sebesar 11,72 persen atau sekitar 133.519 total rumah tangga yang tersebar pada
20 kabupaten dan tiga kota (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sulawesi Selatan
2005). Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi dan karakteristik masing-masing.
Berdasarkan data yang ada, diperoleh gambaran bahwa secara keseluruhan
produksi sayuran di Sulawesi Selatan pada tahun 2004 adalah 245.113 ton.
Terdapat beberapa jenis komoditi yang mengalami peningkatan dan juga beberapa
jenis komoditi lainnya mengalami penurunan. Secara rinci produksi sayur-sayuran
di Sulawesi Selatan dapat terlihat pada Tabel 6.
Sulawesi Selatan. Luas areal tanaman sayuran hingga Tahun 2005 terdiri dari luas
tanam seluas 5.587 ha dan luas panen 7.915 ha dengan jumlah produksi sebanyak
85.047 ton. Tanaman jenis sayur-sayuran yang menonjol di Kabupaten Enrekang
hingga tahun 2005 terlihat pada Tabel 8.
khusus sayuran dan buah di Kecamatan Alla desa Cece Sumillan dengan besaran
dana sekitar Rp.10 milyar . Sarana ini dirancang untuk menjadi pusat terminal
agribisnis sayuran yang bertujuan meningkatkan pasaran ekspor keluar negeri.
Penduduk Kabupaten Enrekang, hingga tahun 2005 tercatat sebanyak
182.058 jiwa yang terdiri dari 92.178 laki-laki dan 89.880 perempuan. Persentase
penduduk usia produktif sekitar 54,5 persen tahun 2005. Sebagai daerah agraris,
luas areal persawahannya mencapai 12.648 Ha yang terdiri dari 8.826 Ha lahan
sawah tadah hujan dengan produksi padi mencapai sekitar 45.065,50 ribu ton
selama tahun 2005. Selain tanaman padi, potensi tanaman pangan seperti
komoditas jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah serta produk perkebunan
lainnya juga cukup menonjol seperti jeruk besar, langsat, durian, pepaya, pisang
dan rambutan sebagai komoditas unggulan yang pemasarannya telah menembus
hingga kewilayah propinsi diluar Sulawesi Selatan.
Sumber : Diolah dari Data Kabupaten Gowa dan Enrekang dalam Angka, 2005
Tabel 10. Jumlah Kelompok Tani menurut Komoditi Usaha Tani Sayuran
Kelompok Tani
No Kabupaten
B.Merah Kentang Kubis Cabe Tomat Jumlah
1 Gowa 39 145 137 45 47 413
2 Enrekang 74 9 31 2 29 145
Jumlah 113 154 168 47 76 558
Sumber : Diolah Dari Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sul-Sel, 2007
Kabupaten Enrekang terbanyak adalah kelompok tani bawang merah dan kubis.
Di Kabupaten Enrekang terdapat tiga gabungan kelompok tani (Gapoktan) untuk
kedua jenis komoditi tersebut dan 41 kelompok tani wanita untuk semua
komoditi serta tiga kelompok tani pemuda. Berkembangnya keragaman jenis
kelompok tani di Kabupaten Enrekang mengindikasikan semakin tingginya
kesadaran petani akan fungsi dan manfaat berkelompok terutama dalam
memecahkan masalah-masalah usahatani yang dihadapi. Perkembangan ini perlu
pembinaan untuk memelihara kebersamaan dan kekompakan anggota sehingga
kelompok tani benar-benar menjadi wadah kekuatan petani yang dapat
berkesinambungan. Tak kalah pentingnya pula adalah pembinaan kelompok tani
yang diarahkan pada upaya menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan
berorganisasi, dan sikap bertanggung jawab.
Kemampuan berorganisasi perlu ditumbuhkan karena pengelompokan dan
mengelompokkan orang-orang dalam suatu kelompok harus diikuti dengan
kemampuan orang-orang yang berkelompok untuk mengatur diri mereka secara
mandiri. Suatu kelompok yang telah terorganisasi akan berjalan baik jika setiap
anggota kelompok memiliki sikap bertanggung jawab dan semangat kebersamaan.
Sikap bertanggung jawab terhadap kelompok perlu diikuti oleh semangat
kebersamaan dalam upaya menjaga kontinuitas kelompok. Tanpa ada semangat
kebersamaan maka hambatan kecil pun yang dihadapi oleh kelompok akan
menjadi pemicu ketidak kompakan dalam kelompok.
Kelompok tani sebagai salah satu kelembagaan penyuluhan mempunyai
kekuatan kelompok. Kemampuan berorganisasi, sikap bertanggung jawab dan
semangat kebersamaan kelompok merupakan awal kekuatan kelompok dalam
wujud kesatuan unit sosial. Kekuatan ini merupakan modal dasar dalam menuju
kelangkah berikutnya yaitu penataan kekuatan kelompok dalam aspek usaha
produktif. Kekuatan kelompok berdasarkan aspek usaha produktif seperti
munculnya kelompok tani berdasarkan komoditi yang diusahakan tentu akan
semakin memperkuat ketahanan kelompok. Hal ini terbukti dari hasil penelitian
Zaim (2006) bahwa kelompok tani berdasarkan komoditi memiliki fungsi adaptasi
dan integrasi yang baik dalam mendukung ketahanan kelompok.
90
Karakteristik Responden
1 Usia (tahun)
a. < 29 3 2,5 22 18,3 25 10,4
b. 29 - < 49 65 54,,2 81 67,5 146 60,8
40,6
c. > 49 52 43,3 17 14,2 69 28,8
2. Pendidikan Formal
(tahun)
a. < 6 70 58,3 34 28,3 104 43,3
b. 6 - < 12 7,17 49 40,9 76 63,4 125 52,1
c. > 12 1 0,8 10 8,3 11 4,6
3. Pengalaman
Usahatani (tahun)
a. < 7 29 24,2 79 65,8 108 45,0
b. 7 - < 14 8,5 62 51,6 25 20,9 87 36,3
c. >14 29 24,2 16 13,3 45 18,7
Kabupaten Enrekang seluas 0,5 ha. Rata-rata luas lahan yang dikuasai responden
di dua kabupaten sebesar 0,9 ha. Persentase responden berdasarkan Luas Lahan
yang dimiliki terlihat dalam Tabel 12.
Kabupaten
Total
Luas Lahan (Ha) Gowa Enrekang
n % n % n %
Palu dan Menado. Dengan pendapatan sebesar itu masih sulit bagi petani dapat
mengembangkan usahanya terlebih lagi dengan kondisi ekonomi sekarang ini
dimana biaya pendidikan dan kesehatan serta kebutuhan pokok lainnya semakin
meningkat. Rata-rata responden di dua lokasi berusaha untuk dua jenis tanaman.
Masalah yang sering dihadapi petani di Kabupaten Enrekang adalah situasi
harga komoditi yang tidak menentu serta serangan hama dan penyakit buah.
Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang menjadi pusat kegiatan pemasaran sayuran
di Kabupaten Enrekang baik yang menuju kabupaten dan kota di bagian utara
Sulawesi Selatan maupun yang menembus ke provinsi luar Sulawesi Selatan.
Produksi sayuran di kecamatan ini cukup besar ditunjang dengan daya serap pasar
yang cukup tinggi, mendorong gairah petani mengembangkan budi daya sayuran
sebagai salah satu usaha andalan mereka.
Hingga tahun 2006 di Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang telah
dibangun sub terminal agribisnis khusus sayuran dan buah yang didesain atas
kerjasama Pemda Kabupaten Enrekang dengan Universitas Udayana Bali. Sarana
ini dirancang untuk menjadi pusat terminal agribisnis sayuran yang bertujuan
meningkatkan pasaran ekspor keluar negeri. Dengan berfungsinya sarana ini
memungkinkan akan semakin menambah aktifitas perdagangan sayuran dan akan
meningkatkan pendapatan petani. Setelah melalui perhitungan dari data yang
diperoleh maka gambaran rata-rata pendapatan responden dalam setahun dari total
nilai produksi setelah dikurangi ongkos produksi terlihat pada Tabel 13. Dari
gambaran tersebut menghasilkan rata-rata pendapatan perbulan sebesar Rp.
203.343.
Jenis tanaman yang menghasilkan rata-rata pendapatan tertinggi yaitu
komoditi kentang di Kabupaten Gowa dan bawang merah di Kabupaten Enrekang.
Sedangkan jenis tanaman yang kurang memberi pendapatan bagi petani yaitu
terung di Gowa dan kentang di Enrekang. Tanaman terung di Kabupaten Gowa
belum menghasilkan keuntungan pendapatan bagi petani tapi justru hasilnya
minus. Kerugian petani tersebut disebabkan faktor harga yang tidak stabil
dibandingkan dengan ongkos produksi yang dikeluarkan. Kondisi ini semakin
menambah beban kehidupan petani di saat kondisi ekonomi semakin terpuruk.
