Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS FUNGSI AKTIVASI SIGMOID ALGORITMA

BACKPROPAGATION PADA PREDIKSI DATA

Sri Redjeki

Teknik Informatija, STMIK AKAKOM Yogyakarta


STMIK AKAKOM, Jl. Raya Janti 143 Karangjambe, Yogyakarta
dzeky@akakom.ac.id,

Abstrak

Jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu metode softcomputing yang mampu melakukan prediksi
dengan baik. Salah satu algoritma pada jaringan saraf tiruan yang sering digunakan yaitu algoritma
backpropagation. Algoritma backpropagation banyak digunakan untuk melakukan prediksi data baik data yang
bersifat fluktuatif maupun data yang non-fluktuatif. Salah satu indikator yang dapat mempengaruhi hasil dari
algoritma backpropagation adalah fungsi aktivasi yang bersifat terdeferensial yaitu fungsi aktivasi sigmoid.
Terdapat 2 fungsi sigmoid yaitu sigmoid biner dan sigmoid bipolar.
Penelitian ini akan melakukan analisis hasil prediksi data dari penggunaan fungsi aktivasi sigomid biner
dan sigmoid bipolar pada algoritma backpropagation. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data
prediksi nilai IPK mahasiswa STMIK AKAKOM dan data prediksi jumlah penderita ISPA Balita.
Dari hasil prediksi diperoleh tingkat rata-rata akurasi aktivasi Sigmoid Biner lebih baik dibandingkan
dengan Sigmoid Bipolar akan tetapi dari segi kecepatan pembelajaran Sigmoid Bipolar jauh lebih cepat daripada
Sigmoid Biner. Perubahan bobot pada Sigmoid Bipolar lebih kecil bila dibandingkan dengan Sigmoid Biner
dikarenakan rentang bobot pada Sigmoid Bipolar memiliki nilai minus, sedangkan Sigmoid Bipolar hanya
mengakomodasi nilai positif saja.

Kata kunci : Akurasi, Biner, Bipolar, Backpropagation, Prediksi, Sigmoid.

