Anda di halaman 1dari 13

Aurel Andita Shafira

240210170101

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Data Pengamatan Sampel Antimikroba


Kel. Sampel Bakteri Diameter Zona Bening Gambar

Bawang Staphylococcus
1 0.6 cm -
putih segar aureus
0.6 cm -

Kunyit Staphylococcus 0.6cm -


2
segar aureus 0.6 cm -

Paper disc
Bawang Staphylococcus 0.5 cm 9mm
3
putih bubuk aureus 0.6 cm Paper disc
10mm

-
Kunyit Staphylococcus 0.6 cm
4 Paper disc
bubuk aureus 0.7 cm
1mm

Amoxilin
Amoxilin & Staphylococcus 0.6 cm
5 10mm
alkohol aureus 0.6 cm
-

Paper disc
Staphylococcus
6 Lada segar 0.6 cm 2mm
aureus
0.6 cm Paper disc
1.5mm
Paper disc
Staphylococcus 0.6 cm
7. Lada bubuk 3mm
aureus 0.7 cm
-

Paper disc
Staphylococcus 0.6 cm
8 Pala bubuk 1mm
aureus 0.6 cm
-

Paper disc
Lengkuas Staphylococcus 0.6 cm
9 3mm
segar aureus 0.6 cm
-

Staphylococcus 0.6 cm -
10 Jahe segar
aureus 0.6 cm -
Aurel Andita Shafira
240210170101

Kel Sampel Bakteri Diameter Zona Bening Gambar

Bawang Escherichia 0.6 cm -


11.
putih segar coli 0.6 cm -

Kunyit Escherichia 0.6 cm 2mm


12.
segar coli 0.6 cm 2mm

Bawang Escherichia 0.6 cm 2mm


13.
putih bubuk coli 0.6 cm 1 mm

Kunyit Escherichia 0.6 cm 1mm


14.
bubuk coli 0.6 cm -

Amoxilin =
Amoxilin & Escherichia 0.6 cm 5mm
15.
alkohol coli 0.6 cm Alkohol =
1mm

Escherichia 0.7 cm 3mm


16. Lada segar
coli 0.7 cm 4mm

Escherichia 0.7 cm 1mm


17. Lada bubuk
coli 0.7 cm 2mm

Escherichia 0.6 cm 1mm


18. Pala bubuk
coli 0.6 cm 1mm

Lengkuas Escherichia 0.6 cm 1mm


19.
segar coli 0.6 cm 2mm

Escherichia 0.6 cm 2mm


20. Jahe segar
coli 0.6 cm 2mm

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


Aurel Andita Shafira
240210170101

4.1 PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas mengenai pengujian aktivitas mikroba
dengan metode Kirby-Bauer untuk sampel yang digunakan yaitu bawang putih
segar, bawang putih bubuk, lada segar, lada bubuk, jahe segar, lengkuas segar,
pala bubuk, lada bubuk dan amoxilin & alkohol. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui efektifitas antimikroba yang spektrum penghambatannya sangat
bervariasi. Populasi mikroorganisme pada bahan pangan umumnya bersifat sangat
spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan serta kondisi tertentu dari
penyimpanannya. Mikroorganisme dapat merusak bahan makanan karena pada
bahan makanan mengandung nutrisi yang baik untuk perkembangbiakan
mikroorganisme. Populasi mikroorganisme yang terdapat pada setiap makanan,
menyangkut jumlah dan jenisnya, umumnya sangat bervariasi. Hal ini disebabkan
karena pengaruh selektif terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme awal yang
terdapat pada makanan. Sumber-sumber mikroflora yang terdapat pada makanan
dapat berasal dari tanah, air permukaan, debu, kotoran hewan atau manusia,
lingkungan, udara dan sebagainya. Berbagai pengaruh selektif menyebabkan satu
atau beberapa jenis mikroorganisme menjadi dominan terhadap jasad renik
lainnya (Fardiaz, 1992).
Dalam bidang ilmu mikrobiologi, untuk dapat menelaah bakteri khususnya
dalam skala laboratorium, maka terlebih dahulu kita harus dapat menumbuhkan
mereka dalam suatu biakan yang mana di dalamnya hanya terdapat bakteri yang
kita butuhkan tersebut tanpa adanya kontaminasi dari mikroba lain. Biakan yang
semacam ini biasanya dikenal dengan istilah biakan murni.Untuk melakukan hal
ini, haruslah di mengerti jenis- jenis nutrien yang disyaratkan bakteri dan juga
macam ligkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhan
bakteri tersebut (Pelczar dan Chan, 1986).
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan dua cawan petri
yang sudah disterilisasi sebelumnya. Sterilisasi ini dilakukan agar tidak ada
mikroba yang diinginkan tumbuh selama pengujian. Sampel yang digunakan
terdapat dua jenis, yakni sampel segar dan sampel bubuk. Dalam preparasi sampel
segar, dibutuhkan mortar dan pestle karena sampel masih berbentuk padatan yang
harus ditumbuk sampai halus terlebih dahulu. Sampel segar yang dipakai
Aurel Andita Shafira
240210170101

