Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

KONJUNGTIVITIS FLIKTEN

Disusun Oleh:
Maisarah Anggraini Gapur
406161025

Dokter Pembimbing:
Dr. Faozan, Sp.M
dr. Hayati, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RS BHAYANGKARA SEMARANG
PERIODE 24 april 2017 – 2 juni 2017

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Maisarah Anggraini Gapur

NIM : 406161025

Fakultas : Kedokteran

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Periode Kepaniteraan Klinik : 24 april 2017 – 2 juni 2017

Judul Kasus : konjungtivitis flikten

Diajukan : 8 mei 2017

Pembimbing : dr. Hayati, Sp. M

Telah diperiksa dan disahkan tanggal : 8 mei 2017

Mengetahui,

dr. Hayati, Sp.M


Pembimbing Ilmu Penyakit Mata
RS Bhayangkara Semarang
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

STATUS PASIEN
Dokter Muda

Nama Dokter muda Maisarah Anggraini Gapur Tanda tangan


NIM 406161025
Tanggal 8 mei 2017
Rumah Sakit Bhayangkara
Gelombang Periode 24 april 2017 – 2 juni 2017

Identitas
Nama Pasien Nn W
Umur 22 tahun
Alamat Semarang
Jenis Kelamin Perempuan
Pekerjaan Karyawan swasta
Agama Islam
Pendidikan SMK
Status Pernikahan Belum Menikah
No. RM 17 – 05 - 143643
Diagnosis OD konjungtivitis fliktenularis

ANAMNESIS
( Dilakukan secara Autoanamnesa pada tanggal8 mei 2017 pukul 10.00 WIB )
Keluhan Utama Mata kanan merah
Keluhan Mata kanan terasa mengganjal, sedikit berair, dan terasa perih.
Tambahan
Pasien datang ke Poli Mata RS. Bhayangkara dengan keluhan mata
merah di mata kanan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengaku
awalnya bangun pagi, pasien merasa mata kanan mengganjal, sedikit
berair dan agak perih. Kemudian pasien menggosok – gosok dan
setelah pasien lihat di kaca ternyata mata kanan pasien merah dan
terdapat tonjolan sebesar jarum pentul berbentuk segitiga berwarna
putih kelabu di bagian bola mata depan. Pasien mengatakan perih
Riwayat Penyakit dimata kanan memberat sejak 1 hari terakhir.
Sekarang Pasien mengaku sering merasa sakit gigi pada gigi yang berlubang
terutama jika ada makanan yang tersangkut didalam lubang. Pasien
mempunyai gigi berlubang sejak ± 2 tahun yang lalu. Pasien
menyangkal keluhan gatal pada mata, pandangan kabur, sakit
tenggorokan dan demam. Riwayat trauma pada mata disangkal. Mata
kanan pasien belum diobati.

 Pasien tidak pernah mengalami keluhan mata seperti ini


Riwayat Penyakit sebelumnya
Dahulu  Riwayat alergi (-)
 Riwayat diabetes melitus dan hipertensi disangkal

Riwayat Penyakit
 Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien
Keluarga

 Pasien sering mengkucek-kucek mata selama sakit


 Pasien bepergian dengan menggunakan motor tanpa memakai helm
Kebiasaan / yang tertutup
Lingkungan  Pasien tidak pernah menggunakan kacamata anti sinar UV saat
beraktivitas di luar rumah

Anamnesis Sistem
1. Cerebrospinal Dalam batas normal

Gigi berlubang pada bagian geraham belakang kiri dan kanan sedalam
2. Gigi geligi
profunda

