Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media merupakan salah satu penyebab utama gangguan pendengaran dan
ketulian, bahkan dapat menimbulkan penyulit yang mengancam jiwa. Namun demikian
oleh sebagian masyarakat masih dianggap hal biasa, sehingga tidak segera mencari
pertolongan saat menderita otitis media. Saat pendengarannya mulai berkurang, tidak
mampu mengikuti pelajaran di sekolah ataukah setelah terjadi komplikasi barulah mereka
mencari pertolongan medis.
Survei epidemiologi di 7 propinsi Indonesia (1994-1996), menemukan bahwa dari
19.375 responden yang diperiksa ternyata 18,5% mengalami gangguan kesehatan telinga
dan pendengaran. Penderita otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan 25% dari
penderita yang datang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia dengan
prevalensi adalah 3,8 %.
Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan
pada anak-anak terutama usia 3 bulan- 3 tahun. Sebagaimana halnya dengan kejadian
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis media juga merupakan salah satu penyakit
langganan anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu
episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka
mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal
satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering
terjadi pada usia 3-6 tahun. OMA sering diderita oleh bayi dan anak-anak, penyebabnya
infeksi virus atau bakteri. Pada penyakit bawaan, seperti Down Syndrome dan anak
dengan alergi sering terjadi. Otitis media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering
dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun.
Pada anak-anak semakin seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas,
kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin sering. Bayi-bayi yang di bawah
umur 6 minggu cenderung mempunyai infeksi-infeksi dari keragaman bakteri-bakteri
yang berbeda dalam telinga tengah.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan
masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Otitis media?


2. Bagaimana terjadinya Otitis media?
3. Apa saja etiologi dari Otitis media?
4. Bagaimana patofisiologi dari Otitis media?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Otitis media?
6. Apa saja factor-faktor resiko Otitis media?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada penderita Otitis media?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Otitis media
9. Bagaimana pengobatan dan pencegahan dari Otitis media?
10. Bagaimana WOC Otitis media?
11. Apakah Proses Keperawatan Otitis media?

1.3 Tujuan Makalah


Pembuatan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penyusun
dalam hal atau gambaran patologi tentang penyakit Otitis media. Serta untuk salah satu
syarat dalam penugasan makalah mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah tahun ajaran
2015/2016

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORITIS OTITIS MEDIA AKUT DAN KRONIS


2
2.1 Pengertian

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.

Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau
seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.

Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis
media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi
yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah
(gizi kurang), dan higiene yang buruk.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secaraterus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau berupa
nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82). Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga
tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan
riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.
2.2 Etiologi

Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan
invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan
salah satu faktor penyebab yang paling sering.

Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus


hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus
Pneumoniae (38%), Pneumococcus.

Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan


terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal. Cara masuk bakteri pada
3
kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi sekresi dalam
nasofaring. Bakteri juga dapa masuk ke telinga tengah bila ada perforasi menbran
timpani. Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan
kehilangan pendengaran konduktif. (Smeltzer, 2001: 2050)

2.3 Patofisiologi

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang
gendang telinga Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan
organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran
yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih
banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat,
cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya.

Otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, yang
mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal
komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian
faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan
transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap
infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh
pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.

4
2.4 Klasifikasi

Otitis media dapat dibagi menjadi 4 yaitu :


1. Otitis media supuratif
1. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut
2. Otitis media supuratif kronik
2. Otitis media non supuratif atau otitis media serosa
1. Otitis media serosa akut (barotrauma atau aerotitis)
2. Otitis media serosa kronik (glue ear)
3. Otitis media spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis media tuberkulosa
4. Otitis media adhesiva
Sedangkan untuk stadium otitis media akut ada 5 stadium diantaranya adalah :
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar
dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis dan edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema ynag hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya
eksudat purulen di kavum timpani.
4. Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
telinga luar.
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila
terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh
baik dan virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.
5
(Mansjoer, 2001: 79-80)

2.5 Manifestasi Klinis


Secara umum gejala anak dengan OMA, yaitu :
 nyeri telinga
 keluarnya cairan dari telinga
 berkurangnya pendengaran
 demam
 sulit makan
 mual dan muntah
 riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi
Selain itu, keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, yaitu :
 Otorrhea, bila terjadi ruptur membran timpani
 Keluhan nyeri telinga (otalgia)
 Demam
 Anoreksia
 Limfadenopati servikal anterior
 Otitis media serosa
 Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga
atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika
tuba Eustachius berusaha membuka.
 Membran timpani merah, atau tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada
otoskopi pneumatik) sering menggelembung tanpa tonjolan tulang (dapat terlihat
gelembung udara dalam telinga tengah), dan tidak bergerak pada otoskopi pneumatik
(pemberian tekanan positif atau negatif pada telinga tengah dengan insulator balon yang
dikaitkan ke otoskop), dan dapat mengalami perforasi.