sebanyak 1 gram dan aquades yang dipakai sebanyak 2 ml, agar kelarutan sampel
pas. Dua buah paper disc kemudian dimasukkan ke dalam sampel dan didiamkan
selama kurang lebih 10-15 menit di dekat nyala api. Untuk sampel instan,
dibutuhkan beaker glass karena sampel instan sudah berbentuk bubuk yang telah
dihaluskan. Sampel bubuk dimasukkan ke beaker glass dan dilarutkan dengan
aquades dengan perbandingan 1:2 agar sampel tidak terlalu encer ataupun terlalu
pekat. Pada cawan petri yang lain, dimasukkan media NA. Media NA adalah
medium yang dapat ditumbuhi semua mikroorganisme. Media NA yang
digunakan adalah sebanyak 10-15 ml, yang kemudian dibiarkan membeku.
Setelah media mengeras, dilakukan teknik penggoresan bakteri. Penanaman
bakteri pada media dengan teknik penggoresan bertujuan untuk mendapatkan
bakteri yang murni dan digunakan dalam uji aktivitas antibakteri. (Riyanto dkk,
2013). Teknik gores ini dilakukan dengan swab steril yang telah dicelupkan pada
larutan bakteri sebelumnya. Goresan bisa berbentuk goresan langsung, goresan
kuadran, ataupun goresan radian tetapi pada praktikum kali ini dilakukan dengan
Swab steril yang digoreskan secara zig zag sebanyak 2 kali lalu dioleskan juga
pada pinggirannya. Penggoresan ini dilakukan agar bakteri tersebar di seluruh
permukaan. Swab steril juga hanya boleh digunakan di 2 cawan petri, karena jika
terlalu banyak ditakutkan swab tersebut tidak lagi steril dan terkontaminasi.
Kemudian, paper disc diambil dengan pinset dan diletakkan di permukaan agar.
Proses ini juga harus dilakukan di dekat sumber api, hal ini bertujuan agar area
sekitar kita bebas dari mikroba.
Setelah itu cawan petri tersebut diinkubasi dengan posisi terbalik pada
suhu 30-32 C selama 2-3 hari. Posisi cawan petri terbalik ini dimaksudkan untuk
menghindari jatuhnya uap air hasil kondensasi respirasi mikroorganisme yang
tumbuh kedalam medium agar (Fardiaz, 1989). Inkubasi bakteri dilakukan selama
24 jam karena pada waktu tersebut bakteri dimungkinkan telah berada pada fase
logaritmik atau eksponensial, pada fase tersebut bakteri melakukan pembelahan
secara konstan dan jumlah sel meningkat. (Dwidjoseputro, 1994) Waktu 24 jam
merupakan waktu panen, dimana waktu tersebut telah berada pada fase logaritmik
atau eksponensial yang jumlah selnya terbanyak yaitu mencapai 10 sampai 15
milyar sel bakteri per mililiter (Pleczar dan Chan, 2008). Setelah 1-2 hari
Aurel Andita Shafira
240210170101