3. Cor Dalam batas normal

4. Respirasi /
Dalam batas normal
Pulmo

5. Abdomen Dalam batas normal

6. Urogenital Dalam batas normal

7. Extremitas Dalam batas normal

Kesimpulan Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan mata kanan merah sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga
mengatakan mata terasa mengganjal, sedikit berair dan terasa perih. Terdapat benjolan ±
sebesar jarum pentul berbentuk segitiga berwarna putih kelabu di bagian konjungtiva bulbi
pada mata kanan pasien. Keluhan perih pada mata kanan memberat sejak 1 hari yang lalu.
Pasien mengaku sering sakit gigi di bagian gigi yang berlubang, mempunyai gigi berlubang ±
2 tahun. Pasien menyangkal keluhan gatal pada mata, pandangan kabur, sakit
tenggorokan,demam dan menyangkal adanya riwayat trauma pada mata. Mata kanan pasien
belum diobati
PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
(Dilakukan pada tanggal 8 mei 2017 pukul 10.00 WIB)
Pemeriksaan OD OS Penilaian
Dikerjakan Tidak
Visus Jauh 1,0 1,0 √
Refraksi √
Koreksi √
Visus Dekat √
Proyeksi sinar √
Persepsi Warna

(Merah, Hijau)

TANDA-TANDA VITAL
(Dilakukan pada tanggal 21 Februari 2017 pukul 12:00 WIB)
Tekanan Darah 110 / 70 mmHg
Nadi 70 x/menit
Pernapasan 20 x/menit
Suhu 36,5°C

PEMERIKSAAN OBYEKTIF
(Dilakukan pada tanggal 21 Februari 2017 pukul 12:00 WIB)
Pemeriksaan OD OS Penilaian
Dikerjakan Tidak
1. Posisi mata Ortoforia Ortoforia √

2. Gerakan bola mata


3. Lapang pandang Tidak ada Tidak ada



penyempitan penyempitan
4. Kelopak mata S I S I
(Superior et Inferior)
 Benjolan - - - - √
 Edema - - - - √
 Hiperemis - - - - √
 Ptosis - - - - √
 Lagophthalmos - - - - √
 Ectropion - - - - √
 Entropion - - - - √
5. Bulu mata
 Trikiasis - - √
 Madarosis - - √
 Krusta - - √
6. Aparatus Lakrimalis
Sakus lakrimal
 Hiperemis - - √
 Edem - - √
 Fistel - - √
Punctum lakrimal
 Eversi - - √
 Discharge - - √
7. Konjungtiva
K. Bulbi Sekret (+) Sekret (-)
 Warna Hiperemis, injeksi Transparan √
konjungtiva
 Vaskularisasi + - √
 Nodul - - √
 Edema - - √
K. Tarsal superior
 Hiperemis - - √
 Folikel - - √
 Papillae - - √
 Korpus alineum - - √
K. Tarsal inferior
 Hiperemis - - √
 Folikel - - √
 Papillae - - √
 Korpus alineum - - √
8. Sklera
 Warna - - √
 Inflamasi - - √
9. Kornea
 Kejernihan Jernih jernih √
 Ukuran 12 mm 12 mm √
 Permukaan Rata Rata √
 Limbus - - √
 Infiltrat - - √
 Defek - - √
 Edema - - √
10. Camera oculi
anterior
 Kedalaman Cukup Cukup √
 Hifema - - √
 Hipopion - - √
11. Iris
 Warna Coklat Coklat √
 Sinekia - - √
 Iridodonesis - - √
 Neovaskularisasi - - √
12. Pupil
 Ukuran 3 mm 3 mm √
 Bentuk Bulat Bulat √
 Tepi Rata Rata √
 Simetris Simetris Simetris √
 Refleks direk + + √
 Refleks indirek + + √
13. Lensa
 Kejernihan Jernih Jernih √
 Luksasio - - √
 Afakia - - √
 IOL - - √
14. Reflek fundus + + √
15. Korpus vitreum √
16. Tekanan intraokuler √

KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS

 VOD : 1,0  VOS : 1,0


Tidak dilakukan koreksi Tidak dilakukan koreksi
 Konjungtiva bulbi : sekret (+), hiperemis  Pemeriksaan dalam batas normal
(+) dan terdapat injeksi konjungtiva.
 Terdapat kumpulan pembuluh darah yang
mengelilingi suatu tonjolan ± sebesar
jarum pentul berwarna putih kelabu
berbentuk segitiga terletak didekat
limbus, dan menjalar kearah kornea.