Perbandingan gambaran klinis : otitis eksterna akut dan otitis media akut

Gambaran Otitis Ekterna Akut Otitis media akut

6
Otorea Mungkin ada mungkin Ada bila membrana
tidak timpani berlubang ; cairan
banyak keluar

Otalgia Persisten, samapai Hilang ketika membrana


membangunkan penderita timpani ruptur
dimalam hari

Nyeri tekan aural Ada pada palpasi aurikula Biasanya tidak ada

Gejala sistemik Tak ada Demam, infeksi saluran


napas atas, rinitis

Edema kanalis auditorius Ada Tak ada


eksternus

Membrana timpani Tampak normal Eritema, menggelembung,


dapat mengalami perforasi

Kehilangan pendengaran Tipe konduktif Tipe konduktif

2.6 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


 Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak
tembus cahaya dengan kerusakan mobilitas.
 Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme
penyebab.
 Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani

2.7 Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1) Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik
7
untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang
berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati
dengan memberikan antibiotik.
2) Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik.
Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi,
dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk
terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-
100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40
mg/kgBB/hari.
3) Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik
juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
4) Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H 2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5) Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini
dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret
diduga telah terjadi mastoiditis.

2.8 Komplikasi
Menurut Jeffrey P. Harris dan David H. Darrow membagi komplikasi ini menjadi dua
yaitu :
A. Komplikasi intrakranial meliputi:
1. Meningitis
Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi infeksi telinga.
Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui penyebaran langsung, jarang
melalui tromboflebitis. Pada waktu kuman menyerang biasanya streptokokkus,
pneumokokkus, atau stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza,
koliform, atau piokokus, menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid bereaksi

8
dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang menyebabkan peningkatan
ringan tekanan cairan spinal.
2. Abses subdural
Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis interna.
Sekarang sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus dianggap keadaan gawat
darurat bedah saraf, karena harus mendapatkan pembedahan segera untuk
mencegah kematian.
3. Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan tulang yang
menutupi rongga mastoid atau telinga tengah. Abses ekstradural jika tidak
tertangani dengan baik dapat menyebabkan meningitis, trombosis sinus sigmoid
dan abses otak (lobus temporal atau serebelar, tergantung pada sisi yang terkena.
4. Trombosis sinus lateralis
Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami perlusan retrograd
kedaerah vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke daerah sinus
cavernosus. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman pra-antibiotik, tetapi
kini sudah jarang terjadi.
5. Abses otak
Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak dapat timbul di
serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus temporal di fossa kranii
media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan langsung infeksi telinga
atau tromboflebitis.
6. Hidrosefalus otitis
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan cairan
serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Keadaan ini
dapat menyertai otitis media akut atau kronis.

B. Komplikasi intratemporal meliputi :


1. Facial paralisis
2. Labirintitis
3. Abses Subperiosteal

2.9 Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
1. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
9
3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
4. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
5. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.

OTITIS MEDIA KRONIS (OMSK)


Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan kelanjutan
dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan lebih dari 2 bulan.
Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut.
Sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran timpani terjadi akibat trauma
telinga tengah. Kuman penyebab biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang
sudah berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman
anaerob. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).

3.1 Etiologi
Organisme yang menjadi penyebab pada OMSK sebagian besar merupakan
patogen yang bersifat oppurtunistik, terutama Pseudomonas aeruginosa. Di sebagian
besar negara, penelitian menunjukkan bahwa P. aeruginosa merupakan organisme
predominan dan terkait dengan kira-kira 20%-50% kasus OMSK. Staphylococcus aureus
juga umumnya dapat disolasikan dari sampel yang dikultur.. OMSK juga terkait dengan
H. influenzae (22%) dan S. pneumoniae paling jarang terdapat dalam hasil kultur (3%).

Penyebab OMSK antara lain; Lingkungan, Genetik, Otitis media sebelumnya., Infeksi,
Infeksi saluran nafas atas, Autoimun, Alergi, Gangguan fungsi tuba eustachius.

