Anda di halaman 1dari 10

PENERAPAN TEKNIK BERPIKIR POSITIF DAN AFIRMASI POSITIF

PADA KLIEN KETIDAKBERDAYAAN


DENGAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Nurul Jannah*, Yossie Susanti Eka Putri **

1. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder
Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424
2. Departemen Keilmuan Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,
Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424

E-mail: nurul.jannah01.nj@gmail.com

ABSTRAK

Urbanisasi yang tidak terkendali menyebabkan peningkatan penyakit degeneratif pada masyarakat
perkotaan, salah satunya adalah gagal jantung kongestif. Penyakit gagal jantung kongestif merupakan
ketidakmampuan jantung memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen
dan nutrisi. Secara global, penyakit kardiovaskular seperti gagal jantung merupakan penyebab kematian
nomor satu di dunia. Indonesia sendiri menempati urutan Negara nomor 4 (empat) dengan jumlah
kematian terbanyak akibat penyakit kardiovaskuler. Penyakit gagal jantung bukan hanya menimbulkan
masalah fisik, akan tetapi juga masalah psikososial. Masalah psikososial yang sering terjadi pada klien
dengan gagal jantung kongestif adalah ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan merupakan perasaan yang
timbul akibat ketidakmampuan seseorang mengontrol situasi termasuk persepsi bahwa sesuatu tidak akan
bermakna. Intervensi keperawatan ketidakberdayaan antara lain latihan berpikir positif dan afirmasi
positif. Teknik afirmasi positif terbukti efektif dalam menurunkan rasa ketidakberdayaan pada klien
dengan gagal jantung kongestif.

Kata Kunci: Ketidakberdayaan, Gagal jantung kongestif, Latihan berfikir positif, Latihan afirmasi
positif.

PENDAHULUAN Peningkatan kepadatan lingkungan akibat


tingginya angka urbanisasi dapat berdampak
Kemajuan yang pesat baik dari segi ekonomi pada meningkatnya risiko terjadinya masalah
maupun teknologi menjadi daya tarik kesehatan pada masyarakat perkotaan, baik
tersendiri bagi wilayah perkotaan. Hal ini fisik maupun psikososial. Allender (2010)
menyebabkan tingginya angka urbanisasi. menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
WHO (2013) menyebutkan bahwa pada mempengaruhi masalah kesehatan
tahun 2009 untuk pertama kalinya dalam masyarakat perkotaan antara lain lingkungan
sejarah manusia, lebih dari setengah populasi fisik, lingkungan sosial dan akses untuk
dunia tinggal di wilayah perkotaan. Lebih mendapatkan layanan kesehatan dan layanan
lanjut, lebih dari 80% populasi di 33 negara sosial. Lingkungan fisik menurut Galea et al
di dunia tinggal di perkotaan. Di Negara (2005) terdiri dari udara, air, persediaan
berkembang seperti Indonesia, lebih dari makanan, lingkungan dan cuaca. Penelitian
43% penduduk Indonesia tinggal di wilayah yang dilakukan oleh AC Nielsen (2008)
perkotaan dan diprediksi pada tahun 2025 menunjukkan bahwa sebanyak 69%
lebih dari 60% populasi akan tinggal di pusat masyarakat perkotaan di Indonesia
kota (Depkes, 2010). Pergeseran demografis mengkonsumsi makanan cepat saji. Di sisi
yang luar biasa ini memiliki efek mendalam lain, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada kesehatan masyarakat perkotaan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan
(McMichael, 2006 dalam St Pierre Schneider RI menunjukkan bahwa persentase
et al., 2009). penduduk usia ≥ 15 tahun yang merokok

114 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 3, No. 2, November 2015; 114-123