Resume Pemeriksaan :
 Pasien perempuan 22 tahun datang dengan keluhan mata kanan merah sejak 1 minggu
yang lalu. Pasien juga mengatakan mata terasa mengganjal, sedikit berair dan terasa
perih. Terdapat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan ± sebesar
jarum pentul berwarna putih kelabu berbentuk segitiga terletak didekat limbus, dan
menjalar kearah kornea. Keluhan perih pada mata kanan memberat sejak 1 hari yang
lalu.
Pada pemeriksaan visus didapatkan :
VOD : 1,0
VOS : 1,0
Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan :
OD :
 Konjungtiva bulbi : sekret (+), hiperemis (+) dan terdapat injeksi konjungtiva.
 Terdapat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan ± sebesar jarum
pentul berwarna putih kelabu berbentuk segitiga terletak didekat limbus, dan menjalar
kearah kornea.
OS :
Dalam batas normal

PEMERIKSAAN DENGAN SLITLAMP


Dari pemeriksaan slitlamp didapatkan :
OD :
- Konjungtiva bulbi hiperemis
- Terdapat tonjolan dengan diameter ± 1mm berwarna putih kelabu di bagian
konjungtiva bulbi
- Sklera hiperemis

OS :
- dalam batas normal

Diagnosis Kerja :
 OD Konjungtivitis Fliktenularis

Diagnosis Banding :
 Pinguecula inflamasi
 Konjungtivitis vernal

Terapi :
Farmakologi :
 Kortikosteroid : metason eye drops 4 tetes perhari (dexametason)
 Antiinflamasi non steroid (OAINS) : Natrium diclofenac 2 tablet perhari sesudah
makan

Edukasi :
- Pasien dilarang mengkucek mata selama sakit
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh mata
- Pemakaian obat secara teratur dan kontrol untuk mengevaluasi perjalanan penyakit
- Kontrol ke dokter gigi untuk mengatasi penyebabnya

Prognosis :
 Ad visam : ad bonam
 Ad vitam : ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
 Ad fungtionam : dubia ad bonam
 Ad kosmetikam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

KONJUNGTIVITIS FLIKTEN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Konjungtiva adalah membrane yang menutupi sclera dan kelopak bagian belakang. Bermacam
– macam obat mata yang dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea.

Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian :


1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari
tarsus.
2. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.
3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniksa berhubungan dengan sangat longgar dengan jariingan
dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Di sudut nasal, di canthus internus ada lipatan disebut plica semilunaris. Juga disitu menuju
benjolan menyerupai epidermoid yang disebut caruncula.
Flikten adalah tonjolan sebesar jarum pentul yang terutama terletak di
daerah limbus, berwarna kemerah-merahan. Flikten konjungtiva mulai berupa lesi
kecil, umumnya diameter 1-3 mm, keras, merah, menonjol dan dikelilingi zona
hiperemi. Flikten umumnya bersifat unilateral dan terjadi di limbus, namun ada
juga yang terjadi di kornea, bulbus dan tarsus. Pada limbus sering berbentuk
segitiga dengan apeks mengarah ke kornea. Di daerah ini terbentuk pusat putih
kelabu yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Secara
histologis, flikten adalah kumpulan sel leukosit neutrofil dikelilingi sel limfosit,
makrofag dan kadang-kadang sel datia berinti banyak.
Histologis lapisan konjungtiva adalah epitel konjungtiva terdiri atas epitel superficial
mengandung sel goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal, di dekat limbus dan epitel ini
mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjungtiva yang terdiri atas lapisan
adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan
ikat. Yang padat adalah tarsus dan ditempat lain jaringan longgar. Kelenjar yang ada di
konjungtiva terdiri kelenjar Krause (ditepi atas tarsus) yang menyerupai kelenjar air mata.
Pembuluh darah yang ada di konjungtiva adalah a.siliaris anterior dan a. palpebralis.
Konjungtiva mengandung banyak pembuluh limfe. Inervasi syaraf di palpebra oleh
percabangan n. oftalmikus cabang N.V.
Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di forniks atas. Air mata
mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada bangunan lekukan di belakang
kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak. Air mata yang mengalir ke bawah menuju
forniks dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis.
Kedudukan konjungtiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda lain.
Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu keluar. Alat pertahanan ini
menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata, alat pertahanan berupa
elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan memompa kantong air mata. Hal ini
dapat dilihat pada kehidupan mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat
tumbuh di daerah hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata.
Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris anterior dan a. palpebralis yang keduanya
beranastomosis. Yang berasal dari a. ciliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m. rectus
menembus sclera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang- cabang yang
mengelilingi kornea.
Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang berakhir
sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di bagian palpebra.

B. KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Peradangan konjungtiva selain
memberi keluhan yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, rasa panas
juga memberi gejala yang khas di konjuntiva, ada secret mata. Jika meluas ke kornea timbul
silau dan ada air mata (epifora). Gejala objektif paling ringan adalah hiperemi dan berair jika
berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan yang sering tampak khas lainnya
adalah folikel, flikten dan sebagainya.
Gejala objektif dari konjungtivitis adalah :

a. Hiperemi
Merupakan gejala yang paling umum pada konjungtivitis. Terjadi karena pelebaran pembuluh
darah sebagai akibat adanya peradangan. Hiperemi mengakibatkan adanya kemerahan pada
konjungtiva. Makin kuat peradangan itu makin terlihat merah konjungtiva.
b. Epifora atau mata berair
Biasa terjadi pada mata yang terkena benda asing dan meradang. Adanya hiperemi yang berat,
terjadi transudasi pembuluh darah dan menambah cairan air mata tersebut. eksudat adalah
produksi dari peradangan konjungtiva.

c. Peradangan
Pada infeksi lebih banyak eksudat ketimbang peradangan alergi., eksudat akan berupa nanah..

d. Kemosis
Sembab pada konjungtiva bulbi yang meradang. Biasanya menunjukkan adanya peradangan
yang berat, baik di dalam maupun diluar.
e. Follikel,
Merupakan bangunan khas sebagai benjolan kecil pada konjuntiva palpebra atau forniks.
Terdapat pada semua infeksi virus, klamidian, alergi dan konjungtivitis akibat obat-obatan,
berwarna pucat atau abu-abu.

f. Granula
Merupakan bentuk ukuran besar dari follikel, terutama folikel trakoma.

g. Flikten
Bangunan khas berbentuk benjolan seperti gunung. Dilereng terlihat hiperemi dipuncak
menguning pucat. Ini merupakan manifestasi alergi bakteri.

h. Membran dan pseudomembran,


Merupakan hasil proses koagulasi protein di permukaan konjungtiva. Pada pseudomembran
koagulum hanya menempel di permukaan, sedang sekret membran koagulumnya menembus
keseluruh tebal epitel. Pengelupasan membran akan menimbulkan perdarahan hebat, sedang
pada pseudomembran tidak menimbulkan perdarahan

Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi :


1. Bakterial:
- Konjungtivitis Blenore
- Konjungtivitis Gonorre
- Konjungtivitis Difteri
- Konjungtivitis Folikuler
- Konjungtivitis kataral
- Blefarokonjungtivitis
2. Viral :
- Keratokonjungtivitis epidemika
- Demam Faringokonjungtivitis
- Keratokonjungtivitis New castle
- Konjungtivitis Hemoragik akut
3. Jamur
4. Alergi :
- Konjungtivitis vernal
- Konjungtivitis flikten
C. KONJUNGTIVITIS FLIKTENULARIS
1. Definisi
kojungtivitis flikten merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap
bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi
(hipersensitivitas tipe IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venerea,
leismaniasis, infeksi parasite, dan infeksi ditempat lain dalam tubuh.
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada anak-anak di daerah padat, yang biasanya dengan
gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas.
Secara histopatologik terlihat kumpulan sel leukosit neutrophil dikelilingi sel limfosit,
makrofag, dan kadang-kadang sel datia berinti banyak. Flikten merupakan infiltrasi selular
subepitel yang terutama terdiri atas sel monokuler limfosit. Biasanya konjungtivitis flikten
terlihat unilateral dan kadang-kadang mengenai kedua mata. Pada konjungtiva terlihat
sebagai bintik putih yang dikelilingi daerah hiperemi.
Pada pasien akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat
dengan warna kuning kelabu seperti mikroabses yang biasanya terletak didekat limbus.
Biasanya abses ini menjalar kea rah sentral atau kornea dan lebih dari satu.

