Anda di halaman 1dari 7

Studi Literatur

POLEMIK KEBIJAKAN INTEGRASI JKMA


JAMINAN KESEHATAN DAERAH Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas
diterbitkan oleh:
KE SISTIM JAMINAN KESEHATAN Program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas
NASIONAL p-ISSN 1978-3833
8(2)93-99
Diterima November 2013 @2014 JKMA
Disetujui Desember 2013 http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/
Dipublikasikan 1 April 2014

Puti Aulia1
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas
1

Abstrak
Universal Health Coverage (UHC) merupakan sistem kesehatan yang memastikan setiap warga di dalam
populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu seperti yang dijamin un­
dang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS). Jauh sebelum sistem jaminan sosial nasional tersebut rampung, pemerintah daerah sudah
lebih dulu menerapkan sistem jaminan bidang kesehatan bagi masyarakat daerah yang dikenal dengan Ja­
minan kesehatan daerah (Jamkesda). Menghadapi tantangan menuju UHC, maka pemerintah menyusun
strategi dengan pengintegrasian Jamkesda kedalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dikelola
secara terpusat oleh BPJS, namun kebijakan tersebut tidak didukung oleh kondisi yang ada didaerah,
pemerintah pusat dihadapkan pada variasi sistem Jamkesda yang meliputi sistem pengelolaan, paket man­
faat yang diterima peserta jamkesda, dan sasaran penerima bantuan iuran (PBI). Variasi sistem tersebut
dipengaruhi oleh faktor kemampuan fiskal daerah, komitmen pimpinan daerah serta penyesuaian regulasi
antara daerah dengan pusat. Polemik yang timbul akibat kebijakan sistem integrasi yang dicanangkan pe­
merintah pusat tersebut akan dapat dicegah dengan pengelolaan sistem yang baik dan tepat sasaran yakni
sitem terpusat yang dinamis, dimana pemerintah pusat tetap memberikan ruang kepada daerah untuk
menentukan arah kebijakan mereka sesuai kondisi masing-masing daerah tersebut.
Kata Kunci: Polemik,Integrasi, Jamkesda, JKN, Universal Health Coverage

POLEMIC OF REGIONAL HEALTH INSURANCE POLICY INTEGRATION INTO


THE NATIONAL HEALTH INSURANCE SYSTEM
Abstract
Universal Health Coverage (UHC) is a health system that ensures every citizen in the population have
equal access to quality health that implement national social security policy through legislation of the
National Social Security System (SJSN) an implementing by Social Security Agency (BPJS). Long before
the national social security system is completed, the local government had already implementing health
insurance system for local people, known as regional health insurance (Jamkesda). Facing the challenge to
the UHC, the government strategize with Jamkesda integration into the National Health Insurance (JKN)
which will be managed centrally by BPJS, but the policy is not supported by the existing conditions of the
areas, the central government faced variation Jamkesda system covering management systems, package of
benefits received jamkesda participants, and target beneficiaries dues (PBI). The system variations influ­
enced by local fiscal capacity, the commitment of regional leaders as well as the adjustment between the
regional and national regulations. Polemic arising from system integration policies launched by the central
government would be prevented with good management systems and targeted the centralized dynamic
system, in which the central government continues to provide space to the area to determine the direction
of their policies according to the condition of each of the area
Keywords: Polemic, Integration, Jamkesda, JKN, Universal Health Coverage

Korespondensi Penulis:
Kampung tanjung Jl. bandes no. 8. RT 003/RW 007 Kel. Ampang Kec. Kuranji Kota Padang (25171)
Email : putiauliaskm@gmail.com

93
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas | April 2014 - September 2014 | Vol. 8, No. 2, Hal. 93-99

