang dicurigai.

2. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG dianjurkan dilakukan pada pasien diatas usia 50

tahun

3. Foto thoraks

Sama halnya dengan pemeriksaan EKG, pemeriksaan foto thoroks

hendaknya dilakukan pada pasien dengan usia melebihi 50 tahun

Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilaik kebugaran fisik seseorang ialag

yang berasal dari The American Society of Anesthesiologi (ASA) yakni:

ASA I : Pasien normal dan sehat fisik mental

ASA II: Pasien dengan panyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan

fungsional

ASA III: Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan

keterbatasan fungsi

ASA IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan

menyebabkan keterbatasan fungsi

ASA V: Pasien yang tidak dapat hidup atau bertahan dalam 24 jam dengan atau

tanpa operasi
16

4. masukan oral

Reflex laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi

lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan resiko

utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan

resiko tersebut semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif

dengan anesthesia umum harus dipuasakan selama periode tertebtu selama

induksi anesthesia

Pada pasien dewasa umumnya 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada

bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi

anesthesia. Minuman bening, air putiih, teh manis sampai 3 jam dan untuk

keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas diperbolehkan 1

jam sebelum induksi anesthesia.

Premedikasi

Premedikasi adalah pemberiaan obat – obatan 1-2 jam sebelum induksi anesthesia

dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anesthesia,

diantaranya:

 Menghilangkan kecemasan dan ketakutan

 Meengurangi sekresi

 Memperkuat efek hipnotik dari agen anastesia umum sedasi

 Mengurangi mual dan muntah pasca operasi

 Menimbulkan amnesia

 Mengurangi volume dan meningkatkan keasaman isi lambung

 Menghindari terjadinya vagal refleks

 Membatasi respon simpatoadrenal


17

Beberapa obat premedikasi antara lain:

Benzodiazepine

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah

diazepam (valium), lorazepam (Ativan) dan midazolam (Eersed), diazepam dan

lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.

Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative,anxiolitik, amnestik,

antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja disentral.

Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan

muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara IV dan waktu

paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan

terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam

didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolism mungkin akan

tampak lambat pada pasien tua.

efek benzodiazepine

 efek pada sistem saraf pusat  dapat menimbulkan amnesia,anti kejang,

hipnotik,relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak

ada,menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme

 efek pada sistem kardiovaskuler  Menyebabkan vasodilatasi sistemik

yang ringan danmenurunkan cardiac out put. Ttidak

mempengaruhifrekuensi denyut jantung, perubahan

hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila

dikombinasi dengan opioid


18

 efek pada sistem pernafasan  Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas

dan volume tidal, depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien

dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.

 efek pada sistem saraf otot  Menimbulkan penurunan tonus otot rangka

yang bekerja ditingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering

digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.

Diazepam

Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini

digunakan untuk induksi dan suplemen pada pasien dengan gangguan jantung

berat. diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia,sedative,

obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, dan serangan panik.

Awitan aksi : IV < 2 menit, Rectal < 10 menit, Oral 15 menit-1 jam

Lama aksi : IV 15 menit- 1 jam, PO 2-1 jam

dosis :

Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg

Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB

Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg

Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis

maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari

Midazolam

Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan

anteretrogad amnesia. durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5- 3x

diazepam. Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai

APGAR kurang dari 7 pada neonatus.


19

dosis :

Premedikasi : IM 2,5-10 mg, PO 20-40 mg

Sedasi : IV 0,02-0,05 mg

Induksi : IV 50-350 ug/kg

efek samping obat :

 Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi

 Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi

 Euphoria, agitasi, hiperaktivitas

 Salivasi, muntah, rasa asam

 Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan

2. Opioid

Morfin

Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang

berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan

ventrikel kiri dan edema paru.

dosis :

 Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg

setiap 4 jam

 Induksi : iv 1 mg/kg

 Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit

 Lama aksi : 2-7 jam

Petidin

Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi

sebelum pembedahan, nyeri pada invark miokardium walaupun tidak


20

seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan

dyspnea karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure.

dosis Oral/ IM/SK :

dewasa :

 dosis lazim : 50-150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,

 Injeksi intravena lambat : dewasa 15-35 mg/jam.

Anak-anak oral

 dosis : 1.1-1.8 mg/kg setiap 3-4 jam jika perlu.

Dosis untuk sebelum pembedahan

 dosis dewasa : 50 - 100 mg IM/SK

Petidin dimetabolisme terutama di hati

Fentanil

Digunakan sebagai analgesic dan anastesia

dosis :

 Analgesic : iv/im 25-100 ug atau 1-3 ug/kgbb

 Induksi : iv 5-40 ug/ kg BB

 Suplemen anastesi : iv 2-20 ug/kgbb

 Anastetik tunggal T iv 50-150 ug/ kgbb

 Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im <8 menit

 Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam

efek samping obat :

 Bradikardi, hipotensi

 Depresi saluran pernapasan, apnea

 Pusing, penglihatan kabur, kejang


21

 Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat

 Miosis

INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA

Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar

menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan

pembedahan. Induksi dapat dikerjakan melalui intravena, inhalasi, intramuskular

dan rektal.