2. Etiologi
Kelainan ini merupakan manifestasi alergik (hipersensitivitas tipe IV) endogen tuberculosis,
stafilokokus, coccidioidomycosis, candida, helmintes, virus herpes simpleks, toksin dari
moluscum contagiosum yang terdapat pada margo palpebra dan infeksi fokal pada gigi,
hidung, telinga, tenggorokan, dan traktus urogenital. Penyakit ini terutama mengenai anak-
anak berumur 4-14 tahun dengan malnutrition dan TBC.

3. Patofifiologi
Flikten adalah tonjolan sebesar jarum pentul yang terutama terletak didaerah limbus,
berwarna kemerah-merahan. Flikten konjungtiva mulai berupa lesi kecil, umumnya
diameter 1-3 mm, keras, merah, menonjol dan dikelilingi zona hiperemi. Flikten umumnya
bersifat unilateral dan terjadi di limbus, namun ada juga yang terjadi di kornea, bulbus dan
tarsus. Pada limbus sering berbentuk segitiga dengan apeks mengarah ke kornea. Di daerah
ini terbentuk pusat putih kelabu yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-
12 hari Secara histologis, flikten adalah kumpulan sel leukosit neutrofil dikelilingi sel
limfosit, makrofag dan kadang-kadang sel datia berinti banyak Timbulnya flikten adalah
manifestasi hipersensitivitas tipe IV terhadap patogen yang biasanya adalah m.
tuberkulosis, stafilokokus, coccidioidomikosis, candida, helmintes, virus herpes
simpleks, toksin dari moluscum contagiosum yang terdapat pada margo palpebra dan
infeksi fokal pada gigi, hidung, telinga, tenggorokan, dan traktus urogenital.
Hipersensitivitas tipe IV adalah reaksi lambat terhadap antigen eksogen. Reaksi inflamasi
disebabkan oleh sel T CD4+ dan reaksi imunologis yang sama juga terjadi akibat dari reaksi
inflamasi kronis melawan jaringan sendiri. IL1 dan IL17 berkontribusi dalam terjadinya
penyakit organ spesifik yang etiologinya adalah proses inflamasi. Reaksi inflamasi yang
berhubungan dengan sel Th1 akan didominasi oleh makrofag sedangkan, sel Th17
akan didominasi oleh neutrophil.
Reaksi yang terjadi pada hipersensitivitas ini dibagi menjadi 2 tahap
utama:
a. Proliferasi dan diferensiasi sel T CD4+. Sel ini mengenali susunan peptid yang ditunjukkan
oleh sel dendritik dan menyekresikan IL2 yang berfungsi sebagai autocrine growth
factor untuk menstimulasi proliferasi antigen-responsived sel T. Perbedaan antara antigen-
stimulated sel T dengan Th1 atau Th17 terlihat pada produksi sitokin oleh APC
(sel dendritik dan makrofag) saat aktivasi sel T. APC memproduksi IL12 yang menginduksi
diferensiasi sel T menjadi Th1. IFN- akan diproduksi olehγ sel Th1 dalam perkembangannya.
Jika APC memproduksi sitokin seperti IL1, IL6, dan IL23; yang akan berkolaborasi dengan
membentuk TGF- β untuk menstimulasi diferensiasi sel T menjadi Th17. Beberapa
dari diferensiasi sel ini akan masuk kedalam sirkulasi dan menetap di memory pool selama
waktu yang lama.
b. Respon terhadap diferensiasi sel T efektor apabila terjadi pajanan antigen yang berulang
akan mengaktivasi sel T akibat dari antigen yang dipresentasikan oleh APC. Sel Th1
akan menyekresikan sitokin (umumnya IFN- ) yang bertanggung jawab dalam banyak
manifestasi dariγ hipersensitivitas tipe ini. IFN- mengaktivasi makrofag yang akanγ
