Anda di halaman 1dari 36

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kehilangan (loss)

1.1. Definisi kehilangan

Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang


sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda
(Yosep, 2011).

Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu (orang atau
objek) yang dihargai telah berubah, tidak ada lagi, atau menghilang. Seseorang dapat
kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan, barang milik
pribadi, keyakinan, atau sense of self baik sebagian ataupun keseluruhan. Peristiwa
kehilangan dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman
traumatik. Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional
ataupun krisis perkembangan (Mubarak & Chayatin, 2007)

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu


kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah

dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian ataupun
seluruhnya.

1.2. Tipe Kehilangan

Potter dan Perry (2005) menyatakan kehilangan dapat

dikelompokkan dalam 5 kategori: kehilangan objek eksternal, kehilangan lingkungan

yang telah dikenal, kehilangan orang terdekat, kehilangan aspek diri, dan kehilangan

hidup.

1.2.1. Kehilangan objek eksternal

Universitas Sumatera Utara


10

Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah


menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Bagi
seorang anak benda tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, bagi
seorang dewasa mungkin berupa perhiasan atau suatu aksesoris pakaian.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang tehadap benda yang hilang
tergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang
dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.

1.2.2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal

Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang


telah di kenal mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama
periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya, termasuk
pindah ke kota baru, mendapat pekerjaan baru, atau perawatan di rumah sakit.
Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah di kenal dan dapat
terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah ke
rumah perawatan, atau situasi situasional, contohnya kehilangan rumah akibat
bencana alam atau mengalami cedera atau penyakit.

Perawatan dalam suatu institusi mengakibatkan isolasi dari kejadian


rutin. Peraturan rumah sakit menimbulkan suatu lingkungan yang sering
bersifat impersonal dan demoralisasi. Kesepian akibat lingkungan yang tidak
dikenal dapat mengancam harga diri dan membuat berduka menjadi lebih sulit.

1.2.3. Kehilangan orang terdekat

Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara


sekandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet
yang telah terkenal mungkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset
telah menunjukkan bahwa banyak hewan peliharaan sebagai orang terdekat.
Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, pindah, melarikan diri, promosi di
tempat kerja, dan kematian.

1.2.4. Kehilangan aspek diri

Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi


fisiologis, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota
gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup
kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan, atau fungsi
sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk kehilangan ingatan, rasa
humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respek atau cinta. Kehilangan aspek
diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cedera, atau perubahan perkembangan
atau situasi. Kehilangan seperti ini, dapat menurunkan kesejahteraan individu.
Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga
dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.

1.2.5. Kehilangan hidup

Universitas Sumatera Utara


11

Sesorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan,


berpikir, dan merespon terhadap kejadian dan orang sekitarnya sampai
terjadinya kematian. Perhatian utama sering bukan pada kematian itu sendiri
tetapi mengenai nyeri dan kehilangan kontrol. Meskipun sebagian besar orang
takut tentang kematian dan gelisah mengenai kematian, masalah yang sama
tidak akan pentingnya bagi

setiap orang.

Setiap orang berespon secara berbeda-beda terhadap kematian.

orang yang telah hidup sendiri dan menderita penyakit kronis lama dapat
mengalami kematian sebagai suatu perbedaan. Sebagian menganggap
kematian sebagai jalan masuk ke dalam kehidupan setelah kematian yang akan
mempersatukannya dengan orang yang kita cintai di surga.

Sedangkan orang lain takut perpisahan, dilalaikan, kesepian, atau cedera.


Ketakutan terhadap kematian sering menjadikan individu lebih bergantung.

Maslow (1954 dalam Videback, 2008) tindakan manusia dimotivasi oleh


hierarki kebutuhan, yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis, (makanan, udara, air,
dan tidur), kemudian kebutuhan keselamatan (tempat yang aman untuk tinggal dan
bekerja), kemudian kebutuhan keamanan dan memiliki.

Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi, individu dimotivasi oleh kebutuhan harga diri
yang menimbulkan rasa percaya diri dan adekuat. Kebutuhan yang terakhir ialah
aktualisasi diri, suatu upaya untuk mencapai potensi diri secara keseluruhan. Apabila
kebutuhan manusia tersebut tidak terpenuhi atau diabaikan karena suatu alasan,
individu mengalami suatu kehilangan. Beberapa contoh kehilangan yang relevan
dengan kebutuhan spesifik manusia yang diindentifikasi dalam hierarki Maslow
antara lain:

1. Kehilangan fisiologis: kehilangan pertukaran udara yang adekuat, kehilangan fungsi

pankreas yang adekuat, kehilangan suatu ekstremitas, dan gejala atau kondisi

somatik lain yang menandakan kehilangan

fisiologis.

2. Kehilangan keselamatan: kehilangan lingkungan yang aman, seperti kekerasan

dalam rumah tangga dan kekerasan publik, dapat menjadi titik awal proses duka

cita yang panjang misalnya, sindrom stres pasca trauma. Terungkapnya rahasia

dalam hubungan profesional dapat dianggap sebagai suatu kehilangan

Universitas Sumatera Utara


12

keselamatan psikologis sekunder akibat hilangnya rasa percaya antara klien dan

pemberi perawatan.

3. Kehilangan keamanan dan rasa memiliki: kehilangan terjadi ketika hubungan

berubah akibat kelahiran, perkawinan, perceraian, sakit, dan kematian. Ketika

makna suatu hubungan berubah, peran dalam keluarga atau kelompok dapat

hilang. Kehilangan seseorang yang dicintai mempengaruhi kebutuhan untuk

mencintai dan dicintai.