Propofol

Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia

intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali

digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.

Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia

umum, pada pasien dewasa dan pasien anak - anak usia lebih dari 3 tahun.

Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan

kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut

sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan

emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml E

10 mg) dan pH 7-8. Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami

metabolisme hati untuk metabolit glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam

urin.

Efek Klinis

Propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu

pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya
22

sebagai hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi.

Propofol menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan

perangkat LMA agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual

dan muntah pasca operasi dan reaksi alergi atau hipersensitivitas.

Efek propofol :

 Efek pada sistem kardiovaskuler.

Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung

dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan

peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek

mengurangi pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi

vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung

dari :

o Pernafasan spontan  mengurangi depresi jantung berbanding nafas

kendali

o Pemberian drip lewat infus  mengurangi depresi jantung

berbanding pemberian secara bolus

o Umur  makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi

jantung

 Efek pada sistem pernafasan

Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam

beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada

pemberian diprivan (propofol). Pada 25%-40% kasus Propofol dapat

menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung

lebih dari 30 detik.


23

Dosis dan penggunaan

a. Induksi : 2,0 sampai 2,5 mg/kg IV.

b. Sedasi : 25 to 75 ug/kg/min IV.

c. Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 ug/kg/min IV

(titrasi sampai efek yang diinginkan), bolus IV 25-50 mg.

d. Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau

apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.

e. Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan

konsentrasi yang minimal 0,2%.

f. Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada

dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi

sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi

dari bakteri.

Efek samping

Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%

kasus. nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada

pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg)

dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet

pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang

besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah

operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga

pemberiannya harus hati F hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak

seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada setengah kasus dapat menyebabkan

kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau methohexital).


24

Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi

kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada

ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.

Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang

dari 3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis

metabolik dan kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.

Tiopenton

Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal,

Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi

umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan

memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah

mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5- 10 menit konsentrasi mulai menurun

di otak dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan

menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.

Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia

pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran

darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik

elektroensepalogram. Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial.

Manakala methohecital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis

tinggi.

Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan

frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi

obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung,

sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot
25

jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi retensi

CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih

normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya

tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh

darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga

dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.

Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2

menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai

menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks

laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga menyebabkan

laringospasme.

Dosis

Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. untuk

menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu

50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.

Efek samping

Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan

memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap

barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang

jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut,

karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan

dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan

menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui IV, hal ini dapat diatasi

dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis. Suntikan arteri
26

atau ekstravaskular (khususnya dengan konsentrasi di atas 5%) menimbulkan

nekrosis, gangrene

Ketamin

Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh

Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.

Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering

menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi

dapat menimbulkan muntah - muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.

Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan

persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut

dengan emergence phenomena Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan

cepat akan didistribusikan ke seluruh organ. Efek muncul dalam 30-60

detik setelah pemberian secara IVdengan dosis induksi, dan akan kembali sadar

setelah 15-20 menit. Jika diberikan secara I.m maka efek baru akan muncul

setelah 15 menit. Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien

akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata

berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang

dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan

mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif

yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara

intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan

mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami

agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah

intrakranial.
27

Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga

bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat

efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap system respirasi.

dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga

merupakan obat pilihan pada pasien asma.

Dosis dan pemberian

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular

apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak - anak. Ketamin

bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara IV atau Im. Dosis induksi adalah

1-2 ( mg/KgBB secara I.V atau 5 -10 mg/Kgbb I.m, untuk dosis sedatif lebih

rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang

diinginkan.

Bentuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu.

Pemberian secara intermitten diulang setiap 10-15 menit dengan dosis setengah

dari dosis awal sampai operasi selesai. Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi

atau analgesic adalah 0,2 – 0,8 mg/kg IV atau 2- 4 / mg/kg IM atau 5-10

ug/kg/min IV drip infus.

Efek samping

Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada

mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan

mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek

mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan

intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.


28

RUMATAN ANESTESIA

Rumatan anesthesia dapat dilakukan secara :

 Intravena (TIVA)

 Inhalasi

 Campuran intravena dan inhalasi

Rumatan anesthesia biasanya mengacu trias anesthesia yaitu tidur ringan

(hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama

bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Anestesia

inhalasi yang umum digunakan, yaitu :

• N2O

• Halotan

• Enfluran

• Isofluran

• Sevofluran

N2O

N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide) dalam ruangan berbentuk gas

tak berwarna, bau manis, tidakiritasi, tidak terbakarm beratnya 15 kali berat udara.