memfagositosis dan membunuh mikroorganisme yang telah ditandai sebelumnya.
Mikroorganisme tersebut mengekspresikan molekul MHC II, yang memfasilitasi presentasi
dari antigen tersebut. Makrofag juga menyekresikan TNF, IL1, dan kemokin yang
akan menyebabkan inflamasi. IL12 juga merupakan hasil produksi makrofag yang
akan memperkuat respon dari TH1. Semua mekanisme tersebut akan mengaktivasi
makrofag untuk mengeliminasi antigen. Jika aktivasi tersebut berlangsung secara terus
menerus maka inflamasi akan berlanjut sehingga jaringan luka akan menjadi semakin luas.
Th17 diaktivasi oleh beberapa antigen mikrobial dan self antigen dalam penyakit autoimun.
Sel Th17 akan menyekresikan IL17, IL22, kemokin, dan beberapa sitokin lain. Kemokin ini
akan merekrut neutrofil dan monosit yang akan berlanjut menjadi proses inflamasi. Th17 juga
memproduksi IL12 yang akan memperkuat proses Th17 sendiri.
Reaksi oleh sel T CD8+ akan membunuh sel yang membawa antigen. Kerusakan jaringan
oleh CTLs merupakan komponen penting dari banyak penyakit yang dimediasi oleh sel
T dengan langsung melawan histokompatibilitas antigen tersebut. Mekanisme dari CTLs juga
berperan penting untuk melawan infeksi virus. Pada infeksi virus, peptida virus akan
memperlihatkan molekul MHC I dan kompleks yang akan diketahui oleh TCR dari
sel T CD8.
Penghancuran sel yang telah terinfeksi akan berakibat eliminasinya infeksi tersebut
dan juga akan berakibat pada kerusakan sel. Prinsip mekanisme pembunuhan sel yang
terinfeksi yang dimediasi oleh sel T yaitu CTLs yang mengenali sel target akan menyekresikan
kompleks yang berisikan perforin, granzymes, dan protein yang disebut serglisin yang
akan masuk ke sel target melalui proses endositosis. Dalam sitoplasma, sel target perforin
memfasilitasi pengeluaran granzymes dari kompleks. Granzymes adalah enzim protease yang
memecah dan mengaktivasi kaspase, yang akan menginduksi apoptosis dari sel target.
Pengaktivasian CTLs juga mengekspresikan fast ligand, molekul yang homolog dengan TNF,
yang dapat berikatan dengan fast expressed pada sel target dan memicu apoptosis.
Sel T CD8+ juga memproduksi sitokin (IFN- ) yang terlibat dalam reaksiγ inflamasi dalam
DTH, khususnya terhadap infeksi virus dan terpapar oleh beberapa agen kontak.

3. Klasifikasi
Secara klinis dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Konjungtivitis flikten : tanda radang tidak jelas, hanya terbatas pada tempat flikten, secret
hamper tidak ada.
b. Konjungtivitis kum flikten : tanda radang jelas, secret mucous, mukopurulen, biasanya
timbul karena infeksi sekunder pada konjungtivitis flikten.

4. Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis fliktenularis ditegakkan dengan ditemukan gejala klinis pada
pasien. Penyakit ini biasanya unilateral tapi kadang-kadang mengenai kedua mata. Gejala-
gejalanya biasanya ringan berupa mata berair (lakrimasi), mata merah setempat, perih, iritasi
dengan rasa sakit, fotofobi, silau bila kornea terkena. Bila infeksi bakteri sekunder terjadi,
akan terdapat nanah mukopurulen dengan kelopak mata yang saling melekat
(blefarospasme). Konjungtivitis fliktenularis biasanya tidak meninggalkan parut.