adalah sebesar 34,7 %, yang terdiri dari prevalensi penyakit gagal jantung meningkat
28,2% perokok setiap hari dan 6,5% perokok seiring dengan bertambahnya umur dan
kadang-kadang (Depkes, 2010). kasus tertinggi berada pada umur 65-74
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa lansia
Selain itu, penggunaan alat transportasi di merupakan kelompok yang rentan terkena
wilayah perkotaan yang terus meningkat tiap penyakit kardiovaskular.
tahunnya menyebabkan aktivitas fisik
masyarakat kota menurun. Peningkatan Perbaikan tingkat hidup berpengaruh pada
penggunaan alat transportasi terlihat dari perubahan pola hidup masyarakat. Cara
jumlah kendaraan bermotor tahun 2011 yang hidup yang berubah diduga ada
mencapai lebih dari 85 juta unit, yang terdiri hubungannya dengan perubahan pola
dari sepeda motor, truk, bis dan mobil penyakit (Alwi, et al, 2010). Pola penyakit
(Badan Pusat Statistik, 2012). Gaya hidup berubah dari penyakit infeksi dan rawan gizi
tidak sehat yang tidak segera diubah seperti ke penyakit-penyakit degeneratif,
seringnya mengkonsumsi makanan cepat diantaranya adalah penyakit jantung dan
saji, kebiasaan merokok dan kurangnya pembuluh darah atau kardiovaskuler. WHO
aktivitas fisik dapat menjadi faktor risiko (2013) menyebutkan bahwa penyakit
timbulnya penyakit degeneratif, seperti kardiovaskular ini merupakan penyebab
diabetes, hipertensi, penyakit jantung, gagal kematian nomor satu di dunia. Lebih lanjut,
ginjal, stroke dan penyakit kronis lainnya data yang diterbitkan oleh WHO tahun 2013
(Haynes & Winearls, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 17,3 miliar
diperkuat dengan hasil Riskesdas tahun 2013 orang di dunia meninggal karena penyakit
yang menyatakan bahwa prevalensi kejadian kardiovaskuler dan diprediksikan akan
penyakit gagal jantung yang di diagnosis mencapai angka 23,3 miliar penderita yang
dokter lebih tinggi di perkotaan dibanding di meninggal dunia pada tahun 2020. Indonesia
pedesaan. sendiri menempati urutan Negara nomor 4
(empat) dengan jumlah kematian terbanyak
Secara umum, kemajuan teknologi di akibat penyakit kardiovaskuler (WHO,
wilayah perkotaan dapat menyebabkan 2013).
perbaikan status kesehatan masyarakat. Hal
ini berdampak pada peningkatan harapan Satu-satunya penyakit kardiovaskular yang
hidup yang mengakibatkan meningkatnya insiden dan prevalensinya terus meningkat
jumlah penduduk lansia. Menurut Komnas adalah gagal jantung kongestif
Lanjut Usia (2013) melaporkan bahwa pada (Suryadipraja, 2007). Brunner (2010)
tahun 2005 jumlah penduduk lanjut usia di menjelaskan bahwa gagal jantung kongestif
Indonesia sebanyak lebih dari 16,8 juta jiwa, adalah ketidakmampuan jantung untuk
lalu meningkat pada tahun 2007 menjadi memompa darah yang adekuat untuk
18,96 juta dan jumlah ini terus meningkat memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen
setiap tahunnya hingga pada tahun 2012 dan nutrisi. Gagal jantung kongestif
dilaporkan jumlah lansia di Indonesia menyebabkan kerusakan fisik dan fungsional
menjadi 19 juta orang. Lansia mengalami secara progresif yang menyebabkan pasien
perubahan dan penurunan fungsi pada semua mengalami sesak napas, kelelahan, bengkak
sistem tubuh, sehingga lansia berisiko lebih pada pergelangan kaki dan atau perut,
tinggi terkena berbagai penyakit. Lebih pusing, krisis yang mengancam kehidupan
lanjut, Smeltzer dan Bare (2010) secara tiba-tiba dan rawat inap yang
menjelaskan bahwa perubahan pada sistem berulang (Jeon et al, 2010). Secara global,
kardiovaskuler lansia seperti menurunnya prevalensi gagal jantung kongestif sebanyak
kardiak output, menebalnya ventrikel, 23 juta kejadian di dunia (Bui, 2011). Di
pembuluh darah yang menjadi lebih kaku, Indonesia, hasil Riskesdas tahun 2013
dan digantikannya otot jantung oleh kolagen menunjukkan penyakit gagal jantung
membuat lansia lebih beresiko terhadap termasuk sepuluh besar penyakit tidak
masalah kardiovaskuler. Hasil Riskesdas menular. Sedangkan, provinsi Jawa Barat
tahun 2013 juga menyatakan bahwa sebesar 0,3% prevalensi gagal jantung di