3.2 Faktor Risiko


Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang
dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Sindrom Down. Adanya tuba patulous
menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di
Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi

10
adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan
cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat bermanifestasi
sebagai sekresi telinga kronis.

Faktor resiko OMSK antara lain:


1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi
kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden OMSK yang lebih tinggi. Tetapi sudah
hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat
tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui
apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode
kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri
Gram negatif, flora tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi
saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal
berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
OMSK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang

11
alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini
belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan
tekanan negatif menjadi normal.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang


menetap pada OMSK adalah:
a. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
b. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
d. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.

3.3 Manifestasi Klinis


GEJALA

1. Telinga Berair (Otorrhoe)


Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK
tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai
reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai
adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan
merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair
tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis2.
2. Gangguan Pendengaran

12
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat.6
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses
atau trombosis sinus lateralis1,2.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat
terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin
lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum4.

TANDA-TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna3 :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

3.4 PEMERIKSAAN KLINIS


Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut1,3 :
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.
Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar
dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas3
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
13
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50
dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna
untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen
2. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur

3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat

4. Proyeksi Chause III


Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan
dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan
kerusakan tulang oleh karena kolesteatom

14
Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus
aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H.
influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli,
Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp
1. Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari 1%
menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru yang
lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa dapat
terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak dipateurisasi
2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.
Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus aureus
dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa adalah
ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin dan makrolid.
Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokus
aureus resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin
generasi I dan gentamisin

3.4 PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi
1. OMK Benigna :
a. Konservatif
1) Pembersihan secret di liang telinga (toilet local, “drainage”) merupakan hal
yang penting untuk pengobatan ottitis media kronik.
Ada beberapa cara untuk membersihkan secret :
a) Dengan menggunakan kapas lidi. Tindakan ini dianjurkan sesering-
seringnya dila ada otore. Dapat diajarkan kepada penderita atau orang tua
penderita.
b) Displacement methode” dapat dengan menggunakan larutan hydrogen
peroksida (H2O2) 3%, karena adanya gas O2 yang ditimbulkan
15
c) Bila mungkin secret dihisap secara hati-hati dengan menggunakan jarum
kecil plastik, misalnya jarum BWG no. 16 dan 18 yang ujungnya diberi
kateter nelaton yang kecil atau karet pentil.
2) Pengobatan Lokal
Diberikan antibiotik tetes telinga. Pemberian antibiotik tetes telinga tidak
ada gunanya bila masih ada otore yang produktif. Oleh karena itu pemberian
antibiotik local dianjurkan setelah dilakukan toilet local. Harus diterangkan
terlebih dahulu cara pemakaian H2O2 3% ke dalam telinga yang sakit
kemudian bersihkan dengan kapas lidi baru, setelah itu masukkan antibiotik
tetes telinga dengan cara kepala dimiringkan dan tragus ditekan tekan supaya
obat tetes masuk ke dalam
3) Antibiotika yang adekuat oral atau parenteral. Ini diberikan apabila ada
eksaserbasi akut yang didahului oleh infeksi hidung atau faring
b. Operatif :
Tindakan operatif dilakukan bila terdapat fokal infeksi yang mungkin dijumpai
seperti tonsillitis kronik, sinusitis dan lain-lain.
Jenis-jenis Tindakan Operatif :
1) Miringoplasty atau Timpanopalsty
Operasi ini dianjurkan apabila
- Infeksi sudah tenang
- Tidak ada komplikasi
- Sekret tidak produktif lagi dalam waktu lama (1-3 bulan)
- Tidak terdapat tuli saraf yang berat
2) Mastoidektomi

2. OMK Maligna :
Umumnya dilakukan pembedahan yaitu mastoidektomi radikal. Bila ada
komplikasi abses retroaurikuler dan penderita jauh dari rumah sakit, maka harus
dilakukan insisi sementara untuk drainage.

3.5 KOMPLIKASI
Menurut Shangbough (2003) komplikasi OMK terbagi atas:
a. Komplikasi Intratemporal
 Perforasi membran timpani
 Mastoiditis akut
 Parese nervus fasialis
 Labrinitis
16
 Petrositis
b. Komplikasi Ekstratemporal
 Abses subperiosteal
c. Komplikasi Intrakranial
 Abses otak
 Tromboflebitis
 Hidrocepalus otikus
 Empiema subdural/ ekstradural

Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 : Paralisis nervus fasialis, fistula
labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis, tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra
dural, abses subdural, meningitis, abses otak, dan hidrosefalus otitis.

