Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH TERAPI RELAKSASI TERHADAP KONTROL GLIKEMIK

PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI PURWOKERTO

EFFECT OF RELAXATION THERAPY glycemic control


in patients DIABETES MELLITUS IN PURWOKERTO

Wahyu Ekowati , Asep Iskandar, Made Sumarwati


Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT

Introduction : Diabetes mellitus is a condition that occurs when the body can't use
glucose normally. Glucose is the main source of energy for the body's cells. The levels
of glucose in the blood are controlled by a hormone called insulin, which is made by
the pancreas. Insulin helps glucose enter the cells.
Objective : to know the influence of relaxation therapy to reduce levels of glucose in
the blood of diabetes mellitus in South of Purwokerto.
Methode : Quasy experiment with device of research of pre-test-post-test with control
group. Statistic analisys used this research is statistical analysis paired t-test.
Result : The average of pre-test and post test control are 148,93 and 141,20. Result
test paired samples t-test p value 0,420. The average of pre-test and post test
experiment are 211,07 and 209,53. Result test paired samples t-test p value 0,957.
Conclusion : Relaxation therapy has not influence to reduce levels of glucose in the
blood of diabetes mellitus.
Keyword : Diabetes mellitus, the levels of glucose in the blood, relaxation therapy

PENDAHULUAN orang) menderita DM dan sebesar


11% dari jumlah tersebut merupakan
Diabetes Mellitus (DM) kelompok pradiabetes. Diprediksikan
merupakan masalah kesehatan jumlah kedua kelompok tersebut
global. DM adalah gangguan sistem akan terus meningkat. Hasil Riset
endokrin yang dikarakteristikkan Kesehatan Dasar (Riskesdas)
oleh fluktuasi kadar gula darah yang Provinsi Jawa Tengah (2007)
abnormal, biasanya berhubungan menunjukkan bahwa proporsi
dengan defect produksi insulin dan penyebab kematian akibat penyakit
metabolisme glukosa (Dunning, DM pada kelompok usia 45-54 tahun
2003). Hasil survei yang dilakukan di daerah perkotaan menduduki
Depkes (2008), menunjukkan bahwa ranking ke-2 yaitu 14,7%. Pada
saat ini terdapat 5,7% dari jumlah daerah perdesaan, penyakit DM
penduduk Indonesia (sekitar 12 juta menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.
65 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, (1) Januari 2013, Hal. 64-74

Kabupaten Banyumas menempati melalui glikogenolisis, dampaknya


peringat tertinggi kelima yaitu akan meningkatkan sirkulasi asam
sebanyak 1,9% setelah Kabupaten lemak bebas. Growth hormon,
Cilacap, Kabupaten Kota Tegal, menurunkan pengambilan glukosa
Surakarta, dan Pemalang. oleh jaringan, kemungkinan melalui
Diabetes mellitus atau DM penurunan reseptor insulin. Dan yang
sering disebut sebagai “silent killer” terakhir adalah glukokortikoid,
atau tidak menunjukkan tanda dan terutama kortisol yang akan
gejala (O’Hara, 2006). DM menopang aksi glukagon. Selain itu
merupakan suatu penyakit yang glukagon juga akan menurunkan
bersifat kronis, tidak dapat penggunaan insulin oleh perifer,
disembuhkan, hanya bisa dikontrol meningkatkan glikogenolisis dan
dengan pola hidup sehaat dan obat- glukoneogenesis (Bullock and
obatan (Beever, 2006). Seseorang Henze, 2000). Semua faktor tersebut
yang telah dididiganosis menderita cenderung membuat kadar gula
penyakit kronis atau penyakit serius darah semakin meningkat sehingga
seperti DM merupakan suatu kondisi pasien memerlukan intervensi medis
yang menyetreskan (stressful). Stress dan intervensi keperawatan (Elliot &
pada pasien DM akan memicu Izzo, 2006).
pengeluaran beberapa hormone yang Salah satu intervensi
berkontribusi dalam meningkatkan keperawatan yang dapat dilakukan
kadar gula darah, yaitu glucagon, adalah dengan terapi komplementer.
epinefrin, growth hormone dan Terapi ini bersifat pengobatan alami
glukokortikoid. Glukagon aksinya untuk menangani penyebab penyakit
berlawanan dengan insulin. dan memacu tubuh sendiri untuk
Glukagon merupakan hormon utama menyembuhkan penyakitnya. Terapi
untuk menaikkan kadar gula darah komplemeter antara lain terapi
dengan cara menstimulasi herbal, latihan nafas, meditasi dan
glikogenolisis, lipolisis dan relaksasi (Xu Yu, 2004). Teknik
glukoneogenesis. Epinefrin relaksasi pertama kali dikemukan
memobilisasi glukosa cadangan oleh Dr. Herbert Benson (1976). Ia
Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik 66