Pemberian anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini

bersifat anestetik lemah tetapi analgesia kuat, sehingga sering digunakan untuk

mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anesthesia inhalasi jarang

digunakan sendiri, tetapi dikombinasikan dengan salah satu cairan

anestetik lainnya seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anesthesia

setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga
29

terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Bntuk mengatasinya

diberikan

O2 100% selama 5-10 menit.

Waktu awitan : inhalasi 2-5 menit

Absorpsi : cepat melalui paru

Metabolisme : tubuh <0,004%

Ekskresi : exhalasi

Efek samping :

• Kardiovaskular : hipotensi

• Gastrointestinal : mual dan muntah

• Respiratori : apnea

• Sistem saraf pusat : sakit kepala, pusing, eksitasi sistem saraf pusat

Isofluran

Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis atau

subanestetik menurunkan laju metabolism otak terhadap oksigen, tetapi

meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah

otak dan trekanan intracranial ini dapat dikurangi dengan teknik anesthesia

hiperventilasi, sehingga isofluran sering digunakan untuk bedah otak. Efek

terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari unttuk

anesthesia teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasin dengan gangguan

kororner.

Isofluran dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan

relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat
30

menyebabkan perdarahan paska persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi

sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.

Waktu Awitan : 7-10 menit

Durasi : tergantung konsentrasi darah saat dihentikan

Metabolisme : hepas minimal

Ekskresi : ekshalasi gas

Stadium anestesi

1. Stadium I disebut juga stadium analgesi atau stadium disorientasi. Dimulai

sejak diberikan anastesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini operasi

kecil bisa dilakukan.

2. Stadium II disebut juga stadium delirium atau stadium eksitasi. Dimulai dari

hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. Dalam stadium ini pasien bisa meronta

ronta, pernafasan irregular, pupil melebar, reflex cahaya positif gerakan bola mata

tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi, reflek fisiologi masih ada, dapat

terjadi batuk atau muntah, kadang-kadang kencing atau defekasi.

Stadium ini diakhiri dengan hilangnya reflex menelan dan kelopak mata dan

selanjutnya nafas menjadi teratur. Stadium ini membahayakan penderita, karena

itu harus segera diakhiri. Keadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan

premedikasi yang adekuat, persiapan psikologi penderita dan induksi yang halus

dan tepat.

3. Stadium III disebut juga stadium operasi

Dimulai dari nafas teratur sampai paralise otot nafas. Dibagi menjadi 4 plane :

a. Plana I
31

Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata . ditandai dengan nafas

teratur, nafas torakal sama dengan abdominal. Gerakan bola mata berhenti, pupil

mengecil, reflex cahaya (+), lakrimasi meningkat, reflex faring dan muntah

menghilang, tonus otot menurun.

b. Plana II

Dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralisa otot interkostal.

Ditandai dengan pernafasan teratur, volume tidal menurun dan frekuensi nafas

meningkat, mulai dari depresi nafas torakal, bola mata berhenti, pupil mulai

melebar dan reflex cahaya menururn, reflex kornea menghilang dan tonus otot

makin menurun.

c. Plana III

Dari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot interkostal.

Ditandai dengan pernafasan abdominal lebih dominan dari torakal karena paralisis

otot interkostal, pupil makin melebar dan reflek cahaya menjadi hilang, lakrimasi

negative, reflex laring dan peritoneal menghilang, tonus otot makin menurun

d. Plana IV

Dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma. Ditandai dengan

paralise otot interkostal, pernafasan lambat, irregular dan tidak adekuat, terjadi

jerky karena terjadi paralise diafragma. Tonus otot makin menurun sehingga

terjadi flaccid, pupil melebar, reflex cahaya negative , reflex spincter ani negative

Stadium IV dari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian. Juga disebut

stadium over dosis atau stadium paralysis. Ditandai dengan hilangnya semua

reflex, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure dan diikuti dengan circulatory

failure.
32

System aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anastesi

Berdasar system aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anastesi, anastesi

dibedakan dalam 4 sistem, yaitu :

1. System open adalah system yang paling sederhana, tidak ada hubungan fisik

secara langsung antara jalan napas penderita dengan alat anastesi.

2. System semi open, alat anastesi dilengkapi dengan reservoir bag selain

reservoir bag, adapula yang masih ditambah dengan klep 1 arah yang

mengarahkan udara ekspirasi keluar, klep ini disebut non-rebreathing valve.

3. System semi closed, udara gas ekspirasi yang mengandung gas anastesi dan

oksigen lebih sedikit disbanding udara inspirasi, tetapi mengandung CO2 yang

lebih tinggi , dialirkan menuju tabung yang berisi sodalime, disini CO2akan diikat

oleh sodalime.selanjutnya udara ini digabungkan dengan campuran gas anastesi

dan oksigen dari sumber gas (FGF/Fresh Gas Flow) untuk diinspirasi kembali.

