Anda di halaman 1dari 12

KONTRAK BELAJAR

MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


1. Siswa harus datang tepat waktu, dispensasi waktu hanya 15 menit.
2. Siswa yang datang lebih dari dispensasi waktu yang ditentukan, dapat
mengikuti pelajaran dengan membawa ijin tertulis dari Wali Kelas dan
Kepala Sekolah.
3. Siswa harus berseragam rapi dan sopan sesuai ketentuan umum dari
sekolah.
4. Siswa harus bersikap sopan dan santun selama pembelajaran
berlangsung.
5. Siswa dilarang mengaktifkan telepon genggam ketika pelajaran
berlangsung.
6. Siswa dilarang makan dan minum diluar jam istirahat.
7. Siswa harus menggunakn bahasa Indonesia yang baik dan benar selama
pembelajaran berlangsung.
8. Siswa harus mengerjakan semua tugas dari Guru yang berhubungan
dengan pelajaran.
9. Siswa bersama dengan Guru menentukan hukuman bagi siswa yang
melanggar kontrak belajar (hukuman yang mendidik).
10. Siswa harus menaati dan melaksanakan kontrak belajar yang telah
dibuat dan disepakati oleh Guru dan siswa.
Contoh kontrak belajar di atas, merupakan contoh kontrak belajar yang
sederhana. Kontrak belajar dapat disesuaikan dengan kebutuhan
pendidikan. Tentunya dengan bertolok ukur pada kesepakatan siswa dan
Guru. Kontrak belajar di atas dapat dikembangkan dalam beberapa
kategori. Misalnya, menyertakan kewajiban dan hak siswa, begitu pula
dengan kewajiban dan hak Guru. Dengan begitu kegiatan belajar mengajar

akan lebih lancar,…semoga saja hehehehe . Selamat mencoba ya


Bapak dan Ibu

Baca selengkapnya: Lara Asih Mulya CONTOH KONTRAK BELAJAR


| http://laraasih.com/pendidikan/contoh-kontrak-
belajar.lala#ixzz4jPe5k5Sd
Salah satu kendala yang dihadapi seorang guru dalam pengelolaan kelas adalah tidak kondusif
suasana KBM akibat kenakalan siswa seperti ada siswa yang tidak mengerjakan PR, siswa yang
tidur di kelas, siswa tidak memperhatikan penjelasan guru dikarenakan asyik mengobrol. Akhirnya
Guru terjebak selama satu semester menertibkan kelas supaya aktivitas KBM berjalan
Kondusif. Supaya guru dapat “menguasai kelas” di pertemuan pertama guru harus membuat
Kontrak Belajar dengan Siswa . Ada pun Isi ” Kontrak Belajar” sebagai berikut
a. Pokok Bahasan yang akan dipelajari
Guru harus menyampaikan pokok bahasan yang akan dipelajari selama satu semester, silabus
pelajaran, buku pegangan siswa/modul sehingga siswa tidak bertanya-bertanya materi apa yang
akan dipelajari pada pertemuan berikutnya
b. Kalender KBM
Kalender KBM berisi informasi mengenai materi yang akan diajarkan setiap minggunya, waktu
Ulangan Harian, Waktu UTS dan UAS sehingga diharapkan siswa dapat belajar mandiri di rumah dan
mendiskusikannya di kelas.
c. Sistem Penilaian
Hal yang menjadi penilaian di kelas seperti absensi, sikap, Praktek, Ulangan Harian, UTS dan UAS
dijelaskan sedetail mungkin dengan tujuan memotivasi siswa untuk giat Belajar.Sebaiknya siswa juga
memiliki jurnal penilainya sendiri sehingga dia tahu akan kekurangan dan kelebihannya dalam suatu
pembejaran
d. Aturan Belajar di Kelas dan Konsukuensinya jika Melanggar
Siswa juga ditanamkan disiplin dan rasa tanggung jawab jika dia berbuat kesalahan maka harus
dibuat kesepakatan dengan siswa mengenai hal yang boleh dilakukan ketika proses KBM
Berlangsung dan konsukuensinya jika melanggar kesepakatan tersebut sebagai contoh Siswa
dilarang menggangu temannya ketika belajar kalau melanggar harus belajar sendiri di Luar Kelas
selama Satu Jam Pelajaran.
e. Motivasi
Supaya lebih semangat dalam belajar guru dapat memberikan motivasi dan inspirasi pada siswa
mengenai keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam mencapai kesuksesannnya.
Keberhasilannya dapat dijadikan contoh dan kegagalannya dijadikan cermin sehingga tidak
melakukan hal yang sama.
Dengan melakukan Kontrak belajar diatas siswa akan memperoleh gambaran mengenai aktivitas
KBM yang akan dilakukannya selama satu semester. Semoga Bermanfaat. Amin
Pertama kali seorang guru datang kedalam kelas dengan berbagai tujuan yang diimpikan untuk
keberhasilan peserta didiknya. memimpikan peserta didiknya tenang, mudah diterangkan,
mampu menerima penjelasan guru, dan mendapatkan hasil yang memuaskan diakhir
pembelajaran. Semua niat baik seorang guru bisa hanya jadi impian belaka jika tidak bisa
menajemen kelasnya, mengatur sedemikian rupa hingga peserta didiknya bisa diarahkan
menuju tujuan kebaikan bersama. Berbagai macam cara bisa dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut salah satunya dengan membuat KONTRAK BELAJAR yang dibuat secara bersama-
sama antara kedua pihak yaitu Guru dan Siswa.

Guru memberikan peluang kepada peserta didik untuk memberikan usulan peraturan tentang
peraturan dididalam kelas, sedangkan guru mengorganisir dari semua usulan-usulan tersebut.
Guru memberikan pengarahan tentang peraturan yang sehat, peraturan yang baik untuk
dijalankan. Dengan begitu peserta didik merasa lebih mempunyai tangungjawab untuk
menegakan peraturan yang dibuat bersam tersebut.