4. Kehilangan harga diri: kebutuhan harga diri terancam atau dianggap sebagai

kehilangan setiap kali terjadi perubahan cara menghargai individu dalam pekerjaan

dan perubahan hubungan. Rasa harga diri individu dapat tertantang atau dialami

sebagai suatu kehilangan ketika persepsi tentang diri sendiri berubah. Kehilangan

fungsi peran sehingga kehilangan persepsi dan harga diri karena keterkaitannya

dengan peran tertentu, dapat terjadi bersamaan dengan kematian seseorang yang

dicintai.

5. Kehilangan aktualisasi diri: Tujuan pribadi dan potensi individu dapat terancam

atau hilang seketika krisis internal atau eksternal menghambat upaya pencapaian

tujuan dan potensi tersebut. Perubahan tujuan atau arah akan menimbulkan

periode duka cita yang pasti ketika individu berhenti berpikir kreatif untuk

memperoleh arah dan gagasan baru. Contoh kehilangan yang terkait dengan

aktualisasi diri mencakup gagalnya rencana menyelesaikan pendidikan, kehilangan

harapan untuk menikah dan berkeluarga, atau seseorang kehilangan penglihatan

atau pendengaran ketika mengejar tujuan menjadi artis atau komposer.

1.3. Faktor presdisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan

Faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan adalah genetik,


kesehatan fisik, kesehatan jiwa, pengalaman masa lalu (Suliswati,

Universitas Sumatera Utara


13

2005).

1.3.1. Genetik

Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang

mempunyai riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimistik

dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.

1.3.2. Kesehatan fisik

Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur,


cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang sedang mengalami gangguan fisik.

1.3.3. Kesehatan jiwa/mental

Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama mempunyai


riwayat depresi, yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya, pesimistik,
selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka terhadap
situasi kehilangan.

1.3.4. Pengalaman kehilangan di masa lalu

Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna di masa


kanak-kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi
kehilangan di masa dewasa.

1.4. Dampak kehilangan

Uliyah dan Hidayat (2011) mengatakan bahwa kehilangan pada seseorang


dapat memiliki berbagai dampak, diantaranya pada masa anak-anak, kehilangan
dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang- kadang akan timbul
regresi serta merasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian. Pada masa
remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat terjadi disintegrasi dalam keluarga, dan
pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat
menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang
ditinggalkan.

2. Berduka (grief)

2.1. Definisi berduka

Berduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respon


emosional yang normal (Suliswati, 2005). Definisi lain menyebutkan bahwa berduka,
dalam hal ini dukacita adalah proses kompleks yang normal yang mencakup respon
dan perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga,

Universitas Sumatera Utara


14

dan komunitas menghadapi kehilangan aktual, kehilangan yang diantisipasi, atau


persepsi kehilangan ke dalam kehidupan pasien sehari-hari (NANDA, 2011).

Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa berduka


merupakan suatu reaksi psikologis sebagai respon kehilangan sesuatu yang dimiliki
yang berpengaruh terhadap perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, maupun
intelektual seseorang. Berduka sendiri merupakan respon yang normal yang
dihadapi setiap orang dalam menghadapi kehilangan yang dirasakan.

2.2. Faktor penyebab berduka

Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan dan dapat


menimbulkan respon berduka pada diri seseorang (Carpenito, 2006). Situasi yang
paling sering ditemui adalah sebagai berikut:

2.2.1. Patofisiologis

Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang


bersifat sekunder akibat kehilangan fungsi neurologis, kardiovaskuler, sensori,
muskuloskeletal, digestif, pernapasan, ginjal dan trauma.

2.2.2. Terkait pengobatan

Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam


jangka waktu yang lama dan prosedur pembedahan (mastektomi,

kolostomi, histerektomi).

2.2.3. Situasional (Personal, Lingkungan)

Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan

sekunder akibat nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian; berhubungan

dengan kehilangan gaya hidup akibat melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak

meninggalkan rumah, dan perceraian; dan berhubungan dengan kehilangan

normalitas sekunder akibat keadaan cacat, bekas luka, dan penyakit.

2.2.4. Maturasional

Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti


temanteman, pekerjaan, fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan
kehilangan harapan dan impian. Rasa berduka yang muncul pada setiap
individu dipengaruhi oleh bagaimana cara individu merespon terhadap

Universitas Sumatera Utara


15

terjadinya peristiwa kehilangan. Miller (1999 dalam Carpenito, 2006)


menyatakan bahwa dalam menghadapi kehilangan individu dipengaruhi oleh
dukungan sosial (Support System), keyakinan religius yang kuat, kesehatan
mental yang baik, dan banyaknya sumber yang tersedia terkait disfungsi fisik
atau psikososial yang dialami.

2.3. Tanda dan gejala berduka

Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan gejala


yang sering terlihat pada individu yang sedang berduka. Buglass (2010) menyatakan
bahwa tanda dan gejala berduka melibatkan empat jenis reaksi, meliputi:

2.3.1. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah,

kecemasan, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa,

kerinduan.

2.3.2. Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan

cahaya, mulut kering, kelemahan.

2.3.3. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa,

tidak sabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,

ketidaktegasan.

2.3.4. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan,

penarikan sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis.

Tanda dan gejala berduka juga dikemukan oleh Videbeck (2008), yang
mencakup ke dalam lima respon, yaitu respon kognitif, emosional, spiritual, perilaku,
dan fisiologis yang akan dijelaskan dalam tabel dibawah

ini:

Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Berduka Berdasarkan Respon yang Muncul
Respon Berduka Tanda dan Gejala

Universitas Sumatera Utara


16

Respon Kognitif

- Gangguan asumsi dan keyakinan;

- Mempertanyakan dan berupaya menemukan

makna kehilangan;

- Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang

meninggal atau sesuatu yang hilang;

- Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah


orang yang meninggal adalah pembimbing.
Respon Emosional
- Marah, sedih, cemas;

- Kebencian;

- Merasa bersalah dan kesepian;

- Perasaan mati rasa;

- Emosi tidak stabil;

- Keinginan kuat untuk mengembalikan ikatan

dengan individu atau benda yang hilang;

- Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi


dan keputusasaan.

