Anda di halaman 1dari 8

Definisi

Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari

arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.

Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata

Pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.

Epidemiologi

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering.

Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering.

Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di

daerah ekuator, yaitu 13,1%.

Faktor Resiko

Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet

sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara

dan faktor herediter.

1.Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya

pterygium adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva

menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah,

penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.

2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan berdasarkan

penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan

diturunkan autosom dominan.

3. Faktor lain

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan

pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini

merupakan teori baru patogenesis dari

pterygium. Wong juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factordan penggunaan

pharmacotherapy antiangiogenesis

sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu,

dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari

pterygium

Patogenesis

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada orang

yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima tentang

hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap

matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor

iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan

kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.

Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell.

Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan

menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya

terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial


fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan

vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat

pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai

dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.

Limbal stem cell

adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi

pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal

adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan

membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada

pterygium

dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari

defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi

kerusakan limbal stem cell

di daerah interpalpebra. Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium

menunjukkan perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media

mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva

normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun

menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix

metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak,

penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung

terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.

Gambaran Klinis Dan Pembagian Pterygium

Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa unilateral

atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang terletak di nasal dan
temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang

ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan pterygium

dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan,

menyebabkan penglihatan kabur.

Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang

meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat

juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea

anterior dari kepala

Pterygium (stoker's line).

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

body, apex (head) dan cap. Bagian segitiga yang meninggi pada

pterygium dengan dasarnya kearah kantus disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut

apex dan ke belakang disebut cap. A subepithelial cap

atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir

pterygium

Pembagian pterygium

berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu :

- Progresif pterygium: tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala pterygium

(disebut cap pterygium).

- Regresif pterygium: tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk membran

tetapi tidak pernah hilang.

Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi ketika

pterygium mencapai daerah pupil atau menyeba


bkan astigatisme karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia

sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.

Pembagian lain pterygium yaitu :

1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea.

Stoker's line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan epala

pterygium. Lesi sering asimptomatis meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien

dengan pemakaian lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.

2. Type II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi,

berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.

3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas

terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke

fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata.

Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :

1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.

2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati

kornea.

3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam

keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)

4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Diagnosa Banding

Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu pinguekula

dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa kekuningan berbatasan dengan


limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra dan kadang-kadang mengalami

inflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan

meningkatnya umur. Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka

kejadian sama pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko

penyebab pinguekula.

Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya membentuk sudut miring

seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal degeneration.

Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut fibrovaskular yang

timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan pterygium, pseudopterygium

adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia,

konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi

pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook

dapat dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini

tidak dapat dilakukan

pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara

head, cap dan body, serta pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra

yang berbeda dengan pterygium sejati

Penatalaksanaan

Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium

ringan sering ditangani dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti

lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala

terutama pada derajat 1 dan derajat 2.


Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata

pelindung ultraviolet.

Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi adanya

ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm dan pertumbuhan

yang progresif ke tengah kornea atau aksis vi

sual, adanya gangguan pergerakan bola mata.

Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambar an permukaan mata yang licin. Suatu

tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan menggunakan pisau yang

datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah pada

limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan

sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.

Beberapa teknik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu :

1.Bare sclera

2.Simple closure

3.Sliding flaps

4.Rotational flap

5.Conjunctival graft

6.Amnion membrane transplantation

7. Lamellar keratoplasty

Komplikasi

Komplikasi pterygium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada konjungtiva dan kornea,

pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, skar pada otot
rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia. Komplikasi yang jarang adalah malignan

degenerasi pada jaringan epitel di atas pterygium

yang ada.

Prognosa

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada hari

pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi dapat

beraktivitas kembali.

Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk

mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau

antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan rekuren pterygium

dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi

membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi.

Anda mungkin juga menyukai