Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis dengan landasan dan asas
pendidikan. Landasan pendidikan diantaranya filosofis, sosiologis, kultural,
psikologis, ilmiah dan teknologis. Sedangkan asas pendidikan terdiri dari asas
tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hayat dan asas dalam kemandirian
belajar. (Tirtarahardja & Sulo, 2005:124). Pendidikan merupakan hak dari
semua anak, seperti yang ada dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang
menjadikan pendidikan mendapatkan perhatian yang khusus dan tercantum
secara eksplisit pada alenia keempat. Serta pendidikan sudah dianggap sebagai
hak asasi manusia yang harus secara bebas dapat dimiliki oleh semua anak.
Dalam dunia pendidikan khususnya pada proses pembelajaran, diadakannya
suatu evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa terhadap
materi yang telah dijelaskan. Pada kegiatan evaluasi diperlukan sebuah
instrumen berupa tes.

Tes merupakan suatu alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran,


yaitu alat untuk mengumpulkan informasi dari karakteristik suatu objek. Objek
ini bisa berupa kemampuan siswa, sikap, minat, maupun motivasi (Widoyoko,
2005 dalam Rofiah,dkk: 2013). Agar dapat menghasilkan instrumen tes yang
baik, terdapat beberapa tahap yang harus dilalui. Menurut Mardapi (2008)
dalam Rofiah,dkk (2013) mengatakan bahwa terdapat sembilan langkah yang
perlu ditempuh dalam mengembangkan tes hasil atau prestasi belajar, yaitu
menyusun spesifikasi tes, menulis soal tes, menelaah soal tes, melakukan
ujicoba tes, menganalisis butir soal, memperbaiki tes, merakit tes,
melaksanakan tes, dan menafsirkan hasil tes. Instrumen tes yang baik dapat
meningkatkan kualitas hasil penilaian yaitu profil kemampuan peserta didik.

Kegiatan dalam proses penilaian dilakukan secara menyeluruh, baik dalam


ranah kognitif, afektif maupun psikomotor. Menurut Sudijono (1996) dalam
Rofiah,dkk (2013) mengatakan bahwa ranah kognitif adalah ranah yang

1
mencakup kegiatan mental (otak). Ranah afektif berkaitan dengan perilaku-
perilaku yang menekankan pada aspek perasaan dan emosi, sedangkan ranah
psikomotor berkaitan dengan perilaku yang menekankan pada aspek
keterampilan motorik. Penilaian dengan menggunakan tes tertulis paling sering
digunakan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa.

Pada Hasil dari Programme for International Student Assessment (PISA)


pada tahun 2015 Indonesia berada peringkat 64 dari 72 negara partisipan PISA.
Penilaian yang dilakukan baik itu ranah kognitif, afektif maupun psikomotor
pada penilaian PISA dengan skor total Indonesia yaitu 403 dan skor rata-rata
seluruh negara partisipannya adalah 493 (PISA: 2015). Pada tabel hasil
penilaian PISA dari tahun 2009 sampai 2015, Indonesia menjadi negara
tercepat keempat dari 71 negara dalam kenaikan pencapaian murid secara
menyeluruh dan bukan parsial yaitu sebesar 22,1 point yang mencerminkan
perbaikan sistem pendidikan diseluruh aspek keterampilan yang diujikan
dalam PISA (sains, matematika, dan membaca). Berdasarkan data dapat
disimpulkan bahwa skor Indonesia berada dibawah rata-rata skor seluruh
negara partisipan PISA. Pada studi PISA pada tahun 2012 Indonesia
memperoleh median yaitu 327 dengan rata-rata 382 dan tahun 2015 Indonesia
meningkat yaitu median sebanyak 32 dan rata-rata sebanyak 21. Namun,
Indonesia masih sangat jauh dengan negara tetangga yaitu Vietnam dan
Thailand. Hasil studi PISA ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
tingkat tinggi peserta didik Indonesia masih tergolong rendah.