telah menemukan, bahwa meditasi METODE PENELITIAN


akan mengarah pada pengaturan Penelitian ini memiliki tipe
perubahan fisiologik dalam penelitian kuantitatif desain quasi
menghadapi respon fight-or-flight, experiment with pre-post test control
meliputi penurunan konsumsi group. Penelitian ini bermaksud
oksigen, denyut jantung, frekuensi untuk menganalisis pengaruh terapi
pernafasan dan laktat darah. relaksasi terhadap kadar glukosa
Penanganan keperawatan dengan darah pada pasien DM tipe 2 di
teknik ini akan menurunkan efek wilayah kerja Puskesmas Purwokerto
endokrin dari stres kronik (Craven Selatan. Intervensi dilakukan setiap
and Hirnie, 2000). hari selama 4 minggu. Pemilihan
Studi pendahuluan tahun sampel yang masuk kelompok
2010 yang dilakukan di Purwokerto control maupun kelompok intervensi
Selatan, ditemukan jumlah penderita dilakukan secara acak sederhana,
DM sebanyak 152 orang. Dari dimana responden yang memenuhi
penelitian sebelumnya oleh Anam syarat di beri nomor, yang bernomor
(2010) ditemukan sekitar 65% pasien genap masuk dalam kelompok
DM mengalami depresi. Berdasarkan control dan nomor ganjil masuk
wawancara dengan petugas posyandu dalam kelompok intervensi. Sampel
lansia di salah satu wilayah kerja dihitung dengan menggunakan
Puskesmas Purwokerto Selatan, perkiraan 25% dari populasi.
lansia yang mengalami DM dan telah Populasi pasien DM di wilayah kerja
mendapat pengobatan secara Puskesmas Purwokerto Selatan 152.
farmakologis masih mengalami naik Dengan demikian 25% dari 152
turun gula darahnya. Penggunaan adalah 37 orang. Untuk menghindari
terapi nonfarmakologia atau terapi drop out peneliti menambah 10%
komplementer, relaksasi pada sampel sehingga menjadi 40 sampel
perawatan pasien DM di Purwokerto dibagi menjadi dua, yaitu 20
Selatan belum dilakukan. responden untuk masing-masing
kelompok intervensi dan kontrol.
Namun saat penelitian dilakukan,
67 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74

responden yang memenuhi kriteria data univariat dan untuk mengetahui


inklusi adalah 15 pada kelompok pengaruh terapi relaksasi terhadap
perlakuan dan 15 pada kelompok control glikemik dilakukan uji t
kontrol. Tahap pertama adalah paired test
pengolahan data, setelah data
terkumpul dilakukan editing yaitu HASIL DAN PEMBAHASAN
memeriksa kelengkapan data, a. Karakteristik responden
memberikan koding entri data ke Distribusi data karakteristik klien
menurut umur disajikan pada Tabel 1
komputer. Lalu dilakukan analisis

Usia (Tahun) Kelompok


Perlakuan Kontrol
n % n %
< 40 1 6,67 0 0
40-50 2 13,33 2 13,33
51-60 2 13,33 4 26,67
>60 10 66,67 9 60
Jumlah 15 100 15 100