Respon Spiritual - Kecewa dan marah pada Tuhan;


- Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan atau

kehilangan;

- Tidak memiliki harapan, kehilangan makna.

Universitas Sumatera Utara


17

Respon Perilaku - Menangis terisak atau tidak terkontrol;

- Gelisah;

- Iritabilitas atau perilaku bermusuhan;

- Mencari atau menghindar tempat dan

aktivitas yang dilakukan bersama orang yang telah

meninggal;

- Kemungkinan menyalahgunakan obat atau

alkohol;

- Kemungkinan melakukan upaya bunuh diri


atau pembunuhan.

Respon Fisiologis - Sakit kepala, insomnia;


- Gangguan nafsu makan;

- Tidak bertenaga;

- Gangguan pencernaan;

- Perubahan sistem imun dan endokrin.

Sumber: Videbeck, 2008

2.4. Akibat berduka

Setiap orang merespon peristiwa kehilangan dengan cara yang sangat


berbeda. Tanpa melihat tingkat keparahannya, tidak ada respon yang bisa dikatakan
maladaptif pada saat menghadapi peristiwa kehilangan akut. Apabila proses berduka
yang dialami individu bersifat maladaptif, maka akan menimbulkan respon
detrimental (cenderung merusak) yang berkelanjutan dan berlangsung lama
(Carpenito, 2006). Proses berduka yang maladaptif tersebut akan menyebabkan
berbagai masalah sebagai akibat munculnya emosi negatif dalam diri individu.
Dampak yang muncul diantaranya perasaan

ketidakberdayaan, harga diri rendah, hingga isolasi sosial.

2.5. Respon berduka

Universitas Sumatera Utara


18

Terdapat beberapa teori mengenai respon berduka terhadap kehilangan.


Teori yang dikemukan Kubler-Ross (1969 dalam Hidayat, 2009) mengenai tahapan
berduka akibat kehilangan berorientasi pada perilaku dan menyangkut lima tahap,
yaitu sebagai berikut:

2.5.1. Fase penyangkalan (Denial)

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,


tidak percaya, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar
terjadi. Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima
diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat,
mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung
beberapa menit hingga beberapa tahun.

2.5.2. Fase marah (Anger)

Pada fase ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul


sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang
mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara
kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter
atau perawat tidak kompeten. Respon fisik yang sering terjadi, antara lain muka
merah, deyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepal, dan
seterusnya.

2.5.3. Fase tawar menawar (Bargaining)

Pada fase ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya


kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau
terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin
berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan.

2.5.4. Fase depresi (Depression)

Pada fase ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-
kadang bersikap sangat penurut, tidak mau berbicara menyatakan
keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri.
Gejala fisik yang ditunjukkan, antara lain, menolak makan, susah tidur, letih,
turunnya dorongan libido, dan lain-lain.

2.5.5. Fase penerimaan (Acceptance)

Universitas Sumatera Utara


19

Pada fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan,


pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang mulai berkurang atau
hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan
mulai memandang kedepan. Gambaran tentang objek yang hilang akan mulai
dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru.
Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan
damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi
perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap
penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam
mengatasi perasaan kehilangan

selanjutnya.

Bowlby (1980 dalam Videbeck, 2008) mendeskripsikan proses berduka akibat


suatu kehilangan yang terdiri dari 4 fase yaitu, fase pertama mati rasa dan penyangkalan
terhadap kehilangan, fase kedua kerinduan emosional akibat kehilangan orang yang
dicintai dan memprotes kehilangan yang tetap ada, fase ketiga kekacauan kognitif dan
keputusasaan emosional, mendapatkan dirinya sulit melakukan fungsi dalam kehidupan
sehari-hari dan fase keempat reorganisasi dan reintegrasi kesadaran diri sehingga dapat
mengembalikan hidupnya.

John Harvey (1998 dalam Videbeck, 2008) mendeskripsikan fase berduka


yaitu, fase pertama syok, menangis dengan keras, dan menyangkal, fase kedua intrusi
pikiran, distraksi, dan meninjau kembali kehilangan secara obsesif dan fase ketiga
menceritakan kepada orang lain sebagai cara meluapkan emosi dan secara kognitif
menyusun kembali peristiwa kehilangan.

Rodebaugh (1999 dalam Videbeck, 2008) memandang proses berduka sebagai


suatu proses melalui empat tahap yaitu pertama terguncang (Reeling) klien mengalami
syok, tidak percaya, atau menyangkal, kedua merasa (feeling) klien mengekspresikan
penderitaan yang berat, rasa bersalah, kesedihan yang mendalam, kemarahan, kurang
konsentrasi, gangguan tidur, perubahan nafsu makan, kelelahan, ketidaknyamanan fisik
yang umum, ketiga menghadapi (dealing) klien mulai beradaptasi terhadap kehilangan
dengan melibatkan diri dalam kelompok pendukung, terapi dukacita, membaca, dan
bimbingan spiritual, keempat pemulihan (healing), klien mengintegrasikan kehilangan
sebagai bagian kehidupan dan penderitaan yang akut berkurang. Pemulihan tidak berarti
bahwa kehilangan tersebut dilupakan atau diterima.