Penerapan Teknik Berpikir Positif dan Afirmasi Positif pada Klien Ketidakberdayaan 115
dengan Gagal Jantung Kongestif
Nurul Jannah, Yossie Susanti Eka Putri
dapat dari diagnosa dokter dan angka ini bahwa lansia dihadapkan oleh berbagai
terus meningkat setiap tahunnya (Riskesdas, kendala, baik karena kemunduran fisik
2013). maupun karena kehilangan peran sosialnya
yang menyebabkan lansia rentan mengalami
Salah satu rumah sakit besar di Jawa Barat, masalah psikososial atau bahkan kejiwaan.
khususnya di Kota Bogor didapatkan data Doris et al (2007) dalam jurnalnya yang
bahwa kasus gagal jantung kongestif berjudul “Living with chronic heart failure:
merupakan urutan ke-7 (tujuh) dalam 10 a review of qualitative studies of older
besar diagnosa rawat inap dan urutan ke-3 people” menyebutkan bahwa lansia dengan
(tiga) dalam 10 besar diagnosa rawat jalan gagal jantung mengalami gejala depresi,
pada pada triwulan I tahun 2015. Di salah merasa tidak berdaya dan putus asa dan
satu ruang rawat inap di RS Bogor tersebut ketidakmampuan mempertahankan peran
juga didapatkan bahwa penyakit gagal sosial.
jantung kongestif termasuk lima besar
penyakit yang sering terjadi yaitu sebesar Salah satu masalah psikososial yang timbul
lebih dari 9% kejadian dari total semua pada lansia dengan gagal jantung adalah
kasus kejadian penyakit dari bulan Januari ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan adalah
hingga Mei 2015. pengalaman tentang kurangnya kontrol
seseorang terhadap situasi termasuk persepsi
Gagal jantung kongestif tidak dapat bahwa sesuatu tidak akan bermakna mampu
disembuhkan dan memiliki prognosis mempengaruhi terhadap hasil yang ingin
penyakit yang buruk. Gagal jantung bukan dicapai (NANDA, 2014). Ketidakberdayaan
hanya menyebabkan masalah pada fisik, umum terjadi pada pasien dengan penyakit
tetapi juga dapat mempengaruhi kualitas kronik seperti gagal jantung.
hidup pasien (Garin et al, 2009). Jeon et al Ketidakberdayaan timbul akibat adanya
(2010) menyatakan bahwa pasien dengan keterbatasan dan ketidakmampuan pasien
gagal jantung memiliki kualitas hidup yang yang dikarenakan kekurangan energi
lebih rendah dibandingkan dengan sehingga menimbulkan perasaan tidak aman
masyarakat pada umumnya. Hal ini terjadi pada dirinya dan lingkungan (Yu et al,
karena adanya gejala yang progresif, 2008). Lebih lanjut, Rebecca et al (2009)
ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- menyebutkan bahwa satu dari tiga pasien
hari dan rawat inap berulang (Chu et al, yang dirawat karena gagal jantung menderita
2014). Lebih lanjut, Chu et al., menjelaskan depresi berat dan 40% diantaranya masih
bahwa pasien gagal jantung memiliki menderita depresi berat pada satu tahun
kesulitan dalam mempertahankan kehidupan berikutnya. Sehingga, pada pasien gagal
sosial dan kemampuan melakukan aktifitas jantung bukan hanya masalah fisik yang
sehari-hari karena manifestasi klinis dari diatasi tetapi juga penting untuk menangani
gagal jantung antara lain sesak napas, masalah psikososial seperti
kelelahan, nyeri, mood yang buruk, ketidakberdayaan.
kehilangan nafsu makan, kurang tidur dan
konstipasi. Sehingga, pasien dengan gagal Masalah psikososial ketidakberdayaan perlu
jantung sangat rentan mengalami masalah diintervensi dengan tepat karena jika tidak
psikososial. mendapat penanganan yang baik, bukan
hanya mempengaruhi kualitas hidup pasien
Masalah psikososial sangat rentan terjadi tetapi juga dapat berkembang menjadi
pada lansia. Hal ini sejalan dengan teori masalah psikologis yang lebih serius.
Erikson yang mengatakan bahwa tahap Ketidakberdayaan yang tidak ditangani dapat
perkembangan lansia berada pada integritas berkembang menjadi risiko bunuh diri dan
ego versus putus asa, yakni individu yang keputusasaan. Selain itu, Rebecca et al
berhasil melampaui tahap ini akan dapat (2009) dalam jurnalnya yang berjudul
mencapai integritas diri, sebaliknya individu “Living with Depressive Symptoms: Patients
yang gagal maka akan melewati tahap ini with Heart Failure” menyebutkan bahwa
dengan keputusasaan. Seperti yang diketahui pasien dengan gagal jantung yang memiliki

116 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 3, No. 2, November 2015; 114-123