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui Karakteristik responden kelompok


bahwa responden diabetes mellitus kontrol yang berusia kurang dari 40
kelompok perlakuan yang berusia tahun tidak ada, usia 40-50 tahun
kurang dari 40 tahun berjumlah 1 berjumlah 2 orang (13,33%), usia 51-
orang (6,67%), usia 40-50 tahun 60 tahun berjumlah 4 orang
berjumlah 2 orang (13,33%), usia 51- (26,67%) dan berusia lebih dari 60
60 tahun berjumlah 2 orang tahun berjumlah 9 orang (60%).
(13,33%) dan berusia lebih dari 60
Distribusi data karakteristik klien menurut
tahun berjumlah 10 orang (66,67%). jenis kelamin disajikan pada Tabel 2

Jenis Kelamin Perlakuan Kontrol Orang %


Laki-laki 3 1 4 13,33
Perempuan 12 14 26 86,67
Jumlah 15 15 30 100

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui (13,33%), sedangkan yang berjenis


bahwa responden berjenis kelamin kelamin perempuan sebanyak 26
laki-laki yaitu sebanyak 4 orang orang (86,67%).
Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik 68

Distribusi data karakteristik responden


menurut tingkat pendidikan disajikan
pada Tabel 3

Pendidikan Perlakuan Kontrol


n % n %
SD 1 6,67 1 6,67
SMP 2 13,33 2 13,33
SMA 10 66,67 11 73,33
PT 2 13,33 2 6,67
Jumlah 15 100 15 100

Berdasarkan tabel 3 tersebut dapat kontrol responden yang berlatar


diketahui bahwa responden yang belakang pendidikan SD adalah 1
berlatar belakang pendidikan SD orang (6,67%), SMP berjumlah 2
pada kelompok perlakuan adalah 1 orang (13,33%), SMA berjumlah 11
orang (6,67%), SMP berjumlah 2 orang (73,33%) dan perguruan tinggi
orang (13,33%), SMA berjumlah 10 ada 1 orang (6,67%).
orang (66,67%) dan perguruan tinggi Distribusi data karakteristik responden
menurut tingkat pendidikan
2 orang (13,33%). Pada kelompok disajikan pada Tabel 4

Penghasilan Perlakuan Kontrol


n % n %
< 1 juta 1 6,67 1 6,67
1 – 2 juta 12 80 13 86,66
> 2 juta 2 13,3 1 6,67
Jumlah 15 100 15 100

Berdasarkan tabel 4 tersebut diatas berpenghasilan kurang dari satu juta


dapat diketahui bahwa responden setiap bulan berjumlah 1 orang
kelompok perlakuan yang (6,67%), berpenghasilan satu hingga
berpenghasilan kurang dari satu juta dua juta berjumlah 13 orang
setiap bulan berjumlah 1 orang (86,66%), dan berpenghasilan lebih
(6,67%), berpenghasilan satu hingga dari 2 juta berjumlah ada 1 orang
dua juta berjumlah 12 orang (80%), (6,67%).
dan berpenghasilan lebih dari 2 juta
berjumlah 2 orang (13,33). Pada Distribusi data karakteristik responden
menurut lama menderita penyakit
kelompok kontrol yang DM disajikan pada Tabel 5
69 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74

Perlakuan Kontrol
Lama DM
n % n %
< 2 tahun 2 13,33 1 6,67
2 - 4 tahun 3 20 2 13,33
> 4 tahun 10 66,67 12 80
Jumlah 15 100 15 100

Berdasarkan tabel 1.5 tersebut diatas kontrol yang menderita diabetes


dapat diketahui bahwa responden mellitus kurang dari 2 tahun
kelompok perlakuan yang menderita berjumlah 1 orang (6,67%), lama
diabetes mellitus kurang dari 2 tahun penyakit 2-4 tahun berjumlah 2
berjumlah 2 orang (13,33%), lama orang (13,33%), dan lama penyakit
penyakit 2-4 tahun berjumlah 3 lebih dari 4 tahun berjumlah 12
orang (20%), dan lama penyakit orang (80%).
lebih dari 4 tahun berjumlah 10 Tabel 2.1 Kadar gula darah responden
sebelum dan sesudah dilakukan terapi
orang (66,67). Pada kelompok relaksasi pada kelompok kontrol