3. Respon psikologis pasien stroke

Shimberg (1998) menyatakan bahwa penyakit stroke dapat

mempengaruhi psikologis pasien stroke, ada beberapa masalah psikologis yang


dirasakan oleh pasien stroke yaitu :

3.1. Kemarahan

Universitas Sumatera Utara


20

Kebanyakan pasien stroke, mengekspresikan amarahnya adalah hal yang


sulit bahkan seringkali merasa tidak mau patuh, melawan perawat, dokter dan ahli
terapinya. Pasien juga bisa memaki-maki dengan kata-kata yang menyakitkan dan
memukul secara fisik. Pasien juga sering memiliki amarah yang meledak-ledak.

3.2. Isolasi

Pasien kelumpuhan akibat stroke dapat mengakibatkan individu


melakukan penarikan diri terhadap lingkungan, karena perasaan pasien sering
terluka karena sering tidak diperdulikan oleh orang lain. Sering sekali temanteman
pasien meninggalkan pasien sendirian karena tidak mengetahui bagaimana harus
bereaksi dengan pasien kelumpuhan tersebut.

3.3. Kelabilan Emosi


Pasien stroke memiliki reaksi-reaksi emosional yang membingungkan.
Kelabilan emosi merupakan gejala yang aneh, terkadang pasien stroke tertawa atau
menangis tanpa alasan yang jelas. Kecemasan yang berlebihan sebahagian pasien
mungkin memperlihatkan rasa ketakutannya ketika keluar rumah, keadaan ini
dinamakan agorafobia. Hal ini terjadi karena pasien merasa malu ketika bertemu
dengan orang lain, sekalipun dengan teman lamanya. Perasaan malu ini mungkin
timbul akibat adanya gangguan pada kemampuan bicara dan kelumpuhannya.

3.4. Depresi

Depresi adalah perasaan marah yang berlangsung di dalam batin,


beberapa depresi tidak hanya bersifat reaktif, tetapi pasien kelumpuhan akibat
stroke akan bereaksi terhadap semua kehilangannya dan merasa putus asa.
Gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang paling sering dikaitkan dengan
stroke. Berbagai reaksi yang dapat terjadi pada pasien kelumpuhan akibat stroke
dapat mengakibatkan masalah psikologis bagi pasien. Peneliti memasukkan teori ini
mengingat bahwa masalah psikologis yang dialami oleh pasien kelumpuhan akibat
stroke dapat menyebabkan individu mengalami kehilangan sehingga dapat
menimbulkan stres.

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PADA PASIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA

Universitas Sumatera Utara


21

DISUSUN OLEH:
MELINDA FAUZIA AKBAR (14.401.15.055)

MUNAWARO (14.401.15.058)

NUR HASAN (14.401.15.060)

PANDU HADI (14.401.15.063) RIANA RAHMAWATI


(14.401.15.069)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

KRIKILAN-GLENMORE BANYUWANGI

2017

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


JIWA PASIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

Universitas Sumatera Utara


22

A. MASALAH UTAMA
Kehilangan dan berduka

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau
situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Dapat dikatakan bahwa
kehilangan adalah suatu kondisi ketika seseorang mengalami kekurangan
sesuatu yang sebelumnya ada, misalnya kematian orang yang dicintai atau
bias pemutusan hubungan kerja (PHK). Berduka adalah respon individu
terhadap kehilangan. Lama proses berduka sangat individual dan dapat
terjadi sampai beberapa tahun, fase akut berduka biasanya berlangsung 68
minggu dan penylesaian respon kehilangan atau berduka secara menyeluruh
memerlukan waktu 1 bulan sampai 3 tahun.
(Budi ana dkk:89;2007)

2. Rentang Respon
Peningkatan  marah  tawar-menawar  depresi  menerima a.
Fase peningkatan
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang
benar terjadi, dengan mengatakan “tidak”, saya tidak percaya itu terjadi
atau itu tidak mungkin terjadi (Prabowo, 114:2014)
b. Fase marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan individu menunjukan rasa marah yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri.(
Prabowo, 115:2014)

c. Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,
maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan kepada tuhan.( Prabowo, 115:2014)
d. Fase depresi

Universitas Sumatera Utara


23

Pada fase ini individu sering menunjukan sikap menarik diri, kadang
sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, manyatakan
keputusan, perasaan tidak berharga, dan sebagainya.
( Prabowo, 115:2014)

e. Fase penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai
berkurang sampai hilang.( Prabowo, 115:2014)
3. PROSES TERJADINYA MASALAH

a. Factor predisposisi
Factor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah : 1. Factor genetic
2. Kesehatan jasmani
3. Kesehatan mental
4. Pengalaman kehilangan masa lalu
5. Struktur kepribadia.

(Prabowo, 116:2014)

b. Factor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kihilangan,
diantaranya :
1. Kehilangan kesehatan
2. Kehilangan fungsi seksualitas
3. Kehilangan peran dalam keluarga
4. Kehilangan posisi di masyarakat
5. Kehilangan orang yang dicintainya
6. Kehilangan kewarganegaraan

(Prabowo, 116:2014)

5. TANDA DAN GEJALA

Tanda khas dari kehilangan-berduka :


a. Perasaan sedih, menangis

Universitas Sumatera Utara


24

b. Perasaan putus asa


c. Mengahiri kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan kehilangan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan berlebihan
g. Tidak berminat berinteraksi dengan orang lain
h. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur,
tingkat aktivitas.
(Prabowo, 117:2014)

6. AKIBAT
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
dan berduka adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik
terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif.
( Prabowo, 117:2014)

7. MEKANISME KOPING
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
denial, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang digunakan
untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan.(
Prabowo, 117:2014)

8. PENATALAKSANAAN
Menurut Dalami, dkk (2009) kehilangan dan berduka termasuk dalam
kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis
penatalaksaannya yang bias dilakukan adalah : a. Electro convulsive therapy
(ETC)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan di area temporal
kepala (pelipis kanan dan kiri).
Tujuan dilakukan ECT yaitu terapi yang digunakan untuk mengobati:

1. Gangguan efek yang berat pasien dengan depresi berat tidak berespon
terhadap obat anti depresan dengan ECT diharapkan pasien
menunjukkan respon yang baik dengan ECT 80-90%.