gejala depresi seperti ketidakberdayaan keluhan utama nyeri pinggang kiri sejak 3
dapat meningkatkan tingkat mortalitas dan (tiga) jam sebelum masuk rumah sakit
rawat inap ulang. Oleh karena itu, hingga klien tidak dapat bangun dari tempat
penanganan masalah psikososial pada pasien tidur. Selain itu, klien mengeluhkan
gagal jantung kongestif sangat penting untuk kelemahan, terkadang sesak napas, nyeri
dilakukan. Sehingga, penulis tertarik untuk perut dan mual. Klien terdiagnosa gagal
melakukan dan mengoptimalkan asuhan jantung kongestif sejak setahun yang lalu.
keperawatan ketidakberdayaan pada klien Pada bulan April, ini merupakan kedua
dengan gagal jantung kongestif. kalinya klien dirawat di rumah sakit. Awal
April, klien dirawat dengan keluhan sesak
METODE napas dan fatik karena gagal jantung
kongestif.
Penulisan ini dilakukan dengan
menggunakan metode studi kasus. Penulis Hasil pemeriksaan fisik pada pengkajian
melakukan penelitian di sebuah RS di Kota tanggal 29 April 2015 didapatkan tekanan
Bogor. Penelitian ini dilakukan pada salah darah 110-120/70-80 mmHg, nadi 75-90
satu klien yang menderita penyakit gagal x/menit, RR: 20-28x/menit. Denyut jantung
jantung kongestif dan memiliki masalah teraba lemah dan sedikit cepat. Palpasi pada
psikososial, terutama ketidakberdayaan. paru menunjukkan taktil fremitus paru kanan
Prosedur pengambilan data diperoleh lebih redup dari pada paru kiri, dan semakin
melalui wawancara klien dan keluarga, ke bawah semakin redup. Auskultasi paru-
observasi klien, rekam medik dan catatan paru didapatkan suara bronchial,
keperawatan. Penulis memberikan semua bronkovesikuler, vesikuler, ronchi kering
intervensi perawat generalis dalam pada lapang paru kanan. Pada auskultasi
mengatasi ketidakberdayaan. jantung didapatkan bunyi jantung S1, S2,S3,
dan terdengar cepat. Kaki pasien tampak
Penulis melakukan asuhan keperawatan agak bengkak dan teraba keras, edema grade
secara holistik. Asuhan keperawatan 1 tanpa pitting edema. Pasien mengalami
dilakukan dengan proses pengkajian, analisa asites, shifting dullness (+), lingkar perut 96
data, penetapan diagnosa fisik dan cm. Berat badan klien 64 kg, tinggi badan
psikososial, menyusun rencana asuhan 160 cm dengan IMT=25 (overweight).
keperawatan, melakukan implementasi
berdasarkan rencana asuhan yang telah Keadaan umum klien bersih, kesadaran
disusun dan melakukan evaluasi berdasarkan compos mentis dengan GCS E4V5M6. Tn.A
implementasi yang telah dilakukan. Penulis terdiagnosis gagal jantung kongestif sejak
menganalisis kesenjangan antara teori dan setahun yang lalu, ini merupakan kali
hasil yang didapatkan berdasarkan asuhan keempat Tn.A dirawat. Tn.A tidak
keperawatan yang diberikan untuk melihat mengontrol makannya, ia sangat gemar
keefektifan intervensi tersebut dalam makan daging. Selain itu, Tn.A memiliki
menyelesaikan masalah ketidakberdayaan. riwayat perokok berat dan minum minuman
beralkohol. Aktifitas sehari-hari adalah
HASIL mengojek dan tidak pernah berolahraga.
Klien sehari-hari diharuskan mengonsumsi
Tn. A berusia 64 tahun berasal dari suku clopidogrel 75mg dan domperidone 10 mg
Sunda, namun dominan menggunakan secara teratur, akan tetapi klien mengatakan
bahasa Indonesia dalam komunikasi. Klien tidak minum obat jika tidak terasa sesak dan
masuk ke RS pada tanggal 27 April 2015 tanda gejala lainnya.
dengan diagnosa medis LBP (low back
pain), riwayat gagal jantung kongestif, Klien terlihat tegang saat berbicara, intonasi
bronkopneumonia dan dyspepsia. Pengkajian bicaranya cepat serta kontak mata cenderung
pada klien dimulai sejak klien masuk ruang minimal saat berbincang. Klien berbicara
rawat dengan narasumber klien sendiri, istri selalu menyalahkan dirinya sendiri. Selain
dan rekam medik. Klien masuk dengan itu, klien juga mengatakan kondisinya kian

Penerapan Teknik Berpikir Positif dan Afirmasi Positif pada Klien Ketidakberdayaan 117
dengan Gagal Jantung Kongestif
Nurul Jannah, Yossie Susanti Eka Putri
hari kian memburuk dan ia lelah dengan Lebih lanjut, proses penuaan pada klien juga
semua pengobatan. klien juga merasa sudah menjadi salah satu faktor risiko yang dapat
tidak berdaya dengan kondisinya karena menyebabkan kelemahan pada jantung.
tidak dapat menghasilkan uang selama Proses penuaan akan menyebabkan
kurang lebih setahun ini. Ia juga merasa penurunan fungsi sistem tubuh, termasuk
tidak dapat menjadi kepala keluarga yang fungsi sistem kardiovaskular (Stanley &
baik. Ia merasa anak-anak dan menantunya Bare, 2007). Lebih lanjut, penurunan fungsi
tidak menghormati dan menghargainya lagi. sistem kardiovaskular terjadi meliputi
Istri klien mengatakan bahwa semenjak kekakuan dinding ventrikel kiri akibat
sakit, klien jadi mudah marah dan peningkatan kolagen, penurunan
tersinggung. Selain itu, klien seringkali penggantian sel miosit yang telah mati,
absen dan cenderung menolak dalam kekakuan dinding arteri, dan gangguan
pengambilan keputusan terkait tindakan sistem konduksi kelistrikan jantung akibat
pengobatan. Klien merasa tidak yakin penurunan jumlah sel pace maker. Hal ini
dengan segala hal yang dia lakukan akan menyebabkan klien kelolaan yang sudah
membuatnya kembali sembuh. tergolong lansia memiliki risiko lebih tinggi
untuk menderita gagal jantung.
Hasil pengkanjian menunjukkan bahwa klien
memiliki tanda-tanda ketidakberdayaan. Perawatan klien kali ini merupakan episode
Proses keperawatan selanjutnya adalah kekambuhan gagal jantung yang disertai
memberikan intervensi keperawatan untuk dengan beberapa penyakit penyerta. Yu et al
klien. Penulis mengajarkan teknik berpikir (2008) menyebutkan bahwa gejala gagal
positif, afirmasi positif dan teknik jantung yang sudah berat dapat
mengontrol ketidakberdayaan. Berdasarkan menimbulkan perasaan yang tidak menentu
hasil intervensi yang diberikan, kombinasi dan ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan
latihan berpikir positif yang diikuti oleh dapat terjadi karena adanya gejala yang
latihan afirmasi positif terbukti efektif dalam progresif, ketidakmampuan melakukan
menurunkan tanda dan gejala aktifitas sehari-hari dan rawat inap berulang
ketidakberdayaan pada klien. pada penderita gagal jantung (Chu et al,
2014). Lebih lanjut, Chu et al., menjelaskan
DISKUSI bahwa pasien gagal jantung memiliki
kesulitan dalam mempertahankan kehidupan
Pengkajian yang dilakukan pada Tn. A sosial dan kemampuan melakukan aktifitas
menunjukkan bahwa klien memiliki pola sehari-hari karena manifestasi klinis dari
hidup berisiko, seperti pola makan yang gagal jantung antara lain sesak napas,
tidak seimbang, jarang berolahraga, obesitas, kelelahan, nyeri, mood yang buruk,
riwayat perokok berat dan pecandu alkohol. kehilangan nafsu makan, kurang tidur dan
Menurut Majid (2010), pola makan tinggi konstipasi. Hasil pengkajian didapatkan
kolestrol tanpa diimbangi dengan olahraga klien mengatakan sedih terhadap kondisi
yang cukup dapat mempengaruhi sakitnya saat ini, ia merasa tidak berdaya
perkembangan penyakit gagal jantung. Black karena tidak dapat melakukan apapun lagi.
dan Hawks (2009) menyatakan bahwa Ia juga mengatakan lelah karena penyakitnya
obesitas juga mempengaruhi perkembangan tidak kunjung sembuh dan semakin
penyakit gagal jantung karena dapat bertambah parah.
memperberat kerja jantung. Selain itu, Majid
(2010) juga menyebutkan bahwa merokok Adanya keterbatasan-keterbatasan dalam
dapat mempengaruhi perkembangan gagal melakukan aktivitas dan saat melakukan
jantung. Kebiasaan minum minuman aktivitas yang sangat ringan dapat
beralkohol juga dapat menjadi penyebab menimbulkan lelah, palpitasi, sesak nafas
gagal jantung (Black & Hawks, 2009). seperti yang terjadi pada Tn.A. Hal ini
Alkohol dapat berefek secara langsung pada menunjukkan bahwa Tn.A berada di gagal
jantung, baik menimbulkan gagal jantung jantung derajat III menurut NYHA (New
akut atau gagal jantung akibat aritmia. York Heart Association). Conley et al (2015)