Contoh Tujuan Pembelajaran KKPI di SMKN 2 Trenggalek

Kewajiban Siswa

1. Siswa harus datang tepat waktu, dispensasi waktu hanya 20 menit.


2. Siswa melanggar point 1 (satu) selama 3 kali pertemuan, dapat mengikuti pelajaran dengan
membawa ijin tertulis dari Wali Kelas dan Kepala Sekolah.
3. Siswa harus berseragam rapi dan sopan sesuai ketentuan umum dari sekolah.
4. Siswa harus bersikap sopan dan santun selama pembelajaran berlangsung.
5. Siswa dilarang mengaktifkan telepon genggam ketika pelajaran berlangsung.
6. Siswa boleh membawa minuman/makanan ringan khusus diruang teori dengan syarat tidak
mengotori ruang kelas, tetapi di ruang teori siswa tidak boleh membawa minuman/makanan.
7. Siswa harus masuk di kelas pada mata pelajaran kkpi labih dari 80 % dari hari efektif
8. Siswa harus mengerjakan semua tugas dari Guru yang berhubungan dengan pelajaran.
9. Siswa bersama dengan Guru menentukan hukuman bagi siswa yang melanggar kontrak
belajar (hukuman yang mendidik).
10. Siswa harus menaati dan melaksanakan kontrak belajar yang telah dibuat dan disepakati
oleh Guru dan siswa.

Kewajiban guru
1. Guru harus mengabsensi siswa tiap kali masuk kelas
2. Guru memberikan pelajaran sesuai dengan jadwal, jika pengubahan jadwal pelajaran harus
berdasarkan persetujuan semua pesera didik.

3. Guru memberikan penilaian akhir kepada peserta didik dengan ketentuan sebagai berikut :

 Kehadiran : 20 %
 Tugas-tugas : 20 %
 UTS : 15 %
 UAS : 45 %
4. Guru jika tidak bisa hadir selama 3 kali berturut dilaporkan kepada wali kelas dan kepala
sekolah oleh perwakilan siswa.

5. Guru memberikan hukuman kepadapeserta didik yang melanggar peraturan sesuai


kesepakatan
Tujuan kontrak belajar ialah untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif dan nyaman,
selain itu kontrak belajar cukup ampuh untuk mengajarkan kedisiplinan. Kontrak belajar bukanlah
peraturan yang dibuat berdasarkan paksaan melainkan kesepakatan.

Penguasaan Kelas Tanpa Marah-marah

Menjadi guru memang tidak mudah, perlu pengalaman dan kepribadian yang mendukung untuk
menjadi guru yang matang selain juga penguasaan berbagai ilmu psikologi pendidikan praktis untuk
mengelola kelas yang baik dan tenang. Ada tips atau saran yang perlu diperhatikan bagi seorang
guru, yang kesulitan dalam menguasai kelas, mengatasi anak-anak murid yang selalu ribut, bermain,
tidak perhatian dalam belajar dan sebagainya. Hal-hal tersebut disebabkan oleh beberapa kesalahan
yang baik sengaja ataupun tidak, dilakukan oleh seorang guru di depan kelas.
1. Kondisi kelas yang tidak mendukung
2. Kelas yang lepas kendali
3. Perbuatan jelek tanpa konsekwensi

Kondisi Kelas yang tidak mendukung

Kondisi kelas yang tidak mendukung, meja berantakan, murid yang belum siap untuk belajar,
keasyikan bermain atau bawa mainan atau bermain dalam kelas dan sebagainya yang semua itu
akan mengganggu atau bahkan menggagalkan proses belajar dikelas.
Pada dasarnya setiap kelas tidak siap untuk belajar. Gurulah yang seharusnya mempersiapkan,
mengkondisikan kelas agar siap untuk belajar. Saya mengenal seorang guru SD teman sesama
mengajar, ia masuk kelas 3, sudah siap untuk materi yang akan diajarkan yaitu bahasa Indonesia
untuk kelas 3 SD. Tetapi murid tidak siap, mereka asyik bermain karena baru selesai istirahat tetapi
bel tanda masuk sudah berbunyi, anak-anak tersebut masih merasa jam istirahat. Ia segera
memerintahkan agar anak-anak tenang, mereka tidak mau tenang. Perintahnya ia ulang sampai tiga
kali tidak juga tenang. Ia ambil spidol menulis di papan tulis besar-besar "HARAP TENANG" dengan
harapan murid-murid mengerti bahwa ia sedang marah dan murid segera tenang memulai pelajaran.
Sampai akhirnya ia putus asa anak-anak tidak juga tenang ia memulai pelajaran dengan keadaan
kelas yang ribut, anak-anak asyik cerita sana-sini tidak memperhatikan guru yang sedang
menerangkan pelajaran. Sampai waktu pelajaran hampir habis anak tidak juga tenang ia pun
melepaskan tanggung jawabnya dengan duduk menenangkan diri di kantor majelis guru. Akhirnya
anak-anak kelasnya timbul perkelahian ketahuan oleh kepala sekolah yang disalahkan adalah guru
yang mengajar jam berikutnya. Ada juga teman saya yang tegas pada anak. Ia guru Bahasa Inggris.
Setiap kali ia masuk kelas ia tidak langsung duduk di meja guru, tetapi berkeliling kelas menegur
setiap anak yang asyik cerita, bermain, mengingatkan bahwa jam pelajaran sudah masuk dan tidak
boleh ada yang bermain atau bercerita sesama teman. Bahkan ia mengambil permainan yang
dimainkan anak-anak di dalam kelas. Anak-anak untuk sementara ketakutan permainannya diambil
segera menyimpan mainannya kedalam tas. Ketika itu pula guru tersebut memerintahkan untuk
mengeluarkan buku pelajaran bahasa inggris, dan anak-anak segera mematuhinya. Guru bahasa
Inggris ini menguasai kelas dengan baik. Ia dapat dengan tenang mengajar dan konsentrasi
muridpun dapat terkondisikan lebih baik untuk belajar. Demikianlah pentingnya mengkondisikan
kelas. Gurulah yang mengkondisikan kelas agar tenang dan siap untuk belajar. Bukan guru
menunggu agar murid tenang dan siap untuk belajar.