Universitas Sumatera Utara


25

2. Gangguan skisofenia: skisifenia kata tonik tipe stufor atau tipe exsided
memberik respon yang baik dengan ECT.
3. Pasien bunuh diri : ECT digunakan ketika pasien menimbulkan
ancaman bagi diri sendiri.
4. Pada pasien hipoaktifitas penggunaan ECT sangat dianjurkan pagie
pasien tersebut (Townsend,2001)
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapiutik meliputi : memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapiutik, bersikap ramah,
memotivasi pasien, sopan kepada pasien.
(Prabowo, 118:2014)

c. Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki diri seseorang. (Prabowo, 118:2014)

Jenis terapi okupasi :

1). Waktu luang

Aktifitas mengisi waktu luang adalah aktifitas yang dilakukan pada


waktu luang yang bermotifasi dan memberikan kegembiraan,
hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien. Aktifitas tidak wajib
yang pada hakikatnya kebebasan beraktifitas. Ada pun jenis-jenis
aktifitas waktu luang seperti menjelajah waktu luang
(mengidentifikasi minat, keterampilan, kesempatan, dan aktifitas
waktu luang yang sesuai) dan partisipasi waktu luang
(merencanakan dan berpartisipasi dalam aktifitas waktu luang
yang sesuai, mengatur keseimbangan waktu luang dengan
kegiatan yang lainnya, dan memperoleh, memakai, dan mengatur
peralatan dan barang yang sesuai (Creek,2003)

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Universitas Sumatera Utara


26

Diagnose tuggal :

1. Isolasi social : menarik diri

Diagnosa ganda :

1. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/s menarik diri


2. Isolasi social menarik diri b/d koping individu inefektif
10. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan umum:

Pasien dapat beriteraksi dengan orang lain


Tujuan khusus:
TUK I

Dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria hasil:

Setelah….x pertemuan, pasien dapat menerima kehadiran perawat.


Pasien dapat mengungkapkan perasaan dan keberadaanya saat ini
secara verbal:
1. Mau menjawab salam
2. Ada kontak mata
3. Mau berjabat tangan
4. Mau berkenalan
5. Mau menjawab pertanyaan
6. Mau duduk berdampingan dengan perawat
7. Mau mengungkapkan perasaanya

Intervensi

Bina hubungan saling percaya dengan prisip komunikasi terapiutik

1. Sapa pasien dengan ramah dan baik verbal maupun non


verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama kesukaan pasien
4. Jelaskan tujuan pertemuan

Universitas Sumatera Utara


27

5. Buat kontrak interaksi yang jekas


6. Jujur dan menepati janji
7. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
8. Ciptakan lingkungan yang tenang dang bersahabat
9. Beri perhatian dan penghargaan
TUK 2

Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Kriteria


hasil
Setelah….x pertemuan, pasien dapat menyebutkan minimal suatu
penyebab menarik diri yang berasal dari:

1. Diri sendiri
2. Orang lain
3. Lingkungan
Intervensi

1. Tanyakan pada pasien tentang

a. Orang yang tinggal serumah atau teman sekamar


pasien
b. Orang terdekat pasien dirumah atau diruang
perawatan
c. Apa yang mebuat pasien dekat dengan orang
tersebut
d. Hal-hal yang membuat pasien menjauhi orang
tersebut
e. Upaya yang telah dilakukan untuk mendekatkan diri
dengan orang lain
2. Kaji pengetahuan pasien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya
3. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri dan tidak mau bergaul
4. Diskusikan pada pasien tentang perilaku menarik diri, tanda
serta penyebab yang muncul

Universitas Sumatera Utara


28

TUK 3

Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang


lain dan kerugian apabila tidak berhubungan dengan orang lain
Kriteria hasil:
Setelah…x pertemuan pasien dapat menyebutkan keuntungan
berhubungan dengan oran lain.

Missal:

1. Banyak teman
2. Tidak kesepian
3. Bias diskusi
4. Saling menolong
Setelah…x pertemuan pasien dapat menyebutkan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain Missal:
1. Sendiri
2. Tidak punya teman atau kesepian
3. Tidak ada teman ngobrol

INTERVENSI

1. Kaji pengetahuan pasien tentang manfaat dan keuntungan


berhubungan dengan orang lain
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya tentang berhubungan dengan orang lain
3. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan
perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
4. Diskusikan bersama tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain

Universitas Sumatera Utara


29

5. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan


mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain dan kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain

TUK 4

Pasien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap

Kriteria hasil:

Setelah…..x interaksi, pasien dapat mendemontrasikan hubungan


social secara bertahab k-p k-k-p lain, k-p-p lain-k lain, k-
pkel/kelompok masyarakat

Intervensi

1. Observasi saat berhubungan dengan orang lain


2. Beri motivasi dan bantu pasien untuk
berkenalan/berkomunikasi dengan orang lain melalui:
pasien-perawat, pasien ke perawat ke perawat lain, pasien
ke perawat perawat lain ke pasien lain, pasien ke perawat
perawat lain ke pasien ke masyarakat
3. Beri reinforcemen positif atas keberhasilann yang telah
dicapai
4. Bantu pasien untuk mengefaluasi manfaat berhubungan
dengan orang lain
5. Beri motifasi dan libatkan pasien dalam terapi aktivitas
kelompok sosialisasi
6. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama
pasien dalam mengisi waktu luang

Universitas Sumatera Utara


30

TUK 5

Pasien dapat mengungkapakan perasaannya setelah berhubungan


dengan orang lain.