118 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 3, No. 2, November 2015; 114-123


dalam penelitiannya menyebutkan bahwa menjadi mudah tersinggung dan cepat marah
semakin tinggi klasifikasi gagal jantung semenjak sakit. Dari hasil obeservasi, Tn.A
pasien berdasarkan NYHA, maka makin juga seringkali menyalahkan dirinya sendiri.
tinggi pula tingkat depresi pasien. Stuart Hal ini sejalan dengan penelitian yang
(2013) menyebutkan bahwa gejala depresi dilakukan oleh Rebecca et al (2009) yang
yang biasa terjadi pada pasien gagal jantung menyebutkan bahwa setengah dari pasien
antara lain mood yang menurun, perasaan gagal jantung merasa menjadi lebih irritable
bersalah, ketidakberdayaan, harga diri yang menyebabkan pasien menjadi lebih
rendah, kelelahan, gangguan tidur, tidak mudah marah, frustasi dan gagal
nafsu makan, dan sulit berkonsentrasi. mempertahankan hubungan sosial dengan
orang terdekatnya.
Penderita gagal jantung sangat rentan
mengalami masalah psikososial, khususnya Intervensi keperawatan pada masalah
ketidakberdayaan. Braga dan Da Cruz ketidakberdayaan sesuai dengan yang telah
(2008) terkait pengembangan instrumen dikembangkan oleh Departemen
untuk menilai diagnosa keperawatan Keperawatan Jiwa Universitas Indonesia.
ketidakberdayaan menyebutkan bahwa Salah satu intervensi yang akan dianalisis
ketidakberdayaan sering dipersepsikan adalah melatih pasien untuk
secara subjektif dengan ketidakmampuan mengembangkan harapan positif atau
klien mengambil keputusan dan afirmasi positif. Afirmasi positif membantu
ketidakmampuan mengontrol perasaan klien untuk meningkatkan harga diri serta
emosional. Hal ini sesuai dengan kondisi membebaskan diri dari pikiran negatif.
klien yang tampak sedih, murung, menggebu Afirmasi positif membantu
dan menangis saat menceritakan memvisualisasikan dan mempercayai hal
perasaannya. Selain itu, klien juga pasif dan yang ditegaskan pada diri sendiri, hal
tidak ikut serta dalam pengambilan tersebut sangat berkaitan dalam membantu
keputusan terkait tindakan pengobatan. perubahan positif dalam individu (Smith,
2015). Berpikir positif diharapkan dapat
Selain karena penyakit gagal jantung, menggantikan pemikiran yang negatif
masalah psikososial pada klien seperti sehingga pasien mampu mengambil
ketidakberdayaan sangat rentan terjadi di keputusan dan mencapai tujuan yang
tahap perkembangan lansia. Lansia menurut realistis dalam hidupnya serta mengontrol
teori perkembangan Erikson berada di tahap ketidakberdayaannya dengan mengendalikan
integritas ego versus keputusasaan. Integritas situasi yang masih dapat dilakukan oleh
merupakan tahap perkembangan psikososial pasien. Mahasiswa menanamkan pemikiran-
Erikson yang terakhir. Integritas pemikiran positif dalam hidupnya sehingga
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dapat mengembangkan harapan positif
dicapai seseorang setelah ia berhasil dalam kehidupan yang akan dijalaninya
melakukan penyesuaian diri terhadap nanti. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
kegagalan dan keberhasilan yang terjadi dilakukan oleh Naseem dan Khalid (2010)
sepanjang masa hidupnya (Mauk, 2010). tentang peranan dari afirmasi positif dalam
Bila seorang lansia tidak berhasil dalam mereduksi stress, dan sebagai strategi koping
melakukan penyusuaian diri terhadap yang efektif bagi seseorang.
kegagalan semasa hidupnya, maka lansia
tersebut akan jatuh kepada kondisi Disamping itu, klien Tn.A juga memiliki
keputusasaan. Seperti yang terjadi pada riwayat ketidakpatuhan pengobatan dan
klien, klien seringkali berbicara seringkali menolak tindakan pengobatan.
menyalahkan dirinya sendiri di masa Penelitian yang dilakukan oleh Musyarofah,
lampau, sehingga klien merasa tidak berdaya dkk (2013) menyebutkan bahwa afirmasi
yang dapat berujung kepada keputusasaan. positif juga dapat meningkatkan tingkat
kepatuhan minum obat pada pasien dengan
Klien dirawat di Rumah Sakit ditemani oleh penyakit kronik. Selain itu, pada pasien
istrinya. Istri klien mengatakan bahwa Tn.A dengan ketidakberdayaan seperti Tn.A kerap

