Anda di halaman 1dari 5

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 sandapan
menjadi Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) dan infark miokard akut
non ST-elevasi (NSTEMI). Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) adalah
oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas
meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi
segmen ST pada EKG. STEMI anteroseptal merupakan elevasi segmen ST
dan/atau gelombang Q di V1-V3. Sedangkan, infark miokard akut non ST-
elevasi (NSTEMI) adalah oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen
ST pada EKG (Sudoyo, 2010).
ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan suatu kondisi yang
mengakibatkan kematian sel miosit jantung karena iskhemia yang
berkepanjangan akibat oklusi koroner akut (Black & Hawk, 2005). STEMI
terjadi akibat stenosis total pembuluh darah koroner sehingga menyebabkan
nekrosis sel jantung yang bersifat irreversible (Brown & Edwars, 2005).

B. Etiologi
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah
terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagaian besar
kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebalum terjadinya
STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional dan
penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor risiko ini
dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor risiko yang tidak dapat
dirunah dan faktor risiko yang dapat dirubah (Fauci, et al., 2008).
1. Faktor yang tidak dapat dirubah
a. Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progesif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinik samapai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ
pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia
antara 40 dan 60 tahun, insieden infark miokard pada pria meningkat
lima kali lipat (Fauci, et al., 2008).
b. Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali
jika terdapat diabetes, hiperlipidemia dan hipertensi berat. Setelah
menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan
atherosclerosis meningkat bahkan lebh besar jika dibandingkan
dengan pria (Fauci, et al., 2008).
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50
tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA (Fauci, et al.,
2008).
2. Faktor risiko yang dapat dirubah
a. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau
trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol
di atas 180 mg/dl akan meningkatkan risiko penyakit arteri
koronaria, dan peningkatan risiko ini akan lenih cepat terjadi bila
kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolesterol LDL
dihubungkan dengan meningkatnya risiko penyakit arteri koronaria,
sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit ini (Kumar, et al., 2007).
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan
darah systole maupun diastole memiliki eran penting. Hipertensi
dapat meingkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60 %
dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan,
sekitar 50 % pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau
gagal jantung kongestif dan sepertiga lainnya dapat meninggal
karena stroke (Kumar, et al., 2007).
c. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi
rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan
keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam
jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar
200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara substansial
(Kumar, et al., 2007).
d. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosi. Insieden infark miokard
dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes
daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada
seseorang yang menderita diabetes mellitus (Kumar, et al., 2007).
e. Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung
koroner (Kumar, et al., 2007).
f. Stress psikologik, stress menyebabkan peningkatan ketokolamin
yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan
(Kumar, et al., 2007).

C. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun
2012 penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian daripada
penyakit lainnya. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu penyakit
kardiovaskuler terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-
negara industri (Antman dan Braunwald, 2010). Infark miokard akut memiliki
angka kematian 2.470.000 (9,4%) di negara berkembang. Menurut Riset
Kesehatan Dasar pada tahun 2013 prevenlensi penyakit jantung koroner di
Indonesia 0,5% yang telah terdiagnosis oleh dokter sedangkan 15% masih
mengalami gejala dari keseluruhan kasus penyakit tidak menular (Budiman,
Sihombing, & Pradina, 2015). Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari
25% hingga 40% berdasarkan presentasi infark miokard (Depkes RI, 2013).
Berdasarkan data kesehatan provinsi Jawa Tengah terdapat kasus penyakit
jantung sebanyak 42,854 (4,54%) peringkat keempat dari keseluruhan kasus
penyakit tidak menular. Sedangkan peringkat kedua sebesar 16,42%
mengalami DM (Dinkes, 2016).
D. Patomekanisme
Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel endotel yang
bersentuhan langsung dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel
yang semula licin menjadi kasar, sehingga zat-zat didalam darah menempel
dan masuk kelapisan dinding arteri. Penumpukan plaque yang semakin
banyak akan membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal
dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa lama jaringan penghubung
yang menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang
mengurangi elastisitas arteri. Semakin lama semakin banyak plaque yang
terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil. STEMI umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada
plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu (Zafari, 2013).
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plaque aterosklerosis
mengalami fisura, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis sehingga mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada
STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus,
yangdipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap
terapi trombolitik (Zafari, 2013).
Pada lokasi ruptur plaque, berbagai agonis (kolagen, ADP epinefrin
dan serotonin) memicu aktivasi trombosit, selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Aktifitas
trombosit juga akan memicu terjadinya agregasi platelet dan mengaktifasi
faktor VII dan X sehingga menkonversi protombin menjadi thrombin dan
fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi
akan menyebabkan oklusi oleh trombus sehinga menyebabkan aliran darah
berhenti secara mendadak dan mengakibatkan STEMI (Zafari, 2013).

Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Zafari AM. 2013. Myocardial Infarction. Medscape. United States

Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrison’s


Principles of Internal Medicine 17 th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas) Tahun 2013: Laporan Nasional. Badan Litbangkes Depkes. Jakarta.

Dinkes Jawa Tengah. 2016. Profil Kesehatan Penyakit Tidak Menular Jawa
Tengah.

Anda mungkin juga menyukai