95
Tabel 14. Persentase Responden menurut Pekerjaan di luar Usaha tani Sayuran
Kabupaten
Total
Jenis Pekerjaan Gowa Enrekang
n % n % n %
1. Bertani Jenis
Padi,Coklat, kopi,dll 14 11,7 21 17,5 35 14,6
2. Dagang / Jual Beli 38 31,7 2 1,7 40 16,7
3. Buruh Bangunan 2 1,7 1 0,8 3 1,3
4. Ojek 1 0,8 1 0,8 2 0,8
5. Penyalur Saprodi 1 0,8 12 10,0 1 0,4
6. Beternak Kambing - - 1 0,8 12 5,0
7. Sekdes - - 1 0,8 1 0,4
8. PNS - - 1 0,8 1 0,4
9. Guru Honor - - 1 0,8 1 0,4
10. Lain-lain 35 29,2 13 10,8 48 20,0
11. Tidak Memiliki Usaha 29 24,1 67 55,8 96 40,0
Tambahan
pemasok beberapa jenis komoditi seperti tanaman bahan sutra dan tanaman
hortikultura lainnya seperti pepaya, salak, dan pisang. Hasil usaha tersebut dapat
menambah pendapatan petani antara Rp. 50 ribu hingga Rp. 5 juta atau rata-rata
Rp. 269.811 sebulan.
Tabel 15. Persentase Responden menurut Jumlah Pendapatan di luar
Usaha tani Sayuran
Kabupaten
Pendapatan Total
(000/ bulan) Gowa Enrekang
n % n % n %
Tujuan Kelompok
Tujuan kelompok adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh kelompok yang
merupakan tujuan bersama dari tujuan individu-individu di dalam suatu
kelompok. Tujuan kelompok dapat dikembangkan jika telah dirumuskan dengan
baik, kemudian disetujui, disosialisasi, dijadikan arah dan pedoman dalam
pengambilan keputusan serta pedoman perilaku dan sikap anggota kelompok.
Berdasarkan data dalam Tabel 16 menunjukkan bahwa pengembangan
tujuan kelompok di Kabupaten Enrekang lebih dinamik dari Kabupaten Gowa
dengan kategori tinggi yakni 65 persen, artinya kelompok tani di Kabupaten
100
Demikian pula dana anggota untuk penguatan kelompok kurang memadai dengan
tingkat respon sekitar 10,4 persen. Selain karena rendahnya pendapatan petani di
lokasi ini juga karena kesadaran berkontribusi dan mengakses dana untuk
kelompok masih relatif kurang. Pada umumnya petani di dua lokasi menggunakan
modal sendiri dalam menjalankan kegiatan/program kelompok. Kenyataan ini
akan semakin menyulitkan petani, apalagi pada umumnya petani di Indonesia
adalah petani subsisten dimana usahatani semata-mata untuk memenuhi
kecukupan kebutuhan keluarga (Mubyarto, 1995). Berkaitan dengan hal itu,
Redfield menyatakan bahwa perbedaan perilaku petani baik secara moral maupun
rasional dipengaruhi oleh perbedaan dalam tingkat subsistensi petani, perbedaan
struktur komunitas petani serta perbedaan tingkat pengaruh kolonialisasi.
Maksud dari fungsi dan tugas dalam kelompok adalah memfasilitasi dan
mengkordinasi usaha-usaha kelompok yang berkaitan dengan masalah-masalah
bersama dalam rangka memecahkan masalah tersebut. Fungsi tugas bertujuan
memperkuat kerjasama dalam melaksanakan kegiatan dalam kelompok agar
kelompok dapat mencapai tujuan.
Di antara empat unsur dinamika kelompok ternyata unsur pengembangan
fungsi tugas di dua lokasi memiliki skor nilai tengah terendah yakni skor 22. Hal
ini berarti bahwa tugas kordinasi dan usaha memfasilitasi masalah-masalah
bersama dalam kelompok kurang berjalan secara optimal dan masih perlu
digerakkan. Terdapat perbedaan secara nyata pengembangan fungsi dan tugas di
dua lokasi. Perbedaan tersebut seiring dengan perbedaan keragaman masalah dari
masing-masing kelompok. Di Kabupaten Enrekang masalah yang sering
dibicarakan adalah pengendalian hama tanaman seperti hama daun, hama batang,
hama buah kentang serta pengadaan sarana produksi, sedangkan di Kabupaten
Gowa masalah permodalan, pengadaan pupuk kandang, pendistribusian air irigasi,
transportasi dan sarana jalan serta penyediaan sarana pembenihan.
Akselarasi pemecahan masalah dapat terwujud jika setiap anggota
kelompok saling berbagi fungsi tugas, dan masing-masing bertanggung jawab
menggagas solusi sesuai kemampuan atau kompetensi yang dimiliki.
103
(a) Mencari Informasi Usaha 11,4 15,9 9,2 15,5 10,3 15,7
(b) Melakukan Kordinasi 12,8 15,0 9,2 15,5 11,0 15,2
(c) Melakukan kerjasama 14,8 13,9 5,5 16.4 10,1 15,1
(d) Melaksanakan Tugas Sesuai 12,1 15,4 8,6 15,5 10,3 15,4
Kesepakatan
(e) Mengkomunikasikan Informasi 15,6 13,5 9,2 15,5 12,4 14,5
dan Ide
(f) Melakukan Inisiasi 17,6 12,6 47,21 6,2 32,4 9,4
(g) Berpartisipasi dalam Penentuan 15,1
15,6 13,5 1.0 13,3 14,3
Tugas Kelompok.
km dari ibukota kecamatan. Hal ini dilakukan karena kurangnya informasi yang
mereka peroleh di daerahnya baik dari media maupun dari dalam kelompok itu
sendiri. Perusahaan Hortikultura CV. Mutiara Selatan dan CV Ricky Wijaya yang
merupakan perusahaan untuk komoditi sayuran, sering menerima dan memberi
pelayanan informasi usaha kepada petani. Jumlah perusahaan hortikultura sekitar
10 perusahaan. Jumlah tersebut masih jauh dari jumlah perusahaan serupa di Jawa
Barat sebanyak 57 perusahaan horti dan Jawa Timur sebanyak 51 perusahaan.
Keberadaan perusahaan horti sangat membantu peningkatan motivasi usaha petani
dalam rangka kemitraan ( Purnaningsih, 2006).
Informasi pemasaran yang diperoleh diluar kelompok pada umumnya
kurang dikordinasikan dan kurang dikomunikasikan kepada anggota sehingga
memungkinkan ada anggota yang ketinggalan informasi. Hal tersebut ditunjukkan
dengan rendahnya respon pada aspek kerjasama anggota dalam kelompok, dan
rendahnya dalam mengkomunikasikan informasi serta rendahnya partisipasi
dalam penentuan tugas kelompok. Oleh sebab itu upaya penyuluhan masih
diperlukan untuk memperbaiki koordinasi dan kerjasama anggota dalam
kelompok.
Hal ini menjadi tantangan dalam ciri masyarakat desa yang lambat menerima
innovasi dan bertahan dalam paradigma lama.
Kekompakan Kelompok
(a) Mengatasi perbedaan pendapat 15,6 10,4 10,1 12,7 12,8 11,5
(b) Memberi solusi atas perbedaan 12,7 12,4 10,1 12,7 11,4 12,5
(c) Menerima usul dan saran positif 12,7 12,3 12,6 12,5 12,6 12,4
(d) Membina keakraban dan 11,1 13,3 7,6 12,9 9,3 13,1
kebersamaan
(e) Membina Kerjasama 11,9 12,9 6,3 12,9 9,1 12,9
(f) Mempersatukan Aspirasi 11,9 12,9 6,3 13,1 9,1 13,0
Anggota
(g) Mematuhi Aturan Kelompok 10,6 13,7 15,2 12,3 12,9 13.0
(h) Mengusahakan Sanksi 13,4 11,9 31,6 10,7 22,5 11,3
Sumber : Data Primer diolah, 2007
Uji One Way Anova, berbeda nyata pada dua lokasi α= 0,05 P=0,00 F hit. = 61,544.
Pola Pemberdayaan
usaha produksi maupun kegiatan usaha lainnya, dan sebagian lainnya kurang
mampu mengembangkan. Secara deskriptif tingkat persentase sebaran reponden
berdasarkan pola pemberdayaan terlihat dalam Tabel 22.
petani yang berada di dataran tinggi Desa Malino dan menguasai lahan lebih dari
5 ha sering melakukan kerjasama dengan pihak perbankan khususnya Bank
Rakyat Indonesia (BRI). Pengembangan jaringan kerja antar kelompok tani
dimaksudkan agar proses pembelajaran petani dengan kelompok lain berlangsung
dengan baik, saling tukar pengalaman dan keberhasilan usaha. Kemudian
dimaksudkan pula agar petani dan kelompok mampu mencari bantuan dan
kerjasama dengan pihak lain seperti dalam hal permodalan, pemasaran, dan
pelatihan agar motivasi petani anggota kelompok semakin meningkat dan
senantiasa terdorong untuk lebih maju.