WOC OMA

OMA adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena masuknya
bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer,2001).

17
ETIOLOGI
Gangguan
Gangguan rasa Enzim Gangguan
pelindung
Bakteri dan
dapat masuk
pembengkakan
Menyerang
Bakteri patogenik
nasofaring psikososial
nyaman
Gendang
Tekanan(nyeri)
b.d b.d
telinga
cairan psikososial
bulu-bulu
melalui
Sumbatan halus
saluran
padab.d
tidak
napas
tuba
Lendir dan nanah
Pendengaran
saluran terganggu
eustachius nyeri
Kehilangan
proses
otarea
peradangan
meningkat
robek pendengaran otarea
berfungsi
Alergi
Otarea ISPA
dan faring
meningkat Tuli kondusif ISPA
eustachius
WOC OMK

OMK adalah infeksi kronik di telinga tengah dengan performasi membrane timpani dan
secret yang keluar dari telinga tengah secara terus-menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental; bening atau berupa nanah (Syamsuhidajat,1997).

18
Inflamasi di
Gangguan
Pengobatan komunikasi
OMAPerubahan persepsi Enzim pelindung dan bulu-
Keluarnya
Perforasi yang
secret
sudah
terus- telinga tengah Gangguan fungsi tuba
b.d efek
yang sensori b.d infeksiMelalui
kehilangan
tidak adekuat di peforasi
Menyerang
Infeksi membrane
virustelinga
atau Nyeri b.d proses bulu
tengah
bakteri halus
Tekanan
Misal
Merobek tidak
Pembengkakan
Bakteri
adanya
cairan
dapat berfungsi
gendang
sumbatan
masuk
meningkat
saluran
telinga
OtiMed
OMK Kehilangan
terjadi pada
berulang telinga tengah melaluiInflamasi
terbentuk
menerus pendengaran
demam nasofaring
tuba eustachius peradangan
timpani nyeri eustachius
melalui
pada eustachius
tuba
saluran
ISPAeustachius
napas
pendengaran
B. ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA

1. Pengkajian

a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu

19
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran
(kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan
membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi),
apakah riwayat pada anggota keluarga.
2. Riwayat kesehatan sekarang
kaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa, Seperti
penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat
alergi pada keluarga.
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum klien
a. Kepala
Lakukan Inspeksi,palpasi,perkusi dan di daerah telinga,dengan menggunakan
senter ataupun alat-alat lain nya apakah ada cairan yang keluar dari
telinga,bagaimana warna, bau, dan jumlah.apakah ada tanda-tanda radang.
b. Kaji adanya nyeri pada telinga
c. Leher, Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
d. Dada / thorak
e. Jantung
f. Perut / abdomen
g. Genitourinaria
h. Ekstremitas
i. Sistem integumen
j. Sistem neurologi
k. Data pola kebiasaan sehari-hari
d. Nutrisi
Bagaimana pola makan dan minum klien pada saat sehat dan sakit,apakah ada perbedaan
konsumsi diit nya.
e. Eliminasi
Kaji miksi,dan defekasi klien
f. Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri
Biasanya klien dengan gangguan otitis media ini,agak susah untk berkomunikasi dengan
orang lain karena ada gangguan pada telinga nya sehingga ia kurang mendengar/kurang
nyambung tentang apa yang di bicarakan orang lain.
g. Pemeriksaan diagnostik
1. Tes Audiometri : AC menurun
2. X ray : terhadap kondisi patologi
3. Tes berbisik
4. Tes garpu tala
20
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Otitis media akut
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses peradangan pada
telinga tengah
2. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
3. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga
tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran
4. Cemas berhubuangan dengan nyeri yang semakin membera
b. Diagnosa Otitis media kronik
1. Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
2. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
3. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga
tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.
4. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi,
nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah
operasi.
3. Intervensi