Variabel Mean Sd SE P Value N


Kadar Gula darah 148,93 71,741 18,853 0,420 15
pengukuran 1
Kadar Gula darah 141,20 52,872 13,393
pengukuran 2

Berdasarkan tabel 2.1 diatas dapat nilai P value 0,420. Maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata kadar disimpulkan tidak ada perbedaan
gula darah pada pengukuran pertama yang signifikan antara kadar gula
adalah 148,93 dengan standar deviasi darah pengukuran pertama dan kedua
71,741. Pada pengukuran kedua pada kelompok kontrol
didapat rata-rata kadar gula darah Tabel 2.2 Kadar gula darah responden
sebelum dan sesudah dilakukan terapi
adalah 141,20 dengan standar deviasi
relaksasi pada kelompok perlakuan
52,872. Hasil uji statistic didapatkan

Variabel Mean Sd SE P Value N


Kadar Gula darah 211,07 127,232 32,851 0,957 15
pengukuran 1
Kadar Gula darah 209,53 86,643 22,371
pengukuran 2
Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik 70

Berdasarkan tabel 2.2 diatas pada pasien diabetes mellitus tipe 2


dapat dilihat bahwa rata-rata kadar untuk penurunan kadar gula dalam
gula darah pada pengukuran pertama darah ternyata tidak terjadi secara
adalah 211,07 dengan standar deviasi signifikan. Antara kelompok
127,232. Pada pengukuran kedua perlakuan dan kelompok kontrol
didapat rata-rata kadar gula darah tidak menunjukkan perbedaan yang
adalah 209,53 dengan standar deviasi signifikan. Artinya bahwa tindakan
86,643. Hasil uji statistic didapatkan relaksasi yang dilakukan oleh pasien
nilai P value 0,957. Maka dapat diabetes tidak dapat menurunkan
disimpulkan tidak ada perbedaan kadar gula dalam darahnya. Salah
yang signifikan antara kadar gula satu penyebab tidak terjadinya
darah pengukuran pertama dan kedua penurunan kadar gula dalam darah
pada kelompok perlakuan pada pasien diabetes disebabkan
Hasil penelitian yang karena kemungkinan tidak
dilakukan oleh tim menunjukkan dilakukannya tindakan relaksasi
bahwa tidak terdapat perbedaan yang secara optimal oleh pasien.
signifikan antara terapi relaksasi Seharusnya terapi relaksasi
yang dilakukan pada responden dilakukan selama 15-20 menit
kelompok perlakuan dan responden selama 5 kali dalam sehari. Hal
kelompok kontrol. Penelitian ini tersebut dilakukan selama 4 minggu.
menemukan hal yang berbeda Namun hal yang terjadi sebagian
dengan penelitian yang pernah besar responden hanya melakukan 1
dilakukan oleh O’Hara (2006) yang kali dalam sehari selama 15-20
menemukan bahwa terapi relaksasi menit. Dampaknya maka kontrol
memberikan hasil yang signifikan penurunan terhadap kadar gula
terhadap penurunan stres hingga dalam darah menjadi tidak optimal.
penurunan tekanan darah pada pasien Kemungkinan lain adalah adanya
hipertensi. Namun penelitian ini pengendalian terhadap kontrol diet
menemukan hal yang berbeda. atau nutrisi yang dikonsumsi pasien
Penelitian menemukan bahwa diabetes.
tindakan relaksasi yang dilakukan
71 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74