Kelas yang lepas Kendali

Kelas perlu kendali dari guru. Gurulah yang pegang kendali agar kelas senantiasa tetap tenang dan
kondisi terfokus untuk belajar. Setiap murid selalu mencari celah kelonggaran dari seorang guru agar
ia dapat bermain dan bebas berbuat sekehendak hatinya. Bahkan murid sekarang kreatif
menciptakan celah kelonggaran kendali guru di kelas. Jangan salahkan murid tetapi gurulah yang
senantiasa memegang kendali. Contoh guru bahasa Indonesia teman saya diatas adalah contoh guru
yang tidak pernah memegang kendali kelas. Ia biarkan saja murid-murid ribut di kelas.
Mengendalikan kelas dengan cara marah-marah, membentak murid, Berteriak-teriak menimbulkan
ketegangan dan ketakutan yang tidak baik untuk suasana belajar. Inilah yang perlu di tanamkan dan
diajarkan pada murid-murid bahwa setiap perbuatan ada konsekwensinya jadi ia akan mengerti dan
berbuat yang lebih baik dan selalu memilih perbuatan yang baik untuk mendapatkan konsekwensi
yang baik dari perbuatannya.

Perbuatan jelek tanpa konsekwensi

Konsekwensi adalah akibat dari perbuatan yang ia perbuat. Bisa hukuman bagi yang melakukan
pelanggaran peraturan kelas, seperti berdiri di salah satu tempat dikelas yang terpisah dari kawan-
kawanya dan sebagainya. Ada banyak konsekwensi yang perlu diterapkan pada anak didik agar
mereka mengerti perbuatan baik dan mengerti jika ia melakukan perbuatan salah dapat konsekwensi
hukuman dari guru. Konsekwensi ada konsekwensi logis, konsekwensi alam, kosekwensi substitusi
dan lain sebagainya. Dapat seorang guru memilih atau membuat konsekwensi substitusi dari
perbuatan yang dilakukan anak didik. Jika anak didik tidak diberikan atau tidak dikenalkan pada
konsekwensi seperti itu maka anak tidak akan pernah tahu atau mengerti mana perbuatan baik dan
benar dilakukan dan mana perbuatan yang salah yang seharusnya tidak dilakukan. Kalau keadaan
tanpa konsekwensi ini berulang-ulang terjadi bukan saja anak didik tidak disiplin tetapi akan sulit
mendidiknya untuk mengerti nilai-nilai dan norma yang ada dilingkungan kehidupannya.

Menghukum Peserta Didik Ala Ki Hajar Dewantara


Oleh Drs.Marijan
Praktisi Pendidikan di SMPN 5 Wates Kulonprogo Yogyakarta

MENYIMAK artikel saudara FX Sajiyanto,SPd., berjudul “ Bolehkah Guru


Menghukum Murid ?” pada majalah Candra edisi VI 2004 terusik untuk melengkapinya. Dari simpulan
yang ditulis sekaligus merupakan jawaban atas judul artikelnya memperbolehkan guru
menghukum peserta didiknya asalkan dengan bijaksana. Hukuman bijaksana dimaksud di atas adalah
tidak menerapkan hukuman fisik pada daerah organ-organ penting (dada, perut, dan kepala). Oke,
penulis sangat setuju dengan pendapat tersebut.
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menyebutkan “ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
.”
Sehubungan dengan tujuan pendidikan sebagaimana terungkap di atas yakni untuk mengembangkan
potensi kognitif, sikap dan keterampilan peserta didik maka pendidik/tenaga kependidikan memikul
tanggung jawab untuk membimbing, mengajar dan melatih murid atas dasar norma-norma yang
berlaku baik norma agama, adat, hukum, ilmu dan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Untuk mewujudkan
tujuan itu perlu ditanamkan sikap disiplin, tanggung jawab, berani mawas diri, beriman dan lain-lain.
Hukuman pun sering diterima siswa manakala mereka melanggar tata tertib yang telah disepakati.
Hukuman itu dimaksudkan sebagai upaya mendisiplinkan siswa terhadap peraturan yang berlaku.
Sebab, dengan sadar pendidik memegang prinsip bahwa disiplin itu merupakan kunci sukses hari depan.
Apakah bentuk-bentuk hukuman bisa dikembangkan untuk mendisiplinkan siswa? Pertanyaan seperti
inilah menjadi dilema bagi kaum pendidik dalam mengemban kewajiban dan tanggung jawabnya.