Pendahuluan sosial di daerah untuk mewujudkan cakupan


Negara-negara di dunia melalui badan UHC agar semua pendudukterlindungi, hen­
kesehatan internasional WHO telah sepa­ daknya disadari sebagai pelaksanaan kewajiban
kat untuk mencapai Universal Health Cover­ oleh semua konstitusional.Berdasarkan dasar
age (UHC) di tahun 2014. UHC merupakan hukum tersebut di atas makapemerintahan
sistem kesehatan yang memastikan setiap war­ daerah banyak yangtelah mengambil tindakan
ga di dalam populasi memiliki akses yang adil untuk mengembangkan sistem pembiayaan
ter­hadap pelayanan kesehatan promotif, pre­ kesehatan di daerah berupa Jaminan Keseha­
ventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bermutu tan Daerah (Jamkesda). Sampai dengan tahun
de­ngan biaya yang terjangkau yang mencakup 2010.
dua elemen inti didalamnya yakni akses pe­ Kementerian Kesehatan mencatat ada
layanan kesehatan yang adil dan bermutu bagi 352 kabupaten/kota dari 33 provinsi yang
setiap warga, dan perlindungan risiko finansial te­
lah mengembangkan Jamkesda. Persentase
ketika warga menggunakan pelayanan kese­ penduduk yang dijamin melalui berbagai
hatan dimana negara Indonesia pada saat ini program perlindungan kesehatan, sampai
sedang berada dalam masa transisi menuju ca­ Desember 2012 mencapai 59% dari jumlah
kupan pelayanan kesehatan semesta tersebut.(1) penduduk di Indonesia (Kemenkes RI, 2011).
Undang-Undang Nomor No.40 Tahun Dengan demikian, masih ada 41% penduduk
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasio­ Indonesia yang belum memiliki jaminan ke­
nal ( UU SJSN) di Indonesia telah menjawab sehatan. Kajian yang dilakukan Gani dkk.
prinsip dasar UHC dengan mewajibkan setiap (2008) me­ nemukan bahwa terdapat variasi
penduduk memiliki akses terhadap pelayanan model Jamkesda yang dikembangkan di kabu­
kesehatan yang menyeluruh atau komprehen­ paten/kota dan provinsi. Variasi yang terjadi
sif. Pengembangan arah sistem pembiayaan meliputi berbagai aspek seperti badan penge­
kesehatan seperti yang termaktub dalam UUS­ lola, paket manfaat, manajemen kepesertaan,
JSN, bukan hanya meliputi peran pemerintah pembiayaan, iuran, dan pooling of resource.
pusat tetapi juga menuntut peran pemerintah Dari segi manajemen pengelolaan, di akhir
daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Hal ini tahun 2011 pemerintah telah mengesahkan
dapat dilihat dalam pasal 22 Undang-undang Undang-undang No. 24 tahun 2011 tentang
No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU
Daerah yang menyebutkan bahwa pemerintah BPJS)untuk melaksanakan amanah konstitu­
daerah berkewajiban mengembangkan sistem si UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Ja­
jaminan sosial yang didalamnya termasuk minan Sosial Nasional (SJSN) dimana pada
sistem jaminan kesehatan.(1, 2) pasal 1 ayat (1) UU BPJS menyatakan bahwa
Peran pemerintah daerah untuk menye­ BPJS adalah badan hukum yang dibentuk
lenggarakan sistemjaminan sosial semakin untuk menyelenggarakan program jaminan
menguat dengan dikabulkannya tinjauan un­ sosial dan pada pasal 2 menyebutkan bahwa
dang-undang (judicial review) atas UU No. 24 BPJS bertugas menyelenggarakan Sistem Jami­
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial nan Sosial Nasional (SJSN) berdasarkan asas
Nasional (SJSN) oleh Mahkamah Konstitu­ kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial
si Republik Indonesia. Berdasarkan putusan bagi semua rakyat Indonesia yang merupakan
Mahkamah Konstitusi RI dan untuk menin­ cerminan dari aplikasi sila kelima dari dasar
dak lanjuti amanat tersebut maka ditetapkan­ negara Indonesia yakni Pancasila. Dalam hal
lah kewajiban daerah dan prioritas belanjanya ini sangat jelas bahwa semua bentuk penye­
untuk mengembangkan sistem jaminan sosial lenggaraan SJSN diselenggarakan secara nasio­
berdasarkan Pasal 22 huruf h dan Pasal 167 nal oleh BPJS, termasuk jaminan kesehatan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ten­ didalamnya. Hal ini juga diperkuat oleh Pasal
tang Pemerintahan Daerah.(2) 6 UU BPJS yang menyatakan bahwa BPJS Ke­
Upaya mengembangkan sistem jaminan sehatan menyelenggarakan program jaminan