diinkubasi, Zona terang disekitar paper disc diamati dan diukur zona bening
menggunakan penggaris. diameter zona bening (clear zone) yang merupakan
petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa
antibakteri dalam ekstrak. (Simon, 2012). Zona bening ini terbentuk karena
didaerah tersebut pertumbuhan mikroba uji dihambat oleh sampel uji. Besar-
kecilnya zona bening yang terbentuk menjadi parameter kefektifan dari sampel uji
dalam menghambat atau membunuh bakteri uji. Zona hambatan yang terbentuk
kemudian diukur diameternya dan dilakukan pengolahan data analisis varians
untuk menentukan perbedaan pengaruh perlakuan dan interaksi antara hambatan
pertumbuhan mikroba uji. (Iskandar, 2015).
Berdasarkan tabel pengamatan di atas, rata-rata zona bening memiliki
diameter antara 1 – 3 milimeter, meskipun ada beberapa sampel yang tidak
memiliki zona bening, seperti bawang putih segar di bakteri E. coli dan jahe segar,
bawang putih segar, dan kunyit segar di bakteri Staphylococcus aureus. Diameter
zona bening 10–20 mm memiliki daya hambat kuat, diameter zona bening 5–10
mm mempunyai daya hambat sedang dan diameter zona bening. (Davis dan Stout,
1971) Jika semakin luas zona bening maka semakin besar suatu bahan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa
antimikroba yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus adalah bawang putih bubuk dan amoxilin, sedangkan
untuk bakteri Escherichia coli adalah amoxilin dan lada segar.
4.1.1 Bawang Putih
Sejak jaman dahulu, bawang putih sudah dijadikan bahan antimikroba di
berbagai bagian dunia. Meskipun bawang putih memiliki bau yang khas, bawang
putih kerap dikonsumsi untuk menurunkan kadar kolesterol, mencegah kanker,
dan menghindari penyakit stroke.
Aktivitas antibakteri bawang putih sebagian besar karena allicin yang
muncul ketika sel bawang putih rusak. Allicin dan derivatnya mempunyai efek
menghambat secara total sintesis RNA dan menghambat secara parsial pada
sintesis DNA dan protein. Allicin bekerja dengan cara memblok enzim bakteri
yang memiliki gugus thiol yang akhirnya menghambat pertumbuhan bakteri.
Senyawa senyawa paling aktif dari bawang putih, allicin (allyl 2-
Aurel Andita Shafira
240210170101

propenethiosulphinate) dan hasil turunannya (dialil thiosulfinat dan dialil


disulfida) akan muncul jika bawang putih dihancurkan atau dipotong. Hal ini
dikarenakan kerusakan pada sel bawang putih akan mengaktifkan enzim allinase
yang merubah alliin menjadi allicin. (Prasonto dkk, 2017) Di dalam bawang putih
juga ada senyawa lain termasuk flavonoid, ajoene dan minyak atsiri.
4.1.2 Amoxilin dan Alkohol
Amoxicillin adalah salah satu jenis antibiotik golongan penisilin yang
digunakan untuk mengatasi infeksi berbagai jenis bakteri, seperti infeksi pada
saluran pernapasan, saluran kemih, dan telinga. Amoksisilin merupakan obat
semisintetis yang termasuk dalam antibiotik kelas penisilin (antibiotik beta-
laktam). Obat ini diketahui memiliki spektrum antibiotik yang luas terhadap
bakteri gram positif dan gram negatif pada manusia maupun hewan (Kaur et al.,
2011). Obat golongan penisilin, menghambat pertumbuhan bakteri dengan
mengganggu reaksi transpeptidasi sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel adalah
lapisan luar yang rigid yang unik pada setiap spesies bakteri. Dengan
terhambatnya reaksi ini makan akan menghentikan sintesis peptidoglikan dan
mematikan bakteri (Katzung, 2007). Secara spesifik, 10 amoksisilin memiliki efek
antimikroba yang baik terhadap mikroorganisme seperti Haemophilus influenzae,
Eschericia coli, dan Proteus mirabilis. Biasanya obat ini diberikan bersamaan
dengan senyawa inhibitor beta-laktamase seperti klavulanat atau salbaktam untuk
mencegah hidrolisis oleh beta-laktamase spektrum luas yang ditemukan pada
bakteri gram negatif (Brunton et al., 2006).
Ada beberapa jenis alkohol, tetapi yang umumnya digunakan sebagai
antiseptik adalah etanol - juga dikenal sebagai etil alkohol - dan isopropil alkohol,
atau isopropanol. Alkohol men-denaturasi protein dengan memecah ikatan
hidrogen. Mereka melakukan ini karena mereka sendiri membentuk ikatan
hidrogen di lokasi tersebut, menyebabkan molekul protein kehilangan bentuknya.
Efektivitasnya tergantung pada seberapa terkonsentrasi mereka. Etanol, misalnya,
bekerja terbaik terhadap mikroorganisme pada konsentrasi sekitar 70%, seperti
yang mudah diserap oleh sel. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, itu
menggumpalkan protein pada permukaan sel, mencegah penetrasi lebih lanjut;
mikroba sering mampu bertahan dari ini, meskipun mereka mungkin untuk
Aurel Andita Shafira
240210170101