Secara teori relaksasi dapat reseptor GABA menyebabkan


menenangkan otak dan memperbaiki berkurangnya hambatan terhadap
(memulihkan tubuh), relaksasi yang timbulnya kecemasan dan
dilakukan secara teratur dapat memudahkan reaksi stress (Ferrare et
digunakan untuk menurunkan stres al. 1993 dalam Sholeh 2006).
dan depresi (Dorbyk, 2007; Dengan demikian dapat dipahami
Glickman, 2007). Berdasarkan bahwa dalam kondisi senang, tenang
penelitian Bonadonna (2008) juga dan optimistik, sekresi kortisol dan
telah melakukan penelitian pada antagonis GABA dan sintesis GABA
populasi dengan kanker, positif normal.
fibromyalgia, hipertensi dan Sejumlah studi menunjukkan
psoriasis tentang dampak relaksasi hubungan antara diabetes dan depresi
pada penyakit kronis. Hasilnya (Anderson, et al. 2001). Hal tersebut
menunjukkan adanya penurunan merupakan masalah kesehatan yang
gejala dan tanda fisik dan psikologis, penting sebab gangguan depresi
meliputi penurunan kecemasan, umumnya dihubungkan dengan
nyeri, depresi dan stres. Penelitian ini masalah penyakit kronik seperti DM
menyarankan relaksasi bagi pasien (Finkelstein et al. 2003). Hubungan
dengan penyakit kronis. Secara antara DM dan depresi sedikit
fisiologis relaksasi dapat diketahui (Jack, et al. 2004 dalam
menurunkan stress. Dengan Wu Shu Fang, 2007), walaupun DM
relaksasi, hipothalamus akan meningkatkan risiko depresi dengan
mengatur dan menurunkan aktifitas prevalensi dari 15-40% (Dunning,
sistem saraf simpatis dan 2003).
menyebabkan dilatasi arteriolar. Penelitian menunjukkan
bahwa DM dianggap stressor bagi
Pada keadaan stress, terdapat pasien. Berdasarkan konsep
substansi yang menyerupai beta psikoneuroimunologi, secara integral
carboline, yaitu antagonis GABA amigdala mengirimkan informasi
yang diduga menyebabkan kepada locus coeruleus yang memicu
penurunan jumlah (down regulate) sistem otonom kemudian
Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik 72

ditransmisikan ke hipotalamus Jika kondisi stres bisa dikendalikan


sehingga terjadi sekresi CRF. Dalam maka penurunan kadar gula dalam
kaitannya terhadap kadar gula darah, darah juga dapat menurun.
sebagai respon terhadap CRF, Penelitian yang dilakukan
pituitary anterior mengeluarkan oleh tim yang menemukan hasil
adrenocorticotrophic hormone berbeda dari teori kemungkinan
(ACTH) dalam darah. ACTH di disebabkan oleh beberapa faktor
transportasikan menuju kelenjar penyebab. Pertama, terapi relaksasi
adrenal. ACTH menstimulasi tidak mencapai hasil yang optimal
produksi kortisol dalam kortek karena saat melakukan terapi,
adrenal. Kortisol dikeluarkan dalam responden tidak melakukannya
aliran darah, menyebabkan secara sempurna sesuai petunjuk atau
peningkatan kadar gula darah, asam pedoman. Kedua, terapi relaksasi
lemak dan asam amino (Smeltzer & dilakukan tidak secara teratur oleh
Bare, 2008). Ketika individu dengan responden. Idealnya terapi relaksasi
kondisi demikian mendapatkan terapi dilakukan 5-10 kali setiap hari
relaksasi maka otak akan dengan durasi masing-masing 15-20
mendapatkan suplay oksigen yang menit dan jarak antar terapi 3-4 jam
optimal. Oksigen yang memenuhi sekali. Jika responden tidak secara
seluruh area otak akan beredar tertib melakukannya maka
seiring dengan denyut jantung untuk kemungkinan hasilnya juga tidak
didistribusikan ke seluruh organ optimal. Ketiga, kemungkinan
tubuh. Kondisi ini akan membantu adanya kontrol diet atau nutrisi yang
tercapainya kestabilan kerja kelenjar dikonsumsi oleh responden. Jika
adrenal untuk memproduksi hormon selama menjalani terapi ini
penenang yang akan berdampak pada responden melanggar diet DM diluar
menurunkan stres. Hal ini bertolak konsumsi yang seharusnya dilakukan
belakang dengan dampak dari stres oleh pasien DM maka kemungkinan
itu sendiri dimana pada kondisi stres besar akan mempengaruhi jumlah
maka kadar gula dalam darah pasien kadar gula dalam darah yang artinya
DM akan mengalami peningkatan. terapi relaksasi juga tidak
73 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74