Kriteria hasil:

Setelah…x interaksi, pasien dapat mengungkapan perasaan setelah


berhubungan dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang lain
untuk:

1. Diri sendiri
2. Orang lain
3. Kelompok

INTERVENSI

1. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaanya bila


berhubungan dengan orang lain/kelompok.
2. Diskusikan dengan pasien tentang perasaan manfaat
berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement atas kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya berhubungan dengan orang lain.

TUK 6

Pasien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


mampu mengembangkan kemampuan pasien untuk berhubungan
dengan orang lain

Kriteria hasil : setelah…x pertemuan keluarga dapat menjelaskan


tentang :

1. Pengertian menarik diri dan tanda kejalanya

Universitas Sumatera Utara


31

2. Penyebab akibat dan akibat menarik diri


3. Cara merawat pasien dengan menarik diri

Setelah…x pertemuan keluarga dapat mendemoktrasikan cara


merawat pasien dengan menarik diri

INTERVENSI

1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : salam,


perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak xplorasi
perasaan keluarga,.
2. Diskusikan pentingnya peranan keluarga sebagai pendukung
untuk mengatasi perilaku menarik diri
3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku
menarik diri, penyebab perilaku menarik diri, akibat yang
akan terjadi perilaku menarik diri tidak ditanggapi, cara
keluarga menghadapai pasien menarik diri
4. Diskusikan potensin keluarga untuk membantu mengatasi
pasien menarik diri
5. Latih keluarga merawat pasien menarik diri
6. Anjurkan anggota keluarga untuk member dukungan kepada
pasien untuk berkomunikasi dengan orang lain
7. Dorong anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk pasien minimal 1kali seminggu
8. Beri reinforcemen atas hal-hal yang telah dicapai keluarga

TUK 7

Pasien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Universitas Sumatera Utara


32

Kriteria hasil : setelah…x interaksi, pasien menyebutkan

1. Manfaat minum obat


2. Kerugian tidak minum obat
3. Nama, warna,dosis, efek samping obat

Setelah… x interaksi, pasien mampu mendemoktrasikan


penggunaan obat dan menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter

ITERVENSI

1. Diskusikan dengan pasien tentang kerugian


dan keuntungan tidak minum, serta karakteristik obat
yang diminum (nama,dosis,rekuensi,efeksamping minum
obat)
2. Batu dalam menggunakan obat dengan menggunakan
prinsip 5benar (benar pasien, obat, dosis, cara,waktu).
3. Anjurkan pasien minta sendri obatnya kepada perawat agar
pasien dapat merasakan manfaatnya
4. Beri reinforcemen positif bila pasien menggunakan obat
dengan benar
5. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter
6. Anjurkan pasien untuk konsultasi dengan dokter / perawat
apabila terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.(Prabowo,215-
217:2014)

STRATEGI PELAKSANAAN

TINDKAN KEPERAWTAN (SPTK)

Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri

Universitas Sumatera Utara


33

Pertemuan ke : 1

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Klien kurang mampu memulai pembicaraan

Klien terlihat murung pandangan mata sayu

2. Diagnose keperawatan Menarik diri


3. Tujuan
TUM : Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain TUK 1
: Klien dapat membina hubungan saling percaya
Klien menununjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat :

1) Mau menjawab salam


2) Ada kontak mata
3) Mau berjabat tangan
4) Mau berkenalan
5) Mau menjawab pertanyaan
6) Mau duduk berdampingan dengan perawat
7) Mau mengungkapkan perasaannya
4. Rencana tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
2) Perkembangan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji.
5) Tunjukkan sikap simpati dan menerima klien apa adanya.
6) Beri perhatian pada klien
7) Dengarkan dengan empati beri kesempatan bicara, jangan buruburu,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan pasien
8) Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang
masalah yang diberikan

Universitas Sumatera Utara


34

c. Sediakan waktu untuk mendengar klien, katakan pada klien bahwa ia


adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu
menolong dirinya sendiri.
B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi bu, apakah kita boleh berkenalan? Perkenalkan nama
saya Monika Citra Sari, bisa dipanggil monik, nama ibu siapa? Suka
dipanggil apa? Ibu, tujuan kita berkenalan yaitu supaya kita lebih akrab,
ibu juga bisa mengungkapkan perasaan ibu kepada saya”. “Bagaimana
kalau kita berbincang-bincang selama 15 menit? Apakah ibu bersedia?
Bagaimana ibu?
b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini? Adakah yang ibu pikirkan? Bagaimana
kalau ibu menceritakan kepada saya? Saya siap mendengarkan”.
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah, kita mulai bincang-bincangnya sekarang ya bu. Apa yang
ingin ibu bicarakan? Bagaimana kalau kita berbincangbincang
tentang kesukaan dan hobi ibu”.

2) Tempat
“Bu, kita berbincang-bincang disini atau dimana jadinya? Disini saja

ya bu”.

3) Waktu
“Ibu iingin berbincang-bincangnya berapa lama?”.

2. Fase kerja
“Bapak mau minum? Saya ambilkan. Bagaimana dengan makan? Coba
sedikit, ya Pak agar Bapak tidak lemas.” (jika pasien mau ke makam, temani
dan hadirkan fakta-fakta.)