sementara tidak aktif. Meskipun etanol dan isopropanol keduanya antiseptik yang
berguna dengan modus tindakan yang sama, tampaknya ada beberapa perbedaan
dalam efektivitas mereka terhadap berbagai jenis mikroba.
4.1.3 Kunyit
Kunyit (Curcuma domesticaval) merupakan salah satu tanaman yang
digunakan untuk pengobatan tradisional oleh nenek moyang kita sejak lama,
tanaman ini berupa semak dan bersifat tahunan yang tersebar di daerah tropis dan
sub tropis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, secara in vitro,
membuktikan bahwa senyawa aktif dalam rimpang kunyit mampu menghambat
pertumbuhan jamur, virus, dan bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif,
seperti E.coli dan Staphylococcus aureus, karena kunyit mengandung berbagai
senyawa diantaranya adalah kurkumin dan minyak atsiri (Said, 2001). Senyawa
sesquiterpen dalam minyak atsiri kunyit bersifat bakterisida dengan merusak
struktur tersier protein bakteri atau denaturasi protein (Tarwiyah, 2001).
Sedangkan kurkumin adalah suatu senyawa fenolik. Turunan fenol ini akan
berinteraksi dengan dinding sel bakteri, selanjutnya terabsorbsi dan penetrasi ke
dalam sel bakteri, sehingga menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein,
akibatnya akan melisiskan membran sel bakteri. sedangkan aktivitas antibakteri
curcumin dengan cara menghambat proliferasi sel bakteri. (Warnaini, 2013)
4.1.3 Lengkuas
Secara farmakologis ekstrak lengkuas diketahui mempunyai aktivitas anti-
kapang, anti-khamir, anti-kanker, anti-tumor, dan antioksidan (Khattak dkk.,
2005). Pada lengkuas merah, terdapat minyak essensial yang terkandung lebigh
banyak daripada di lengkuas putih. Sehingga, lengkuas merah lebih efektif
sebagai antimikroba daripada lengkuas putih. minyak esensial dari rempahrempah
tersebut dilaporkan berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengawet
pangan karena memiliki aktivitas antimikroba dengan spektrum luas, diantaranya
terhadap bakteri patogen dan perusak pangan. Minyak esensial juga dilaporkan
memiliki aktivitas anti-kapang, dan anti-khamir.
4.1.4 Jahe
Sama seperti lengkuas, jahe juga memiliki kandungan minyak essesial
yang efektif dalam menjadi antimikroba. Tiga varietas jahe yang dikenal yaitu
Aurel Andita Shafira
240210170101