Aspek pemahaman, penerapan, dan penalaran dalam ranah kemampuan


kognitif seperti yang diterapkan pada PISA dapat digunakan untuk
menunjukkan profil kemampuan berpikir siswa. Dari ketiga aspek tersebut,
aspek pemahaman dan penerapan termasuk dalam kemampuan berpikir dasar.
Sedangkan aspek penalaran termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Berdasarkan hasil PISA maka dapat dikatakan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia masih rendah. Hal ini dapat terjadi
karena dalam proses pembelajaran belum adanya pengetahuan awal untuk
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

2
Kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill)
merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan
kembali informasi yang diketahui. Kemampuan berpikir tingkat tinggi
merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi
pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis
dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah
pada situasi baru (Rofiah,dkk. 2013). Secara umum, terdapat beberapa aspek
yang menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dimiliki oleh
seseorang yaitu kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, serta memecahkan
masalah. Johnson (2007) Rofiah,dkk. (2013) mengemukakan bahwa berpikir
kritis merupakan sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa
mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pemikiran
orang lain. Kemampuan berpikir kreatif (Thomas, 2000 dalam Rofiah,dkk.
2013) menyatakan bahwa berpikir kreatif meliputi mengkreasikan,
menemukan, berimajinasi, menduga, mendesain, mengajukan alternatif,
menciptakan dan menghasilkan sesuatu. Membentuk ide yang kreatif berarti
muncul dengan sesuatu yang tidak biasa, baru, atau memunculkan solusi atas
suatu masalah. Kemampuan seseorang untuk berpikir kreatif dapat ditunjukkan
melalui beberapa indikator, misalnya mampu mengusulkan ide baru,
mengajukan pertanyaan, berani bereksperimen dan merencanakan strategi.

Berpikir kritis dan berpikir kreatif ini akan digunakan sebagai suatu
pemikiran dalam pemecahan masalah yang menggunakan pengetahuan, serta
keterampilan yang dimiliki dalam memecahkan permasalahan yang
ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan berpikir tingkat tinggi
baik itu dalam kemampuan berpikir kritis, kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah yang dimiliki oleh seseorang tidak dapat dimiliki secara langsung
melainkan melalui proses latihan. Dengan pembelajaran dan instrumen yang
digunakan, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa. Pada penelitian ini akan mengembangkan sebuah instrumen untuk
kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa SMP sebagai pengembangan
dini dan latihan pada siswa agar nantinya mampu berpikir kritis, kreatif dan
bisa memecahkan masalah yang dihadapinya. Instrumen penilaian berupa tes

3
tertulis selain digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa. Soal-
soal yang digunakan sebagai latihan tersebut dapat berisi pertanyaan yang
menguji siswa dalam hal pemecahan masalah, berpikir kritis serta berpikir
kreatif. Agar dapat menjawab pertanyaan tersebut, diperlukan penalaran
tingkat tinggi yaitu cara berpikir logis yang tinggi. Berpikir logis yang tinggi
sangat diperlukan oleh siswa dalam proses pembelajaran di kelas, khususnya
dalam menjawab pertanyaan karena siswa perlu menggunakan pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan yang dimilikinya dan menghubungkannya
dalam situasi baru (Rofiah,dkk. 2013).

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis melakukan


penelitian pengembangan yang berjudul “Pengembangan Instrumen Tes
Berbasis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Untuk Mengukur Hasil
Belajar IPA Siswa SMP”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah


dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.

1. Bagaimanakah pengembangan instrumen tes berbasis kemampuan


berpikir tingkat tinggi IPA pada siswa SMP yang akan disusun?

2. Bagaimanakah respon siswa terhadap instrumen tes berbasis


kemampuan berpikir tingkat tinggi IPA pada siswa SMP?

3. Bagaimanakah keefektifan pengembangan instrumen tes berbasis


kemampuan berpikir tingkat tinggi IPA pada siswa SMP?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan


penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut.

1. Menghasilkan instrumen tes berbasis kemampuan berpikir tingkat


tinggi IPA pada siswa SMP.

4
2. Mengetahui Respon Siswa terhadap instrumen tes berbasis kemampuan
berpikir tingkat tinggi IPA.

3. Menjelaskan keefektifan instrumen tes berbasis kemampuan berpikir


tingkat tinggi IPA.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi Siswa

a. Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dengan


adanya instrumen tes.

b. Meningkatkan hasil belajar siswa yang dilihat dari prestasi belajar


siswa

2. Bagi Guru

Guru dapat menggunakan evaluasi kemampuan berpikir tingkat tinggi


siswa dengan menggunakan instrumen tes yang sudah dikembangkan.