5. Diagnosis Banding
Konjungtivitis fliktenularis harus dibedakan dengan kondisi serupa yang superficial seperti
pinguecula inflamasi, ulkus marginal dan kunjungtivitis vernalis.

6. Penatalaksanaan
Usahakan untuk mencari penyebab primernya dan apabila diketahui maka penyebab ini
diobati dulu, misalnya pencarian infeksi fokal di telinga, hidung, tenggorokan atau gigi.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah, urin, feses maupun foto thorax juga
diperlukan.
Karena dasar dari timbulnya konjungtivitis fliktenularis adalah hipersensitivitas lambat,
maka pada mata diberikan obat tetes mata atau salep mata kortikosteroid lokal misalnya
dexametason, prednisolon. Kombinasi kortikosteroid dengan antibiotik, misalnya
kloramfenikol lebih dianjurkan mengingat banyak kemungkinan terdapat infeksi bakteri
sekunder. Dapat juga diberikan roboransia yang mengandung vitamin A, B kompleks, dan
vitamin C untuk memperbaiki keadaan umum.
Bila dengan salep atau tetes mata tidak membaik, maka harus diberikan kortikosteroid
injeksi (kortison asetat 0,5%) yang disuntikkan subkonjungtiva di forniks superior pada jam
12. Suntikan diberikan 0,3-0,5 cc setiap kali sebanyak 2 kali seminggu.
Pada pemberian kortikosteroid lokal dalam jangka waktu lama perlu diwaspadai
kontraindikasi dan adanya penyulit-penyulit, antara lain superinfeksi jamur atau virus,
munculnya glaucoma maupun katarak.

Dengan pengobatan yang baik umumnya konjungtivitis fliktenularis akan sembuh spontan
dalam 1-2 minggu dan tidak meninggalkan bekas kecuali flikten pada limbus dan kornea atau
terjadi infeksi sekunder sehingga timbul abses.
PEMBAHASAN

 Pasien datang dengan keluhan mata kanan merah sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga
mengatakan mata terasa mengganjal, sedikit berair dan terasa perih. Terdapat kumpulan
pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan ± sebesar jarum pentul berwarna putih
kelabu berbentuk segitiga terletak didekat limbus, dan menjalar kearah kornea.
Keluhan perih pada mata kanan memberat sejak 1 hari yang lalu. Pasien mengaku
sering sakit gigi di bagian gigi yang berlubang, mempunyai gigi berlubang ± 2 tahun.
Pasien menyangkal keluhan gatal pada mata, pandangan kabur, saki tenggorokan,
demam dan menyangkal adanya riwayat trauma pada mata. Mata kanan pasien belum
diobati

Pada pemeriksaan didapatkan :


OD OS

 VOD : 0,1  VOS : 0,1


Tidak dilakukan koreksi Tidak dilakukan koreksi
 Konjungtiva bulbi : sekret (+), hiperemis
(+) dan terdapat injeksi konjungtiva.
 Terdapat kumpulan pembuluh darah yang
mengelilingi suatu tonjolan ± sebesar
jarum pentul berwarna putih kelabu
berbentuk segitiga terletak didekat
limbus, dan menjalar kearah kornea.

Diagnosis OD konjungtivitis Fliktenularis dapat ditegakkan atas dasar keluhan pasien


dan dari pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan.
Untuk terapinya dapat diberikan metason eye drops 4 tetes sehari, natrium diclofenac
tablet 2 kali sehari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. UGM. Yogyakarta. 2007: hal 22


2. Wijana, N., Konjungtiva, dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69
3. Vaughan, D.G, Asbury, T., Eva, P.R., General Ophthalmology, Original English
Language edition, EGC, 1995
4. Al-Ghozie, M., Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical Examination, FK
UMY, Yogyakarta, 2002
5. Ilyas, S., Konjungtivitis Flikten dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I,
Fakultas Kedokteran UI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004

Anda mungkin juga menyukai