Penerapan Teknik Berpikir Positif dan Afirmasi Positif pada Klien Ketidakberdayaan 119
dengan Gagal Jantung Kongestif
Nurul Jannah, Yossie Susanti Eka Putri
mengalami stres karena ketidakmampuannya kemungkinan 31,8% kematian dalam 100
mengontrol situasi. Penelitian yang pasien, sedangkan pasien dengan yang
dilakukan oleh Kholida & Alsa (2012) memiliki harapan buruk memiliki
menyebutkan bahwa latihan berpikir positif kemungkinan 46,2% kematian dalam 100
terbukti efektif dalam menurunkan tingkat pasien. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
stress. Sehingga dapat disimpulkan bahwa afirmasi positif sangat berpengaruh pada
terdapat berbagai manfaat dari latihan harapan hidup pasien dengan penyakit
afirmasi positif pada pasien dengan masalah jantung.
ketidakberdayaan.
Selain itu, afirmasi positif akan lebih efektif
Ketidakberdayaan dapat mempengaruhi bila dilakukan dengan melibatkan keluarga.
kognitif klien dalam menjalani hidup. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
Penelitian mengenai efektifitas dari afirmasi dilakukan Rebecca et al (2009) yang
positif dilakukan oleh Harris (2009) yang menyakatan bahwa sebagian besar pasien
berjudul “The impact of self-affirmation on gagal jantung sepakat bahwa dukungan
health cognition, health behaviour and other sosial sangat penting dalam mengendalikan
health-related responses: A narrative ketidakberdayaan. Sehingga, berpikir positif
review” menyatakan bahwa self-affrimation yang dilakukan bersamaan dengan afirmasi
berpengaruh positif terhadap kognitif dalam positif dan ditambahkan dengan dukungan
perubahan perilaku. Hal ini tentunya sangat keluarga akan menghasilkan pengendalian
penting dalam mengontrol rasa tidak berdaya ketidakberdayaan yang lebih optimal.
pada klien dengan gagal jantung yang
memerlukan pemikiran terbuka dalam KESIMPULAN
menerima informasi atau keadaan dirinya
yang menurun secara tiba-tiba. Selain itu, Gagal jantung kongestif merupakan penyakit
afirmasi positif ini juga membantu klien degeneratif yang sering muncul di
dengan gagal jantung dalam merubah masyarakat perkotaan akibat adanya
perilaku seperti mematuhi regimen perubahan gaya hidup yang berisiko, seperti
pengobatan dan diet. seringnya mengkonsumsi makanan cepat
saji, kebiasaan merokok, kurangnya aktivitas
Penelitian lain terkait self-affirmation juga fisik, kebiasaan mengonsumsi alkohol.
dilakukan oleh Jessop et al (2013) Penderita penyakit kronis seperti gagal
didapatkan bahwa partisipan yang jantung kongestif sering mengalami masalah
mendapatkan intervensi self-affirmation psikososial, salah satunya adalah
menunjukkan sikap yang lebih positif dan ketidakberdayaan. Asuhan keperawatan pada
pengontrolan persepsi yang jauh lebih baik pasien dengan ketidakberdayaan harus
dibandingkan kelompok yang tidak diberikan secara komprehensif mencakup
diintervensi. Selanjutnya, penelitian yang pengkajian ketidakberdayaan dan latihan
spesifik menerapkan afirmasi positif pada berpikir positif, evaluasi ketidakberdayaan,
klien dengan gagal jantung adalah penelitian manfaat mengembangkan harapan positif
yang dilakukan oleh Ware (2011). Ia (afirmasi) dan latihan mengontrol perasaan
meneiliti 2818 pasien dengan penyakit ketidakberdayaan serta intervensi untuk
jantung mengenai hubungan harapan pasien keluarga yaitu penjelasan kondisi pasien dan
yang didapat dari afirmasi positif dalam cara merawat serta evaluasi peran keluarga
mempengaruhi pemulihan dan kemampuan merawat pasien, cara latihan mengontrol
beraktifitas. Hasil yang didapatkan cukup perasaan ketidakberdayaan dan follow up.
mengejutkan. Pasien yang dilakukan Intervensi keperawatan latihan berpikir
afirmasi positif menjadi lebih optimis dan positif dan latihan afirmasi positif yang
memiliki harapan yang positif pula, sehingga disertai dengan dukungan sosial terbukti
menurunkan sebesar 17% kemungkinan efektif dalam mengatasi rasa
meninggal dunia selama 15 tahun masa ketidakberdayaan pasien dengan gagal
penelitian. Secara detil dijelaskan bahwa jantung. Perawat memiliki peran penting
pasien dengan harapan positif memiliki dalam menentukan dan memberikan

120 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 3, No. 2, November 2015; 114-123


intervensi yang tepat dalam menyelesaikan Journal of Palliative Medicine, Volume
masalah keperawatan klien. 17, Number 2.
Black, Joice M. & Hawks, Jane H. (2009).
UCAPAN TERIMA KASIH Medical surgical nursing: clinical
management for positive outcomes (8th
Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ed). Singapore: Elsevier
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Brown, Diane & Edwards, Helen. (2005).
Ibu Ns. Esti Diyah K, S.Kep selaku kepala Lewi’s medical surgical nursing:
ruang rawat tempat penulis melakukan assessment and management of clinical
penelitian serta Ibu Ns. Fauziyah, M.Kep. problems. Marricksville: Elsevier.
Sp.J selaku pembimbing klinik yang banyak Bui, L. B., Horwich, T. B., & Fonarow, G.
memberi saran dan kritiknya. C. (2011). Epidemiology and Risk
People of Heart Failure.
REFERENSI http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21
060326
A.C. Nielsen (2008) Asia Pacific Retail and Cameron, L. D & Wally, C. M. (2015).
Shopper Trends 2005: Tren Pembeli Chronic Illness, Pshycososial Coping
dan Ritel Asia Pasifik 2005. With. International Encyclopedia of the
http://www.acnielsen.de/pubs/document Social & Behavioral Sciences, 2nd
s/RetailandShopperTrendsAsia2005.pdf edition, Volume 3.
. Carpenito, L.J., (2008). Handbook of nursing
Ackley, B.J & Ladwig, G.B. (2008). Nursing diagnosis.(12th.ed). Philadelphia:
diagnosis handbook: an evidence based Lippincott Company
guide to planning care. 9th edition. Chu, et al. (2014). Factors affecting quality
St.louis, Missouri. Mosby Elsevier. of life in Korean patients with chronic
Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. heart failure. Japan Journal of Nursing
(2010). Community health nursing: Science, 11, 54–64.
Promoting and protecting the public’s Conley, S., Feder, S., & Redeker, S. N.
health. Philadelphia: Lippincott (2015). The relationship between pain,
Williams & Wilkins. fatigue, depression and functional
Alwi I., Simadibrata K. M., Setiati S., performance in stable heart failure.
Setiyohadi B., Sudoyo A. W. (2010). Heart and Lung: 107-112.
Buku ajar ilmu penyakit dalam (Jilid III Departemen Kesehatan RI. (2010). Profil
Ed. V). Jakarta: Interna Publising. kesehatan Indonesia 2006.
Anderson, E.T. & McFarlane, J. (2006). http://www.depkes.go.id/downloads/pu
Buku Ajar Keperawatan Komunitas: blikasi/Profil%20Kesehatan%20Indone
Teori dan praktek (edisi 3). Jakarta: sia%202010.pdf
EGC. Galea, S., Freudenberg, N., Vlahov, D.,
Anshor & Sudarsono. (2008). Kearifan (2005). Cities and population health.
Lingkungan. Jakarta : Yayasan Obor Social Science and Medicine 60 (5),
Indonesia. 1017–1033.
Badan Pusat Statistik. (2012). Garin, O., Ferrer, M., Pont, A., Rue, M.,
Perkembangan jumlah kendaraan Kotzeva, A.,Wiklund, I. et al. (2009).
bermotor menurut jenis tahun 1987- Disease-specific health-related quality
2011. of life questionnaires for heart failure:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php A systematic review with meta-analyses.
?tabel=1&id_subyek=17&notab=12 Quality of Life Research, 18, 71–85.
Bekelmen, et al. (2014). Feasibility and Harris PR, Epton T. (2009). The impact of
Acceptability of a Collaborative Care self-affirmation on health cognition,
Intervention To Improve Symptoms and health behaviour and other health-
Quality of Life in Chronic Heart related responses: A narrative review.
Failure: Mixed Methods Pilot Trial. Soc Personal Psychol Compass. 3: 962-
978.