3. Bagi Sekolah

Dengan adanya penelitian pengembangan instrumen tes ini


diharapkan dapat membantu mengetahui dalam profil kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa agar dapat diberikan pembelajaran yang
tepat dan inovatif.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian pengembangan ini dilakukan di SMP Negeri 1 Seririt dengan


subjek penelitian kelas VIII SMP dengan lingkup materi cahaya dan alat optik
dalam mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMP. Penelitian ini
dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan September sampai dengan Februari
2019.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tes

Tes berasal dari bahasa Latin testum yang berarti alat untuk mengukur
tanah. Dalam bahasa Prancis kuno, kata tes berarti ukuran yang dipergunakan
untuk membedakan antara emas dengan perak serta logam lainnya. Testing
adalah saat pengambilan tes, testee adalah responden yang sedang
mengerjakan tes sedangkan tester adalah subjek evaluasi. Tes sebagai salah
satu alat ukur adalah suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan
prilakuk beberapa orang (Cronbach, 1960 dalam Budhyani dkk. 2010). Untuk
membandingkan perilaku beberapa orang dapat digunakan skala numberik
atau sistem tertentu. Tes merupakan cara penilaian yang dirancang dan
dilaksanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam
kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas. Secara umum, ada
dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu: Sebagai alat pengukur
terhadap siswa, dan Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran,
sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program
pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai. Secara umum tes
dibedakan berdasarkan obyek pengukurannnya dapat dibagi menjadi dua,
yaitu tes kepribadian (personality test) dan tes hasil belajar (Achievement
test)

2.2 Pengukuran dan Penilaian

Pengukuran (Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data


melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan
dengan tujuan yang telah ditentukan. Dimana pengukuran juga merupakan
suatu proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari
suatu tingkatan siswa telah mencapai karakteristik tertentu. Hasil Pengukuran
berhubungan dengan proses pencarian atau penetuan nilai kuantitatif.
Pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka
atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu. Sedangkan

6
pada Penilaian merupakan proses penentuan informasi yang dilakukan serta
penggunaan informasi tersebut untuk melakukan pertimbangan sebelum
keputusan. Suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik
menggunakan tes dan non tes. Penilaian (assessment) adalah penerapan
berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa.

2.3 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan oleh Heong (2011)


sebagai suatu penggunaan pikiran secara lebih luas guna mendapatkan suatu
tantangan baru. Selajutnya Heong (2011) juga mengemukakan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menginginkan seseorang untuk
mengimplementasikan hal-hal baru atau pengetahuan sebelumnya dan
mengubah informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi
baru. (Wulan, Susanti & Aisyah, 2017). Menurut Rofiah (2013) menyatakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu proses berpikir yang berkaitan
dengan aktivitas mental dalam usaha membangun pengalaman yang
kompleks, reflektif, dan kreatif; yang dilaksanakan secara sadar guna
mencapai tujuan, yaitu mendapatkan pengetahuan yang meliputi tingkat
berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif. (Wulan, Susanti & Aisyah, 2017).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi diukur menggunakan ranah dalam
Taxonomi Bloom, seperti yang diungkap oleh Krathwohl (2002) bahwa
indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tinggi meliputi menganalisis,
mengevaluasi, dan mengkreasi. (Wulan, Susanti & Aisyah, 2017). Pada
Taksonomi Bloom sebagai contoh, kemampuan melibatkan analisis, evaluasi
dan mengkreasi yang dianggap sebagai bagian dari berpikir tingkat tinggi
(Pohl, 2000 dalam Lewy, 2009). Menurut Krathwohl (2002) dalam A revision
of Bloom's Taxonomy: an overview-Theory Into Practice dalam Lewy, (2009)
menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi sebagai berikut.

7
(1) Menganalisis (C4):

a) Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau


menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya

b) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat


dari sebua skenario yang rumit.
c) Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan

(2) Mengevaluasi (C5):

a) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi


dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada
untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
b) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian

c) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria


yang telah ditetapkan

(3) Mengkreasi (C6):

a) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap


sesuatu
b) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah

c) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi


struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.