Universitas Sumatera Utara


35

3. Fase terminasi
“Setelah kembali dari makam, bagaimana perasaan bapak? Bapak tampak
masih sedih. Saya akan pulang dulu. Usahakan bapak makan, minum, dan
istirahat. Nanti dua hari lagi saya akan datang. Sampai jumpa” STRATEGI
PELAKSANAA TINDAKAN

KEPERAWATAN (SPTK)

Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri Pertemuan : ke-2

A. Konsep keperawatan

1. Kondisi klien.
Klien duduk didepan ruang perawatan bersama klien yang lain. Klien tampak
diam.
2. Diagnosa keperawatan Menarik diri
3. Tujuan
TUM : klien dapat berinteraksi dengan orang lain TUK 2 :
klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Dengan
kriteria hasil :
a. Klien mampu menyebutkan :

1) Diri sendiri
2) Orang lain
3) Lingkungan
4. Rencana tindakan keperawatan

TUK 2 : Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

a. Diskusikan pada pasien tentang perilaku menarik diri, tanda serta


penyebab yang muncul
b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri tidak mau bergaul.
B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan

1. Fase orientasi

a. Salam terapeutik

Universitas Sumatera Utara


36

“ selamat pagi/sore. Saya perawat Tuti. Tampaknya bapak sedang kesal.


Bapak dapat ceritakan.

b. Validasi
“ apa yang membuat bapak kesal? Apa yang bapak rasakan saat kesal
dan apa yang telah bapak lakukan?
c. Kontrak
1) Topic
Baik, ada beberapa cara untuk meredakan kekesalan bapak, yaitu
tarik nafas dalam, istiqfar, berwudhuk, sholat, dan bercakap-cakap.
Bapak punyak hobi olahraga?

2) Tempat
“mau dimana kita bincang-bincangnya pak? Baiklah disini saja ya

pak”

3) Waktu
Saya akan menemani bapak selama 20 menit.”

2. Fase kerja
“ apa yang membuat bapak kesal? Apa yang bapak rasakan saat kesal dan
apa yang telah bapak lakukan? Baik, ada beberapa cara untuk meredakan
kekesalan bapak, yaitu tarik nafas dalam, istiqfar, berwudhuk, sholat, dan
bercakap-cakap. Bapak punyak hobi olahraga? Nah, itu juga dapat bapak
lakukan.”
3. Fase terminasi
“ Nah, kalau masih muncul rasa kesal, coba lakukan cara yang telah kita
bahas tadi. Mau coba cara yang mana? Mau di jadwalkan? Baiklah, dua hari
lagi kita akan bertemu lagi. Sampai jumpa.”

Universitas Sumatera Utara


37

STRATEGI PELAKSANAAN

TINDKAN KEPERAWTAN (SPTK)

Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri Pertemuan ke : 3

A. Konsep keperawatan
a. Kondisi klien.
b. Diagnosa keperawatan
Menarik diri

c. Tujuan
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain

TUK 3: Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan


orang lain dan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
Dengan kriteria hasil :
a. Klien mampu menyebutkan :
1) Banyak teman
2) Tidak kesepian
3) Bisa diskusi
4) Saling menolong
b. Rencana tindakan keperawatan

TUK 2 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan


orang lain dan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain

1) Diskusikan bersama tentang keuntungan


berhubungan dengan orang lain
2) Beri kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan perasaannya tentang
berhubungan dengan orang lain.
B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
1. Fase orientasi

a. Salam terapeutik

“ Selamat pagi/ sore.

Universitas Sumatera Utara


38

b. Validasi
Bagaimana perasaan bapak hari ini? apakah bapak sudah
melakukan cara yang saya ajarkan untuk mengurangi perasaan kesal
bapak?
c. Topic
Dapatkah kita berbicara tentang perasaan bapak sekarang?

d. Tempat
“mau dimana kita bincang-bincangnya bu? Baiklah disini saja ya bu
e. Waktu
Kita bicara 15 menit saja. Dimana kita bicara? Di rumah sini saja?”

2. Fase kerja
“Saya dapat memahami perasaan bapak. Silahkan bercerita tentangb
perasaan bapak. Tidak ada yang dapat kita salahkan, pak. saya mengerti,
sulit bagi bapak untuk menerima kehilangan ini. Bagus, Bapak menyadari
perasaan yang sudah diungkapkan karena semua ini adalah kehendak
allah. Apabila perasaan bersalah dan takut itu muncul kembali, bapak
dapat berdzikir, sholat, atau melakukan kegiatan ibadah yang lain.
Bagaimana, Pak? Apakah bapak akan coba lakukan?”
3. Fase terminasi
“ bagaimana perasaan bapak setelah kita berbicara? Iya, Pak. Bapak
terus berdo’a ya. Silahkan bercerita dengan anggota keluarga. Bagus,
bapak sudah dapat mengungkapkannya. Nanti bapak dapat berdzikir
dan beristiqfar setiap saat dan saat rasa bersalah itu muncul kembali.
Bapak, dua hari lagi saya akan datang. Kita akan bicara tentang perasaan
bapak. Saya pamit dulu ya,Pak. Sampai jumpa.”

STRATEGI PELAKSANAAN

TINDKAN KEPERAWTAN (SPTK)

Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri Pertemuan ke : 4

Universitas Sumatera Utara


39

A. Konsep keperawatan
a. Kondisi klien
Klien tampak berbicara tidak menerima kenyataan yang dialaminya

b. Diagnosa keperawatan
Menarik diri

c. Tujuan
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain

TUK 4: klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap Dengan


kriteria hasil :
a) Klien mampu menyebutkan :
Klien dapat mendemoktrasikan hubungan social secara bertahap

b) Rencana tindakan keperawatan

TUK 4 : klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap

a) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama pasien dalam


mengisi waktu luang
b) Bantu pasien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang
lain

B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan

1. Fase orientasi

a. Salam terapeutik
“Selamat pagi/sore.”

b. Validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini?

c. Kontrak
1) Topik
“apakah ada yang ingin bapak ceritakann pada saya?”

2) Waktu
“ kira-kira ingin berapa lama bu? Dan ibu butuh waktu berapa lama

untuk melakukan kegiatan tersebut? 10 menit cukup tidak?”

Universitas Sumatera Utara


40

2. Fase kerja
“ Baiklah, Pak. Saya akan duduk di sebelah bapak dan menemani bapak. Saya
siap mendengarkan apabila ada yang ingin di sampaikan. Bapak boleh
menangis, jangan di tahan. Bapak punya hak untuk menangis dengan
menangis, akan ada perasaan lega. Bapak, saya dapat merasakan apa yang
bapak rasakan. Bapak dapat menggunakan kesempatan yang ada dengan
bercakap-cakap dengan anggota keluarga seperti anak bapak yang dua lagi,
istri bapak.” (Mulai menbawa kerealitas ospek positif .) “ bapak dapat
berbicara dengan tetangga yang mempunyai pengalaman sama dengan
bapak. Sekarang, bagaimana kalau kita berdiskusi tentang kegiatan positif
yang bapak lakukan? Mulai dari yang bapak biasa lakukan dirumah maupun
kegiatan lain diluar rumah. Bagaimana kalau kita buat daftar kegiatan yang
dapat bapak lakukan? Waw, banyak kegiatan yang dapat bapak lakukan.”
3. Fase terminasi
“ Bapak, Bagaimnana perasaan Bpaka setelah kita bicara? Iya, benar, masih
banyak yang bapak lakukan. Bapak dapat melakukan kegiatan yang tadi
sudah kita bahas. Saya percaya bapak bisa. Saya pamit ya,Pak. Dua hari lagi
saya akan datang untuk membicarakan tentang perasaan bapak.
Kira0-kira jam berapa saya boleh datang? Baik, Pak. Sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN

TINDKAN KEPERAWTAN (SPTK)

Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri Pertemuan ke : 5

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak berdiskusi/mengobrol dengan orang lain

2. Diagnosa kepereawatan Harga diri rendah.


3. Tujuan
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain

TUK 5: klien dapat mengungkapkan perasaaannya setelah berhubungan


dengan orang lain Dengan kriteria hasil :
1) Diri sendiri

Universitas Sumatera Utara


41

2) Orang lain
3) Kelompok
4. Rencana tindakan keperawatan
TUK 5: klien dapat mengungkapkan perasaaannya setelah berhubungan
dengan orang lain
a. Diskusika dengan pasien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan
orang lain
b. Beri reinforcement atas kemampuan pasien
mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain
B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi/sore”

b. Validasi
“Bagaimana perasaan bapak?”

c. Kontrak
1) Topik
“Seperti janji saya dua hari yang lalu, sekarang saya datang untuk

berbicara tentang perasaan bapak”

2) Tempat
Bagaimana kalau kita berbicara disini? 3)
Waktu

“30 menit saja, setuju,Pak?”

2. Fase kerja
“ Bapak tampak dsenang dan sangat berbeda dengan dua hari yang lalu.
Saya dengar bapak sudah banyak melakukan aktifitas. Bagus. Kegiatan apa
lagi yang sudah bapak rencanakan untuk mengisi waktu? Saya percaya
bapak dapat kembali semangat dalam mengisi kehidupan ini. kapan bapak
mau mengurus surat ansuransi, buku tabungan, atau surat penting lainnya?
Kapan bapak akan berziarah ke makam anak bapak? Bapak sudah melihat

Universitas Sumatera Utara


42

foto-foto proses pemakaman anak bapak? Ya, Bapak tampak sudah


semangat lagi.”
3. Fase terminasi
“ Bapak, tidak terata kita sudah lam berbicara. Bagaimana perasaan bapak?
Syukurlah. Bapak jangan lupa dengan jadwal aktifitas dan waktu untuk
mengurus sura-surat penting anak bapak. Saya pamit ya, Pak.

Sampai jumpa.”.

DAFTAR PUSTAKA

Bibliography
Creek. (2003). Occupational Terapy . London : COT .

dkk, B. A. (2007). Manajement Keperawatan psikososial&kader kesehatan jiwa . jakarta :


EGC.

prabowo, E. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa . Yogyakarta : Nuha Medika .

Kehilangan

a. Definisi
Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang

dapat dialami individu ketika terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah

Universitas Sumatera Utara


43

dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian ataupun

keseluruhan. Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat distres. Namun

demikian, setiap individu berespons terhadap kehilangan secara

berbeda.18 Kehilangan dapat berupa kehilangan yang nyata atau

kehilangan yang dirasakan. Kehilangan yang nyata merupakan kehilangan

terhadap orang atau objek yang tidak dapat lagi dirasakan, dilihat, diraba

atau dialami individu, misalnya anggota tubuh, anak, hubungan, dan peran

di tempat kerja. Kehilangan yang dirasakan merupakan kehilangan yang

sifatnya unik berdasarkan individu yang mengalami kedukaan, misalnya

kehilangan harga diri atau rasa percaya diri.17

b. Jenis-jenis kehilangan
a. Kehilangan objek eksternal, misalnya kehilangan karena kecurian atau

kehancuran akibat bencana alam.

b. Kehilangan lingkungan yang dikenal, misalnya kehilangan karena

berpindah rumah, dirawat di rumah sakit, atau berpindah pekerjaan.

c. Kehilangan sesuatu atau individu yang berarti, misalnya kehilangan

pekerjaan, kepergian anggota keluarga atau teman dekat, kehilangan

orang yang dipercaya, atau kehilangan binatang peliharaan.

d. Kehilangan suatu aspek diri, misalnya kehilangan anggota tubuh dan

fungsi psikologis atau fisik.

e. Kehilangan hidup, misalnya kehilangan karena kematian

anggota keluarga, teman dekat, atau diri sendiri.17

Universitas Sumatera Utara


44

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai