Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknik pengelasan semakin banyak digunakan untuk penyambungan logam,
di industri yang memproduksi mesin dan struktur seperti: industri perkapalan,
pesawat terbang, otomotif, perpipaan, bangunan lepas pantai, dan konstruksi
teknik lainnya. Menurut Cary (1994) luasnya penggunaan proses penyambungan
dengan pengelasan disebabkan oleh biaya murah, pelaksanaan relatif lebih cepat,
lebih ringan, kekuatan las dapat menyamai bahkan bisa melebihi logam induk,
murah dari segi ekonomi dan bentuk konstruksi lebih variatif. Teknik pengelasan
memegang peranan penting dalam proses produksi karena: dapat menurunkan
biaya produksi, operasional dioptimalkan, mudah perawatan dan biaya
pemeriksaan murah. Produk seperti ini menjadi tantangan para ilmuan dan ahli
pengelasan mencari jalan penyelesaiannya (Viswanathan dan Stringer, 2009).
Industri perkapalan di Indonesia sangat vital dan prospektif karena
merupakan perlintasan pelayaran internasional. Kapasitas galangan di Indonesia
masih kurang sebanding dibandingkan jumlah kapal yang membutuhkan reparasi
sehingga sering terjadi kapal sandar beberapa hari untuk antrian atau menunggu
giliran untuk reparasi. Teknologi perkapalan di Indonesia dijadikan dasar
pengembangan teknologi kemaritiman. Mengingat negara Indonesia sebagian
besar wilayahnya berada di lautan dan terbagi dalam bentuk kepulauan.
Pemerintah terus memacu industri perkapalan agar tahun 2025 sudah bisa menjadi
industri strategis. Dengan demikian bisa memproduksi kapal sampai dengan
35000 DWT dan Alat Utama Sistem Senjata (alusista), khususnya untuk angkatan
laut. Saat ini ada 250 industri galangan kapal di tanah air yang memproduksi
kapal dari segala bentuk, namun perkembangannya belum bisa maksimal. Padahal
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memerlukan banyak kapal.
Karena itu, industri perkapalan harus didukung dan dilindungi dengan aturan yang
bisa mendorong menjadi industri strategis (Hidayat, 2010). Pemerintah Indonesia
telah menyusun rencana strategis pengembangan industri kelautan dan Jatim
adalah salah satu kota yang akan menjadi pusat industri perkapalan. Pemprov
Jatim juga mendukung ditetapkannya wilayah Jawa Timur menjadi klaster
industri perkapalan. Kapal menjadi alat transportasi yang penting untuk
menghubungkan wilayah antar pulau dan digunakan untuk mengangkut orang,
barang, pertambangan, minyak, penangkap ikan dan pengelola tambak dilaut.
Jawa Timur merupakan salah satu daerah yang mengandalkan sektor maritim
sebagai andalan pendapatan daerah.
Salah satu pabrik besar pembuatan kapal di Indonesia adalah PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya (Persero). Perusahaan Perkapalan ini didirikan pada tanggal
22 September 1910 oleh Pemerintah kolonial Belanda di Amsterdam bernama
N.V. Droogdok Matschappij Soerabaia. Namun sampai sekarang
pengembangannya tidak terlalu kelihatan untuk mendorong pengembangan
teknologi perkapalan di Indonesia.
Permasalahan yang sering muncul pada saat pengelasan pelat yang
digunakan untuk kontruksi kapal adalah sering terjadi distorsi dan tekuk pada
sambungan struktur baja. Panas induksi penggunaan pengelasan busur dapat
menyebabkan bukling, distorsi dan tegangan sisa (residual stress). Pengendalian
distorsi dan tegangan sisa sangat penting, akan tetapi memakan waktu operasi
yang lama. Distorsi dan tegangan sisa cenderung menurunkan kualitas sambungan
las dan membutuhkan biaya perbaikan yang besar di setiap produksi kapal.
Banyak metode telah diujicobakan untuk mengukur residual stress diantaranya
secara analitik, numerik maupun eksperimental. Penyebab utama dan metode