2.4 Hasil Belajar

Oemar Hamalik (2006:155 dalam Tampubolon, 2014:140) megemukakan


hasil belajar sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang
dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap serta
keterampilan. Sudjana (1989:22 dalam Tampubolon, 2014:140) mengatakan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya. Horwart Kingsley (Sudjana, 1989:22 dalam
Tampubolon, 2014:140) membagi tiga macam hasil belajar mengajar sebagai
(1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengarahan, (3) sikap
dan cita-cita. Dimyati dan Mudjiono (2002:36 dalam dalam Tampubolon,
2014:140) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan

8
dari suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes
yang ditunjukkan oleh guru. Bloom (Nana Sudjana, 2006:22 dalam
Tampubolon, 2014:141) secara garis besar membagi hasil belajar menjadi
tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Gagne
(Sanjaya, 2008:163 dalam Tampubolon, 2014:141) mengidentifikasi lima
jenis hasil belajar yaitu: 1) belajar keterampilan intelektual yaitu belajar
diskriminasi, belajar konsep, dan belajar kaidah. 2) belajar informasi verbal
yaitu belajar melalui symbol-simbol tertentu 3) belajar mengatur kegiatan
intelektual yakni belajar mengatur kegiatan intelektual yang berhubungan
dengan kemampuan mengaplikasikan keterampilan intelektual 4) belajar
sikap, yaitu belajar menentukan tindakan tertentu 5) belajar keterampilan
tindakan motorik yaitu belajar melakukan gerakan-gerakan tertentu mulai
dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks seperti mengoperasikan
mesin atau kendaraan. Berkaitan dengan jenis-jenis hasil belajar tersebut,
dapat dikemukakan bahwa hasil belajar siswa merupakan perubahan tingkah
laku siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada
penelitian ini hasil belajar dibatasi pada aspek kognitif yaitu mulai dari
taksonomi bloom menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), mengkreasi (C6).

2.5 Kajian Penelitian yang Relevan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Emi Rofiah, Nonoh Siti Aminah, dan
Elvin Yusliana Ekawati pada Jurnal Pendidikan Fisika (2013) Vol.1 No.2
halaman 17 tahun 2013 yang melaksanakan penelitian mengenai
pengembangan pada penyusunan tes kemampuan berpikir tingkat tinggi
fisika pada siswa SMP. Bertujuan untuk mengetahui karakteristik instrumen
tes kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa SMP yang disusun.
Pengambilan data dilakukan melalui teknik tes serta telaah kualitatif oleh ahli
evaluasi. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa telah disusun instrumen tes kemampuan berpikir tingkat pada siswa
SMP untuk materi Sifat Cahaya dan Alat Optik dalam dua paket tes, yaitu
paket tes A dan paket tes B. Tes disusun dari 29 indikator kemampuan
berpikir tingkat tinggi yang terdiri dari 6 indikator kemampuan berpikir kritis,
12 indikator kemampuan berpikir kreatif dan 11 indikator kemampuan
9
pemecahan masalah. Masing-masing paket tes terdiri dari 30 item dengan
waktu pelaksanaan 60 menit. Pada paket tes A diperoleh hasil akhir 20% item
diterima, 73% item direvisi serta 7% item ditolak. Sedangkan pada paket tes
B diperoleh hasil akhir 20% item diterima, 80% item direvisi, dan tidak ada
item yang ditolak.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Umi Pratiwi dan Eka Farida Fasha
tahun 2015 pada jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA meneliti tentang
pengembangan instrument penilaian HOTS berbasis kurikulum 2013
terhadap sikap disiplin. Proses pengembangan instrumen penilaian HOTS dan
sikap disiplin masing-masing terdiri dari 12 indikator dengan skor maksimal
4.00 menghasilkan: Instrumen penilaian adalah valid menurut 4 (empat)
validator, yaitu diperoleh rata-rata nilai validitas 3,57. Instrumen penilaian
dikatakan efektif/berhasil, karena mencapai kesuksesan instrumen penilaian
dengan skor HOTS 73,3% dan sikap disiplin 90% dari skor total. Instrumen
penilaian ini baik digunakan untuk siswa dengan keaktifan tinggi, bekerja
mandiri dan kemampuan yang kurang baik dalam menyelesaikan soal-soal
fisika secara sistematis.

10
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Model Penelitian Pengembangan

Model pengembangan yang digunakan pada peneltian ini adalah model tipe
formative research Tessmer (1993). Penelitian ini memiliki 4 tahapan yaitu
prelimiminary, tahap self evaluation dan tahap formative evaluation
(prototyping) yang terdiri dari expert reviews dan one-to-one (low resistence to
revision) dan small group serta tahap field test (high resistance in revision).

3.2 Prosedur Penelitian Pengembangan

Prosedur Penelitian Pengembangan pada penelitian ini merupakan suatu


tahapan yang dilakukan sampai diperoleh final prototype instrumen tes yang
sesuai dengan tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Tahap Preliminary

Pada tahap ini akan dilaksanakan pengkajian terhadap beberapa sumber


referensi yang berkaitan dengan penelitian pengembangan ini. Setelah
beberapa teori dan informasi terkumpulkan, selanjutnya dilakukan kegiatan
penetuan tempat dan subjek uji coba dengan bekerjasama guru mata
pelajaran IPA SMP disekolah yang akan dijadikan lokasi uji coba dan
wawancara mengenai kurikulum 2013 penggunaan soal-soal kemampuan
berpikir tingkat tinggi pada mata pelajaran IPA.

2. Tahap Self Evaluation

Pada tahap ini akan dilaksanakan penilaian oleh diri sendiri terhadap desain
instrument tes kemampuan berpikir tingkat tinggi yang akan dibuat oleh
peneliti. Adapun tahapan pada tahap self evaluation terdiri dari analisis dan
desain. Analisis terdiri dari tiga bagian yaitu:

1) Analisis Kurikulum

2) Analisis Siswa, dan

3) Analisis Materi.
11
Sedangkan pada Desain merupakan kegiatan yang dilaksanakan pada tahap
desain dimana peneliti mendesain kisi-kisi soal pada instrumen tes, soal-
soal instrument tes kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kunci jawaban
instrument tes. Desain pada produk ini disebut prototype yang pada
masing-masing prototype fokus pada tiga karakteristik diantaranya konten,
konstruks, dan bahasa.

3. Tahap Prototyping (Validasi, Evaluasi dan Revisi)

Pada tahap ini produk yang telah dibuat dan didesain akan dievaluasi.
Tahap evaluasi ini produk akan diujicobakan dalam tiga kelompok yaitu
Expert Review, One-to-one, dan Small group.

1) Expert Review

Merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mendapatkan masukan


atau saran dari para ahli untuk peneympurnaan dalam pembuatan
instrumen tes. Pada tahap uji coba pakar ini atau uji validitas, produk
yang didesain akan dicermati, dinilai, dan dievaluasi oleh pakar atau
ahli. Berdasarkan hasil validasi dari validator peneliti akan dilakukan
analisis, jika hasil analisis menunjukkan:

(1) Valid tanpa revisi maka kegiatan selanjutnya adalah field test.

(2) Valid denga ada revisi, maka kegiatan selanjutnya adalah merevisi
terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan field test.

(3) Tidak valid, maka dilakukan revisi sehingga diperolehnya


prototype baru dan dilanjutkan pada kegiatan penilaian ahli.

2) One-to-one

Merupakan suatu teknik yang digunakan mendapatkan komentar dari


tester atau siswa yang menjawab soal tersebut. Pada tahap ini, peneliti
bisa meminta tiga siswa sebagai tester dalam menjawab tes yang telah
didesain. Ketiga siswa ini terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, kemampuan sedang, dan siswa dengan kemampuan rendah.
Setelah mendapatkan komentar dari tester selanjutnya digunakan untuk
12
merevisi desain instrumen tes yang teah dibuat. Hasil dari tahap one-
to-one ini adalah prototype II.