Hasil wawancara dengan petani dan penyuluh menyatakan bahwa masalah
utama di lokasi ini adalah kurangnya pertemuan antar kelompok tani dan belum
adanya gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang berfungsi sebagai kordinator
antar kelompok. Pertemuan pengurus kelompok hanya sering terjadi pada saat
acara musyawarah rembuk pembangunan desa (Musrembang) se Kabupaten
Gowa sekali setahun yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Hal-hal yang
diagendakan dalam pertemuan tersebut juga bersifat umum dan kurang tersentuh
ke program kelompok tani. Kemudian usaha jaringan kerjasama kelompok dengan
penyandang dana (perbankan dan koperasi) belum dilakukan secara optimal
kecuali secara perorangan untuk mendapatkan kredit usaha. Selain itu dengan
terbatasnya jumlah perusahaan horti yang beroperasi di Sulawesi Selatan
merupakan kenyataan rendahnya akses kerjasama kelompok tani dengan pihak-
pihak luar kelompok. Perusahaan hortikultura sangat dibutuhkan di lokasi ini
terutama dalam pengolahan komoditi pasca panen yang sering dikeluhkan
jaringan pemasarannya. Kerugian yang dialami petani saat pasca panen akibat
resiko sayuran yang mudah rusak dan dengan jaringan pemasaran yang terbatas.
Di Kabupaten Enrekang pengembangan jaringan kerja terfokus melalui
kerjasama dengan koperasi tani, dan kelompok pedagang sayuran dari luar daerah
seperti Kalimantan, Kendari, Menado dan daerah sekitarnya. Hal ini berarti
kedinamisan kerjasama tersebut seiring dengan aktifitas kelompok tani di lokasi
ini yang semakin meningkat khususnya dalam agribisnis sayuran. Meski demikian
pengembangan kerjasama dengan pihak/lembaga keuangan untuk mengakses
sumber modal masih tergolong minim. Pengembangan jaringan kerja
115
berhubungan positif dan nyata dengan pendidikan petani (r=0,102 α=0,05). Usaha
untuk mendapatkan kredit bank maupun kredit non bank masih dirasakan sulit
bahkan sebagian besar belum pernah mendapat sosialisasi pengembangan usaha
kecil dari pihak pemerintah.
Program penguatan modal usaha kelompok (PMUK) Tahun 2006 yang
dikucurkan pemerintah melalui Departemen Pertanian belum sepenuhnya dapat
diakses oleh setiap kelompok karena terkendala dengan beberapa kriteria umum
calon kelompok sasaran penerima bantuan. Hanya sekitar 10 persen dari jumlah
kelompok tani yang mampu dan bersyarat mendapatkan bantuan penguatan modal
tersebut. Berdasarkan hasil sensus pertanian 2003 Propinsi Sulawesi Selatan
sebanyak 93,3 persen petani sayuran di Sulawesi Selatan menggunakan modal
sendiri sebagai sumber modal dalam mengembangkan usaha dan hanya 6,7 persen
dari kredit bank, non bank dan sumber lainnya. Dengan kenyataan tersebut maka
target pemerintah pusat yang menjadikan Sulawesi Selatan sebagai salah satu
wilayah pengembangan utama horti secara umum dan sayuran secara khusus akan
sulit tercapai.
Kabupaten
Total
Materi Pelatihan Gowa Enrekang
n % n % n %
hari, dan 12,5 persen di Kabupaten Enrekang mengikuti pelatihan lebih dari 5
hari.. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Kabupaten Enrekang memiliki akses
mengikuti pelatihan yang lebih lama waktunya dan memungkinkan memiliki
pengetahuan dan keterampilan berusahatani yang lebih memadai.
Kabupaten
Jumlah Hari Total
Pelatihan Gowa Enrekang
n % n % n %
Pengembangan Kepribadian
mengendalikan diri jika usaha mereka kurang berhasil. Aspek kepribadian petani
terlihat dalam Tabel 25.
Semangat Kerja
Semangat kerja adalah gairah, keinginan dan hasrat yang kuat dalam
bekerja. Dalam penelitian ini yang dimaksudkan sebagai semangat kerja adalah
usaha kerja keras yang dilakukan petani dengan penuh perhatian untuk berhasil.
Berdasarkan data pada Tabel 25 (Hal. 121), sebanyak 62,5 persen responden di
Kabupaten Enrekang memiliki semangat kerja dengan kategori tinggi. Petani
sayuran di Kabupaten Enrekang memiliki kondisi pertanaman yang lebih baik dan
kelancaran pendistribusian hasil produksi sayuran di pasaran, serta perolehan
pendapatan yang menguntungkan. Hal tersebut menjadi salah satu perangsang
bagi petani dalam memelihara semangat kerja, percaya diri, keuletan dan
kreatifitas. Di Kabupaten Enrekang akses pemasaran lebih lancar dan produksi
usaha lebih besar membuat petani lebih bersemangat bekerja keras.
Hoselitz (Sajogyo,2002), bahwa untuk membangun suatu masyarakat yang
ekonominya terbelakang harus bisa menyediakan suatu sistem perangsang yang
dapat menarik aktivitas warga masyarakat. Sistem perangsang itu harus
sedemikian rupa sehingga dapat memperbesar kegiatan untuk bekerja,
memperbesar keinginan orang untuk menghemat dan menabung, dan
memperbesar keinginan orang untuk mengambil resiko dalam hal mengubah
secara revolusioner cara-cara yang lama. Hoselitz berpandangan, orang desa tidak
usah ditarik atau didorong untuk bekerja keras, cara-cara dan irama bekerja itu
harus diubah dan disesuaikan dengan cara-cara dan irama yang harus dipelihara
dengan disiplin yang tegang, agar tenaga yang dikeluarkan dapat seirama dengan
berjalannya mesin dan memberi hasil seefektif-efektifnya.
122
kepercayaan akan berkurang jika petani merasa lebih tahu apa yang semestinya
dikerjakan sesuai kemampuan dan pengalaman yang dirasakan.
Peran penyuluh dan pengantar pembaruan lainnya dalam perspektif
peningkatan kognitif, afektif dan psikomotorik petani merupakan hal yang positif,
namun jika peran orang-orang di luar diri petani bersifat memelihara
ketergantungan petani dan berlangsung lama terutama dalam pengambilan
keputusan maka hal tersebut merupakan pendidikan yang kurang baik. Dalam
falsafah penyuluhan yang terbaik adalah memperlakukan manusia sebagai orang
yang cerdas dan bertanggung jawab sehingga lebih percaya pada pertimbangan
sendiri dan bermanfaat bagi diri, bagi keluarga dan orang lain. Oleh sebab itu
pendekatan dalam peningkatan rasa percaya diri petani adalah penyuluhan sebagai
upaya pendidikan non formal.
Keuletan
40,6 tahun dan pengalaman usaha 8,5 tahun menjadi indikator untuk mengetahui
kualitas pribadi petani dalam meningkatkan kualitas usaha. Keuletan petani
berhubungan positif dan nyata dengan semangat kerja petani (r = 0,481 α = 0,01).
Artinya keuletan dan semangat kerja mempunyai hubungan yang searah (linear)
dan sama-sama menjadi faktor keberhasilan petani dalam menjalankan usaha. Hal
ini ditunjukkan dengan kesungguhan dan kesabaran petani menghadapi fenomena
alam yang kadang menguntungkan dan kadang merugikan usaha. Serangan
penyakit dan hama tanaman serta gejolak harga yang berfluktuasi adalah
fenomena yang sering dikeluhkan petani, namun dengan sikap optimisme petani
tetap merasa kuat menghadapi tantangan tersebut.