1. Pendahuluan lapisan tersembunyi terhubung dengan setiap unit


yang ada di lapisan output.
Jaringan Saraf Tiruan (JST) merupakan salah Ada beberapa pilihan fungsi aktivasi yang
satu representasi buatan dari otak manusia yang digunakan di dalam metode propagasi balik, seperti
selalu mencoba untuk mensimulasikan proses fungsi sigmoid biner, sigmoid bipolar, dan tangen
pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah hiperbolik. Karakteristik yang harus dimiliki fungsi
buatan digunakan karena jaringan saraf tiruan ini aktivasi tersebut adalah kontinyu dan tidak menurun
diimplementasikan dengan menggunakan program secara monoton. Fungsi aktivasi diharapkan jenuh
komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah (mendekati nilai-nilai maksimum dan minimum
proses perhitungan selama proses pembelajaran secara asimtot) (Diyah Puspaningrum , 2006).
(Kusumadewi,2003). Masing-masing fungsi aktivasi yang digunakan pada
Selanjutnya menurut Dyah Puspaningrum algoritma propagasi balik pada jaringan saraf tiruan
(2006) menjelaskan bahwa untuk membuat agar akan memberikan keluaran yang berbeda-beda.
sebuah komputer dapat berpikir sama seperti cara Pemilihan fungsi aktivasi yang tepat pada
berpikir manusia, maka caranya adalah dengan sebuah aplikasi berbasis jaringan syaraf tiruan akan
melakukan peniruan-peniruan terhadap aktivitas- sangat mempengaruhi performanya baik dari segi
aktivitas yang terjadi di dalam jaringan syaraf kecepatan pemrosesan data maupun dari segi tingkat
biologis manusia. keakuratan hasilnya. Hal inilah yang menjadikan
Metode propagasi balik merupakan metode alasan perlu melakukan analisa hasil dari
yang sangat baik dalam menangani masalah penggunaan fungsi aktivasi sigmoid biner dan
pengenalan pola-pola kompleks. Di dalam jaringan bipolar pada algoritma propagasi baik untuk
propagasi balik, setiap unit yang berada di lapisan melakukan prediksi. Dalam hal ini fungsi aktivasi
input terhubung dengan setiap unit yang ada di yang akan dibandingkan adalah fungsi aktivasi
lapisan tersembunyi. Hal serupa berlaku pula pada sigmoid biner dengan sigmoid bipolar pada
lapisan tersembunyi. Setiap unit yang ada pada algoritma propagasi balik yang akan digunakan
untuk memprediksi data jumlah balita penderita 4. Metode Penelitian
ISPA di kabupaten Bantul dan nilai IPK mahasiswa Penelitian dilakukan untuk menguji fungsi
STMIK AKAKOM. aktivasi sigmoid biner dan sigmoid bipolar
dengan data yang digunakan yaitu data nilai
2. Jaringan Syaraf Tiruan IPK kelulusan mahasiswa STMIK AKAKOM
Jaringan Saraf Tiruan (JST) merupakan salah dan data penderita ISPA Balita.
satu representasi buatan dari otak manusia yang Jumlah data untuk ISPA Balita sebanyak
selalu mencoba untuk mensimulasikan proses 150 data dan untuk data IPK digunakan
pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah sebanyak 270 data mahasiswa yang lulus mulai
buatan digunakan karena jaringan saraf tiruan ini tahun 2010-2012 semester Ganjil dan genap.
diimplementasikan dengan menggunakan program Selain pasangan data masukan keluaran
komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah akan terdapat proses pelatihan, beberapa hal
proses perhitungan selama proses pembelajaran yang diperlukan dalam proses pelatihan ANN
(Kusumadewi,2003). antara lain :
a. Pembagian data untuk pembelajaran dan
3. Algoritma Pembelajaran Backpropagation pengujian.
JST memiliki keunggulan utama, yaitu b. Variabel input dan variabel output. Untuk
kemampuan ”belajar” dari contoh yang data ISPA Balita terdapat 4 input dan 1 buah
diberikan. Backpropagation merupakan input sedangkan untuk data nilai UAN terdapat 3
algoritma pembelajaran terawasi yang variabel input dan 1 variabel output.
menggunakan pola penyesuaian bobot untuk c. Penentuan arsitektur Jaringan saraf tiruan
mencapai nilai kesalahan yang minimum untuk (JST). Untuk mendapatkan hasil prediksi yang
keluaran hasil prediksi yang nyata maksimal pada saat latihan diperlukan arsitektur
(F.Suhandi,2009). Gambar 1 menunjukkan JST yang baik . Input terdiri dari 4 unit input, 3
arsitektur JST dengan algoritma unit hidden layer dan 1 unit output. Gambar
backpropagation. rancangan arsitektur yang akan dibuat untuk
sistem ini terlihat pada gambar 2.
Bias

X1

Z1

X2
Y
Z2

X3

Z3

X4

Gambar 1. Arsitektur Jaringan Multilayer


Backpropagation Dengan Satu Hidden Layer Gambar 2. Arsitektur JST untuk melakukan
prediksi jumlah penderita ISPA Balita.
Penggunaan JST dalam penyelesaian Keterangan gambar :
bidang medis telah banyak dilakukan, X1 = jumlah bayi lahir dengan berat dibawah
diantaranya untuk diagnosa gangguan saluran normal
pernapasan (Yuwono, 2011), yang memberikan X2 = jumlah bayi yang tidak mendapat
hasil ketepatan pengujian diagnosa mencapai imunisasi wajib lengkap
90%.JST secara luas juga telah digunakan X3 = jumlah balita dengan status gizi buruk
dalam masalah identifikasi, salah satunya adalah X4 = jumlah masyarakat miskin
dalam identifikasi scan iris mata untuk aplikasi Sedangkan untuk arsitektur prediksi nilai IPK dapat
sistem pengamanan brankas (Syamsiar,2009). dilihat pada gambar 3.
Pada aplikasi ini digunakan metode
backpropagation untuk identifikasi pola iris
mata seseorang yang nantinya digunakan untuk
pengamanan brankas. Sistem ini dapat bekerja
optimal pada range : learning rate (laju belajar)
sebesar 15, jangkauan epoch (looping) sebanyak
100000 kali dengan toleransi error 0,001 dan
momentum 0,1. Tingkat keberhasilan sistem Gambar 3. Arsitektur JST untuk melakukan
dalam mengenali user adalah 80,1%. prediksi IPK mahasiswa STMIK AKAKOM.
Flowchart sistem untuk training dan testing data
pada algoritma Backpropagation yang digunakan
untuk identifikasi dan deteksi ISPA Balita terlihat
pada gambar 4 dan gambar 5 dibawah ini :

Gambar 5. Flowchart Testing dan Prediksi JST (Sri


Redjeki,2013)

5. Hasil Penelitian
Data hasil training dengan menggunakan nilai Formatted: Indent: Left: 0 cm
pembelajaran dan toleransi kesalahan pada sigmoid
biner dapat dilihat tabel 1 dan untuk sigmoid bipolar
ada pada tabel 2..