untuk menghitung residual stress dan distorsi pada sambungan las masih menjadi
topik bahasan yang penting untuk dicari solusinya (Feng, 2005).
Metode yang sangat bagus untuk menanggulangi distorsi dan tegangan sisa
dari plat tipis dapat dilakukan setelah pengelasan (postweld) atau saat pengelasan
(in-prcess welding). In-process welding meliputi: preheating (Mochizuki, 2007),
thermal tensioning (Huang, dkk., 2008). Thermal tensioning adalah metode stress
relieving dengan bantuan panas selama proses pengelasan. Thermal tensioning
dibagi menjadi dua yaitu static thermal tensioning (STT) dan transient atau
dynamic thermal tensioning. Static thermal tensioning adalah teknik pengendalian
tegangan sisa dan distorsi sambungan las dengan memanfaatkan efek tegangan
termal tarik (thermal tensioning) pada daerah sekitar las selama proses
pengelasan. Tegangan termal tarik tersebut akibat adanya gradient temperature
pada kondisi statis. Transient thermal tensioning (TTT) adalah teknik
pengendalian tegangan sisa dan distorsi dengan memberikan panas didepan,
disamping dan di belakang proses pengelasan. Panas diberikan dan bergerak
bersama-sama selama proses pengelasan. Penggunaan TTT pada pengelasan dapat
menurunkan laju rambatan retak fatik (Ilman, dkk., 2013)
Bahan yang banyak digunakan pada konstruksi panel kapal adalah Baja
ASTM A 36 atau JIS SS 400. Bahan ini digunakan dengan pertimbangan
kandungan karbonnya rendah. Baja yang memiliki kandungan karbon lebih tinggi
semakin sulit dilas, terutama pada suhu kamar (Hinton, 2008). Sementara dengan
Baja AISI 1020 (kadar karbon 0,20%) dapat dilas tanpa secondary heating.
Sebaliknya, baja AISI 1050 (kadar karbon 0,50%) merupakan baja yang sulit
untuk dilas dan membutuhkan suhu relatif tinggi untuk memanaskan seluruh baja
untuk mengurangi tingkat pendinginan dan potensi kekerasan didaerah HAZ (heat
affected zone) dan logam induk. Suhu pemanasan awal tinggi digunakan untuk
mengurangi kekerasan di daerah HAZ dengan mengurangi laju pendinginan dan
jumlah keras martensit di HAZ.
Salah satu teknik pengelasan yang banyak dipakai untuk penyambungan
pada konstruksi baja adalah las busur dengan kawat las yang berintikan fluk atau
flux cored arc welding (FCAW) dengan mesin pengoperasian sama dengan las
metal inert gas (MIG). Mudahnya proses pengoperasian dan dapat digunakan
secara kontinyu maka las FCAW menjadi pilihan. Pada pengelasan dengan las
FCAW, kawat pengisi yang juga berfungsi sebagai elektroda diumpankan secara
terus menerus. Busur listrik terjadi antara kawat pengisi dan logam induk, dan
untuk melindungi busur tersebut digunakan gas Argon (Ar), helium (He) atau
campuran dari keduannya. Logam pengisi yang berupa kawat berintikan fluk
diumpankan secara terus menerus sehingga pengelasan dapat dilakukan secara
semi otomatis. Oleh karena itu penggunaan las FCAW dapat memberi
kenyamanan dalam pengoperasiannya dan memiliki keandalan yang tinggi.
Permasalahan yang sering muncul dalam sambungan las adalah timbulnya
distorsi, tegangan sisa, dan mudah terjadinya retak fatik, sehingga setelah selesai
pengelasan diperlukan pekerjaan tambahan yaitu post weld heat treatment dan
kegiatan mekanik untuk meluruskan distorsi dan tegangan sisa tersebut. Distorsi
umumnya dapat diluruskan dengan pemanasan ulang, namun sangat menurunkan
ketahanan korosi bahan terutama baja tahan karat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk memecahkan permasalahan distorsi, mengurangi
tegangan sisa, dan memiliki kemampuan menahan laju rambatan retak fatik,
sehingga perlu dilakukan penelitian tentang “Pengembangan metode stress relief
berbasis efek pemanasan terhadap perilaku perambatan retak fatik pada
pengelasan busur inti fluks (FCAW)”.

1.2 Rumusan Masalah


Merujuk pada permasalahan yang diuraikan pada latarbelakang di atas,
maka penelitian ini mengembangkan metode stress relief berbasis efek termal
yang dirumuskan:
1. Bagaimana pengembangan parameter secondary heating pada proses
FCAW yang dapat mereduksi distorsi, meningkatkan sifat mekanis,
memiliki struktur mikro yang tangguh, dapat menghambat laju rambatan
retak fatik dan mengurangi tegangan sisa.
2. Bagaimana pengembangan parameter cooling rate pada proses FCAW
yang dapat mereduksi distorsi, meningkatkan sifat mekanis, memiliki
struktur mikro yang tangguh, dapat menghambat laju rambatan retak fatik
dan mengurangi tegangan sisa.
3. Bagaimana pengembangan parameter static thermal tensioning (STT) pada
proses FCAW yang dapat mereduksi distorsi, meningkatkan sifat mekanis,
memiliki struktur mikro yang tangguh, dapat menghambat laju rambatan
retak fatik dan mengurangi tegangan sisa.
4. Bagaimana pengembangan parameter transient thermal tensioning (STT)
pada proses FCAW yang dapat mereduksi distorsi, meningkatkan sifat
mekanis, memiliki struktur mikro yang tangguh, dapat menghambat laju
rambatan retak fatik dan mengurangi tegangan sisa.

1.3 Keaslian Penelitian


Keaslian penelitian ini adalah belum ditemukannya hasil penelitian yang :
(1). Membandingkan karakteristik proses FCAW dengan metode secondary
heating,cooling rate, STT dan TTT. (2). Menggunakan metode stress relief
berbasis efek termal pada pengelasan material kapal maupun material untuk
anjungan. (3). Metode secondary heating, cooling rate, STT dan TTT pada proses
FCAW dapat mereduksi distorsi, meningkatkan sifat mekanik, menurunkan
tegangan sisa dan meningkatkan kemampuan menahan laju rambatan retak fatik.

1.4 Tujuan Penelitian


Penelitian ini dilakukan memiliki tujuan untuk mengembangkan metode
stress relief pada proses FCAW semi otomatis dengan bahan Baja ASTM A 36
yang meliputi :
1. Mempelajari pengaruh parameter secondary heating pada proses FCAW
terhadap terjadinya distorsi, sifat mekanis, terbentuknya struktur mikro,
laju rambatan retak fatik dan tegangan sisa.
2. Mempelajari pengaruh parameter cooling rate pada proses FCAW
terhadap terjadinya distorsi, sifat mekanis, terbentuknya struktur mikro,
laju rambatan retak fatik dan tegangan sisa.
3. Mempelajari pengaruh parameter static thermal tensioning (STT) pada
proses FCAW terhadap terjadinya distorsi, sifat mekanis, terbentuknya
struktur mikro, laju rambatan retak fatik dan tegangan sisa.
4. Mempelajari pengaruh parameter transien thermal tensioning (TTT) pada
proses FCAW terhadap terjadinya distorsi, sifat mekanis, terbentuknya
struktur mikro, laju rambatan retak fatik dan tegangan sisa.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar bermanfaat untuk:
1. Meningkatkan penguasaan teknologi pengelasan untuk konstruksi kapal,
bangunan lepas pantai, perpipaan, otomotif dan kapal terbang.
2. Meningkatkan kualitas produksi pengelasan khususnya pengelasan kapal.

Anda mungkin juga menyukai