Selain faktor internal diri petani (umur, pengalaman usaha tani dan
semangat kerja) maka faktor lainnya diluar peubah penelitian ini seperti lama
kerja petani memungkinkan pula berpengaruh dalam pengembangkan keuletan
petani. Menurut Tohir (1991), rata-rata lama kerja petani untuk usahatani di
tegalan selama 59 hari dengan kemampuan tenaga keluarga sendiri. Jika
menggunakan tenaga bayaran rata-rata hingga 39 hari. Petani di Kabupaten
Enrekang khususnya di Kecamatan Anggeraja, sebagian besar menggunakan
tenaga kerja bayaran. Di Kabupaten Gowa sebagian besar petani menggunakan
tenaga sendiri kecuali bagi petani yang menguasai lahan lebih dari 5 ha
menggunakan tenaga kerja bayaran. Dari gambaran tersebut disimpulkan bahwa
jika dengan tenaga keluarga sendiri, berarti petani lebih lama bekerja tapi lebih
banyak pengalaman dan menunjukkan adanya sifat keuletan berupa kesungguhan
dan ketekunan dalam berusaha. Namun jika menggunakan tenaga bayaran berarti
sebagian waktu petani bisa digunakan untuk kegiatan lain tapi kurang
menunjukkan adanya ketekunan dalam berusaha. Oleh sebab itu, faktor lama
bekerja tergantung kemampuan petani menggunakan tenaga kerja. Menurut Tohir
(1991) lama bekerja ditentukan pula oleh kecil besarnya usaha tani yang dimiliki,
keadaan alam seperti iklim, tanah dan topogrofi tanah serta faktor-faktor sosial
ekonomis lainnya.
126
Kreativitas
Lingkungan Sosial
tinggi yakni 50 persen dan kategori rendah 50 persen. Artinya setengah responden
menilai lingkungan sosial berjalan dengan intensitas yang tinggi dan setengah
lagi menilai berjalan dalam intensitas yang rendah.
Berdasarkan sebaran perlokasi, unsur lingkungan sosial di Kabupaten
Enrekang tekanannya lebih tinggi dari Kabupaten Gowa. Unsur yang menonjol di
Kabupaten Enrekang adalah intensitas norma dan nilai budaya sebesar 70,8 persen
responden dengan kategori tinggi. Sedangkan di Kabupaten Gowa unsur yang
menonjol adalah peran tokoh informal sebesar 50,8 persen responden dengan
kategori tinggi.
Aktifitas individu petani dalam wujud perilaku kelompok tercermin dari
watak, suku dan perpaduan kebangsaan dari petani itu sendiri (Tohir,1991).
Responden petani di Kabupaten Enrekang yang berasal dari perpaduan suku bugis
dan toraja, pada dasarnya memiliki pertemalian watak kepribadian bertani dengan
petani di Kabupaten Gowa yang suku Makassar. Adapun beberapa hal yang
berbeda terletak dari cara dan gaya berusaha, serta status sosial yang dimiliki.
Misalnya semangat kerja keras dan keuletan berusahatani sambil berdagang, lebih
menonjol dalam watak petani Kabupaten Enrekang yang memiliki mental
berbisnis lebih maju dari petani Kabupaten Gowa.
Pola tingkah laku serta budaya petani suku Bugis Makassar bisa dipahami
dengan baik dengan konsep pangngaderreng (Bugis) atau pangngadakkang
(Makassar) dan siri’. Pangngaderreng sebagai suatu ikatan untuk sistem nilai
yang memberikan acuan bagi hidup bermasyarakat orang Bugis Makassar serta
siri’ sebagai sikap hidup yang sangat mementingkan harga diri. Konsep
pangngaderreng telah menjadi landasan kebudayaan yang mengikat dari dua suku
bangsa tersebut. Pangngaderreng sebagai suatu sistem nilai bertujuan menjaga
martabat manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Akan
tetapi pangngaderreng yang utuh dan lengkap itu bila tidak di dukung oleh suatu
sikap hidup yang mensakralkannya akan merupakan suatu sistem nilai yang rapuh
kedudukannya (Sajogyo, 2002). Apa yang terjadi ialah terbentuknya suatu
pandangan yang menganggap pangngaderreng itu begitu penting, begitu suci,
hingga bila tidak ada pangngaderreng, hidup ini tidak cukup berharga untuk
dijalani.
130
Secara umum kecenderungan unsur norma dan nilai budaya di dua lokasi
penyebarannya berada pada kategori rendah yakni 54,2 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa patokan tingkah laku yang ditekankan dalam pergaulan
hidup masyarakat petani seperti ciri kekerabatan, kekeluargaan, kejujuran,
kompromi dalam perbedaan pendapat, pengendalian diri dalam penyelesaian
masalah serta nilai-nilai kebersamaan, mengindikasikan adanya pergeseran sistem
nilai ke sistem nilai formalistik tanpa hubungan pribadi (formalistic
impersonality), artinya sikap dalam berusaha, berkelompok maupun dalam
bermasyarakat telah diwarnai oleh fenomena sosial yang dilandasi oleh sikap
individualistik, sikap persaingan, dan sikap rasionilitas antara individu, dan
keluarga petani. Hal ini sejalan dengan pendapat Tohir (1991), menyebut
fenomena ini sebagai kesulitan-kesulitan yang nyata-nyata dialami oleh petani-
petani kita dalam masa transisi khususnya dalam bidang pengelolaan usaha tani.
Diungkapkan, perasaan dan ikatan kekeluargaan makin menipis, karena makin
berkembangnya sifat individualisme. Lembaga-lembaga sosial budaya seperti
131
gotong royong mulai berubah bentuk di ssmana segala sesuatunya sudah dihitung
dalam kesatuan uang/barang. Jiwa kebendaan atau material mulai menggantikan
jiwa sosial budaya dan perubahan dalam penguasaan usahatani. Dengan masuknya
faktor-faktor ekonomis maka kecenderungan kehidupan petani di pedesaan sudah
lebih banyak menghitung jerih payah dan hasil usahanya secara ekonomis.
Fenomena persaingan individu dan antar keluarga, kerabat maupun sesama
anggota kelompok di lokasi penelitian terutama di Kabupaten Gowa terekam
dalam penelitian ini. Persaingan tersebut dipicu oleh masalah penguasaan tanah,
masalah kedudukan antara yang muda dan yang tua, masalah keluarga, masalah
perkawinan dan lain sebagainya. Fenomena sosial yang mulai nampak ini secara
langsung dapat mewarnai aktifitas kelompok maupun aktifitas bermasyarakat, dan
memungkinkan melahirkan kerenggangan sosial yang tidak diharapkan dimasa
datang. Meskipun demikian fenomena pergeseran norma dan nilai budaya secara
umum akan berdampak pada dua sisi yakni dapat menjadi hambatan jika sikap-
sikap positif individu dalam kelompok berubah menjadi sikap yang
individualistik, kurang toleran, senang dengan pendapat sendiri, namun disisi lain
dampak dari pergeseran norma tersebut dapat menumbuhkan sikap efisiensi, dan
sikap rasional untung rugi dalam berusaha.
Unsur norma dan nilai budaya mencapai persentase tertinggi di
Kabupaten Enrekang lebih disebabkan oleh masih kuatnya kekerabatan dan
solidaritas dalam kelompok yang dimotivasi oleh kemajuan usaha dengan
tingginya produktivitas usahatani sayuran yang diperoleh. Fenomena ini
kemungkinan disebabkan karena keterjauhan jarak wilayah dari keragaman
budaya kota, kondisi lingkungan alam, pandangan hidup, adat istiadat, pandangan
mengenai ekonomi serta sifat dan akhlak jiwa dari masyarakatnya. Fenomena ini
tercermin dalam kehidupan petani di Kabupaten Enrekang tersebut.
Petani di Kabupaten Gowa khususnya yang bermukim di Kecamatan
Barombong lebih dekat dengan pergaulan masyarakat perkotaan. Dengan jarak
sekitar 30 km dari Kota Makassar memungkinkan terjadinya interaksi sosial yang
lebih mengarah kebudaya kehidupan perkotaan. Implikasi terhadap kelompok
terlihat dari sikap pengurus kelompok yang kurang merealisasi program kegiatan
kelompok yang telah disepakati dalam pertemuan bulanan. Di samping itu faktor
132
produktivitas, kondisi alam, pandangan hidup, adat istiadat dan kelembagaan adat
yang telah lama ada sebagai warisan masa lampau merupakan fenomena sosial di
lokasi ini. Sebagai wilayah pemerintahan yang pernah dikuasai oleh pemerintahan
raja-raja dahulu seperti kerajaan Sultan Hasanuddin Mallombassang Daeng
Mattawang, maka masyarakat petani di daerah ini cenderung lebih memiliki
kedekatan dengan tokoh informal dalam pengambilan keputusan dari pada
pemimpin atau pengurus kelompok. Hal ini memerlukan kajian tersendiri dalam
penelitian lainnya.
sering didatangi warga desa untuk meminta nasehat serta saran dalam
memecahkan masalah-masalah pertanian di pedesaan.
Peran tokoh informal di dua lokasi secara umum telah menunjukkan
aktivitasnya mulai dari kehadiran dalam pertemuan kelompok tani, kunjungan
kekelompok tani, memotivasi dan menasehati anggota kelompok, membantu
kelompok serta mendapat respon balik dari anggota/petani dalam bentuk loyalitas
dan kepatuhan petani terhadap tokoh informal. Di Kabupaten Gowa, khususnya di
dataran tinggi Malino Kecamatan Tinggi Moncong, kepekaan tokoh adat
terhadap permasalahan petani adalah cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan
intensitas kehadiran tokoh adat tersebut dalam pertemuan informal dengan
pengurus dan anggota kelompok tani. Hal-hal yang berkaitan dengan pengambilan
keputusan dalam bercocok tanam serta masalah pemeliharaan tanaman senantiasa
melibatkan keberadaan tokoh informal. Kepatuhan petani berkaitan pula dengan
penguasaan lahan yang dimiliki. Pada umumnya penguasaan lahan pertanian lebih
dari 5 ha merupakan lahan dari keluarga tokoh adat. Di seluruh wilayah dataran
tinggi Kabupaten Gowa yang luas wilayahnya 72 persen dari luas wilayah
kabupaten, peran tokoh informal khususnya tokoh adat lebih dihormati dan
mempunyai daya kharismatik yang lebih tinggi. Keluarga turunan dari raja-raja
terdahulu sangat berpengaruh, baik dalam kehidupan sosial maupun dalam
pemerintahan. Berdasarkan informasi tokoh masyarakat di lokasi penelitian
bahwa secara historis keturunan raja di dataran tinggilah yang seharusnya
mengendalikan pemerintahan di Kabupaten Gowa. Demikian besar pengaruh
tokoh informal tersebut sehingga kehadiran tokoh informal dalam pertemuan
kelompok diidentikkan dengan keaktifan anggota kelompok. Di wilayah dataran
rendah Kecamatan Barombong Gowa, tokoh informal di dominasi oleh pemuka
agama, guru dan tokoh masyarakat lainnya.
Di Kabupaten Enrekang tokoh informal di dominasi oleh tokoh agama,
pengusaha maju, dan tokoh pendidik. Pengambilan keputusan petani dalam
bercocok tanam tidak lagi didominasi oleh tokoh adat tapi mulai bergeser dengan
menerima informasi-informasi baru dari tokoh informal lainnya dan aparat
pemerintahan desa, petani maju dan para penyuluh pertanian. Keterhubungan
dengan tokoh adat atau keluarga bangsawan masih terjalin kuat di beberapa desa
134
sekitarnya seperti Desa Bungin yang masih mengaitkan waktu mulai bertanam
dengan pendapat tokoh adat. Keterjalinan itupun tetap terpelihara pada acara-
acara perkawinan. Dengan demikian peran tokoh informal dalam pembangunan
pertanian di dua lokasi disatu sisi masih berpengaruh kuat dan di sisi lain
menunjukkan adanya fenomena pergeseran pengaruh ketokoh informal lain yang
memiliki keterhubungan dengan media massa dan agen pembaharu berdasarkan
perkembangan sosial yang semakin dinamis. Dalam kaitan itu, Rogers (1983)
menyatakan bahwa pemimpin informal lain yang dapat mempengaruhi warga desa
adalah yang banyak berhubungan dengan media massa, kosmopolit, sering
berhubungan dengan agen pembaharu, partisipasi sosialnya besar, status sosial
ekonominya tinggi dan lebih inovatif dibanding dengan pengikutnya.
Relevansi Informasi
Akurasi Informasi
industri pengolahan, padahal akses untuk itu terbuka lebar dan kurang
dimanfaatkan sehingga aktivitas ekonomi kelompok tani kurang berkembang.
Penyiapan Lahan
tangga, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Daerah penelitian telah
lama dikenal sebagai daerah pemasok sayuran diantara enam kabupaten sentra
sayuran di Sulawesi Selatan.
Penyemaian
Penanaman
Pemupukan
Pemberantasan Hama
Penanganan Hasil
Penanganan hasil adalah kegiatan pasca panen dimana sayuran yang telah
dipanen tetap baik mutunya, lebih menarik warna, rasa atau aroma, memenuhi
148
standar perdagangan, terjamin untuk dijadikan bahan baku oleh para konsumen
serta dapat dipasarkan dengan kualitas yang tetap terjamin (Rahardi, Rony
Palungkun dan Asiani Budiarti, 2004).
Aktivitas penanganan hasil produksi di dua lokasi penelitian berada pada
persentase dengan kategori tinggi yakni 61,7 persen responden (Tabel 28).
Kegiatan penanganan hasil dalam penelitian ini dilihat dari aspek pengangkutan,
penyimpanan, pengemasan, pengolahan, pengawetan dan pengalengan hasil
produksi. Di Kabupaten Enrekang penanganan hasil produksi hanya sebatas
pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan. Sedangkan kegiatan pengolahan,
pengawetan dan pengalengan belum dilakukan oleh petani maupun kelompok
tani. Kemudian di Kabupaten Gowa penanganan hasil hanya sampai
pengangkutan dan penyimpanan. Pengangkutan hasil panen dari lahan/kebun
ketempat penyimpanan di dukung oleh ketersediaan sarana angkutan (mobil) yang
cukup lancar. Sebagian petani menggunakan gerobak dorong hingga ketempat
penampungan. Di lokasi penelitian belum menggunakan teknologi penyimpanan
dengan cara pendinginan, karena pada umumnya setelah di panen langsung
dikemas lalu segera diangkut keterminal truk angkutan untuk segera dibawa
keluar daerah maupun provinsi melalui pelabuhan laut Kabupaten Mamuju dan
Pare-Pare.
Cara pengemasan menggunakan karung plastik dan keranjang dalam
bentuk yang transparan. Dari sudut kesehatan, pengamanan pembuatan kemasan
belum tersentuh oleh penjaminan sanitasi dan syarat-syarat kesehatan karena pada
umumnya dibuat secara mudah dengan biaya yang rendah. Demikian pula petani
dataran tinggi Kabupaten Gowa, cara pengemasan masih tergolong sederhana dan
tradisional dengan menggunakan peti kayu. Pengangkutan dari Desa Malino ke
pelabuhan laut harus ditempuh dengan jarak yang cukup jauh dan berdampak
lamanya waktu perjalanan serta dapat menurunkan kualitas sayuran itu sendiri.
Pengemasan dengan cara yang lebih baik dilakukan ketika pembelian
dilakukan oleh pihak industri pengolahan sayuran, restoran dan swalayan. Jenis
bahan pengemasan disiapkan langsung oleh pihak industri dengan menggunakan
kotak plastik dan lembaran plastik. Seyogyanya di lokasi inipun dapat dibangun
149
Pemasaran
Tabel 29. Koefisien Korelasi Rank Spearman untuk Hubungan antar Peubah
Bebas
peluang dan semangat yang tinggi untuk mengelola kelompok kearah yang
lebih dinamik dan meningkatkan produktivitas kerja.
(2) Pola pemberdayaan (pengembangan kemampuan usaha, pengembangan
jaringan kerja dan pelatihan) berhubungan positif dan nyata dengan
dinamika kelompok dan produktivitas kerja petani. Artinya semakin sesuai
jenis kegiatan pemberdayaan petani dengan tujuan kelompok, maka kinerja
kelompok akan berkembang semakin baik dan produktivitas kerja petani
akan semakin meningkat
(3) Terdapat hubungan yang positif dan nyata antara pengembangan kepribadian
petani dengan dinamika kelompok dan produktivitas kerja petani. Artinya
semakin baik pengembangan semangat kerja, percaya diri, keuletan dan
kreatifitas petani akan semakin baik pula kinerja kelompok dan tingkat
produktivitas kerja petani. Kepribadian yang baik merupakan modal sosial
dalam mencapai tujuan kelompok dan menjadi faktor motivasi dalam
meningkatkan keberhasilan kerja petani.
(4) Lingkungan sosial (norma dan nilai budaya serta peran tokoh informal)
berhubungan positif dan nyata dengan dinamika kelompok dan produktivitas
kerja petani. Artinya lingkungan sosial yang semakin dinamis akan
menjamin pula suasana pembinaan dan pengembangan kelompok serta
kekompakan dalam kelompok. Kegiatan kelompok harus berjalan dinamis
dalam lingkungan sosial yang didasari norma dan nilai-nilai budaya lokal
dan keterlibatan tokoh informal. Kemudian dalam lingkungan sosial yang
dinamis akan semakin mendorong peningkatan produktivitas kerja.
(5) Akses pada informasi berhubungan positif dan nyata dengan dinamika
kelompok dan produktivitas kerja petani. Artinya semakin relevan, akurat
dan tepat waktu dalam memperoleh informasi usaha, maka wawasan dan
kemampuan anggota kelompok dalam mengembangkan usaha akan semakin
baik dan produktivitas kerja akan semakin meningkat. Kelompok sebagai
wadah pertemuan antara anggota berfungsi memfasilitasi kebutuhan anggota
akan informasi khususnya informasi yang menambah pengetahuan dan
keterampilan baru yang dapat diakses baik melalui media maupun lewat
kontak personal.