Apabila sanksi hukuman sama sekali tidak diadakan niscaya perilaku siswa akan
lebih semrawut. Kita bisa menduga-duga, ada penerapan hukuman saja siswa yang melanggar masih
banyak, apalagi jika sanksi hukuman ditiadakan. Tambah ruwet. Jika hukuman itu diadakan menuntut
konsekuensi bagi para pendidik itu sendiri. Maksudnya, pendidik harus benar-benar bisa sebagai suri
tauladan bagi anak didiknya. Penerapan aturan hukuman bagi para siswa yang melanggar tetapi tidak
diikuti kedisiplinan pendidik , bagaikan halilintar di waktu mareng , banyak yang menyepelekan.
Hukuman itu wajar tetapi hendaknya bersifat mendidik. Maksudnya dengan adanya hukuman siswa
menjadi tahu / faham tentang kesalahan yang dilakukannya, tanpa merampas “ batas
kemanusiaannya.” Dengan kata lain hukuman dari pendidik kepada peserta didik harus bersifat
mendidik. Jadi hukuman harus ada relasi dengan pengetahuan, pengembangan mental, disiplin, sifat
kemanusiaan, kemandirian dan ketidakragu-raguan. Misalnya hukuman menghafalkan pembukaan UUD
1945, membuat puisi, menambah jumlah soal PR, membuat cerpen tentang siswa terhukum dan lain-
lain. Pendeknya hukuman itu ada gunanya bagi pengembangan wawasan, kreativitas, kesadaran siswa
yang terhukum. Bukan sebaliknya seperti yang acap terjadi hukuman hukuman bersifat menjerakan,
menyusahkan dan meninggalkan rasa jengkel, tidak puas dan menambah rasa benci siswa terhadap
pendidiknya ( pemberi hukuman itu )

Tokoh pendidik Ki Hajar Dewantara ( Majalah Wasito Edisi 08 Jilid I 1929 ) mengemukakan
pendapatnya bahwa dalam memberikan hukuman kepada anak didik, seorang pendidik harus
memperhatikan 3 macam aturan. Pertama, hukuman harus selaras dengan kesalahan. Misalnya,
kesalahannya memecah kaca hukumnya mengganti kaca yang pecah itu saja. Tidak perlu ada
tambahan tempeleng atau hujatan yang menyakitkan hati. Jika datangnya terlambat 5 menit maka
pulangnya ditambah 5 menit. Itu namanya selaras. Bukan datang terlambat 5 menit kok hukumannya
mengintari lapangan sekolah 5 kali misalnya. Relasi apa yang ada di sini ? Itu namanya hukumn
penyiksaan.
Kedua, hukuman harus adil. Adil harus berdasarkan atas rasa obyektif, tidak memihak salah satu dan
membuang perasaan subyektif. Misalnya siswa yang lain membersihkan ruangan kelas kok ada siswa
yang hanya duduk – duduk sambil bernyanyi-nyanyi tak ikut bekerja. Maka
hukumannya supaya ikut bekerja sesuai dengan teman-temannya dengan waktu ditambah sama
dengan keterlambatannya tanpa memandang siswa mana yang melakukannya.

Ketiga, hukuman harus lekas dijatuhkan. Hal ini bertujuan agar siswa segera paham hubungan dari
kesalahannya. Pendidik pun harus jelas menunjukkan pelanggaran yang diperbuat siswa. Dengan
harapan siswa segera tahu dan sadar mempersiapkan perbaikannya. Pendidik tidak diperkenankan asal
memberi hukuman sehingga siswa bingung menanggapinya.
Itulah wasiat Ki Hajar Dewantara yang dapat digunakan sebagai pedoman dan pertimbangan para guru
/ kepala sekolah yang sering mengangkat dirinya berfungsi ganda. Pertama berfungsi sebagai polisi,
kemudian jaksa dan sekaligus sebagai hakim di sekolahnya. Guru/kepala sekolah memang
mempunyai superioritas yang tinggi terhadap siswanya. Tidak heran akhirnya bak raja di atas
tahta,segala perintah, siswa dipaksa menerima dan menurut. Kesuperioritasannya boleh lestari asalkan
tidak merugikan anak didik. Hal itulah menuntut pendidik bersifat bijak , sehingga hukuman tak boleh
semena-mena terhadap anak didik.

Psikologis anak perlu sentuhan yang halus , lentur dan manis sehingga bisa membuat sensivitas
perasaannya terasah normal. Hukuman terhadap siswa harus berlandaskan keseimbangan. Misalnya dari
strata paling rendah, siswa yang nakal dibina dulu oleh wali kelas . Apabila masih belum bisa ditolerir
dikenakan hukuman skorsing tidak boleh mengikuti kegiatan sekolah. Sedangkan hukuman di strata
puncak jika memang sekolah tidak mampu membina lagi, kembalikan kepada orang tuanya.

Kenyataan yang sering dialami oleh saya saat mendisiplinkan siswa sebagai contoh ada siswa yang rambutnya
di-mohawk, gondrong atau tidak sesuai aturan. Pertama hanya diberi peringatan lisan agar besok rambutnya
dicukur tetapi biasanya siswa tidak langsung menurut perintah gurunya. Besoknya siswa masih tetap membandel
tidak mencukur rambutnya. Akhirnya saya mengambil gunting dan merapikan rambut siswa yang tidak teratur
tersebut di hadapan teman-temannya. Cara ini dianggap efektif karena dia merasa malu dilihat oleh teman-
temannya, dan temannya yang mempunyai rambut gondrong atau tidak sesuai aturan akan segera mencukur
dengan keinginan sendiri bukan karena terpaksa. Cara mencukur rambutnya pun tidak asal-asalan yang
membuat mereka malu tetapi menjadi rapi sehingga jika tidak dicukur lagi di salon pun terlihat bagus. Selain
rambut, hampir setiap hari ada saja siswa yang datang terlambat. Memang di daerah kami sarana transportasi
tidak seperti di kota besar tetapi siswa yang disiplin biasanya akan berangkat ke sekolah lebih awal agar tidak
terlambat. Mereka yang terlambat akan dicatat di buku kendali siswa dan dihukum dengan cara membersihkan
teras sekolah dengan menyapu dan mengepel. Selain itu mereka juga disuruh membersihkan sampah yang
belum dibuang oleh petugas piket hari itu. Kenakalan remaja sekarang tidak hanya di perkotaan tetapi juga di
pedesaan pun sama. Beberapa siswa sudah mulai merokok, minum-minuman keras dan mengonsumsi obat-
obatan terlarang walaupun jenisnya masih dikategorikan obat biasa tetapi karena mengkonsumsinya banyak
sehingga mereka menjadi seperti orang mabuk. Kalau kasusnya agak berat, anak dipanggil ke ruang
Bimbingan dan Konseling kemudian diminta orang tuanya datang ke sekolah, sehingga orang tua mengetahui
bahwa anaknya melakukan hal tersebut. Karena selama ini banyak orang tua yang tidak mengetahui bahwa
anaknya melakukan hal-hal terlarang tersebut. Setelah orang tua dipanggil maka akan diberi penjelasan dan
pengarahan kepada siswa dan orang tuanya. Jika anaknya masih seperti ini maka pihak sekolah akan
mengembalikan anak tersebut kepada orang tua tetapi tidak dikeluarkan dari sekolah. Terkadang penanganan
yang agak sulit tentu saat berada di kelas atau di waktu-waktu tertentu saat suasana hati seorang guru sedang
ada masalah. Sehingga saat melihat siswa melanggar gejolak emosinya semakin meningkat apalagi siswa
tersebut selalu ngeyel saat diberi pengertian atau melakukan hal-hal yang tidak sopan kepada guru. Tentu ada
guru yang bisa menahan emosi ada juga guru yang tidak bisa menahan emosi. Guru yang tidak bisa menahan
emosi tentu akan melakukan tindakan pemukulan, mencubit, atau menampar. Karena guru juga manusia biasa
yang terkadang lepas kontrol. Tetapi orang tua juga harus memahami bahwa tindakan guru tersebut dalam hal
kebaikan untuk mendisiplinkan siswanya. Walaupun demikian memang tidak dibenarkan melakukan tindakan
kekerasan kepada siswa. Tetapi jika sampai terjadi alangkah bijaknya semua dimusyawarahkan. Karena saat ini
sepertinya orang sudah jauh dari yang namanya musyawarah untuk mufakat. Semua merasa dirinya yang paling
benar tidak peduli dengan orang lain. Padahal kalau ditilik lebih jauh, apabila guru bermasalah dan harus
berurusan dengan kepolisian berapa siswa yang terbengkalai karena tidak mengajar muridnya. Apalagi guru
yang sudah berkeluarga tentu mereka akan terganggu psikologisnya apabila guru tersebut harus mendekam di
penjara. Oleh karena itu harusnya diupayakan bersama antara guru, kepala sekolah, komite sekolah, orang tua,
dan instansi yang berhubungan dengan pendidikan. Kira-kira hukuman apa yang tepat untuk siswa yang
melanggar aturan agar jelas. Agar guru tidak selalu menjadi orang yang paling disalahkan, murid juga bisa
disiplin dan orang tua tidak keberatan jika anaknya dihukum, dan tentunya tidak melanggar HAM

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/didno76/hukuman-apa-yang-tepat-untuk-siswa-yang-
melanggar_57523dee6723bdaf049d1527

Memberikan Hukuman yang Mendidik Kepada Siswa 27 Agustus 2013 02:17:45 Diperbarui: 24 Juni 2015
01:46:06 Dibaca : 9823 Komentar : 5 Nilai : 1 Durasi Baca : 2 menit Sebagai seorang guru, saya sering sekali
mendapatkan pertanyaan dari teman-teman guru yang lain. Pertanyaan tersebut salah satunya adalah tentang
bagaimana caranya memberikan hukuman kepada siswa yang sudah melakukan kesalahan. Bagi teman-teman
guru yang sudah banyak makan asam garam di dunia pendidikan mungkin ini adalah masalah biasa atau sepele.
Tapi bagi mereka para guru muda yang masih sedikit pengalaman, jelas ini bukan masalah sepele. Murid
melakukan kesalahan dan sudah sewajarnya guru akan memberikan konsekwensi atau hukuman. Dan tentu
bukan sembarang hukuman. Kita para guru harus memperhatikan beberapa point penting ketika akan
memberikan hukuman kepada siswa. Point-point tersebut antara lain adalah: 1. Hukuman harus bisa
memberikan efek jera kepada siswa 2. Hukuman harus bersifat mendidik atau edukatif 3. Hukuman tidak
digunakan untuk mempermalukan siswa Itu adalah 3 point penting yang selalu saya perhatikan ketika mau
memberikan hukuman kepada siswa. Sebagai contoh adalah pengalaman saya sendiri. Di hari rabu minggu
kemarin, ada 4 siswa saya yang pulang sekolah tanpa izin sebelum kegiatan belajar mengajar selesai. Lalu
keesokan harinya saya panggil keempat siswa tersebut, dan saya tanya satu persatu alasan mereka pulang
sekolah tanpa izin. Dan ternyata jawabanya macam-macam. Langsung pada saat itu juga saya memikirkan
hukuman apa yang tepat untuk mereka. Dan akhirnya saya dapatkan hukuman yang pantas dan cukup edukatif
untuk mereka. Ada 2 buah hukuman yang saya berikan kepada mereka. Yang pertama saya keluarkan mereka
dari kelas pada saat jam pelajaran. Dan yang kedua saya suruh mereka untuk membuat cerita atau narasi
tentang apa saja yang mereka lakukan ketika kemarin pulang sekolah tanpa izin sebelum kegiatan belajar
mengajar berakhir. Mereka mengerjakan tugas tersebut di luar kelas. Dan jika sudah selesai, saya persilahkan
mereka untuk masuk kelas kembali, lalu mereka bacakan satu persatu narasi mereka di depan kelas. Dari narasi
yang mereka buat, kita semua jadi tahu apa sebenarnya alasan mereka kemarin pulang sekolah tanpa izin. Dan
setelah keempat siswa selesai membacakan narasi, saya suruh siswa-siswa yang lain untuk memberikan
penilaian. Kira-kira terpuji tidak tindakan yang sudah dilakukan oleh keempat teman kalian? Dan tindakan seperti
itu pantaskah kita tiru? Lalu pada tahap akhir, saya sebagai guru memberikan penjelasan dan nasehat kepada
mereka yang sudah melakukan kesalahan. Sekaligus memberikan peringatan untuk tidak melakukan tindakan
seperti itu lagi di lain kesempatan. Setelah saya amati, ternyata mereka cukup puas dengan hukuman yang
sudah saya berikan. Mereka tidak merasa dipermalukan. Dan mereka juga sangat senang ketika membacakan
cerita atau narasi di depan kelas. Hukuman ini saya rasa cukup mendidik. Selain sudah memberikan efek jera,
hukuman ini juga membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berbahasa mereka. Khususnya
kemampuan menulis dan berbicara. Pengalaman yang sudah saya alami ini cuma salah satu contoh. Bagi
teman-teman guru yang lain saya rasa bisa mengembangkan atau menciptakan hukuman lain yang lebih kreatif
dan edukatif. Sekian dulu tulisan dari saya. Semoga bermanfaat bagi teman-teman semua. Selam

