PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut dan salah
satu penyebab kecacatan dan kematian tertinggi di beberapa negara dunia. Pada tahun 2013,
terdapat sekitar 25,7 juta kasus stroke, dengan hampir separuh kasus (10,3 juta kasus)
merupakan stroke pertama. Sebanyak 6,5 juta pasien mengalami kematian, dan 11,3 juta
pasien mengalami kecacatan.
DI negara berkembang secra umum angka kecacatan dan kematian stroke cukup
tinggi yakni 81% dan 75,2%. Di Indonesia, stroke merupakan penyebab kematian tertinggi
berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, yakni 15,4%.
Kekurangan vitamin D telah dikaitkan dengan faktor risiko CVD seperti hipertensi
dan diabetes mellitus, dengan penanda aterosklerosis subklinis seperti ketebalan intima-media
dan kalsifikasi koroner serta dengan kejadian kardiovaskular seperti infark miokard dan
stroke serta gagal jantung kongestif. Dapat disarankan bahwa kekurangan vitamin D
berkontribusi pada pengembangan CVD melalui hubungannya dengan faktor risiko, seperti
diabetes, hipertensi, usia, jenis kelamin, dislipidemia, merokok, dan penyakit jantung.
Namun, efek langsung vitamin D pada sistem kardiovaskular juga mungkin terlibat. Reseptor
vitamin D diekspresikan dalam berbagai jaringan, termasuk kardiomiosit, sel otot polos
pembuluh darah dan sel endotel dan vitamin D telah terbukti mempengaruhi inflamasi dan
proliferasi sel dan diferensiasi. 4
Iskemia serebral akan mengaktifkan Vitamin D Receptor (VDR), meningkatkan
translokasi nuklir pada model stroke hewan serta peningkatan VDR pada pasien stroke
manusia . Secara in vitro, vitamin D3 melindungi neuron kortikal tikus dan sel ganglion
retina terhadap neurotoksisitas yang diinduksi glutamat dan neuron kortikal terhadap
neurotoksisitas yang diinduksi sianida. Pretreatment dengan 1,25-dihydroxycholecalciferol
(1,25-OH2D3) juga mengurangi kematian sel pada tikus neuronal mesencephalic yang
terkena spesies oksigen reaktif. Selanjutnya, vitamin D meningkatkan jalur antioksidan
endogen, seperti γ-glutamyl transpeptidase, dan mengurangi sintesis nitrit oksida, yang
menunjukkan mekanisme untuk perlindungan saraf yang diinduksi oleh vitamin. Selain itu,
vitamin D mengatur faktor neurotropik, seperti faktor pertumbuhan saraf, neurotrophin-3,
neurotrophin-4, IGF-I , dan faktor pertumbuhan neurotropik sel glial yang diturunkan. Faktor
pertumbuhan, seperti IGF-I, berkontribusi terhadap perbaikan sistem saraf pusat (SSP)
dengan mempromosikan akson dan dendrit untuk tumbuh kembali setelah stroke, dimana hal
ini merupakan komponen penting dari pemulihan fungsi, dan juga mendukung pertumbuhan
dan kelangsungan hidup sel progenitor saraf dan sel pendukung lainnya, seperti astrosit dan
mikroglia, yang memainkan peran integral pada pemulihan pasca stroke. Demikian pula,
vitamin D3 telah ditunjukkan untuk menekan sitokin inflamasi, seperti TNF-α, IL-6, dan
nitrit oksida dalam sel mikroglia, menghambat klaster diferensiasi 4, major histocompatibility
complex kelas III, dan nitric oxide synthase dalam model eksperimental multiple sclerosis,
dan mengurangi kerusakan otak akibat iskemia. Dengan demikian, vitamin D dapat
meningkatkan kelangsungan hidup sel melalui regulasi gen protrophic dan antiinflamasi.5
Beberapa studi populasi telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara vitamin
D dengan stroke iskemik akut. Beberapa studi menunjukkan hubungan antara kodar vitamin
D yang rendah dengan stroke (Marniemi et al. 2005; Sun et al. 2012; Michos et al. 2012;
Brøndum-Jacobsen et al. 2013; Chaudhuri et al. 2014; Tu et al. 2014; Park et al. 2015), dan
juga hubungannya dengan keluaran dan prognosis pasien stroke (Brøndum-Jacobsen et al.
2013; Daubail et al. 2013, 2014; Wang et al. 2014; Tu et al. 2014; Turetsky et al. 2015; Park
et al. 2015). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
kadar vitamin D dengan stroke iskemik akut (Bolland et al. 2010; Drechsler et al. 2010; Kühn
et al. 2013; Gupta et al. 2014; Majumdar et al. 2015).6
Penelitian di Indonesia yang bertujuan mengetahui hubungan kadar 25-
Hydroxyvitamin D plasma yang rendah dengan keluaran fungsional pada pasien stroke
iskemik akut belum banyak dilakukan. Dengan demikian penulis berniat meneliti hubungan
kadar 25-Hydroxyvitamin D plasma dengan keluaran klinis jangka panjang menggunakan
mRS (Modified Rankin Scale) pada pasien stroke iskemik akut yang nantinya diharapkan
dapat dimanfaatkan sebagai dasar penelitian lanjutan dalam menilai tingkat kesintasan hidup
pasien stroke iskemik akut dan hubungannya dengan berbagai marker prognostik stroke
iskemik akut lainnya serta menjadi pedoman bagi klinisi dalam memilih tatalaksana yang
terbaik bagi pasein stroke iskemik akut.