Tabel 1. Hasil Pengujian Pengaruh Laju


Pembelajaran dan Toleransi Kesalahan Sigmoid bine

Gambar 4. Flowchart untuk Training JST (Sri


Redjeki, 2013)
Hasil bobot yang dihasilkan dari fase training akan
digunakan untuk melakukan testing dan prediksi
data penderita ISPA Balita.

Tabel 2. Hasil Pengujian Pengaruh Laju


Pembelajaran dan Toleransi Kesalahan Sigmoid
Bipolar
sigmoid biner perbandingan besarnya momentum
harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah neuron
pada layar tersembunyi pada jaringan tersebut.
Tabel 3. Hasil Uji Jumlah Neuron dan Momentum
Sigmoid Biner pada alpha 0.2 dan MSE 0.01

Untuk laju pembelajaran dengan nilai 0, jumlah


iterasi pembelajaran telah mencapai nilai maksimal
tetapi hasil akurasi tetap rendah. Dengan nilai laju
pembelajaran (α) nol sehingga proses perubahan
bobot sangat tergantung pada nilai momentum
dalam perubahan bobotnya. Hal inilah yang
menyebabkan nilai akurasinya rendah. Namun tidak
menutup kemungkinan rata-rata akurasi lebih tinggi Tabel 4. Hasil Uji Jumlah Neuron dan Momentum
apabila nilai toleransi kesalahannya lebih besar. Sigmoid Bipolar pada alpha 0.2 dan MSE 0.01
Proses pembelajaran akan berlangsung optimum
untuk nilai laju pembelajaran pada rentang [0.1,0.4]
dengan ditandai grafik MSE yang berbentuk
lengkung curam seperti pada gambar 5.
Dari teori bahwa semakin besar nilai laju
pembelajaran serta toleransi kesalahan yang ada
maka kecenderungannya akan semakin
mempercepat proses pembelajaran tetapi semakin
kecil akurasi hasil keluaran telah terbukti. Memang
terdapat distorsi dalam beberapa kasus, misalnya
pada nilai alpha 0.6 sampai alpha 0.3 untuk toleransi
kesalahan di atas 0.005.
Pada kasus ini iterasinya cenderung menurun
akan tetapi hasil akurasinya meningkat. Distorsi Pada tabel 3 dan 4 di atas dapat diambil
tersebut dapat terjadi karena pengaruh penentuan kesimpulan bahwa besaran momentum yang optimal
bobot awal pada proses pelatihan, namun demikian untuk arsitektur jaringan dengan fungsi aktivasi
secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sigmoid bipolar pada nilai 0.4 pada jumlah unit
semakin kecil nilai alpha maka jumlah iterasi akan hidden 30. Penambahan momentum tidak
bertambah dan akurasinya akan semakin meningkat. berpengaruh banyak terhadap jumlah iterasinya
Penambahan momentum dimaksudkan untuk karena perubahan bobotnya relatif sangat kecil.
menghindari perubahan bobot yang mencolok Sehingga meskipun diberi momentum yang besar
akibat adanya data yang sangat berbeda dengan yang tidak terlalu berpengaruh terhadap kecepatan
lainnya. Jumlah neuron pada layar tersembunyi pemrosesan datanya. Akan tetapi momentum ini
mempengaruhi kemampuan pengenalan pola dari sangat berguna untuk menentukan tingkat akurasi
jaringan. Pada fungsi aktivasi sigmoid biner jumlah pada fungsi aktivasi sigmoid bipolar. Selain itu
neuron pada layar tersembunyi harus sebanding semakin banyak neuron pada layar tersembunyi
dengan besarnya momentumnya. Apabila jumlah kecepatan proses pembelajaran semakin lambat, hal
neuron pada layar tersembunyi semakin banyak, ini terjadi karena jumlah bobot yang diproses
maka agar mendapatkan hasil yang lebih optimal semakin banyak.
nilai momentumnya-pun harus diperbesar.