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/rahmanmourinho/memberikan-hukuman-yang-mendidik-kepada-
siswa_55295c0a6ea8347b728b459a

Nasihat dan Arahan


Ini adalah metode yang amat mendasar dalam pendidikan dan pengajaran. Kalaupun tanpa
disertai metode lain, metode ini pun sudah cukup. Metode inilah yang diterapkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap anak-anak dan orang dewasa.
1. Nasihat kepada anak-anak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihatseorang anak yang tangannya berkeliling
mengambil makanan. Beliau pun mengajarinya cara makan yang benar,
“Nak, ucapkanlah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang
dekat denganmu.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Jangan ada seorang pun yang menyatakan bahwa metode seperti ini hanya sedikit memberikan
pengaruh terhadap anak-anak. Saya sendiri (asy-Syaikh bin Jamil Zainu –pen.) pernah
mengalaminya berkali-kali. Ternyata metode seperti ini memberikan pengaruh yang paling baik.
Pernah ada seorang anak yang mencela agama temannya. Saya pun mendekatinya dan
bertanya kepadanya, “Siapa namamu, nak? Kelas berapa dan dari sekolah mana?”
Setelah dia menjawab, saya pun bertanya, “Siapa yang menciptakanmu?”
“Allah,” jawabnya.
“Siapa yang memberimu pendengaran dan penglihatan? Siapa pula yang memberimu makanan
berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran?” tanya saya lagi.
“Allah,” jawabnya.
Saya tanya lagi, “Lalu apa kewajibanmu terhadap yang memberimu semua nikmat ini tadi?”
“Bersyukur kepada-Nya,” jawab anak itu lagi.
“Apa yang tadi baru saja kaukatakan kepada temanmu?” tanya saya.
Dia pun merasa malu. “Tadi temanku itu yang nakal kepadaku!”
Saya jelaskan kepadanya, “Memang, sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak akan menerima
perbuatan zalim, bahkan melarangnya. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
‘… dan janganlah kalian berbuat melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat melampaui batas.’ (al-Baqarah: 190).”
“Tetapi, sebenarnya siapa yang membisiki temanmu itu hingga memukulmu?”
Dia menjawab, “Setan.”
“Kalau begitu, seharusnya kau mencela setannya!” kata saya.
Dia pun mengatakan kepada temannya, “Semoga setanmu itu
dilaknat!”
Kemudian saya menasihatinya, “Sekarang kau harus bertobat kepada Allah dan memohon
ampun pada-Nya, karena mencela agama itu perbuatan kufur.”
Dia segera mengatakan, “Saya memohon ampun kepada Allah Yang Mahaagung, dan aku
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang layak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah!”
Saya pun mengucapkan terima kasih kepadanya dan memintanya tidak mengulangi
perbuatannya itu serta menasihati teman-temannya apabila ada di antara mereka yang mencela
agama.
Suatu kali, saya sedang berjalan bersama seorang guru. Tiba-tiba kami melihat seorang anak
kecil buang air kecil di tengah jalan. Guru itu pun berteriak, “Celaka kamu! Celaka kamu! Jangan
kaulakukan!”
Anak kecil itu ketakutan. Dia segera memutus kencingnya dan lari.
Melihat itu, kukatakan kepada guru tadi, “Engkau telah menyia-nyiakan kesempatan kita untuk
memberikan nasihat kepada anak itu.”
“Apa boleh kubiarkan anak itu kencing di tengah jalan di depan orang banyak?” katanya.
“Apakah engkau mau melakukan sesuatu yang tidak seperti apa yang kaulakukan tadi?” kata
saya, “Biarkan anak itu sampai selesai buang air, lalu panggil dia kemari. Aku akan
memperkenalkan diri, lalu akan kukatakan padanya, ‘Nak, jalanan ini tempat orang lalu lalang.
Jadi, tidak boleh buang air kecil di sini. Di dekat sini ada tempat buang air. Jangan pernah kau
ulangi lagi perbuatan seperti ini, supaya kau jadi anak yang baik. Semoga engkau mendapatkan
petunjuk dan taufik’.”
Mendengar penjelasan itu, guru tadi menyatakan, “Ini metode yang bijaksana dan amat
berfaedah.”
Kujelaskan padanya, “Ini metode pendidik seluruh manusia, Muhammad bin Abdillah shallallahu
‘alaihi wa sallam.” Lalu saya sebutkan kepadanya kisah seorang Arab gunung yang amat
masyhur itu.