153
Tabel 30. Hubungan antara Berbagai Indikator Peubah Bebas dengan Dinamika
Kelompok dan Produktivitas Kerja Petani
Tabel 31. Nilai Koefisien Regresi dan Korelasi Peubah Bebas terhadap
Dinamika Kelompok (Y1)
Korelasi
Peubah Koefisien Regresi
Zero-order Parsial Part
keuletan petani, norma dan nilai budaya, peran tokoh informal, akurasi informasi
dan ketepatan waktu adanya informasi. Dengan demikian jika peubah-peubah
tersebut dapat dikembangkan secara efektif maka akan lebih meningkatkan dan
menggerakkan keberdayaan petani dalam kelompok. Adapun peubah lainnya
tidak berpengaruh terhadap dinamika kelompok. Sebagai contoh peubah
karakteristik individu yang meliputi: umur, tingkat pendidikan dan pengalaman
usaha tani tidak berpengaruh terhadap dinamika kelompok. Artinya, walaupun
umur petani, tingkat pendidikan dan pengalaman usaha tani bertambah, maka
tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas kelompok.
Dengan demikian posisi kelompok sebagai suatu kekuatan hanya
memungkinkan dapat dikembangkan jika faktor-faktor kepribadian lain seperti
keuletan petani lebih dikembangkan dalam membangun dan menggerakkan
kelompok. Faktor-faktor kepribadian yang meliputi semangat kerja, percaya diri
dan kreativitas petani memiliki pengaruh tidak langsung lebih tinggi jika di
dukung oleh faktor keuletan dalam mengembangkan kelompok. Hal ini berarti
bahwa dalam mengembangkan kelompok, perlu di dukung oleh kemampuan
petani menekuni usaha baik usaha produksi maupun diluar usaha produksi.
Keuletan petani akan berefek pada peningkatan kinerja kelompok dalam
merencanakan usaha tani secara mandiri, karena dengan keuletan yang dimiliki,
mereka akan lebih bersungguh-sungguh dan menekuni pekerjaannya sebagai mata
pencaharian utama bagi diri dan keluarganya. Beberapa peubah bebas
menunjukkan pengaruh tidak langsung yang lebih baik dibanding pengaruh
langsungnya terhadap dinamika kelompok. Sebagai gambaran, pengembangan
usaha petani berpengaruh makin tinggi terhadap dinamika kelompok jika
didukung oleh adanya jaringan kerja. Demikian pula peubah pelatihan
berpengaruh makin tinggi terhadap kekuatan kelompok jika didukung oleh
pengembangan jaringan kerja dan peran tokoh informal. Semangat kerja, percaya
diri, dan kreatifitas petani nilai pengaruh tidak langsungnya lebih tinggi terhadap
dinamika kelompok jika dipadukan dengan keuletan petani dalam
mengembangkan usaha.
161
waktu yang tepat. Keuletan petani di wilayah penelitian ditopang pula oleh masih
rekatnya norma dan nilai budaya lokal yang ada.
ε = 0,55
X4.1
X2.1 0,51** 0,24** Norma 0,46** ε = 0,25
Pengemb. Budaya
Usaha
X2.2
Jaringan 0,14*
0,24** Kerja 0,18* 0,23** Y1
X2.3 0,13* Dinamika
Pelatihan X4.2 Kelompok
0,29** Peran To- 0,14*
koh Inform. 0,15*
0,27** ε = 0,26 ε = 0,40
X3.1
Semangat
Kerja X3.3
Keuletan 0,13* R² = 0,76
X5.2
Akurasi
0,28**
X3.2 Informasi
Percaya
Diri ε = 0,37 0,57** ε = 0.15
0,40**
0,33**
X3.4 X5.1
Kreativi- Rel;evansi
tas Informasi
X5.3
Ketepatan
Informasi
mengabaikan nilai-nilai kultural yang masih positif dan dinamis. Selain hal-hal
yang bersifat kultural, pengembangan usaha kelompok terkait pula dengan
minimnya layanan akses permodalan usaha kelompok baik dari pemerintah
maupun lembaga keuangan lainnya. Layanan akses permodalan masih perlu
ditingkatkan dengan komitmen yang tulus membantu petani. Pemberdayaan
petani melalui kelompok tidak cukup kalau hanya dengan mengembangkan
semangat dan kreatifitas semata, tetapi perlu diberi peluang untuk
mengembangkan usaha baik usaha produksi maupun kegiatan usaha lainnya yang
bersifat menguntungkan usaha kelompok.
Salah satu program untuk membantu masyarakat pertanian, termasuk
petani hortikultura, adalah dikucurkannya program penguatan modal usaha
kelompok dari Deptan RI. Dalam perguliran dana bantuan tersebut telah dirasakan
manfaatnya oleh kelompok tani khususnya dalam pengadaan benih, perbaikan
irigasi, pembelian peralatan pertanian, dan berbagai kebutuhan lainnya. Namun
dirasakan jumlahnya sangat minim dan prosedur mendapatkannya tergolong rumit
sesuai dengan kriteria, tata cara seleksi dan penyaluran dana yang telah di
standarisasi oleh pihak Departemen Pertanian dan Pemerintah Daerah.
Salah satu persyaratan seleksi untuk bisa mendapatkan bantuan tersebut
adalah harus mendapat rekomendasi dari pemerintah daerah dan memenuhi
kriteria sebagai kelompok yang berpotensi dan berminat menjadi penggerak
dalam mendorong perkembangan usaha agribisnis atau mewujudkan ketahanan
pangan secara luas. Dengan persyaratan dan kriteria tersebut diantara 80
kelompok tani, hanya sepuluh persen yang memenuhi kriteria dan lolos seleksi.
Dengan kenyataan ini maka sebagian besar kelompok tani masih memiliki
kesulitan dalam mengakses sumber permodalan komersial tersebut, sehingga
semakin sulit mengembangkan usaha secara penuh. Khusus kelompok tani
komoditi sayuran perguliran pengembalian dana tersebut tergolong lancar dan
tidak bermasalah.
Menurut Tim Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sulawesi Selatan,
pengembalian modal bagi petani sayuran tergolong lancar Oleh sebab itu,
kemudahan dalam penentuan kriteria calon penerima bantuan dana bergulir
melalui penguatan modal usaha kelompok (PMUK) yang dicanangkan oleh
167
Departemen Pertanian sejak tahun 2006 perlu lebih disederhanakan agar dapat
diakses oleh kebanyakan kelompok tani.
Pemberdayaan petani sayuran melalui kelompok dapat pula ditingkatkan
dengan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap
petani agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi,
karena dengan penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki, petani akan
dapat menumbuh kembangkan kemampuan dan kepercayaan diri yang menunjang
kemandirian mereka.
Kelompok tani yang telah berkembang dengan baik perlu menjalin
kekuatan dan kebersamaan atau kekompakan agar tidak tereksploitasi oleh
kelompok yang lebih kuat modal dan usahanya khususnya dalam penentuan harga
komoditi dalam pasaran yang relatif dikuasai oleh para pengusaha maju. Dalam
konteks ini peran penyuluh dan penyuluhan sangat penting dalam menghadapi
kesulitan-kesulitan petani yang menghambat usahanya. Hal yang lebih penting
lagi adalah petani sendiri yang harus berpartisipasi dalam pemberdayaan dan
memelihara kebersamaan dan kerjasama dalam kelompok dalam merumuskan
keinginan, cara dan hasil yang mereka inginkan sendiri. Beberapa prinsip
pemberdayaan menurut Suharto (2005) adalah: (1) menempatkan masyarakat
(petani) sebagai aktor atau subyek yang kompoten dan mampu menjangkau
sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan, (2) masyarakat (petani) harus
melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi
perubahan, (3) tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena
pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubahan, (4) pemberdayaan
melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan
sumber-sumber tersebut secara efektif, dan (5) proses pemberdayaan bersifat
dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif dimana permasalahan selalu memiliki
beragam solusi.
Tabel 34. Nilai Koefisien Regresi dan Korelasi antara Peubah Dinamika
Kelompok dengan Tingkat Produktivitas Petani
Korelasi
Peubah Koefisien Regresi
Zero-
Parsial Part
order
. Nilai koefisien korelasi dari persamaan tersebut (R) sebesar 0,534 dan
nilai R² sebesar 0,285. Artinya 28,5 persen tingkat produktivitas kerja petani dapat
dijelaskan oleh dinamika kelompok tani. Oleh karena itu melalui kelompok,
petani diharapkan mampu meningkatkan produktivitas kerjanya dengan
meningkatkan kegiatan dan hasil kerja serta mampu memanfaatkan sumber daya
dan energi secara efisien.