Zingiber officinale var Roscoe (jahe gajah/jahe badak/jahe putih besar), Zingiber
officinale var Rubrum (jahe merah/jahe sunti, dan Zingiber officinale var Amarum
(jahe putih kecil/jahe emprit). Jahe merah mengandung minyak esensial yang
lebih tinggi daripada jahe gajah dan jahe emprit. Selama ini jahe merah lebih
dikenal khasiatnya sebagai bahan obat-obatan maupun jamu tradisional (Rahardjo,
2008).
4.1.5 Pala
Pala memiliki beberapa bagian yaitu biji, fuli dan daging buah. Setiap
bagian dari buah pala memiliki zat aktif sebagai antimikroba. Fuli dan biji pala
yang telah diekstrak memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri
Gram negatif dan positif. Salah satu bakteri yang dapat dihambat pertumbuhannya
oleh ekstrak fuli dan pala yaitu Escherichia coli. Minyak atsiri dan saponin
merupakan zat yang terkandung dalam pala yang dapat dipakai sebagai
antibakteri. Fuli pala memiliki zat antimikroba yang dapat melisiskan dinding sel,
sehingga mempengaruhi aktifitas sel pada bakteri (Arriziqyani dkk, 2017)
4.1.6 Lada
Biji lada banyak sekali penggunaannya, yaitu selain sebagai bahan
penyedap atau peningkat rasa makanan, juga ban yak dimanfaatkan dalam obat-
obatan modern maupun tradisional. Telah diketahui penggunaan biji lada, antara
lain dalam pengobatan gangguan saluran pencernaan, stimulan pengeluaran
keringat dan peluruh air seni. Disamping itu minyak lada merupakan salab satu
minyak atsiri. Aroma biji lada adalah akibat adanya minyak atsiri yang terdapat
dalam biji lada tersebut (Lenny & Herlina, 1991). Kandungan minyak atsiri lada
putih adalah alkaloida, terpenoid, fenol, dan berbagai macam senyawa lainnya.
Hampir semua minyak atsiri dari rempahrempah dapat menghambat pertumbuhan
mikroba termasuk produksi toksinnya. Beberapa penelitian dengan menggunakan
minyak atsiri sudah pernah dilakukan. Salah satu nya adalah tentang aktivitas
bakterisida dari famili zingiberaceace diantaranya minyak atsiri pada lengkuas
(Alpinia galanga) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillis subtilis
dan Staphylococcus aureus.
Aurel Andita Shafira
240210170101

V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, praktikan dapat menarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
 Medium NA digunakan untuk pemeliharaan kultur semua jenis
mikroorganisme.
 Bahan pangan antimikroba bersifat spesifik sehingga harus diuji
kefektifannya.
 Posisi cawan petri harus terbalik agar menghindari jatuhnya uap air hasil
kondensasi respirasi mikroorganisme yang tumbuh kedalam medium agar.
 Amoxilin dan bawang putih bubuk sangat efektif dalam menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus.
 Amoxilin dan lada segar efektif dalam menghambat pertumbuhan
Escherichia coli.
 Semakin luas zona bening, semakin efektif antimikroba dalam
menghambat pertumbuhan bakteri.
Aurel Andita Shafira
240210170101

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. 2008. Pengawasan Mutu Bahan atau Produk Pangan Jilid II. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menangah Kejuruan, Direktorat Jenderal

Arriziqiyani, T., Sonjaya, N., & Asty, A. 2017. Optimalisasi Potensi Tanaman
Pala Sebagai Antibakteri Escherichia coli Menggunakan Metode Ekstraksi.
Semarang: Universitas Muhamaddiyah.

Buana, R.F.N. 2009. Daya Antibakteri Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum)
dalam Menghambat Pertumbuhan Staphylococcus Aureus Dan Escherichia
Coli Pada Daging Sapi. Skripsi Program Studi Mikrobiologi SITH ITB.

Brunton, L. L., Lazo, J. S., & Parker, K. L. 2006. Goodman & Gillman's the
Pharmacological Basis of Theurapeutics. New York: McGraw Hill.

Davis, W. W., & Stout, T. R. 1971. Disc Plate Method of Microbiological


Antibiotic Assay I. Factors Influencing Variability and Error. Applied
Microbiology, 22(4), 659-665.

Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Fardiaz, S. 1989. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB Press.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gobel, B. R., Zaraswati, D. & As`adi , A. 2008. Mikrobiologi Umum Dalam


Praktek. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Harborne. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Bandung : ITB.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi. Bandung: Yrama Widya.

Iskandar, N.L. https://liayesung.wordpress.com/2015/06/02/analisis-aktivitas-


mikroorganisme-dari-bahan-alam/ Diakses pada 1 Mei 2018.

Katzung B. G. 2007. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. Boston: McGraw
Hill.

Kaur, M., Arora, R., and Gill, N.S., 2011. Antioxidant activity and
pharmacological evaluation of Cucumis melo var. agrestis methanolic seed
extract. Research journal of phytochemistry, 5(3), pp.146-155.