94
Aulia | Polemik Kebijakan Integrasi Jamkesda ke Sistem JKN

kesehatan.(2-4) beberapa fasilitas kesehatan atau rumah sakit


Menghadapi tantangan tersebut maka terutama RSUD sulit untuk menagih piutang
pemerintah menyusun strategi menuju pen­ Jamkesda. Dalam jangka panjang, apabila
capaian UHC, temasuk didalamnya integrasi kondisi ini tidak diatasi maka akan berdampak
Jamkesda kedalam Jaminan Kesehatan Nasio­ pada terganggunya pendanaan (cash flow) ru­
nal (JKN) yang dimulai pada 1 Januari 2014 mah sakit. Beragamnya model pengelolaan
lalu. Namun dalam tujuan pengintegrasian Jamkesda tentu akan berdampak pada sulit­
Jamkesda tersebut, variasi Jamkesda yang ada nya penyeragaman besaran iuran dan sasaran
di level Provinsi menjadi kendala yang harus penerima bantuan iuran Jamkesda kedalam
dihadapi pemerintah. Sedangkan Kabupaten mekanisme JKN. Pemerintah pusat memain­
dan Kota, dihadapkan pada berbagai faktor an­ kan peranan penting dalam menentukan ber­
tara lain kemampuan fiskal daerah, komitmen bagai alternatif kebijakan terbaik untuk pelak­
pimpinan daerah serta penyesuaian regulasi sanaan JKN.(2,5)
antara daerah dengan pusat. Hal ini menun­ Dihadapkan pada berbagai permasala­
tut perhatian pemerintah pusat untuk dapat han tersebut diatas, maka untuk tercapainya
menyusun arah kebijakan yang paling baik dan integrasi Jamkesda ke JKN, diperlukan suatu
tepat dengan prinsip best practices berdasarkan formulasi kebijakan yang mampu menginte­
pelaksanaan Jamkesda sehingga pelaksanaan grasikan penyelenggaraan Jamkesda kabupa­
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan se­ ten/kota dan provinsi dalam skema integrasi
suai dengan apa yang benar-benar dibutuhkan JKN, baik dari sisi manajemen pengelolaan,
oleh masyarakat.(2) paket manfaat maupun besaran iuran. Khu­
Pengelolaan sistem pengintegrasian yang susnya dari sisi manajemen pengelolaan, paket
tepat akan mencegah terjadinya tumpang tin­ manfaat maupun penerima bantuan iuran,
dih (overlapping) tugas, wewenang dan tang­ yang menyeimbangkan peran pusat dan dae­
gung jawab pada pemerintah pusat, pemerin­ rah dalam kerangka desentralisasi.
tah daerah maupun BPJS.
Disamping faktor manajemen pengelo­ Pembahasan
laan, faktor lain yang perlu diperhatikan da­ Di Indonesia pemahaman dan kemam­
lam tujuan pengintegrasian sistem Jamkesda ke puan daerah dalam pengelolaan Jamkesda ma­
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sih berbeda satu dengan yang lain, khususnya
adalah faktor paket manfaat yang dibe­rikan dalam rangka mencapai Universal Health Cover­
kepada peserta. Paket manfaat Jamkesda saat age, terbukti dengan hanya terdapat 4 provinsi
ini masih sangat bervariasi, tergantung pada yang sudah mencapai Universal Health Coverage
APBD dan komitmen pemerintah dae­ rah (UHC). Jumlah provinsi yang hanya menja­
terhadap masalah kesehatan yang ada. Paket min peserta penduduk miskin non Jamkesmas
manfaat ini menjadi faktor penting mengi­ngat mencapai 27 provinsi (81,81%), serta 2 provin­
pada saat pelaksanaan integrasi, jaminan kese­ si (6,06%) yang menggunakan SKTM.(6)
hatan tersebut mencakup semua yang indi­kasi Berdasarkan hasil penelitian Supriyan­
medis.(2) toro, tergambar beberapa hal yang harus diper­
Faktor isu lainnya adalah mengenai sasa­ timbangkan dalam penyusunan kebijakan in­
ran penerima bantuan iuran (PBI). Program tegrasi sebagai berikut: Pertama, keberadaan
Jamkesda diselenggarakan bagi masyarakat regulasi di tingkat provinsi akan menentukan
mis­kin dan masyarakat tidak mampu yang be­ sejauh mana proses integrasi Jamkesda dapat
lum menjadi peserta Jamkesmas. Besaran ban­ berjalan dengan baik. Kedua, komitmen poli­
tuan iuran, antara daerah satu dengan yang tik pemimpin daerah pada umumnya sudah
lain menjadi sangat bervariasi. Beberapa pe­ visioner dalam hal penyiapan jaminan kese­
merintah daerah yang terkait dengan janji poli­ hatan. Ketiga, persoalan kesiapan lapangan
tik, telah membuat kebijakan yang melampaui juga menjadi kunci yang harus disiapkan sela­
kemampuan fiskal di daerahnya. Akibatnya, ma proses integrasi Jamkesda ke dalam JKN,