Penerapan Teknik Berpikir Positif dan Afirmasi Positif pada Klien Ketidakberdayaan 121
dengan Gagal Jantung Kongestif
Nurul Jannah, Yossie Susanti Eka Putri
Haynes, R., & Winereals, C. (2010). Chronic NANDA (2012). Nursing disgnoses:
Kidney Disease Surgery. 28:11. Definition and classification 2012-
Heo, et al., (2009). Heart Failure Patients' 2014. Philadelphia- USA. Nanda
Perceptions on Nutrition and Dietary International
Adherence. European Journal of Naseem, Z. & Khalid, R. (2010). Positive
Cardiovascular Nursing, v. 8, no. 5, p. thinking incoping with stress and health
323–328. outcomes: Literature review. Journal of
Jeon et al. (2010). The Experience of Living research and reflection in education.
with Chronic Heart Failure: A Vol 4, No. 1, page 42-61.
Narrative Review of Qualitative Nurhayati, E & Nuraini, I. (2009).
Studies. BMC Health Services Gambaran Faktor Resiko Pada Pasien
Research, 10:77. Penyakit Gagal Jantung Kongestif Di
Jessop, et al. (2013). Combining Self- Ruang X.A Rsup Dr. Hasan Sadikin
Affirmation and Implementation Bandung. Jurnal Kesehatan Kartika: 40-
Intentions: Evidence of Detrimental 52.
Effects on Behavioral Outcomes. The Rebecca, et al. (2009). Living with
Society of Behavioral Medicine Depressive Symptoms: Patients with
47:137–147. Heart Failure. American Journal of
Kholida, N.E & Alsa.A. (2012) Berpikir Critical Care, Volume 18, No. 4.
positif untuk menurunkan stress Riegel, B., Moser, D. K., Anker, S. D.,
psikologis. Jurnal psikologi Volume 39, Appel, L. J., Dunbar, S. B., Grady, K.
170 : 67-75 L. et al. (2009). State of the science:
Komisi Nasional Lanjut Usia. (2010). Profil Promoting self-care in persons with
penduduk lanjut usia 2009. Jakarta, heart failure: A scientific statement
Indonesia: Pemerintah Indonesia. from the American Heart Association.
Lannin, D. G. (2012). The Effect of Self- Circulation, 120, 1141–1163.
Affirmation on Stigma Associated with Riskesdas. (2013). Laporan riset kesehatan
Seeking Psychological Help. Iowa: dasar 2013. Diunduh dari
Iowa State University. http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.
Lubkin, I.M & Larsen P.O., (2006). Chronic id
illness : impact and intervention. Jones Sagestrom, S. & Sephton, S. (2010).
and Barlett Publisher, Inc Sudbuy Optimistic expectancies and cell
Messachusetts. mediated immunity: The role of positive
Majid, Abdul. (2010). Analisis faktor yang affect. Psychological science, 21 (3),
faktor-faktor yang berhubungan dengan 448-55.
kejadian rawat inap ulang pasien gagal Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G.
jantung kongestif di RS Yogyakarta (2010). Brunner & Suddarth’s textbook
tahun 2010. of medical surgical nursing 12th ed.
Mansyur, M. C. (2008). Sosiologi Philadelphia: Lippincott.
Masyarakat Kota dan Desa. Surabaya: Stanley, M. & Beare, P.G. (2007).
Usaha Nasional. Gerontological nursing: a health
Mauk, K. L. (2010). Gerontological promotion or protection approach, 2nd
Nursing: Competencies fot Care. 2nd ed. ( Nety J. dan Sari K., Penerjemah).
Ed. Jones and Bartlett Publishers: USA. Philadelphia: F.A. Davis Company
McMichael, A.J., (2006). Population Health Suryadipraja. (2007). Asuhan Keperawatan
as The ‘Bottom Line’ of Sustainability: dengan Gagal Jantung.
A Contemporary Challenge for Public Stuart, G. W. (2013). Principles and
Health Researchers. European Journal Practice of Psychiatric Nursing. 10th
of Public Health 16 (6), 579–581. Ed. St. Louis, Mo: Elsevier.
Menzel, N. N. (2011). Urban sustainability Sykes, C & Simpsons, S. (2011). Managing
and nursing: A personal view. The Psychosocial Aspects of Heart
International Journal of Nursing Studies Failure: A Case Study. British Journal
48. 1457–1458. of Nursing, Vol 20, No 5.

122 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 3, No. 2, November 2015; 114-123


Ware, C. (2011). Positive Thinking Helps Yu, et al. (2008). Living with chronic heart
Heart Patients”. Duke University failure: a review of qualitative studies
Medical Center. of older people. Journal of Advanced
http://www.m.webmd.com/heart- Nursing 61(5), 474–483.
disease/news/20110227/positive-
thinking-helps-heart-patients
WHO. (2013). Cardiovascular disease
(CVDs).
http://www.heart.org/HEARTORG/Con
ditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/
Classes-of-Heart-
Failure_UCM_306328_Article.jsp

Penerapan Teknik Berpikir Positif dan Afirmasi Positif pada Klien Ketidakberdayaan 123
dengan Gagal Jantung Kongestif
Nurul Jannah, Yossie Susanti Eka Putri

Anda mungkin juga menyukai