Khattak, S., Rehman, S., Shah, U.H., Ahmad, W.W. dan Ahmad, M. 2005.
Biological effects of indigenous medicinal plants Curcuma longaand
Alpinia galanga. Fitoterapia 76: 254-257.
Aurel Andita Shafira
240210170101

Lenny, S., & Herlina, A. 1991. Ekstraksi Dan Fraksinasi Komponen Bioaktif
Antimikroba dalam Biji dan Daun Lada. Bandung: LIPI.

Parwata, I M. & Dewi, P.F.S. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak
Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga L.). Jurnal Kimia 2 (2), Juli
2008 : 100-104.

Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Jakarta: UI


Press.

Pelczar, M. J. & E.C.S. Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press

Prasonto, D., Riyanti, E., dan Gartika, M. 2017. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Bawang Putih (Allium sativum). ODONTO Dental Journal. Volume 4.
Nomer 2.

Rahardjo, M. (2012). Pengaruh pupuk K terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu


rimpang jahe muda (Zingiber officinaleRocs.). Jurnal Littri 18: 10-16.

Riyanto, E.I, Widowati, I., dan Sabdono, A. 2013. Skrining Aktivitas Antibakteri
pada Ekstrak Sargassum polycystum Terhadap Bakteri Vibrio harveyi dan
Micrococcus luteus di Pulau Panjang Jepara. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Rukmana. 2013. Percobaan VIII “Senyawa Anti Mikroba”. Sulawesi Tengah :


Universitas Tadulako.

Rustama, M.M., 2005. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Air Dan Etanol
Bawang Putih (Allium Sativum L.) Terhadap Bakteri Gram Negatif Dan
Gram Positif Yang Diisolasi Dari Udang Dogol (Metapenaeus Monoceros),
Udang Lobster (Panulirus Sp), Dan Udang Rebon (Mysis Dan Acetes)-An
Activity of Antibacterial Assay from Water and Etanol Garlic (Allium
sativum L.) Extract to Gram negative and Gram Positive Bacteria isolated
from Metapenaeus monoceros, Panulirus sp, Mysis and Acetes
(Prawns). Abstrak.

Said, A. 2001. Khasiat & Manfaat Kunyit. PT. Sinar Wadja Lestari.

Simon, K. 2012. Penghambatan Sabun Mandi Cair Berbahan Aktif Triclosan


Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Di Daerah Babarsari,
Sleman, Yogyakarta (Doctoral dissertation, UAJY)

Sylvia, 1996. Telaah Fitokimia Ekstrak Etanol Buah Cabe dan Uji Aktivitasnya
sebagai Antimikroba. Skripsi Sekolah Farmasi ITB.

Tarwiyah, 2001. Minyak Atsiri Jahe. http://www.ristek.go.id. Diakses tanggal 1


Mei 2018.
Aurel Andita Shafira
240210170101

Warnini, C. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Kunyit Sebagai Antibakteri Terhadap


Pertumbuhan Bakteri Bacillus sp. dan Shigella dysentriae Secara In Vitro.
Sumedang: Universitas Padjajaran.
Aurel Andita Shafira
240210170101

JAWABAN PERTANYAAN
1. Seberapa besar efektifitas kunyit sebagai antimikroba alami bila
dibandingkan dengan Penicillin?

Jawaban: Berdasarkan praktikum, kunyit segar dan kunyit bubuk memiliki


efektivitas yang cukup (1-2 mm) untuk bakteri Escherichia coli dan
efektivitas yang rendah atau sensitif terhadap bakteri Staphylococcus
aureus karena zona bening yang terlihat antara tidak ada – 1 mm, tapi
berdasarkan literatur ekstrak kunyit memiliki efektivitas lebih rendah
dibanding dengan penicilin karena pada penicilin memiliki aktivitas
antibakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid.

2. Diskusikan kesulitan-kesulitan yang dialami saat menguji efektivitas


antimikroba menggunakan metode Kirby-Bauer.

Jawaban: Kesulitan yang didapat adalah sulitnya mengukur zona bening


pada saat pengamatan karena zona bening yang terlihat hanya berkisaran
1-3 mm, dimana kita mengukurnya dengan penggaris.

Anda mungkin juga menyukai