Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang masih

menjadi masalah di dunia kesehatan secara global karena tingginya prevalensi

dan efeknya terhadap penyakit kardiovaskuler dan penyakit ginjal kronis.

Pada tahun 2000, sekitar 26,4% penduduk dewasa didunia atau sekitar 972

juta orang menderita hipertensi. Pada tahun 2010, prevalensi hipertensi pada

dewasa usia ≥20 tahun sebanyak 31,1% dengan proporsi 31,9% laki-laki dan

30,1% perempuan. Berdasarkan data ini didapatkan prevalensi hipertensi

pada tahun 2010 meningkat 5,2% dibandingkan pada tahun 2000 (Mills dkk,

2016). Berdasarkan American Heart Association (AHA), sekitar 46% orang

Amerika didiagnosis dengan hipertensi, dimana sebagian besar diantaranya

hanya perlu diterapi dengan perubahan gaya hidup dibandingkan dengan

pengobatan farmakologis, sedangkan sebagian kecil lainnya perlu diterapi

dengan obat antihipertensi (AHA, 2017).

Di Indonesia, hipertensi termasuk dalam kelompok penyakit dengan

kejadian yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia (Kemenkes RI) dimana prevalensi hipertensi di Indonesia

pada usia ≥18 tahun berdasarkan pengukuran sebesar 26,5% dan berdasarkan

wawancara sebesar 9,5% (Kemenkes RI, 2013). Temuan ini tentu saja

menjadi suatu kekhawatiran karena seiring dengan meningkatnya prevalensi

hipertensi maka morbiditas dan mortalitasnya akan semakin tinggi.

1
2

Hipertensi pada anak dan remaja didefinisikan sebagai rerata tekanan

darah sistolik (TDS) dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ persentil 95

pada semua jenis kelamin, usia, tinggi badan (Flynn dkk, 2017). Tekanan

darah dalam rentang antara persentil 90-95 dikenal sebagai prehipertensi dan

merupakan indikasi intervensi gaya hidup (Loscalzo, 2010). Prevalensi

hipertensi klinis pada anak dan remaja mencapai 3,5% dan prevalensi tekanan

darah meningkat juga mencapai 2,2-3,5% dengan prevalensi lebih tinggi pada

anak dan remaja dengan overweight dan obesitas (Flynn dkk, 2017). Studi

oleh Falkner (2010) dalam Kalangi dkk (2015) menunjukkan prevalensi

hipertensi pada remaja sekitar 1-5%. Menurut Riskesdas 2013, prevalensi

nasional hipertensi pada remaja 15-17 tahun di Indonesia yaitu 5,3% dengan

proporsi laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7% (Kemenkes RI, 2013).

Hipertensi pada remaja merupakan suatu masalah karena dapat terus

berlanjut sampai dewasa sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Pada banyak kasus, hipertensi hanya didiagnosis apabila telah

memberat atau didiagnosis ketika mencapai usia dewasa. Pentingnya

diagnosis dini yang akurat masih belum bisa ditekankan sehingga berdampak

pada masalah kesehatan jangka panjang akibat hipertensi yang tidak

tertangani (Ewald dan Haldeman, 2016). Hipertensi pada anak jarang terjadi,

paling sering merupakan hipertensi sekunder akibat gangguan pada ginjal.

Namun, beberapa studi epidemiologi menunjukkan terjadi peningkatan

prevalensi hipertensi pada populasi anak-anak (Flynn, 2017).


3

Peningkatan tekanan darah pada anak dapat menjadi prediktor untuk

hipertensi pada dewasa. Beberapa studi kohort telah menunjukkan hubungan

signifikan antara peningkatan tekanan darah pada anak dan remaja dengan

hipertensi pada dewasa. Penyakit kardiovaskular paling sering terjadi pada

dekade kelima kehidupan, namun bukti patofisiologis dan epidemiologi

mengindikasikan bahwa hipertensi esensial dan tanda penyakit kardiovaskular

dimulai sejak masa anak-anak. Anak dengan tingkat tekanan darah diatas

persentil 90 memiliki risiko 2,4 kali lebih besar untuk mederita hipertensi

pada usia dewasa. Walaupun hipertensi esensial bukan fakor risiko penyakit

kardiovaskular pada anak, gangguan hemodinamik dan kardiovaskular dapat

berkembang pada dekade kedua kehidupan atau bahkan lebih cepat (Flynn,

2017).

Hipertensi diklasifikasikan menjadi hipertensi primer (esensial) dan

hipertensi sekunder. Sekitar 80-95% dari total pasien hipertensi didiagnosis

dengan hipertensi esensial dan 5-20% lainnya merupakan hipertensi sekunder.

Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui adanya

kelainan yang mendasari terjadinya peningkatan tekanan darah dan

merupakan interaksi kompleks antara faktor genetik, lingkungan, dan

kebiasaan sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui

terdapat kelainan yang mendasari terjadinya peningkatan tekanan darah

(Loscalzo, 2010; Falkner 2010). Secara khas, anak yang lebih tua dan remaja

lebih sering menderita hipertensi esensial, sedangkan anak yang lebih kecil

lebih sering menderita hipertensi sekunder (Ewald dan Haldeman, 2016).


4

Faktor risiko hipertensi diklasifikasikan menjadi faktor risiko yang

dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Ewald

dan Haldeman, 2016). Riwayat keluarga menderita hipertensi dan aktivitas

fisik merupakan faktor risiko hipertensi. Remaja yang memiliki riwayat

keluarga menderita hipertensi mempunyai risiko yang lebih besar untuk

menderita hipertensi dibanding remaja tanpa riwayat keluarga hipertensi

(Saing, 2005). Remaja dengan riwayat keluarga hipertensi memiliki risiko

menderita hipertensi 7,67 kali lebih tinggi dibandingkan dengan remaja tanpa

riwayat hipertensi (Fitriana dkk, 2013). Hal ini sebanding dengan penelitian

yang dilakukan oleh Salam (2009) yang menemukan terdapat hubungan

bermakna antara riwayat keluarga menderita hipertensi dengan kejadian

hipertensi pada remaja awal dengan nilai p=0,034.

Aktivitas fisik turut berperan dalam kejadian hipertensi, diperkirakan

akibat kaitan antara aktivitas fisik dengan obesitas (Ewald dan Haldeman,

2016). Hal ini sejalan dengan penelitian Fitriana dkk (2013) yang

menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara ketidakaktifan

melakukan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada remaja dengan

risiko 7,86 kali lebih besar, penelitian oleh Anjaswara (2016) yang

menunjukkan hubungan yang signifikan antara tekanan darah dengan

aktivitas fisik pada remaja akhir, serta penelitian oleh Mukti (2014) yang

menunjukkan hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah

sistol (p=0,007) dan tekanan darah diastol (p=0,001) pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.


5

Prevalensi hipertensi tertinggi pada tahun 2013 adalah pada

Kepulauan Bangka Belitung sebesar 30,9% dan pada tahun 2007 prevalensi

hipertensi tertinggi di Kepulauan Natuna sebanyak 53,3% (Kemenkes RI,

2007; Kemenkes RI, 2013). Prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada

daerah pantai, diperkirakan berhubungan dengan tingginya konsumsi natrium

akibat kecenderungan mengasinkan makanan olahan laut. Konsumsi natrium

tinggi berpengaruh terhadap hipertensi esensial dan meningkatkan risiko

hipertensi sebanyak 2 kali lipat (Sundari, 2013 dalam Anam, 2016).

Prevalensi hipertensi di Sulawesi Tenggara berdasarkan pengukuran

22,5% dan berdasarkan wawancara mencapai 7,8%, lebih rendah dari angka

prevalensi hipertensi secara nasional (Kemenkes RI, 2013). Sebanyak 8%

penduduk Sulawesi Tenggara usia ≥18 tahun yang dilakukan pengukuran

tekanan darah 38,60% diantaranya mengalami hipertensi dengan proporsi

laki-laki 50,32% dan perempuan 34,67%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan

(Dinkes) Provinsi Sulawesi Tenggara, hipertensi menduduki peringkat

pertama dari 10 penyakit tidak menular tertinggi di Sulawesi Tenggara pada

tahun 2016 setelah sebelumnya menempati urutan kedua setelah ISPA pada

tahun 2014. Pada tahun 2016 sebanyak 2,75% dari total penduduk Kota

Kendari dengan usia ≥18 tahun yang dilakukan pengukuran tekanan darah

didapatkan 100% menderita hipertensi dengan proporsi laki-laki 2,57% dan

perempuan 2,92% (Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara, 2017; BPS, 2015).

Hipertensi menempati urutan ke-3 penyakit dengan kejadian terbanyak di

Kota Kendari pada tahun 2016 (BPS, 2017).


6

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai Hubungan Aktivitas Fisik dan Riwayat Keluarga

Menderita Hipertensi dengan Tekanan Darah pada Remaja di Daerah Pesisir

Kota Kendari.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah

pada remaja di daerah pesisir Kota Kendari?

2. Apakah terdapat hubungan antara riwayat keluarga menderita hipertensi

dengan tekanan darah pada remaja di daerah pesisir Kota Kendari?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan riwayat

keluarga menderita hipertensi dengan tekanan darah pada remaja di daerah

pesisir Kota Kendari.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah pada remaja di daerah

pesisir Kota Kendari.

b. Untuk menganalisis hubungan antara riwayat keluarga menderita

hipertensi dengan tekanan darah pada remaja di daerah pesisir Kota

Kendari.

c. Untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan

darah pada remaja di daerah pesisir Kota Kendari


7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

informasi mengenai hubungan aktivitas fisik dan riwayat keluarga

terhadap tekanan darah pada remaja sehingga kedepannya dapat dijadikan

sebagai sumber referensi terkait dengan hubungan aktivitas fisik dan

riwayat keluarga terhadap tekanan darah pada remaja khususnya di

wilayah pesisir Kota Kendari.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan masukan bagi

peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan

tema yang sama.

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi masyarakat

secara umum dan remaja secara khusus dalam meningkatkan upaya

pencegahan hipertensi melalui modifikasi aktivitas fisik yang

dilakukan dalam kehidupan sehari-hari

c. Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dan

masukan bagi institusi terkait dalam menyusun perencanaan program

terkait kesehatan pada remaja khususnya program pencegahan

terhadap kejadian hipertensi pada remaja.

Anda mungkin juga menyukai