Nilai koefisien regresi yang ditampilkan pada Tabel 34 menunjukkan
bahwa pembinaan dan pengembangan kelompok berpengaruh paling signifikan
terhadap tingkat produktivitas kerja petani. Hal ini dapat diartikan bahwa
pembinaan dan pengembangan kelompok yang menitik beratkan pada
169
produksi, lahan dan media tanam, penggunaan benih bermutu, teknik penanaman,
pemupukan yang baik, perlindungan tanaman, penggunaan air irigasi yang
bermutu, kegiatan panen dan pasca panen yang tepat dan bermutu, penanganan
limbah dan sampah, masalah kesehatan, keamanan dan kesejahteraabn pekerja
serta pedoman kepedulian lingkungan sekitar tempat usaha baik sumber daya
alam maupun masyarakat sekitarnya.
Pedoman tersebut berisi standar titik kendali dalam budi daya tanaman
sayuran yang terdiri dari tiga status yaitu: (1) wajib atau harus dilaksanakan
dengan jumlah kegiatan 11 titik kendali, (2) sangat dianjurkan dengan jumlah
kegiatan 41 titik kendali, dan (3) anjuran dengan jumlah kegiatan sebanyak 20
titik kendali. Atas anjuran penyuluh, para petani mengusahakan menerapkan
jadwal dan pencatatan yang kontinyu dari urutan-urutan kegiatan sesuai pedoman
tersebut. Namun sejumlah petani merasa kurang mampu menerapkan secara
maksimal pedoman tersebut karena terkendala biaya, rendahnya pengetahuan
untuk menyerap 72 titik kendali tersebut serta kendala kultural untuk keluar dari
kebiasaan cara tanam yang telah dilakukan selama ini. Permasalahan tersebut
ditemukan pada sejumlah kelompok tani sayuran di Kabupaten Gowa dan
Enrekang yang dibenarkan oleh penyuluhnya sendiri. Petani lebih menyukai
sistem budi daya yang praktis, mudah dilakukan dan hemat biaya, serta cepat
berproduksi. Sejumlah ketua kelompok tani di dataran rendah di Kabupaten Gowa
mengeluhkan biaya pengadaan peralatan pembenihan yang kurang terjangkau.
Hal ini menggambarkankan bahwa petani dalam kelompok telah berupaya
melaksanakan aktivitas budi daya dengan baik, namun diperhadapkan dengan
kendala biaya dan permasalahan yang kurang mampu dipecahkan.
Berdasarkan analisis pengaruh langsung dan tidak langsung dalam Tabel
35 menunjukkan bahwa peubah pembinaan dan pengembangan kelompok
memiliki pengaruh total terbesar terhadap peningkatan produktivitas kerja petani.
Terdapat dua prediktor dalam peubah dinamika kelompok memiliki nilai
koefisien pengaruh tidak langsung lebih tinggi dari pengaruh langsung terhadap
tingkat produktivitas petani. Sebagai gambaran, peubah tujuan kelompok dan
kekompakan kelompok memiliki pengaruh tidak langsung makin tinggi terhadap
171
tingkat produktivitas kerja petani jika dipadukan dengan peubah pembinaan dan
pengembangan kelompok.
Tabel 35. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung berbagai Peubah Dinamika
Kelompok terhadap Tingkat Produktivitas Kerja Petani
Tujuan
Kelompok (Y11)
0,85** 0,03
ε = 0,71
Fungsi dan Tugas
(Y12)
0,16*
Produktivitas
0,66** 0,63** 0,77** Kerja Petani (Y2)
0,33**
Pembinaan dan
Pengembangan
Kelompok (Y13)
0,63** 0,06
0,80**
Kekompakan
Kelompok (Y14)
Gambar 3. Koefisien Jalur Pengaruh Dinamika Kelompok terhadap Tingkat Produktivitas Kerja
Petani
Hal ini berarti unsur kerjasama dan kordinasi antar anggota merupakan
kunci dalam membina kekuatan dalam kelompok, apalagi jika kekuatan dalam
kelompok tersebut didukung oleh adanya motivasi dan penyuluhan serta kegiatan
dari berbagai bentuk pemberdayaan, maka akan semakin dapat meningkatkan
kualitas produktivitas kerja petani dalam mengembangkan usahanya.
Korelasi
Peubah Koefisien Regresi
Zero-order Parsial Part
Tabel 37
176
X2.1
Pengemb.
ε = 0,29
Usaha
0,51** ε = 0,27
0,34** ε = 0,35
ε = 0,55
X3.4 X52
Kreativitas Akurasi
Informasi
kelompok itu sendiri belum mampu dirumuskan secara baik dan berkualitas oleh
petani.
Indikasi kuatnya pengaruh langsung maupun tidak langsung melalui peubah
pengembangan jaringan kerja, percaya diri, norma dan nilai budaya serta melalui
peubah tujuan dan pembinaan kelompok perlu diimbangi dengan keahlian dan
spesialisasi yang dimiliki. Modal mantapnya jaringan kerja baik jaringan
permodalan maupun jaringan pemasaran, jika tanpa di dukung adanya
pengetahuan, teknik dan keterampilan mengembangkan usaha yang memadai,
justru akan berefek terbuangnya energi dan curahan waktu kerja yang kurang
memiliki hubungan langsung dengan tingkat produktivitas yang dihasilkan. Oleh
sebab itu penelitian ini memberi solusi kiranya orientasi penyuluhan bagi
responden berorientasi pula pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan agar
kemampuan membangun jaringan dan membina keuletan bekerja akan dapat
terimbangi dengan bertambahnya keahlian berusahatani yang dimiliki.
Perilaku bercocok tanam yang pada umumnya masih didasarkan pada
perilaku tradisionil seperti kebiasaan menggunakan benih/varietas lama yang
diyakini lebih baik, cara pembenihan yang sangat sederhana, penggunaan tenaga
kerja yang minim kemampuannya serta penentuan waktu tanam dan panen yang
dikaitkan dengan ritual kepercayaan tentang hari baik dan hari buruk
mengindikasikan unsur-unsur pengetahuan baru/inovasi baru belum sepenuhnya
bisa diterapkan, maka semakin menguatkan bahwa modal keuletan bekerja keras
yang telah dimiliki petani, perlu ditambah dengan kapasitas atau kompetensi
pengetahuan dan keterampilan yang dimantapkan melalui penyuluhan.
Penyuluhan merupakan faktor penting bagi individu dan kelompok
masyarakat untuk mengembangkan potensi diri. Penyuluhan tidak semata
menyampaikan informasi baru dan pengetahuan baru kepada petani, melainkan
mengubah perilaku agar klien tahu dan punya minat untuk belajar dan tahu apa
yang dipelajari.
Menurut Asngari (Margono, 2003): “ penyuluhan adalah kegiatan mendidik
orang (kegiatan pendidikan) dengan tujuan mengubah perilaku klien sesuai
dengan yang direncanakan/dikehendaki yakni orang makin modern. Salah satu
sikap modern adalah sikap terbuka dan siap menerima: perubahan (pembaruan),
pengalaman baru, inovasi baru, penemuan baru yang lebih baik dan pandangan
baru.”
179
Berbagai hal yang perlu dilakukan petani sayuran dalam kaitan dengan sikap
modern antara lain: berusaha tahu dan mau melakukan budi daya tanaman dengan
baik, menggunakan varietas unggul, menggunakan pupuk tahan penyakit,
menggunakan irigasi/drainase dengan baik, menambahkan zat hara tanaman
kepada tanah, dan melakukan pemuliaan tanaman (Mosher, 1983).
Perilaku petani dapat diarahkan melalui penyuluhan dan ditransformasikan
menjadi lebih baik melalui pendekatan pendidikan dan komunikasi. Melalui
pendekatan pendidikan, potensi petani dapat dikembangkan guna meningkatkan
kualitas hidupnya, dan penyuluhan sebagai pendidikan non formal jika diterapkan
dengan tepat maka akan dapat membangun perilaku yang lebih baik. Perilaku
petani yang dilandasai dengan semangat kerja keras dan keuletan yang tinggi
dapat terpadu dengan adanya keinginan/minat untuk belajar dari informasi dan
pengetahuan baru yang diperoleh. Hal ini harus didukung dengan penerapan
metode dan materi penyuluhan yang tepat, dan efektif.
Penyuluhan secara benar selain bertujuan membantu meningkatkan
kapasitas individu juga harus menerapkan prinsip-prinsip penghargaan pada
potensi individu dan mengutamakan pendekatan egaliter, berkelanjutan,
memberdayakan dan tidak sekedar penerangan atau propaganda, tetapi
berdasarkan kondisi nyata yang dihadapi klien, bermanfaat bagi kehidupan, dan
berorientasi pada penyelesaian masalah (St. Amanah, 2006).