Kelebihan aliran gas dikeluarkan melalui klep over flow.

4. System closed, prinsip sama dengan semi closed, tetapi tidak ada udara yang

keluar dari system anastesi menuju udara bebas. Pada system closed dan semi

closed juga disebut system rebreathing, karena udara ekspirasidiinspirasi kembali,

system ini juga perlu sodalime untuk membersihakan CO2. Pada system open dan

semi open juga disebut system non rebreathing karena tidak boleh ada udara

ekspirasi yang diinspirasi kembali, system ini tidak perlu sodalime.

2.2 Nefrolitiasis

Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana

ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan matriks organik yang

merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran kemih.


33

Etiologi

 Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan

 Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang

terkandung dalam urin, pekerjaan, dan sebagainya.

Terdapat beberapa jenis variasi dari batu ginjal, yaitu:

1. Batu Kalsium

Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal. Kandungan batu jenis ini

terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur

tersebut. Faktor-faktor terbentuknya batu kalsium adalah:

a. Hiperkalsiuri

Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal, dan hiperkasiuri

resorptif. Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan absorbsi

kalsium melalui usus, hiperkalsiuri renal terjadi akibat adanya gangguan

kemampuan reabsorbsi kalsium melalu tubulus ginjal dan hiperkalsiuri

resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang.

b. Hiperoksaluri

Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram perhari.

c. Hiperurikosuria

Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850mg/24 jam.

d. Hipositraturia

Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau

fosfat sedikit.
34

e. Hipomagnesuria

Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium

kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab tersering hipomagnesuria. adalah

penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.

2. Batu Struvit

Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.

3. Batu Asam Urat

Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif,

pasien yang mendapatkan terapi anti kanker, dan yang banyak menggunakan obat

urikosurik seperti sulfinpirazon, thiazid, dan salisilat.

4. Batu Jenis Lain

Batu sistin, batu xanthine, batu triamteran, dan batu silikat sangat jarang dijumpai

Diagnosis

Penderita nefrolitiasis sering mendapatkan keluhan rasa nyeri pada

pinggang ke arah bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik atau non kolik.

Nyeri dapat menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir,

namun demam jarang di jumpai pada penderita. Dapat juga muncul adanya bruto

atau mikrohematuria.

Selain dari keluhan khas yang didapatkan pada penderita nefrolitiasis, ada

beberapa hal yang harus dievaluasi untuk menegakkan diagnosis, yaitu:

1. Evaluasi skrining yang terdiri dari sejarah rinci medis dan makanan, kimia

darah, dan urin pada pasien.

2. Foto Rontgen Abdomen yang digunakan untuk melihat adanya kemungkinan

batu radio-opak.
35

3. Pielografi Intra Vena yang bertujuan melihat keadaan anatomi dan fungsi

ginjal. Pemeriksaan ini dapat terlihat batu yang bersifat radiolusen.

4. Ultrasonografi (USG) dapat melihat semua jenis batu.

5. CT Urografi tanpa kontras adalah standarbaku untuk melihat adanya batu di

traktus urinarius.

Tatalaksana

Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah mengatasi nyeri,

menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya pembentukan batu

yang berulang.

1. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy. Bekerja

dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di luar tubuh untuk

menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi bagian-bagian

yang kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWLdianggap

sebagai pengobatancukup berhasiluntuk batu ginjal berukuran menengah dan

untuk batuginjal berukuran lebih dari 20-30mm pada pasienyang lebih memilih

ESWL, asalkan mereka menerima perawatan berpotensi lebih.

2. PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)

Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu

yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke dalam

kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih

dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. Asosiasi Eropa PedomanUrologi tentang

urolithiasis merekomendasikan PNL sebagai pengobatan utama untuk batu ginjal

berukuran >20mm, sementara ESWL lebih disukai sebagai lini kedua pengobatan,
36

karena ESWL sering membutuhkanbeberapa perawatan, dan memiliki risiko

obstruksiureter, serta kebutuhan adanya prosedur tambahan. Ini adalah alasan

utama untuk merekomendasikan bahwa PNL adalah baris pertama untuk

mengobati pasien nefrolitias.

3. Bedah terbuka

Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PNL dan

ESWL, tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka. Pembedahan

terbuka itu antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada

saluran ginjal.

Komplikasi

1. Komplikasi akut

Kematian, kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfuse dan tambahan

invensi sekunder yang tidak direncanakan.

2. Komplikasi jangka panjang

Striktura, obstuksi, hidronefrotis, berlanjut dengan atau tanpa pielonefrosis,

dan berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.

Anda mungkin juga menyukai