3) Small group

Hasil revisi dari Expert review dan one-to-one ini yang dijadikan
sebagai dasar untuk merevisi prototype I dan prototype II. Selanjutnya
hasil diujicobakan pada small group (heterogen) yang karakteristik
siswanya terdiri dari kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Hasil tes
dari para ahli pakar dan komentar siswa, produk diperbaiki kembali
agar dapat menghasilkan instrumen tes berbasis kemampuan berpikir
tingkat tinggi untuk mengukur hasil belajar siswa SMP dalam mata
pelajaran IPA. Setelah dilakukannya revisi pada pada tahap ini disebut
sebagai prototype III.

4. Tahap Field Test (Uji Coba Lapangan)

Pada tahap ini dari komentar atau saran-saran serta hasil uji coba pada
prototype III yang dijadikan dasar untuk merevisi desain prototype III.
Hasil revisi diujicobakan ke non subjek penelitian dalam hal ini field test.
Uji coba pada tahap ini, produk yang direvisi yang kembali diujicobakan
pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Seririt.

3.3 Uji Coba Produk

3.3.1 Desain Uji coba

Tahap Analisis Analisis Analisis Prototyp


Prelimenar Kurikulum Siswa Materi e1
y

Prototyp Evaluasi oleh Revisi


e2 siswa Validasi oleh para
ahli atau para pakar

Uji Coba Prototyp Uji Coba


Small Grup Lapangan Instrumen tes
e3
berpikir
tingkat tinggi

13
3.3.2 Subjek Uji Coba

Subjek uji coba yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Seririt semester genap tahun pelajaran 2018/2019.

3.3.3 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

(1) Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebagai


berikut.

1. Instrumen tes kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam


penelitian menggunakan soal-soal IPA kelas VIII SMP dengan
pokok bahasan cahaya dan alat optik.

2. Lembar Validasi

Lembar validasi instrumen tes juga merupakan instrumen dalam


penelitian yang digunakan untuk menguji kevalidan tes yang
mengarah pada validasi konten, konstruk, kesesuaian bahasa
yang digunakan, alokasi waktu yang diberikan dan petunjuk
pada soal.

(2) Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu cara yang


digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Cara memperoleh
data adalah dengan menggunakan tes. Tes yang diberikan
merupakan soal-soal kemampuan berpikir tingkat tinggi pada
pokok bahasan cahaya dan alat optik kelas VIII semester genap.
Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data tentang
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Instrumen tes terdiri dari
soal-soal materi cahaya dan alat optik kelas VIII berbentuk tes
uraian yang mengacu pada indikator kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Validasi dilakukan berdasarkan validasi konten dan
konstruksi, dengan meminta pertimbangan dan penilaian dari
validator. Penilaian tersebut diberikan pada instrumen lembar
14
validasi instrumen tes kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Selain dinilai, validator juga memberikan saran untuk perbaikan tes
secara keseluruhan baik dari isi maupun tata bahasa dari masing-
masing permasalahan.

3.3.4 Teknik Analisis Data

Skor yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal tes kemampuan


berpikir tingkat tinggi. Skor yang diperoleh siswa, kemudian dihitung
persentasenya. Skor kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa adalah
jumlah skor yang diperoleh siswa pada saat menyelesaikan soal tes
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Nilai akhir yang diperoleh siswa
yaitu:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


𝑥 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

Kemudian dilanjutkan dengan validitas oleh validator memberikan


penilaian terhadap instrumen tes berbasis kemampuan berpikir tingkat
tinggi untuk mengukur hasil belajar siswa secara keseluruhan. Hasil
penelitian yang telah diberikan ini disebut data hasil validasi instrumen
soal kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang kemudian dimuat dalam
tabel hasil validasi instrument tes kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Berdasarkan nilai-nilai tersebut selanjutnya ditentukan nilai rarata untuk
semua soal (Va). Selanjutnya uji reliabilitas merupakan tingkat atau
derajat konsistensi dari suatu instrumen. Reliabilitas sama dengan
konsistensi atau keajekan. Suatu instrumen penelitian dikatakan
mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat
mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur.
Dengan demikian reliabilitas dapat diartikan sebagai sebagai
keterpercayaan. Keterpercayaan berhubungan dengan ketetapan dan
konsistensi. Dilanjutkan dengan tingkat kesukaran instrumen tes
berbasis kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk mengukur hasil
belajar siswa serta daya pembeda instrument tes.

15

Anda mungkin juga menyukai