95
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas | April 2014 - September 2014 | Vol. 8, No. 2, Hal. 93-99

antara lain : keterbatasan akses, ketersediaan da pada kategori rendah akan mengalokasikan
fasiltas pelayanan kesehatan maupun orga­ anggaran kesehatan lebih rendah dari daerah
nisasi BPJS di daerah yg tersebar merata dan yang masuk kategori kapasitas fiskal diatas­
kualitas standar, serta tingkat pengetahuan/ nya. Hal ini terbukti dengan Provinsi Aceh
kesadaran masyarakat. Keempat, kemampuan yang masuk kategori kapasitas fiskal rendah
daerah untuk menyesuaikan kebijakan Jam­ menetap­kan anggaran untuk kesehatan yang
kesda yang disusun dengan indikator kinerja lebih tinggi (10%) dibandingkan Provinsi Riau
RPJMD menjadi penting dalam proses integra­ yang berada pada kategori kapasitas fiskal ting­
si, karena rencana proses integrasi Jamkesda gi tetapi memilih anggaran kesehatan sebesar
harus mempertimbangkan penyesuaian ter­ 6%.(7,9)
hadap capaian RPJMD masing-masing daerah. Provinsi yang tergolong DTPK meng­
Kelima, faktor ekonomi dan keuangan, khu­ hadapi berbagai masalah yang hampir sama,
susnya kesiapan anggaran daerah sangat me­ seperti kesulitan mengakses pelayanan keseha­
nentukan kesiapan daerah dalam berintegrasi. tan dasar dan rujukan yang dikarenakan ham­
Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang ha­ batan geografis; ketiadaan, ketidak cukupan,
rus dipertimbangkan oleh pemerintah dalam ketidak merataan dan lemahnya kapasitas
merumuskan kebijakan integrasi Jamkesda ke SDM kesehatan yang dibutuhkan untuk dapat
JKN seperti kapasitas fiskal daerah, APBD, membe­rikan pelayanan yang optimal, baik di
dan pelaksanaan jaminan kesehatan nasio­nal fasilitas pelayanan kesehatan dasar maupun
di daerah terpencil, perbatasan, kepulauan di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan; serta
(DTPK) yang mana ketiga faktor tersebut akan sarana dan prasarana kesehatan yang kurang
mempengaruhi dari segi pengelolaan, dari segi memadai.
manfaat yang dapat diberikan, dan dari segi Provinsi yang mengalami hal demikian
kapasitas penerima bantuan iuran (PBI).(2,7) ditambah dengan kapasitas fiskal yang rendah