Memberdayakan petani diartikan sebagai proses peningkatan kesadaran dan
rasa percaya diri individu agar petani mampu mengembangkan potensinya secara
optimal. Dalam kaitan itu, Asngari (2004) menekankan pentingnya upaya
mengembangkan falsafah penyuluhan antara lain: (1) falsafah mendidik yang
dapat mengembangkan potensi manusia secara optimal, (2) falsafah pentingnya
pribadi individu ditonjolkan dalam penyuluhan pada umumnya, (3) falsafah
demokrasi, (4) falsafah bekerja bersama antara penyuluh dengan klien (petani),
(5) falsafah membantu klien agar mereka mampu membantu diri sendiri, dan (6)
falsafah kontinyu atau berkelanjutan yakni materi yang disajikan, cara dan alat
bantu penyajian disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan manusia, teknologi
sarana dan usaha.
180
Tabel 38
182
X1.1
Umur
0,12* ε = 0,75
X1.2
Tingkat 0, 14* 0,14*
Pendidikan
Y2
0,22**
X4.1 0,22** Produktivitas
ε = 0,40 Norma Kerja Petani
Budaya
X2.2
Jaringan
0,46**
Kerja
ε = 0,37 0,11* R² = 0,23
0,68** 0,18*
0,29**
X2.3 Y1.3
Pelatihan Pembinaan 0,14
Kelompok
0,17*
ε = 0,43
X3.4
X3.1 Kreativitas
Semangat
Kerja
dan nilai budaya. Tingkat pendidikan formal petani yang tergolong rendah dapat
di manifestasikan dalam meningkatkan produktivitas kerja jika dikembangkan lagi
melalui pendidikan non formal sehingga jenjang pendidikan formal yang
tergolong rendah tersebut dapat lebih bermanfaat. Pada umumnya petani tidak
akan meningkatkan lagi pendidikan formalnya dan lebih terfokus
mengembangkan usahanya sesuai kompetensi pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki. Oleh sebab itu pendidikan non formal menjadi suatu yang penting dan
mengintegrasikan muatan pendidikan formal dengan muatan budaya sehingga
petani lebih terdorong mengembangkan usahanya.
Tabel 39
185
dan persaingan, disatu sisi dapat menimbulkan keinginan, gairah dan semangat,
namun disisi lain merupakan ancaman persahabatan (Slamet, 2005).
Y1.1 ε = 0,21
Tujuan
Kelompok
-0,30** ε = 0,27
X1.3
Pengal.
Usaha -0,12*
ε = 0,41 0,19* 0,51**
Y1.2 ε = 0,49 Y2
Fungsi Produktivitas
0,49** Tugas 0,40** Kerja Petani
X2.2 Kelompok
0,15* Jaringan 0,38**
Kerja
-0,16*
0,30** 0,17* 0,32**
0,17*
X2.3 0,11*
Pelatihan
-0,25** R² = 0,72
X4.1 0,39** Y1.3
Norma Pembinaan
Budaya Kelompok
ε = 0,55
0,42 ** 0,23**
ε = 0,39
0,27** 0,22**
Y1.4
Kekompakan
X3.4 Kelompok
Kreativitas X3.1
ε = 0,24
Semangat
Kerja
Enrekang dapat terpelihara karena masih rekatnya norma dan nilai budaya lokal
yang dimiliki. Norma dan nilai budaya yang bernuansa nilai-nilai kebersamaan,
nilai saling menghargai, nilai kekerabatan dan nilai-nilai kepatuhan masih
mendominasi ekistensi kelompok di daerah ini. Berkaitan dengan hal itu, Parson
(Soekanto, 1986) menyatakan bahwa salah satu fungsi ketahanan kelompok yang
mendukung adalah fungsi budaya yang dikenal dengan fungsi latensi.
Peubah kreativitas dan semangat kerja petani di Kabupaten Enrekang
memiliki pengaruh langsung terhadap tingkat produktivitas kerja petani. Hal ini
berarti bahwa kinerja atau kemampuan individu petani di Kabupaten Enrekang
dalam mengembangkan usaha lebih baik dari petani Kabupaten Gowa. Demikian
pula kelompok tani di Kabupaten Enrekang kinerjanya nampak lebih maju dari
kelompok tani Kabupaten Gowa, hal ini disebabkan karena aktivitas pertemuan
anggota kelompok di Kabupaten Enrekang lebih intensif dilaksanakan secara
rutin. Kondisi ini membuat petani semakin mudah menerima informasi dan
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi anggota kelompok. Tingkat
partisipasi anggota dalam membina kelompok juga lebih maju sehingga
ketahanan kelompok dapat terwujud.
Strategi Pemberdayaan
dengan memanfaatkan norma dan nilai budaya lokal yang diyakini dan dipandang
sebagai perekat dalam kehidupan sosial. Faktor umur dan tingkat pendidikan
petani berpengaruh terhadap pemanfaatan norma dan nilai budaya. Artinya
walaupun petani memiliki umur yang tua dengan tingkat pendidikan yang kurang
memadai, mereka memandang bahwa faktor norma dan nilai budaya perlu terus
dilestarikan dan diintroduksikan dalam lingkungan sosial terutama dalam
mengembangkan usahatani. Masyarakat Kabupaten Gowa yang sebagian besar
adalah petani, memiliki homogenitas budaya yang masih kuat, baik dalam
interaksi sosial secara umum maupun dalam tatanan pemerintahan, apalagi daerah
ini merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Gowa yang masih meninggalkan nilai-
nilai budaya yang masih tradisionil. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan
pula bahwa faktor norma dan nilai budaya tersebut sangat berpengaruh dalam
pembinaan kelompok tani. Oleh karena itu materi, media dan metode penyuluhan
harus memperhatikan muatan norma-norma budaya setempat, misalnya
mengembangkan materi penyuluhan tentang: (1) pelestarian budaya dan nilai-
nilai kearifan lokal, (2) peran nilai budaya daerah yang mendukung agribisnis
usahatani. Materi penyuluhan tersebut dikembangkan dalam suatu metode yang
menarik dengan memanfaatkan media komunikasi yang efektif.
juga karena tingkat keterlibatan pihak luar seperti pedagang luar provinsi dan
pembinaan dari pihak pemerintah, turut mendukung kedinamisan aktivitas
kelompok. Dengan demikian peran kelompok tani dalam mengembangkan
jaringan kerja cukup efektif dalam meningkatkan produktivitas kerja petani.
Peluang petani mengembangkan akses jaringan terutama jaringan pemasaran hasil
produksi lebih maju di Kabupaten Enrekang dari Kabupaten Gowa. Agar petani
mendapatkan keamanan dalam memperluas jaringan kerja, maka seyogyanya
petani mendapat dukungan kebijakan berupa regulasi pemerintah agar posisi
tawar petani tetap berada pada pihak yang diuntungkan oleh pihak perusahaan
maupun oleh distributor hasil produksi dari daerah lain. Dukungan kebijakan
tersebut penting mengingat hasil produksi petani terkadang kurang dihargai
nilainya disaat tiba di gudang perusahaan. Oleh karena itu dalam kondisi seperti
ini, maka peran kelompok tani sebagai salah satu kelembagaan petani di tingkat
bawah dapat berfungsi memecahkan masalah-masalah krusial yang dialami petani.
Kelompok tani perlu dibina terus dan dikembangkan berdasarkan swadaya dan
kekuatan masyarakat tani itu sendiri. Dalam pembinaan kelompok tani, maka
peran penyuluhan sangat diperlukan dengan mengembangkan materi, media dan
metode penyuluhan yang berorientasi pada pentingnya peran kelompok tani dalam
meningkatkan produktivitas kerja petani. Materi penyuluhan tersebut, misalnya
antara lain (1) peran kelompok tani dalam menggerakkan kegiatan kelompok dan
motivasi petani, (2) peran kelompok tani dalam merencanakan program kegiatan
kelompok, (3) peran kelompok tani dalam mengembangkan kebutuhan anggota
kelompok, serta (4) peran kelompok tani dalam meningkatkan partisipasi dalam
berusaha tani.
194
ABSTRAK
masih rendah dan perlu ditingkatkan melalui kegiatan kelompok yang lebih
dinamik. Pengembangan strategi pemberdayaan dalam penelitian ini dianalisis
berdasarkan akar masalah yakni kemiskinan petani yang disebabkan langsung
oleh berbagai faktor antara lain menurunnya semangat dan keuletan petani,
rendahnya tingkat produktivitas kerja, rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas
pengalaman usaha, serta kurangnya jaringan kerja dalam mengembangkan usaha.
Oleh sebab itu peran kelompok sebagai media intervensi perlu penguatan yakni;
(1) penguatan pola pemberdayaan, (2) penguatan kualitas SDM, dan (3)
penguatan penyuluhan. Perhatian pemerintah sebagai pengendali dan regulator
sangat penting dan peran swasta perlu digerakkan sehingga terwujud keterpaduan
dan keseimbangan tujuan membantu kehidupan petani dan keberlanjutan
pembangunan pertanian yang lebih cerah.