Pada tabel 3 dan 4 di bawah ini menunjukan 6. Kesimpulan dan Saran
ketika neuron pada layar tersembunyi jumlahnya ada Kesimpulan
5 neuron maka nilai momentum yang optimal yaitu Dari pembahasan pada bab sebelumnya hasil
0. Selanjutnya saat jumlah neuron sebanyak 15 penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
neuron maka momentum yang optimal yaitu 0.2 , a. Dari segi tingkat rata-rata akurasi aktivasi
sedangkan pada saat momentum ditetapkan Sigmoid Biner lebih baik (sekitar 60-70%)
sebesar 1 maka akan menghasilkan nilai optimum dibandingkan dengan Sigmoid Bipolar (sekitar
untuk jumlah neuron 30. Maka dari hasil pengujian 50-60%) akan tetapi dari segi kecepatan
tersebut dapat disimpulkan bahwa pada fungsi
Sigmoid Bipolar jauh lebih cepat daripada
Sigmoid Biner. [5] Sri Kusumadewi. 2004. Membangun Jaringan
b. Perubahan bobot pada Sigmoid Bipolar lebih Syaraf Tiruan Menggunakan MATLAB &
kecil bila dibandingkan dengan Sigmoid Biner Excell Link. Graha Ilmu. Yogyakarta.
dikarenakan rentang bobot pada Sigmoid
Bipolar memiliki nilai minus, sedangkan [6] Sri Redjeki dan Ariesta Damayanti. 2012.
Sigmoid Bipolar hanya mengakomodasi nilai Identifikasi dan Peringatan Dini Daerah Rawan
positif saja. ISPA Pada Balita Studi Kasus di Kabupaten
c. Apabila nilai laju pembelajaran terlalu besar Bantul. STMIK Akakom, Yogyakarta.
ataupun terlalu kecil proses pembelajaran
berlangsung kurang efektif, nilai optimumnya
ada pada rentang [0.1,0.4].
d. Nilai toleransi kesalahan optimum untuk
Sigmoid Biner terdapat pada nilai 0,05 [CV Penulis]
sedangkan untuk Sigmoid Bipolar terdapat Sri Redjeki, menyelesaikan studi S2 bidang Ilmu
pada nilai 0,01. Komputer pada Universitas Gadjah Mada pada
e. Semakin besar momentum maka semakin cepat tahun 2005. Staf Dosen Tetap pada program Studi
proses pembelajaran sistem, sedangkan Teknik Informatika STMIK AKAKOM Yogyakarta
semakin banyak jumlah neuron pada layar mulai tahun 1998 – sekarang. Minat pada bidang
sembunyi maka proses pembelajaranpun Data Mining, dan Kecerdasan Buatan.
semakin lama.
f. Nilai laju pembelajaran dan toleransi kesalahan
mempunyai pengaruh berbanding terbalik
antara kecepatan proses pembelajaran dengan
tingkat akurasinya.

Saran
Untuk pengembangan penelitian berikutnya, maka
penulis menyarankan beberapa hal yaitu :
a. Perlu dilakukan pengujian variabel input
sebelum digunakan pada JST
b. Penerapan algoritma backpropagation pada
klasifikasi
c. Data historis yang digunakan pada prediksi
akan memberikan pengaruh hasil yang cukup
signifikan.
d. Pemilihan variabel input JST yang tepat akan
memberikan performance JST yang baik.
e. Jumlah presentasi testing dan training yang
digunakan pada JST juga mempengaruhi nilai
prediksi.
f. Memberikan analisa parameter performance
JST selain nilai learning rate

Daftar Pustaka:

[1] Diyah Puspitaningrum. 2006. Pengantar Jaringan


Syaraf Tiruan, Penerbit Andi, Yogyakarta.

[2] Jiawei Han,Micheline Kamber, Data Mining :


Concepts and Techniques, Morgan Kaufmann
Publisher, Microsoft research,2007.

[3] Jong Jek Siang. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan


dan Pemrogramannya Menggunakan
Matlab.Penerbit Andi, Yogyakarta.

[4] Saladin Muis. 2006. Teknik Jaringan Syaraf


Tiruan. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai