Anda di halaman 1dari 2

HAK – HAK MANUSIA

(Diambil dari Kopendium Ajaran Sosial Gereja)

11. Akan tetapi yang pertama-tama perlu dibahas ialah hak-hak manusia. Ia berhak hidup. Ia berhak atas
keutuhan badannya dan atas upaya-upaya yang diperlukan untuk pengembangan hidup yang sewajarnya,
khususnya makanan, pakaian, tempat berteduh, perawatan kesehatan, istirahat dan akhirnya pelayanan-pelayanan
sosial yang dibutuhkan. Oleh karena itu ia berhak mendapat pemeliharaan kalau sedang sakit, menderita cacat
akibat pekerjaanya, menjadi janda, lanjut usia, terpaksa menganggur, atau bila tanpa kesalahannya sendiri
kehilangan nafkahnya.

12. Selain itu menurut kodartnya manusia berhak dihargai. Ia berhak atas nama baik, berhak pula atas
kebebasan menyelediki kebenaran, dan dalam batas-batas tata-susila dan kesejahteraan umum-atas kebebasan
untuk berbicara dan menerbitkan karya tulis, lagi pula atas kebebasan untuk menjalankan profesi mana pun yang
pilihnya. Ia berhak juga atas informasi yang cermat tentang peristiwa-peristiwa umum.

13. Secara hakiki manusia berhak ikut memanfaatkan buah-buah kebudayaan, karena itu mendapat
pendidikan umum yang baik, dan latihan teknis atau kejuruan yang serasi dengan taraf perkembangan pendidikan
di negerinya. Lagi pula perlu dirancangkan suatu sistem untuk membuka bagi para warga masyarakat yang
berbakat peluang menempuh studi lebih lanjut, supaya di kemudian hari mereka sedapat mungkin menduduki
posisi-posisi yang penuh tanggung jawab dalam masyarakat sesuai dengan bakat alami mereka dan ketrampilan
yang mereka peroleh.

14. Termasuk hak-hak manusaia juga dapat beribadat kepada Allah mengikuti dorongan yang tepat suara
hatinya sendiri, dan mengakui agamanya secara privat maupun di muka umum. Laktansinus jelas mengajarkan:
“inilah persyaratan kelahiran kita sendiri, bahwa kepada Allah yang menciptakan kita lambungkan hormat –
pujian yang layak bagiNya; bahwa Ia kita akui sebagai Allah yang Esa, dan kita patuhi. Dari ‘ligatura’ (ikatan)
ketakwaan yang mengikat kita dan menambat kita pada Allah itulah dijabarkan istilah ‘religio’” (agama). Oleh
karena itu juga Paus Leo XIII menyatakan ; “Kebebasan sejati, yakni yang layak bagi putera-puteri Allah, ialah
kebebasan yang paling sungguh menjamin martabat pribadi manusia. Kebebasan itu lebih kuat dari kekerasan
atau ketidakadilan mana pun juga. Itulah kebebasan yang selalu diinginkan oleh Gereja dan yang sangat
dicintainya. Itu pulalah kebebasan yang dengan tegas dituntut oleh para rasul. Para pembela iman
mempertahankannya melalui karya tulis mereka; ribuan martir mentakdiskannya dengan darah mereka.

15. Manusia berhak juga memilih sendiri corak hidup yang menarik baginya; apakah hendak berkeluarga –
dalam membentuk keluarga pria dan wanita mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama atau
hendak menempuh hidup sebagai imam atau religius.

16. Keluarga, yang – berdasarkan pernikahan yang dijalin dengan bebas-bersifat satu dan tak terceraikan,
harus dipandang sebagai sel alami dan primer masyarakat manusia. Oleh karena itu kepentingan-kepentigan
kelurga hendaklah secara khas diindahkan dalam perkara-perkara sosial dan ekonomi, begitu pula dalam hal iman
maupun tat-susila. Sebab semuanya itu berkaitan dengan usaha meneguhkan keluarga dan membantunya dalam
menunaikan misinya.

17. Tentu saja pemeliharaan dan pendidikan anak-anak terutama merupakan hak orang tua.

18. Di bidang ekonomi jelaslah manusia mempunyai hak bukan hanya untuk beroleh peluang untuk bekerja,
melainkan juga untuk boleh mengadakan prakarsa pribadi dalam kerja yang dijalankannya.

19. Kondisi-kondisi kerja manusia tak lain merupakan konsekuensi hak-hak itu. Jangan sampai situasi kerja
melemahkan kondisi fisik atau morilnya, atau bertentangan dengan perkembangan sewajarnya kaum remaja
menuju kedewasaan. Bagi kaum wanita hendaknya diciptakan kondisi kerja yang selaras dengan kebutuhan-
kebutuhan dan tanggungjawab mereka sebagai isteri dan ibu.

20. Konsekuensi lain martabat pribadi manusia ialah haknya menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi sesuai
dengan tingkatan tanggungjawabnya. Maka buruh hendaknya juga menerima upah yang ditetapkan menurut asas-
asas keadilan. Itu perlu ditekankan. Besarnya upah yang diterima oleh buruh, serasi dengan dana-dana yang
tersedia, harus mencukupi sehingga memungkinkan dia sekeluarga hidup menurut taraf yang sesuai dengan
martabat pribadi manusia. Beginilah Paus Pius XII menguraikannya: “Kodrat membebani manusia dengan kerja
sebagai kewajibannya; dan selaras dengan itu manusia pada hakikatnya berhak menuntut, agar pekerjaan yang
dilakukannya menghasilkan baginya beserta anak-anaknya rezeki hidup. Itulah keharusan kodrat yang mutlak
demi lestarinya hidup manusia.“

21. Konsekuensi lain lagi pada kodrat manusia yakni, bahwa ia berhak atas pemilikan harta secara perorangan,
termasuk upaya-upaya produksi. Seperti pernah kami utarakan, “hak itu merupakan upaya cukup efektif untuk
menyatakan kepribadian dan melaksanakan tanggungjawab seseorang di tiap bidang, dan unsur kemantapan serta
jaminan bagi kehidupan kelurga, begitu pula unsur damai dan kesejahteraan dalam negeri”.

22. Akhirnya pada tempatnyalah mengemukakan, bahwa hak memiliki harta perorangan sekaligus mencakup
kewajiban sosial.

23. Menurut kodratnya manusia bersifat sosial, maka berhak mengadakan pertemuan dan membentuk serikat
dengan sesamanya. Mereka berhak menuangkan serikat semacam itu dalam pola organisasi yang mereka pandang
efektif untuk mencapai sasaran-sasarannya. Orang berhak juga mempunyai prakarsa sendiri dan bertindak atas
tanggung jawab sendiri dalam serikat-serikat itu untuk mencapai hasil-hasil yang mereka inginkan.

24. Seperti kami tekankan dalam Ensiklik “Mater et Magistra”, sangat mendesaklah mendirikan amat banyak
kelompok penengah atau serikat semacamnya itu untuk mencapai tujuan-tujuan yang realisasinya tidak terjangkau
secara efisien oleh perorangan. Kelompok-kelompok dan serikat-serikat seperti itu harus dianggap mutlak perlu
untuk menjalamin kebebasan dan martabat pribadi manusia, sementara kesadaran bertanggungjawab tetap dijaga
keutuhnya.

25. Lagi pula tiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan tinggal di kawasan negaranya sendiri.
Berdasarkan alasan-alasan yang wajar ia harus diizinkan beremigrasi ke negeri-negeri lain dan tinggal di situ.
Kenyataannya sebagai warga masyarakat di negara tertentu tidak menghilangkan keanggotaannya dalam keluarga
manusia, atau kewarganegaraannya dalam masyarakat semesta, persekutuan manusiawi yang umum dan meliputi
seluruh dunia.

26. Akhirnya, martabat pribadi manusia mencakup haknya berperan serta secara aktif dalam kehidupan
umum, dan membawa sumbanganganya sendiri kepada kesejahteraan umum sesama warganegara. Menurut Paus
Pius XII, “manusia sebagai manusia bukanlah sasaran atau seolah-olah unsur pasif dalam masyarakat, melainkan
pemerannya, dasar dan tujuannnya, oleh karena itu harus dihargai”.

27. Sebagai manusia ia berhak atas perlindungan hukum terhadap hak-haknya; perlindungan itu harus efektif
dan seadil mungkin. Lagi menurut Paus Pius XII: “ Sebagai konsekuensi tata hukum yang dikehendaki oleh Allah,
manusia mempunyai hak atas jaminan hukum, yang tidak boleh dirampas dari padanya. Padanya ada lingkup
hukum tertentu yang ditetapkan dengan jelas dan harus luput dari serangan sewenang-wenang”.

Anda mungkin juga menyukai