NO Diagnosa Keperawtan Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil

1 Gangguan rasa NOC NIC


 Ansiety  Gunakan  Supaya pasien
nyaman (nyeri)
 Fear Leavel
pendekatan yang merasa nyaman
berhubungan  Sleep Deprivation
 Comfort ,  Agar pasien merasa
menenangkan
dengan proses
readines for  Nyatakan dengan nyaman
peradangan pada
Enchanced jelas harapan  Informaswi yang
telinga tengah cukup dapat
Kriterai Hasil terhadap pelaku
mengurangi
pasien
 Mampu  Jelaskan semua kecemasan yang
mengontrol prosedur dan apa dirasakan pasien
dirasakan  Supaya pasien tidak
kecemasan yang
 Status lingkungan merasa kesepian dan
selama prosedur
yang nyaman  Temani pasien pasien merasa
 Mengontrol nyeri
untuk memberikan nyaman
 Kualitas tidur dan
dan  Pasien dapat
keamanan
istirahat adekuat
 Agresi mengenali situasi
mengurangi takut
21
pengendalian diri  Bantu pasien cemas
 Respon terhadap  Supaya pasien bisa
mengenal situasi
pengobatan mengungkapkan
yang
control gejala perasaan
menimbulkan
 Status
ketakutannya
kecemasan
kenyamanan
 Dorong pasien  Teknik relaksasi
meingkat
untuk yang benar dan efe
 Dapat
mengungkapkan ktif
mengontrrol
perasan dapat membantu
ketakutan
 Support social ,ketakutan,persepsi mengurangi nyeri
 Keinginan untuk  Instruksikan yang dirasa
hidup pasien
menggunakan  Analgetik dapat
teknik relaksasi menekan pusat saraf
 Berikan obat untuk rasa neri sehingga
mengurangi neri dapat berkurang
kecemasan
2 Hambatan NOC NIC
 Anxiety self  Dorong pasien  Melatih pasien
berkomunikasi
control untuk supaya bisa
berhubungan
 Coping
berkomunikasi berkomunikasi
dengan efek  Sensory
secara perlahan secara perlahn
kehilangan function : haring
untuk  Supaya pasien
dan
pendengaran & vision
 Fear self control mengetahui perawat
mengulangi
Kriteria Hasil sedang
permintaan
 Berdiri didepan berkomunikasi
 Komunikasi pasien ketika dengan pasien
penerimaan  Memungkinkan
berbicara
intrepretasi dan  Gunakan kartu komunikasi dua
ekspresi pesan baca ,kertas arah anatara perawat
liasn, tulisan , dan ,pensil.bahasa dengan kliendapat
non verbal tubuh berjalan dnegan
meningkat ,gamba,daftar kosa baik dan klien dapat
22
 Komunikasi kata bahasa asing, menerima pesan
ekspresif computer, dan lain perawat secara
( kesulitan berbic lain untuk tepat.
 Dengan adanya alat
ara ): ekspresi pes memfasilitasi
bantu bicara pasien
an verbal atau komunikasi dua
bisa kembali
non verbal yang arah yang optimal
 Beri anjuran berkomunikasi
bermakna
 Komunikasi kepada pasien dan dengan baik
tentang 
reseptif Pasien bisa
keluarga
( kesulitan berbicara atau
penggunaan alat
mendengar ) : bantu bicara mendengar dengan

penerimaan bahasa isyarat


( misalnya , protesi
komunikasi dan trakoesofagus dan
intrepretasi pesan laring buatan
verbal dan / atau  Anjurkan ekspresi

non verbal diri dengan cara


 Gerakan lain dalam
terkoordinasi : menyampaikan
mampu informasi ( bahasa
mengkoordinasi isyarat )
rol respon
gerakan dalam
menggunakan
isyarat
 Pengolahan
informasiv: klien
mampu untuk
memperoleh ,
mengatur dan
menggunakan
informasi
 Mampu

23
mengontrol
ketakutan dan
kecemasan
terhadap
ketidakmampuan
bicara
 Mampu
memanajemen
kemampuan fisik
yang dimiliki
 Mampu
mengkomunikasi
kan kebutuhan
dengan
lingkungan sosial
3 Perubahan NOC NIC  Keefektifan alat
 Visual ( body
persepsi/sensoris pendengaran
image, cognitive,  Ajarkan klien
berhubungan tergantung pada
orientation, untuk
dnegan obstruksi, tipegangguan/ketul
communication menggunakan
infeksi di telinga ian, pemakaian
receptive dan merawat alat
tengah atau kerusakan serta perawatannya
ability ,distorted pendengaranseca
di saraf pendengaran. yang tepat.
thought control ) ra tepat
Kriteria Hasil  Apabila penyebab
 Instruksikan
pokok ketulian
 Menunjukkan klien untuk
tidak progresif,
pemahaman menggunakan
makapendengaran
verbal , tulis atau teknik-teknik
yang tersisa
sinyal respon yang amandalam
 Menunjukkan sensitif terhadap
perawatan
pergerakkan dan trauma dan
telinga (seperti:
ekspresi wajah infeksisehingga
saat
yang rileks harus dilindungi.
membersihkan
24
 Menjelaskan denganmengguna  Diagnosa dini
rencana kan cutton bud terhadap keadaan
memodifikasi secara hati-hati, telinga atau
gaya gaya hidup sementara waktu terhadap masalah-
untuk hindariberenang masalah
mengakomodasi ataupun kejadian pendengaran rusak
kerusakan visual ISPA) sehingga secara permanen.
dan pendengaran dapat
 Bebas dari  Penghentian terapi
mencegahterjadi
bahaya fisik antibiotika
nya ketulian
karena penurunan sebelum waktunya
lebih jauh.
keseimbangan dapatmenyebabka

pendengaran ,  Observasi tanda- n organisme sisa

penglihatan dan tanda awal resisten sehingga

sensasi kehilangan infeksi


 Memelihara pendengaran akanberlanjut.
kontak dengan yang lanjut

sumber
 Instruksikan
komunitas yang
klien untuk
tepat
menghabiskan
seluruh dosis
antibiotik yang
diresepkan (baik
itu antibiotik
sistemik maupun
lokal).

4 Cemas berhubuangan NOC NIC  Memberikan

25
dengan nyeri yang  Anxiety self  Gunakan metode pendekatan
semakin membera control pendekatan yang supaya pasien
 Anxiety level
menenangkan menjadi tenang
Kriteria Hasil  Memberikan
pasien
 Nyatakan dengan informasi pada
 Klien mampu
jelas harapan pasien untuk
mengidentifikasi
terhadap pelaku merencanakan
pasien dan
pasien kembali rutinitas
mengungkapkan
 Jelaskan semua biasa tanpa
gejala cemas
prosedur dan apa menimbulkan
 Mengidentifikasi,
yang dirasakan masalah.
mengungkapkan
selama prosedur  Untuk membantu
dan menunjukkan
 Pahami prespektif pasien memperoleh
teknik untuk
pasien terhadap kenyamanan
mengontrol cemas
situasi stree  Pemahaman
 Vital sign dalam
 Temani pasien meningkatkan
batas normal
 Postur tubuh, untuk kerjasama dengan
ekspresi wajah, memberikan program terapi,
bahasa tubuh dan kenyamanan dan meningkatkan
tingkat aktivitas megurangi takut penyembuhan dan
menunjukkan mengurangi tingkat
berkurangnya kecemasan pasien.
kecemasan
5 Nyeri berhubungaan NOC NIC
 Mengetahui
dengan proses
 Pain level  Lakukan perkembangan nyeri
peradangan 1. Nyeri Hebat
pengkajian nyeri dan tanda-tanda
2. Nyeri Berat
3. Nyeri Sedang secara nyeri sehingga dapat
4. Nyeri Ringan
komprehensif menentukan
5. Tidak Nyeri
 Pain control termasuk lokasi, intervensi
1. Tidak Pernah
karakteristik, selanjutnya
2. Kadang-kadang
3. Sewaktu-waktu durasi, frekuensi,  Mengetahui respon
4. Sering pasien terhadap
26
Selalu kualitas dan nyeri
faktor presipitasi 
 Comfort level dukungan yang
Kriteria Hasil  Observasi reaksi cukup dapat
nonverbal dari menurunkan reaksi
 Mampu
ketidaknyamanan nyeri pasien
mengontrol nyeri  Bantu pasien dan  Menurukan rasa
( tahu penyebab keluarga untuk nyeri pasien
dan 
nyeri, mampu dapat menurukan
mencari
menggunakan tingkat nyeri pasien
menemukan
 mengetahui
tehnik dukungan
perkembangan nyeri
nonfarmakologi  Kontrol
dan menentukan
untuk mengurangi lingkungan yang
intervensi
nyeri ,mencari dapat
selanjutnya
bantuan ) mempengaruhi
 Melaporkan  Menurunkan
nyeri seperti suhu
bahwa nyeri ketegangan otot,
ruangan,
berkurang dengan sendi dan
pencahayaan dan
menggunakan melancarkan
kebisingan
peredaran darah
manajemen nyeri  Kurangi faktor
 Mampu sehingga dapat
presipitasi nyeri
mengenali nyeri  Kaji tipe dan mengurangi nyeri.
nyeri 
( skala Mengontrol
sumber
,intensitas perubahan status
untuk
,frekuensi dan nyeri
menentukan
 Dengan
tanda nyeri ) intervensi
 Menyatakan rasa Pemberian Analgesik mengetahuinya tipe