2. Nasihat kepada yang telah baligh


Contoh nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang teramat besar pengaruhnya bagi
orang yang menerimanya adalah kisah A’rabi (Arab gunung) yang diceritakan oleh Anas bin
Malik radhiallahu ‘anhu. Suatu ketika, kami berada di masjid bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba datang seorang A’rabi, lalu buang air kecil sambil berdiri di masjid.
Para sahabat pun berteriak menegur, “Jangan! Jangan!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan kalian putuskan dia! Biarkan dia!”
Para sahabat membiarkan orang itu hingga selesai buang air kecil. Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil A’rabi itu dan menasihatinya, “Sesungguhnya
masjid-masjid itu tidak sepantasnya untuk buang air kecil ataupun buang air besar. Masjid itu
hanyalah untuk berzikir kepada Allah, shalat, dan membaca al- Qur’an.”
Beliau mengatakan kepada para sahabatnya, “Sesungguhnya aku diutus sebagai pemberi
kemudahan dan tidak diutus untuk memberi kesulitan. Guyurlah bekas air kencing itu dengan
seember air!”
Mendengar ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, A’rabi itu berdoa, “Ya Allah,
kasihilah diriku dan Muhammad, dan jangan Engkau kasihi seorang pun selain kami berdua!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Engkau telah menyempitkan yang luas.”
(Muttafaqun ‘alaih)

Menunjukkan Wajah Masam


Kadangkala, bisa pula seorang pendidik menunjukkan muka masam terhadap muridnya saat
mereka gaduh, untuk menjaga jalannya pelajaran dan menjaga wibawanya. Ini lebih baik
daripada menggampangkan perbuatan mereka yang seperti itu, namun akhirnya langsung
menghukum mereka.

Memberi Peringatan Keras


Banyak guru yang mengambil jalan dengan memberi peringatan keras terhadap muridnya yang
banyak tanya untuk mengulur waktu pelajaran, bermaksud meremehkan gurunya, atau
melakukan kesalahan lainnya. Ketika guru telah memberi peringatan keras dan bersuara
lantang, murid itu pun akan terdiam dan duduk dengan santun.
Metode ini dilakukan oleh Rasulullah ketika melihat seseorang
menggiring badanah1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur, “Tunggangi unta itu!” [1]
“Sesungguhnya unta ini badanah,” jawab orang itu.
Rasulullah menegur lagi, “Tunggangi!”
Akhirnya orang itu menunggangi badanahnya, berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sementara sandalnya dia letakkan di leher untanya. (HR. al-Bukhari)

Menyuruh Murid Menghentikan Perbuatannya


Ketika melihat ada murid-muridnya yang bercakap-cakap saat pelajaran berlangsung, guru bisa
menyuruh mereka untuk diam dengan suara yang lantang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah menyuruh seseorang yang bersendawa di hadapan beliau,
“Tahanlah sendawamu di hadapan kami!” (Hadits hasan, lihat Shahihul Jami’ no. 4367)
Berpaling
Bisa pula seorang pendidik berpaling dari anaknya atau muridnya jika melihatnya berkata
bohong, memaksa meminta sesuatu yang tidak semestinya diberikan, atau kesalahankesalahan
yang lain. Si anak akan merasakan sikap tidak peduli dari sang guru atau sang ayah, sehingga
akan tersadar dari kesalahannya.

Hajr (Mendiamkan)
Seorang pendidik bisa mendiamkan anak atau muridnya jika mereka meninggalkan shalat,
menonton film, atau melakukan perbuatan yang menyelisihi adab belajar. Hajr ini paling lama
tiga hari, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak halal seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” (Sahih, lihat Shahihul
Jami’ no. 753)
Tindakan hajr ini mengandung pendidikan adab, baik bagi anak maupun murid. Seorang penyair
pernah mengatakan,
Wahai kalbu, bersabarlah dengan hajr dari orang yang kau cinta
jangan kau putus asa karenanya, karena pendidikan kesantunan ada padanya

Teguran Keras
Jika nasihat dan arahan tidak memberikan hasil, pendidik boleh menegur anak atau muridnya
dengan keras ketika melakukan suatu kesalahan besar.

Duduk Qurfusha’
Apabila seorang guru kewalahan mengatasi murid yang malas, tebal muka, atau yang
semisalnya, sang guru bisa memerintahnya untuk bangkit dari tempat duduknya dan
menyuruhnya duduk qurfusha’ di depan kelas, di atas kedua telapak kakinya sambil mengangkat
kedua tangannya ke atas. Ini bisa membuat lelah si murid dan menjadi hukuman baginya. Di
samping itu, lebih utama daripada menghukumnya dengan tangan atau tongkat.

Hukuman dari Ayah


Apabila seorang murid terus menerus mengulangi kesalahannya, hendaknya guru menulis surat
kepada wali murid tersebut dan menyerahkan hukumannya kepada sang wali terhadap si murid
setelah menasihatinya. Dengan demikian, lengkaplah kerjasama antara sekolah dan rumah
tangga dalam mendidik anak.

Menggantungkan Tongkat
Disenangi apabila seorang pendidik—baik guru maupun ayah— menggantungkan cambuk yang
bisa digunakan untuk memukul dinding agar anak-anak bisa menyaksikannya dan merasa takut
terhadap hukuman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Gantungkanlah cambuk di tempat yang bisa dilihat oleh anggota keluarga kalian, karena hal itu
merupakan pendidikan adab bagi mereka.” (Dinyatakan hasan oleh al-Imam al-
Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 4022)
Ucapan beliau, “bisa dilihat oleh anggota keluarga”, maksudnya agar menjadi rintangan bagi
mereka melakukan berbagai kejelekan, karena takut tertimpa hukuman sebagai akibatnya.
Ucapan beliau, “karena hal itu merupakan pendidikan adab bagi mereka”, maksudnya bisa
membuat mereka bersikap santun, berakhlak dengan akhlak yang mulia dan menyandang
berbagai keutamaan yang sempurna. (Faidhul Qadir, al-Munawi, 4/325)

Pukulan Ringan
Seorang pendidik boleh memukul dengan ringan, jika segala cara di atas tidak memberi manfaat.
Lebih-lebih lagi dalam hal penunaian shalat bagi seorang anak yang telah berusia sepuluh
tahun, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ajari anak-anak kalian shalat ketika telah berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka karena
meninggalkan shalat ketika telah berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur
mereka.” (Sahih, HR. al-Bazzar dan yang lainnya)
Tentu amat indah pengajaran apabila disertai metode yang sesuai syariat. Karena itu, bekal
berharga seperti ini sudah semestinya dimiliki oleh seorang pendidik sejati.
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
(Dinukil dan diterjemahkan dengan sedikit perubahan dari kitab Nida’ ilal Murabbiyyin wal
Murabbiyyat karya asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah oleh Ummu
‘Abdirrahman bintu ‘Imran)

Jaman sudah berubah demikian pula dalam dunia pendidikan. Ketika kita bersekolah dulu apabila kita tidak
mengerjakan PR maka kita akan dihukum bapak/ibu guru dengan berdiri didepan kelas atau hukuman yang lain.
Sekarang ini kita tidak bisa menghukum siswa dengan hukuman fisik karena selain melanggar HAM juga dapat
berpengaruh dalam perkembangan jiwa anak, tetapi bukan berarti apabila ada siswa yang melanggar kita tidak
bisa menghukum. Efek jera perlu kita berikan kepada siswa dengan harapan siswa sadar dan tahu tugasnya
sebagai seorang pelajar yaitu belajar. Ketika kita melakukan kegiatan belajar mengajar dalam suatu kelas siswa
yang malas itu pasti ada, dan ketika diberikan PR alasan lupa atau tertinggal pasti akan keluar dari mulut sang
siswa untuk melindungi diri dari amarah bapak/ibu guru. Ketakutan akan terkena HAM akibat menghukum anak
terkadang membuat seorang guru yang mengajar dengan tidak menggunakan hati akan mengatakan dalam hati,
“Ah biar aja dia (siswa) itu malas......, wong dia bukan anak saya ngapain dihukum bodoh amat, lebih baik cari
selamatnya aja biar alam yang menyeleksi biar nanti dirasakan. Nanti kalau saya menghukum, orang tuanya
akan melaporkan saya ke polisi, mau jadi apa nantinya biarlah nasib yang menentukannya yang penting saya
menjalankan tugas biar tidak dikatakan memakan gaji buta.” Jika semua guru berpikir seperti tersebut,
bagaimana nasib generasi Indonesia kedepannya akan sangat menyedihkan karena guru yang seharusnya
mendidik beralih tanggung jawab hanya sebagai pengajar yang hanya memberikan ilmu dengan sistem yang
penting materi selesai, nilai diberi sesuai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Siswa yang melalaikan tanggung
jawabnya dengan tidak mengerjakan PR atau tugas sekolah harus tetap mendapat hukuman tetapi hukuman itu
harus bersifat mendidik. Hukuman yang bersifat mendidik itu apa yaaaaa............? Sayapun mencoba
menghukum siswa yang melalikan tugasnya dengan memberikan tugas mengarang dengan waktu 5 menit. Saya
memberikan selembar kertas kecil dan menyuruh siswa menulis dengan jujur mengapa lupa mengerjakan PR
dan hasilnya bagi saya siswa akan lebih jujur lagi karena mereka mengungkapkan perasaannya mengapa lupa
mengerjakan RP. Ada siswa yang bercerita lupa mengerjakan karena semalam pergi ke rumah saudaranya, ada
yang mengatakan tidak memasukkan ke dalam tas karena tergesa-gesa berangkat dan masih banyak lagi
ceriata yang berbeda dan alasan yang bermacam-macam. Dengan menghukum siswa untuk menulis mengapa
sampai tidak mengerjakan PR walau hanya 5 menit, bagi saya ternyata banyak manfaatnya. Pertama kita telah
mengajari siswa untuk belajar mengarang walaupun terkadang bahasa mereka lucu sekali dengan sering
mengulang-ulang kata. Kedua mengajari siswa untuk mengungkapkan isi hatinya/alasan mengapa lupa
mengerjakan PR, karena siswa tanpa malu mengungkapkan semua alasannya dengan tulisan itu saya rasa guru
bisa melihat bagaimana siswa tersebut. Dengan menulis cerita tersebut ternyata dapat mengurangi siswa yang
lalai dari mengerjakan tugas dan mereka lebih sadar dengan apa yang telah dilakukannya itu salah. Banyak
sekali hukuman mendidik yang ternyata efek jeranya lebih baik dari pada kita menghukum siswa secara fisik.
Seorang guru juga dituntut untuk lebih kreatif lagi dalam melakukan hukuman apabila ada siswa yang melalaikan
tugasnya, tanpa harus memberikan hukuman fisik. Hukumanpun juga harus yang kreatif tergantung pada
kesalahan siswa tersebut karena siswa bandel dan malas pasti ada sehingga lebih sering lupa tugas. Jika kita
menghadapi siswa tersebut kita harus melibatkan BK dan orang tua. Semoga pengalaman ini bermanfaat

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nurdianasmpn2/ketika-siswa-melalaikan-tanggung-jawabnya-tidak-
mengerjakan-tugas-atau-pekerjaan-rumah-pr_552852d6f17e61023d8b45c6

Anda mungkin juga menyukai