memberikan hasil yang optimal. Ke- SIMPULAN DAN SARAN


empat, adanya responden yang tidak
Simpulan yang dapat
mengkonsumsi obat DM sehingga
ditetapkan dari penelitian ini adalah
kadar gula dalam darahnya menjadi
bahwa Terapi relaksasi tidak cukup
sangat tidak terkontrol. Padahal
signifikan untuk menurunkan kadar
secara teori, menyebutkan bahwa
gula dalam darah pada pasien
kombinasi antara terapi farmakologis
diabetes mellitus.
dan terapi relaksasi akan
Saran untuk terapi relaksasi
memberikan hasil yang baik terhadap
akan mendapatkan hasil yang
penurunan kadar gula dalam darah.
optimal untuk menurunkan kadar
Penyebab selanjutnya adalah adanya
gula dalam darah pasien DM dengan
komplikasi penyakit DM yang
lebih mengoptimalkan frekuensi
multicausa sehingga mempersulit
yaitu terapi dilakukan 5-10 kali
tercapainya penurunan kadar gula
setiap hari dengan durasi masing-
dalam darah.
masing 15-20 menit dan jarak antar
terapi 3-4 jam sekali dalam sehari.

DAFTAR PUSTAKA Bonadonna, R.C. 2008. Metabolic


abnormalities underlying the
different prediabetic
Anderson, R.J., Freeland, K.E., phenotype in obese
Clouse, R.E., & Lustman, P.J. adolescents. J.Clin
(2001). The prevalence of Endocrinol Metab. 93 (5):
comorbid depression in adults 1767-73
with diabetes. Diabetes Care, Craven & Hirnie. 2000. Controlling
24. Blood Glucose Through
http://www.care.diabetesjour Relaxation Therapy.
nal, http://www.diabetes.org/diab
Beever, S. 2006. New Type 2 etesresearch/summaries/mcgi
Diabetes Cases Have nnis-biofeedback-
Doubled in 30 Years : Health relaxation.jsp,
Reporter, Dorbyk. 2007. Kelley, M.B. (1999).
http:////www.medicinet.com Relaxation on Diabetes
Bullock, B.L. & Henze, B. (2000). Mellitus. Charlotte :
Focus on Pathophysiology. University of North Carolina.
Lippincott Williams & Diperoleh tanggal 28
Wilkins
Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik 74

Oktober.2006
http://www.psych.uncc.edu
Elliot, W. & Izzo, W. 2006. Effect of
devide guided breathing to
lower blood pressure. Case
report & clinical overview.
Medscape General Medicine,
82 (3).
Finkelstein, M.M. 2003. The
prevalence of diabetes among
overweight and obese
individuals is higher in poorer
than in richer
neighbourhoods. Canadian
Journal of Diabetes. 190-8.
Glickman, Sacharko. 2007. Tai Chi
&Qi Gong Managing
Diabetes with Relaxation and
Exercise.
www.taichinetwork.org.
Sholeh, M. 2006. Terapi salat
tahajud: Menyembuhkan
berbagai penyakit. Bandung:
Mizan Publika.
Wu Shu Fang. 2007. Effectiveness of
self management for person
with type 2 diabetes
following the implementation
of a self-efficacy enhancing
intervention program in
Taiwan. Queensland:
Quensland university of
Technology
Xu Yu. 2004. Complementary &
alternative therapies as
physiology & modalities
implication for nursing,
education & research. Home
health care management
practice (1084-8223) :vol 1

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen11 halaman
    Bab I
    siti sarita astuti
    Belum ada peringkat
  • Uu Tni PDF
    Uu Tni PDF
    Dokumen34 halaman
    Uu Tni PDF
    Ni Kadek Yastini
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen13 halaman
    Bab Iii
    siti sarita astuti
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen11 halaman
    Bab I
    siti sarita astuti
    Belum ada peringkat