Berdasarkan Peraturan Menteri akan mengalami kesulitan dalam menangani
Keuangan (PMK) Nomor 226/PMK.07/2012 permasalahan tersebut. Sebagai contoh, pem­
didapatkan gambaran kemampuan atau kapa­ berian manfaat bagi peserta Jamkesda kabupa­
sitas fiskal daerah per provinsi di Indonesia ten­/kota di Nusa Tenggara Timur dan Maluku
yang terkelompok kedalam kategori yaitu 3 menjadi terhambat karena keterbatasan angga­
pro­­
vinsi (9,09%) tergolong sangat tinggi, 5 ran pemerintah kabupaten/kota. Bahkan, ma­
provinsi (15,15%) masuk kriteria tinggi, 7 sih adanya sebagian daerah di Provinsi Maluku
propinsi (21,21%) tergolong sedang dan 18 tidak menyelenggarakan jaminan kesehatan
provinsi (54,55%) masuk kriteria kapasitas daerah.(5,6)
fiskal rendah, dimana kategori ini menempati Berdasarkan amanat Undang Undang
porsi terbesar. Jika ditinjau dari tingkat kapa­ BPJS No. 24 tahun 2011, jaminan kesehatan
sitas fiskal kabupaten/kota, kategori kapasitas nasional diselenggarakan secara terpusat oleh
fiskal rendah juga mendo­minasi sebagian be­ BPJS. Akan tetapi, hasil penelitian Supri­
sar kabupaten/kota di Indo­nesia yakni men­ yantoro tahun 2014 menemukan perbedaan
capai 289 kabupaten/kota (58,98%). Indeks sistim pengelolaan atau penyelenggara jami­
kapasitas fiskal daerah akan dikaitkan dengan nan kesehatan di daerah seperti; 64,6% Jam­
kemampuan daerah dalam menyusun angga­ kesda diselenggarakan oleh pemerintah dae­
ran kesehatan, apakah kebijakanJamkesda di rah, 38% oleh PT Askes dan 1,7% gabungan
tingkat Propinsi sudah sesuai dengan kondisi pemerintah dan PT. Askes atau pihak ketiga.
kapasitas fiskal daerah nya atau tidak.(2,8) Daerah yang telah bekerja sama dengan PT.
Perbandingan antara anggaran kese­ Askes dinilai akan lebih mudah untuk melaku­
hatan dari APBD 2013 terhadap anggaran kan integrasi ke sistim JKN dengan syarat ke­
total provinsi secara nasional sudah mencapai mampuan fiskal daerahnya memadai, karena
9,56%. Jika dihubungkan dengan kapasitas apabila tidak langsung berintegrasi, maka dae­
fiskal daerah, tidak otomatis daerah yang bera­ rah tersebut harus membuat badan pengelola

96
Aulia | Polemik Kebijakan Integrasi Jamkesda ke Sistem JKN

Jamkesda baru.(5) yang memiliki kapasitas fiskal yang rendah (se­


Permasalahan cost sharing antara dang dan rendah).(2)
provinsi dan kabupaen/kota, terdapat 14 Besaran iuran nasional yang lebih besar
provinsi (42,42%) yang sepenuhnya ditang­ dari Jamkesda juga perlu ditinjau kembali kese­
gung kabupaten/kota, 6 provinsi (18,18%) suaiannya dengan paket manfaat BPJS yang di­
yang lebih banyak ditanggung oleh provinsi, peroleh di daerah, karena pada kenyataannya
8 provinsi (12,12%) lebih banyak ditanggung fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di
oleh kabupaten/kota dan hanya 1 provinsi daerah belum tentu sanggup memenuhi stan­
(3,03%) yang keseluruhannya ditanggung oleh dar pelayanan yang setara antar satu wilayah
provinsi, sisanya 4 provinsi (12, 12%) memba­ dengan wilayah lainnya. Hal ini menjadi
gi porsi jumlah cost sharing secara berimbang dilematis karena besaran iuran yang dibayar­
antara provinsi dan kabupaten/kota. Dengan kan sama antar wilayah sementara terdapat
demikian, akan terdapat potensi perbedaan kesenjangan antar wilayah dalam hal layanan
kepentingan antara provinsi dan kabupaten/ yang diperoleh masyarakat.
kota pada saat pengintegrasian Jamkesda. Hal Sebagian besar provinsi (27 provinsi atau
ini memiliki beban politis yang harus segera 81,81%) yang ada di Indonesia pada dasarnya
diatasi dan dipersiapkan mekanismenya agar hanya menjamin peserta jaminan kesehatan
mampu mengatasi perbedaan kepentingan daerah yang berasal dari kelompok penduduk
tersebut.(2,4) miskin yang selama ini tidak ditanggung Jam­
Sebanyak 15 provinsi (45,45%) me­ kesmas dan terdapat 2 provinsi (6,06%) yang
ngatur sendiri manfaat yang akan diberikan menggunakan SKTM. Fakta tersebut meng­
melalui peraturan daerah dan sebanyak 18 gambarkan bahwa masih terdapat perbedaan
provinsi (54, 54%) mengacu pada paket man­ pemahaman dan kemampuan daerah dalam
faat yang diberikan oleh Jaminan Kesehatan pengelolaan Jamkesda. Hal ini merupakan tan­
Nasional. Terdapat dua hal penyebab masih tangan bagi provinsi untuk dapat mengubah
adanya provinsi yang mengatur sendiri paket pola pikirnya (mindset) pada saat berintegrasi
manfaat yang diberikan, pertama; kemampuan kedalam JKN dimana pemerintah provinsi
menjamin berada dibawah kemampuan pusat, harus memahami bahwa jaminan pembiayaan
kedua; provinsi merasa lebih mampu dan lebih kesehatan pada dasarnya merupakan salah
baik dari pemerintah pusat dalam memberikan satu upaya pencapaian universal health coverage
paket manfaat jaminan kesehatan yang diberi­ di Indonesia.(6,10)
kan. Terdapat 37,5% kabupaten/kota mem­ Data dari P2JK (Pusat Pembiayaan
berikan paket manfaat yang berbeda dengan dan Jaminan Kesehatan) Kemenkes RI, seti­
JKN, dan 7 kabupaten/kota (2,9%) membe­ daknya terdapat 2.558.490 peserta Jamkes­
rikan paket manfaat yang lebih dari dari yang mas/PBIyang setelah dilakukan verifikasi di
diberikan JKN, dimana ketujuh kabupaten/ daerah, ternyata tidak tepat sasaran, dimana
kota tersebut berasal dari Provinsi Riau yang cakupan kepesertaan PBI Jamkesda mencapai
memiliki kapasitas fiskal tinggi sampai sangat 46.632.278 jiwa atau sekitar 19,59% dari to­
tinggi. Paket manfaat tersebut, adalah berupa tal penduduk Indonesia. Jumlah kepesertaan
penginapan, makan dan minum serta trans­ Jamkesda yang besar tersebut menuntut pe­
portasi.(2,5) merintah untuk mengintegrasikan kepeserta­
Hal tersebut didukung oleh hasil pe­ an tersebut kedalam JKN. Namun, dari hasil
nelitian Supriyanto yang menyebutkan bah­ penelitian Supriyanto ada peserta jamkesda
wa kabupaten/kota yang memiliki kapasitas yang diluar kriteria miskin dan tidak mampu
fiskal tinggi (tinggi dan sangat tinggi) memiliki dijamin oleh pemerintah daerah untuk bero­
kecenderungan sebesar 1,92 kali lebih besar bat ke kelas III, karena ada kebijakan bebera­
untuk memberikan manfaat Jamkesda yang se­ pa Pemerintah Daerah yang menjamin semua
suai atau bahkan melebihi manfaat Jamkesmas penduduknya tanpa terkecuali, khususnya di
bila dibandingkan dengan kabupaten/kota propinsi yang memberlakukan kebijakan terse­

97
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas | April 2014 - September 2014 | Vol. 8, No. 2, Hal. 93-99

but dalam rangka mencapai Universal Health Ucapan Terima Kasih


Coverage (UHC). Hal tersebut berbeda dengan Penulis mengucapkan terima kasih kepa­
pengertian UHC dalam UU SJSN yang ber­ da dosen pengampu mata kuliah Penulisan Il­
laku, UHC diterjemahkan dalam pengertian miah yang telah memberikan kesempatan dan
semua penduduk sudah memperoleh jami­ tantangan kepada penulis dalam menulis studi
nan kesehatan melalui sistem asuransi dengan literatur ini, kemudian terima kasih kepada
membayar iuran,dan khusus yang termasuk Bapak DR. dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS yang
dalam kriteria miskin/tidak mampu, iuran­nya telah menginspirasi penulis dalam menulis stu­
dibayarkan oleh Pemerintah.(1,2,7,8) di literatur ini melalui jurnal hasil penelitian
program doctoral yang dipublikasikan dan
Kesimpulan dikemas dengan apik dan mudah dimengerti.
Terdapat perbedaan pemahaman dan Seterusnya, penulis mengucapkan terimakasih
kemampuan daerah dalam pengelolaan kepada rekan-rekan mahasiswa dan semua pi­
sistem jaminan kesehatan daerah, khusus­ hak yang telah membantu dalam penulisan
nya dalam rangka mencapai Universal Health studi litertur ini.
Coverage (UHC). Dengan demikian terdapat
potensi perbedaan kepentingan antara pe­ Daftar Pustaka
merintah propinsi dan kabupaten/kota pada 1. Kemenkes RI. Rencana strategis Ke­­men­
saat pengintegrasian Jamkesda ke JKN. Hal terian Kesehatan 2010-2014. Jakarta: 2010.
ini memiliki beban politis yang harus diatasi 2. Supriyantoro. Formulasi Kebijakan Inte­
segera dan mempersiapkan mekanisme terbaik grasi Jaminan Kesehatan Daerah ke Sistem
agar nantinya mampu mengatasi perbedaan Jaminan Kesehatan Nasional Menuju Uni­
kepentingan tersebut. versal Health Coverage. UGM: 2014.
Paket manfaat yang akan diberikan pas­ 3. Tahun 2004, (Undang-undang tentang
ka integrasi harus mampu mnampung karak­ Sistem Jaminan Sosial Nasional Nomor
teristik tiap daerah sehingga perbedaan man­ 40).
faat dapat diminimalisir. Paket standar yang 4. Gani A, Dkk. Laporan Kajian Sistem Pem­
dijamin dalam program JKN, belum membe­ biayaan Kesehatan di Beberapa Kabupaten
rikan cukup space bagi daerah yang mampu dan Kota, Pusat Kajian Ekonomi Keseha­
(kapasitas fiskal tinggi / sangat tinggi ) untuk tan dan Analisis Kebijakan. Fakultas Ke­
memberikan manfaat lebih atau tambahan. sehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Bagi daerah yang tidak mampu dengan ke­ 2008.
mampuan fiskal rendah/sedang, besaran PBI 5. Chitra R, & Ermy, Ardhyanti,. Inisiatif
untuk JKN menjadi beban karena pada umum­ Daerah Dalam Mengembangkan Program
nya melebihi iuran yang dijamin di Jamkesda. Jaminan Kesehatan: Pola dan Pembelaja­
Hal ini menyulitkan daerah pada saat integrasi ran
ke JKN. Kesiapan daerah juga menjadi catatan 6. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
tersendiri menginngat fasilitas kesehatan di Kemkes RI. Data dan Laporan Direktorat
daerah belum memenuhi tuntutan standar Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemkes
dari pemerintah pusat. RI, . Jakarta: berbagai tahun.
Secara praktis, dalam melaksanakan 7. Murti B. Strategi untuk Mencapai Ca­
integrasi Jaminan Kesehatan Daerah ke Jami­ kupan Universal Pelayanan Kesehatan di
nan Kesehatan Nasional, tindakan pemerin­ Indonesia, disampaikan pada Temu Ilmi­
tah bukan sebatas mensentralisasikan seluruh ah Reuni Akbar FKUNS, di Surakarta, 27
sistem yang ada kedalam sistem yang lebih November. 2010.
besar, tetapi juga harus seimbang dalam men­ 8. Mukti AG. Reformasi Sistem Pembiayaan
jaga kesinambungan semangat desentralisasi Kesehatan di Indonesia dan Prospek ke
dan kepentingan masyarakat di daerah dalam Depan. Yogyakarta: PT. Karya Husada
payung Jaminan Kesehatan Nasional. Mukti; 2007.

98
Aulia | Polemik Kebijakan Integrasi Jamkesda ke Sistem JKN

9. Dwicaksono A, Ari Nurman, & Panji


Yudha Prasetya,. Jamkesmas and District
Health Care Insurance Scheme. Bandung:
Perkumpulan Inisiatif. 2012.
10. BPS. Sensus Penduduk 2010. 2011.

99

Anda mungkin juga menyukai