nyaman setelah  Tentukan lokasi, nyeri maka akan

nyeri berkurang karakteristik, membantu memilih


kualitas, dan tindakan yang tepat
derajat nyeri  Dengan

sebelum mengetahuinya

pemberian obat lokasi, karakteristik,


 Cek instruksi kualitas dan derajat

27
dokter tentang nyeri sebelum
jenis obat, dosis, pemberian, dapat
dan frekuensi dijadikan acuan
 Cek riwayat alergi untuk tindakan
 Pilih analgesik
penghilang nyeri
yang diperlukan
setelah pemberian
atau kombinasi
obat
dari analgesik  Mengetahui bahwa
ketika pemberian tindakan yang
lebih dari satu diberikan adalah
 Tentukan pilihan
benar
analgesik  Mengetahui adanya
tergantung tipe riwayat alergi
dan beratnya nyeri terhadap obat untuk
mempermudah
pemberian obat
selanjutnya
 Analgesik yang
tepat membantu
mempercepat
penurunan nyeri
 Analgesik yang
diberi sesuai dosis
tidak akan
memberikan efek
samping yang
berlebih
 Analgesik yang
sesuai denagn
kondisi, akan
membantu
mengurangi nyeri

28
4.Implementasi Keperawatan

Menurut Patricia A. Potter (2005), Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana


tindakan keperawatan yang telah disusun / ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri
ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan
lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan yang akan
diberikan kepada pasien.
Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dapat
dilakukan oleh perawat :
1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
2. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan

3. Menyiapkan lingkungan terapeutik

4. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

5. Memberikan asuhan keperawatan langsung

6. Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.

Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien, menelaah, dan
memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada, mengidentifikasi area dimana bantuan
dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan tambahan keterampilan
dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskripsi singkat
dari pengkajian keperawatan, Prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan keperawatan
atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada tenaga kesehatan lain termasuk
memastikan bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas
sesuai dengan standar keperawatan.

29
5. Evaluasi
Menurut Patricia A. Potter (2005), Evaluasi merupakan proses yang dilakukan untuk menilai
pencapaian tujuan atau menilai respon klien terhadap tindakan leperawatan
seberapa jauh tujuan keperawatan telah terpenuhi.
Pada umumnya evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif.
Dalam evalusi kuantitatif yang dinilai adalah kuatitas atau jumlah kegiatan keperawatan yang
telah ditentukan sedangkan evaluasi kualitatif difokoskan pada masalah satu dari tiga dimensi
struktur atau sumber, dimensi proses dan dimensi hasil tindakan yang dilakukan.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data keperawatan pasien
2. Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien

3. Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan


menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

4. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang


berlaku.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid yang biasanya disebabkan oleh bakteri atau virus yang terjadi kurang
dari 3 minggu. Penyebab utama dari OMA adalah tersumbatnya saluran atau tuba eustachius
yang bisa disebabkan oleh proses peradangan akibat infeksi bakteri yang masuk ke dalam tuba
eustachius tersebut, kejadian ISPA yang berulang pada anak juga dapat menjadi faktor penyebab
terjadinya OMA pada anak. Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain :
Stadium Oklusi, Presupurasi, Supurasi, Perforasi, dan Stadium Resolusi. Dimana manifestasi
dari OMA juga tergantung pada letak stadium yang dialami oleh klien. Terapi dari OMA juga
berdasar pada stadium yang dialami klien. Dari perjalanan penyakit OMA, dapat muncul

30
beberapa masalah keperawatan yang dialami oleh klien, antara lain : nyeri, resiko infeksi, resiko
injury, gangguan persepsi sensori, dan gangguan konsep diri.

3.2 Saran

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan belum
mencapai seluruh aspek. Oleh karena itu kami menyarankan agar pembaca dapat mencari
reverensi – reverensi dari buku – buku lain yang juga mendukung dalam Asuhan Keperawatan
pada Otitis Media akut dan kronis.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner,Sudarth.2013.Keperawatan Medikal Bedah.Edisi.12.Jakarta : EGC


31
Huda,N.Amin.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC

Padila.2012.Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta : Nuha Medika

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:


EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai