Anda di halaman 1dari 51

TUGAS MATA KULIAH

PEMBERDAYAAN KADER DALAM PEMILAHAN DAN


PENGELOLAAN SAMPAH SKALA RUMAH TANGGA

Disusun Oleh:
1. Erinka Pricornia M 101711123012
2. Rif’atin Haibah 101711123037
3. Retananda Tria R 101711123054

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah tugas Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan
dengan tepat waktu.
Makalah ini telah penyusun buat dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penyusun menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar penyusun dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, Mei 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 3
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 3
1.4 Manfaat ...................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5
2.1 Definisi Pemberdayaan Masyarakat .......................................................... 5
2.2 Tugas Dalam Pemberdayaan Masyarakat .................................................. 6
2.3 Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan Masyarakat......................................... 7
2.4 Tahapan Dalam Pemberdayaan Masyarakat.............................................. 8
2.5 Kebijakan Dalam Pemberdayaan Masyarakat ......................................... 10
2.6 Langkah-langkah Pemberdayaan Masyarakat ......................................... 11
2.7 Pembuangan Sampah ............................................................................... 14
2.8 Dampak Sampah ...................................................................................... 24
BAB III STUDI KASUS ..................................................................................... 26
3.1 Persiapan .................................................................................................. 26
3.2 Pengkajian ............................................................................................... 27
3.3 Perencanaan Alternatif Program .............................................................. 35
3.4 Formulasi Rencana Aksi .......................................................................... 36
3.5 Implementasi ........................................................................................... 40
3.6 Evaluasi ................................................................................................... 41
3.7 Terminasi ................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44
DOKUMENTASI ................................................................................................ 45

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Sumber Sampah 16
Tabel 3.1 Persiapan Petugas 26
Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status 28
Pendidikan Kader Rw VII Kelurahan Pegirian,
Kecamatan Semampir Surabaya.Tahun 2019
Tabel 3.3 Usia Responden 28
Tabel 3.4 Pelayanan Responden 28
Tabel 3.5 Matriks USG Penentuan Prioritas Masalah 31
Tabel 3.6 Matriks Penentuan Prioritas Masalah 33
Tabel 3.7 Tujuan Perilaku 33
Tabel 3.8 Susunan Acara Kegiatan PISAH Pada Tanggal 28 37
April 2019
Tabel 3.9 Timeline Kegiatan PISAH Tahun 2019 38
Tabel 3.10 Rincian Anggaran PISAH Tahun 2019 39
Tabel 3.11 Pelaksanaan Kegiatan PISAH Tahun 2019 40
Tabel 3.12 Evaluasi Kegiatan PISAH Tahun 2019 41

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Tahapan Proses Pemberdayaan Masyarakat 8

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan jumlah sampah di kota-kota di Indonesia setiap tahun
meningkat secara tajam. Kemampuan Pemerintah untuk mengelola sampah
hanya mencapai 40,09% di perkotaan dan 1.02% di perdesaan
(Faizah,2008).Sehingga diperlukan kebijakan yang tepat agar sampah yang
di perkotaan khususnya, tidak menjad bom waktu di masa mendatang.
Sumber sampah berasal dari Rumah tangga : 52,7%, Perkantoran : 27,35%,
Industri : 8,97%, Sekolah : 5,32%, Pasar : 4% dan Lain-Lain : 1,4%. Saat ini
hampir seluruh pengelolaan sampah berakhir di TPA sehingga menyebabkan
beban TPA menjadi sangat berat, selain diperlukan lahan yang cukup luas,
juga diperlukan fasilitas perlindungan lingkungan yang sangat mahal.
Semakin banyaknya jumlah sampah yang dibuang ke TPA salah satunya
disebabkan belum dilakukannya upaya pengurangan volume sampah secara
sungguh-sunguh sejak dari sumber (Faizah, 2008)
Menurut studi Japan International Cooperation Agency (JICA)
peningkatan laju rata-rata tahunan volume sampah sebesar 5 %,
karena pertambahan penduduk 1,6 % per tahun meningkatkan volume
sampah per kapita sekitar 3,4 % per tahun untuk periode 1992 2010 di
Surabaya (Savitri, 2002). Hasil studi penanganan sampah di wilayah
Surabaya Metropolitan (2010) menunjukkan bahwa pada tahun 2010
jumlah volume sampah Kota Surabaya per hari adalah adalah 11.103,65
m3.
Jenis sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga adalah sampah
organik (sisa makanan, sisa bahan memasak, daun) dan sampah anorganik
(plastik, kertas, kaca, logam). Plastik merupkan jenis sampah dominan yang
paling banyak dihasilkan oleh rumah tangga dan merupakan masalah yang
dianggap serius. Hal ini disebabkan sampah plastik tidak dapat terurai oleh
bakteri. Selanjutnya sampah daun juga menjadi permasalahan yang
diperlukan pe mecahan. Pada umumnya kebiasaan masyarakat terutama di

1
desa dilakukan pembakaran sama seperti jenis sampah plastik dan kertas.
Hasil peneltian Suranto et al.(2011), asap pembakaran sampah dapat
mengakibatkan penyempitan ruang alveolus dan menurunkan kadar
hemoglobin pada hewan uji mencit. Dengan demikian, terdapat indikasi
dapat menganggu kesehatan manusia.
Meskipun pada jenis sampah yang memiliki nilai ekonomis dapat
dijual sebagai upaya untuk mengurangi timbulan sampah di masyarakat.
Namun demikian, diperlukan penanganan terpadu dan terintegrasi karena
penanganan sampah saat ini masih mengandalkan sistem konvensional yaitu
kumpul-angkut-buang sehingga masih tergantung pada tempat pembuangan
sampah (TPS). Menurut Yasa dan Yudiarsa (2012), konsep daur ulang
sampah reduce (mengurangi), reuse (memanfaatkan ulang), recycle
(mendaur ulang) dapat menjadi salah satu solusi karena nilai ekonomis yang
terkandung dalam sampah masih dapat dimanfaatkan
Selain ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, solusi
komersial yang berkelanjutan dalam manajemen persampahan diperlukan
kerjasama dari tiga pemangku kepentingan yaitu pemerintah, masyarakat
dan swasta (Butler, 2013). Hal tersebut selaras dengan UU nomor 18/2008
tentang pengelolaan sampah, bahwasannya tidak hanya kewajiban
pemerintah namun peran dari masyarakat termasuk pihak swasta sangan
diperlukan (Sustaining Partnership, 2011
Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat
dan martabat lapisan masyarakat bawah (grass root), yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan
dan keterbelakangan. Dengan kata lain, pemberdayaan (empowering) adalah
memampukan dan memandirikan masyarakat miskin. (Sunyoto, 2004)
menyatakan bahwa pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu
anggota masyarakat tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai
budaya moderen seperti kerja keras, hemat, keterbukaan,
kebertanggungjawaban, adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini.
Demikian pula pembaharuan lembaga-lembaga sosial dan

2
pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan
masyarakat di dalamnya.
Pemberdayaan masyarakat merupakan sebagai tindakan sosial dimana
penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat
perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau
memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya
yang dimilikinya. Masyarakat miskin seringkali merupakan kelompok yang
tidak berdaya baik karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun
tekanan eksternal dari lingkungannya (Suwondo, 2005). Oleh karena itu,
pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu pilar kebijakan
penanggulangan kemiskinan terpenting. Kebijakan pemberdayaan
masyarakat dianggap resep mujarab karena hasilnya dapat berlangsung lama.
Isu-isu kemiskinan pun senantiasa cocok diselesaikan akar masalahnya
melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat.
Ada beberapa langkah yang dapat digunakan untuk lebih memahami
proses pemberdayaan masyarakat. Langkah-langkah tersebut meliputi
persiapan, pengkajian, perencanaan alternative program, formulasi rencana
aksi, implementasi, evaluasi, dan terminasi. Langkah-langkah diatas,
berhubungan erat antara satu dengan lainnya.
Dengan pemaparan diatas, maka penulis tertarik untuk menelisik lebih
dalam mengenai langkah-langkah pemberdayaan masyarakat beserta
penerapan teorinya.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana langkah-langkah pemberdayaan masyarakat beserta penerapan
teorinya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisa langkah-langkah pemberdayaan masyarakat beserta
penerapan teorinya di RW VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan
Semampir Surabaya.

3
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tahap persiapan pemberdayaan masyarakat di RW
VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.
2. Mengidentifikasi tahap pengkajian pemberdayaan masyarakat di RW
VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.
3. Mengidentifikasi tahap alternative program pemberdayaan
masyarakat di RW VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir
Surabaya.
4. Mengidentifikasi tahap formulasi rencana aksi pemberdayaan
masyarakat di RW VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir
Surabaya.
5. Mengidentifikasi tahap implementasi pemberdayaan masyarakat di
RW VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.
6. Mengidentifikasi tahap evaluasi pemberdayaan masyarakat di RW
VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.
7. Mengidentifikasi tahap terminasi pemberdayaan masyarakat di RW
VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.

1.4 Manfaat
1. Mengetahui tahap persiapan pemberdayaan masyarakat di RW VII
Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya
2. Mengetahui tahap pengkajian pemberdayaan masyarakat di RW VII
Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.
3. Mengetahui tahap alternative program pemberdayaan masyarakat di RW
VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.
4. Mengetahui tahap formulasi rencana aksi pemberdayaan masyarakat di
RW VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.
5. Mengetahui tahap implementasi pemberdayaan masyarakat di RW VII
Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.
6. Mengetahui tahap evaluasi pemberdayaan masyarakat di RW VII
Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.
7. Mengetahui tahap terminasi pemberdayaan masyarakat di RW VII
Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan,
menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan
bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor
kehidupan. Konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga
dengan dua cara pandang.
1. Pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri
masyarakat.
Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat
(beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti
pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan
yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri
bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan
publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya)
kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara.
Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan
kapasitas mengembangkan potensi- kreasi, mengontrol lingkungan dan
sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut
menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi
dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko, 2002).
2. Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang
memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari
manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual, Sumber
Daya Manusia, aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial.
Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial
budaya, ekonomi, politik, keamanan danlingkungan.
3. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk menciptakan atau
meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun
berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya

5
peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya.
Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari
perangkat Pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan
kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.
Permendagri RI No 7 tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan
Masyarakat, dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu
strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya
untuk menunjukkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (pasal 1 ayat8).
Melihat dari penjelasan diatas inti dari pemberdayaan masyarakat adalah
merupakan strategi untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian
masyarakat. Dan perberdayaan bisa diartikan memberi kemampuan
kepada orang yang lemah. Bukan hanya dalam arti tidak terbatas
kemampuan ekonomi, tapi juga kemampuan lainnya yang bisa membuat
orang lain berdaya seperti dalam politik, budaya, sosial, agama dan
lainnya. Harus dicatat, kemampuan ini bukan hanya berarti mampu
memiliki uang, modal, tapi kekuatan atau mobilitas yang tinggi pun itu
kemampuan pemberdayaan diri sendiri.

2.2 Tugas Dalam Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen:
Pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai
politik, lembaga donor, aktor- aktor masyarakat sipil, atau oleh organisasi
masyarakat lokal sendiri. Birokrasi Pemerintah tentu saja sangat strategis
karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang luar biasa
ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak,
kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian
layanan publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih
kuat, komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut
membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling
percaya dan menghormati (Sutoro Eko,2002)
Konsep pemberdayaan berangkat dari asumsi yang berbeda dengan

6
pembinaan. Pemberdayaan berangkat dari asumsi hubungan yang setara antar
semua elemen masyarakat dan negara. Para ahli mengatakan bahwa
pemberdayaan sangat percaya bahwa “kecil itu indah”, bahwa setiap orang
itu mempunyai kearifan yang perlu dibangkitkan dan dihargai. Kalau konsep
pembinaan cenderung mengabaikan prinsip kearifan semua orang itu. Dalam
konteks pemberdayaan, semua unsur (pejabat, perangkat negara, wakil
rakyat, para ahli, politisi, orpol, ormas, LSM, pengusaha, ulama, mahasiswa,
serta rakyat banyak) berada dalam posisi setara, yang tumbuh bersama
melalui proses belajar bersama-sama. Masing- masing elemen harus
memahami dan menghargai kepentingan maupun perbedaan satu sama lain.
Perberdayaan tersebut dimaksudkan agar masing-masing unsur semakin
meningkat kemampuannya, semakin kuat,semakin mandiri, serta memainkan
perannya masing-masing tanpa mengganggu peran yang lain. Justru dengan
pemberdayaan kemampuan dan peran yang berbedabeda tersebut tidak
diseragamkan, melainkan dihargai dan dikembangkan kerjasama, sehingga
bisa terjalin kerjasama yang baik.

2.3 Prinsip dan Tahapan Pemberdayaan Masyarakat


Menurut (Suharto, 2006) prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat
adalah sebagai berikut:
1. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Oleh karena itu harus ada
kerjasamasebagai patner.
2. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau
subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber
dankesempatan-kesempatan.
3. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang
dapat mempengaruhiperubahan.
4. Kompetensi diperoleh dan dipertajam melalui pengalaman hidup,
khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada
masyarakat.
5. Solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus, hasus beragam dan
menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada

7
pada situasi masalah tersebut.
6. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang
penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta
kemampuan untuk mengendalikan seseorang.
7. Masyarakat harus berpartisipasi dalam memberdayakan diri mereka
sendiri, tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh merekasendiri.
8. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena
pengetahuan dan mobilisasi tindakan bagiperubahan.
9. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan
kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secaraefektif.
10. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, dinamis, evolutif,
dikarenakan permasalahan selalu memiliki beragamsolusi.
11. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal lain melalui
pembangunan ekonomi secaraparalel.

2.4 Tahapan dalam Proses Pemberdayaan Masyarakat


Nugroho (2007) pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi” bukan
“proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan
yaitu penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan. Berikut ini adalah
penjelasannya yaitu :
Gambar 2.1 Tiga Tahapan Proses Pemberdayaan Masyarakat

Penyadaran Pengkapasitasan Pendayaan

1. Dalam tahap penyadaran, target sasaran adalah masyarakat yang kurang


mampu yang harus diberikan pemahaman bahwa mereka mempunyai
hak untuk menjadi berada atau mampu. Disamping itu juga mereka
harus dimotivasi bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk keluar
dari kemiskinannya. Proses ini dapat dipercepat dan dirasionalisasikan
hasilnya dengan hadirnya upaya pendampingan.

8
2. Tahap pengkapasitasan bertujuan untuk memampukan masyarakat yang
kurang mampu sehingga mereka memiliki keterampilan untuk
mengelola peluang yang akan diberikan. Dimana tahap ini dilakukan
dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, lokakarya dan kegiatan
sejenisnya yang bertujuan untuk meningkatkan life skill dari
masyarakattersebut.
3. Pada tahap pendayaan, masyarakat diberikan peluang yang disesuaikan
dengan kemampuan yang dimiliki melalui partisipasi aktif dan
berkelanjutan yang ditempuh dengan memberikan peran yang lebih
besar secara bertahap, sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya serta
diakomodasi aspirasinya dan dituntun untuk melakukan self evaluation
terhadap pilihan dan hasil pelaksanaan atas pilihantersebut.
Menurut Suharto (2006), pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan
pemberdayaan masyarakat dapat dicapai melalui penerapan pendekatan
pemberdayaan yang disingkat menjadi 5P, yaitu:
1. Pemungkinan, menciptakan suasana atau iklim memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu
membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan strukturak
yangmenghambat.
2. Penguatan, memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Pemberdayaan harus menumbuhkembangkan segenap
kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang
kemandirian.
3. Perlindungan, melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok yang kuat, menghindari
persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat
dan yang lemah dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok yang
kuat dan kelompok yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada
penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang
menguntungkan masyarak kecil.
4. Penyokongan, memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat

9
mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.
Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh
kedalam posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
5. Pemeliharaan, memelihara kondisi yang kondusif agar tidak terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan
keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh
kesempatanberusaha.

2.5 Kebijakan dalam Pemberdayaan Masyarakat


Gagasan pemberdayaan berangkat dari realitas obyektif yang merujuk
pada kondisi struktural yang timpang dari sisi alokasi kekuasaan dan
pembagian akses sumberdaya masyarakat. Pemberdayaan sebenarnya
merupakan sebuah alternatif pembangunan yang sebelumnya dirumuskan
menurut cara pandang developmentalisme atau modernisasi.
Adapun kebijakan-kebijakan tentang pemberdayaan masyarakat adalah
sebagai berikut:
1. Kebijakan Pemerintah tentang pemberdayaan masyarakat secara tegas
tertuang didalam GBHN Tahun 1999, serta Undang-undang Nomor: 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Didalam GBHN Tahun 1999,
khususnya didalam “Arah Kebijakan Pembangunan Daerah”, antara lain
dinyatakan “mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan
bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga
ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan,
lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat, serta seluruh potensi
masyarakat dalam wadah NKRI“.
2. Sedangkan didalam Undang-undang. Nomor: 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, antara lain ditegas-kan bahwa “Hal-hal yang
mendasar dalam Undang- undang ini adalah mendorong untuk
memberdayakan masyarakat, menumbuhkembangkan prakarsa dan
kreativitas, serta meningkatkan peran serta masyarakat“.

10
3. Mencermati rumusan kebijakan Pemerintah didalam dua dokumen
kebijakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa “kebijakan pemberdayaan
masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan
otonomi daerah”. Setiap upaya yang dilakukan dalam rangka
pemberdayaan masyarakat akan secara langsung mendukung upaya
pemantapan dan penguatan otonomi daerah, dan setiap upaya yang
dilakukan dalam rangka pemantapan dan penguatan otonomi daerah akan
memberikan dampak terhadap upaya pemberdayaanmasyarakat.
4. Dalam Undang-undang Nomor: 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 dan Program
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dinyatakan bahwa tujuan
pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan keberdayaan masyarakat
melalui penguatan lembaga dan organisasi masyarakat setempat,
penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial masyarakat,
peningkatan keswadayaan masyarakat luas guna membantu masyarakat
untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial danpolitik”.
5. Dalam rangka mengemban tugas dalam bidang pemberdayaan
masyarakat, Badan Pemberdayaan Masyarakat telah menetapkan visi,
misi, kebijakan, strategi dan program pemberdayaanmasyarakat.

2.6 Langkah-langkah Pemberdayaan Masyarakat


1. Persiapan
a. Persiapan Petugas
a) Tim yang solid.
b) Pembagian job description.
c) Pemahaman yang komprehensif antar anggota tim terhadap
tujuan dan sasaran pemberdayaan yang akan dilakukan.
d) Bias dalam bentuk sosialisasi dan diskusi hingga pelatihan.
e) Penyamaan persepsi anggota tim.
f) Membangun komitmen pada community worker.

11
b. Persiapan Lapangan
a) Studi literatur dan studi awal atau mengenal daerah sasaran dengan
mendatanginya.
b) Daerah layak yang merupakan daerah masih perlu untuk
diberdayakan.
c) Komunikasi antar community worker, masyarakat dan stakeholder
terkait.
d) Menjalin kontak dan kontrak dengan masyarakat yang dapat
dilakukan dengan melalui tokoh informal kemudian mendapatkan
dukungan.
e) Melakukan pengurusan perijinan dan keadministrasian (formal)
melalui surat menyurat, proposal dan lain-lain sehingga
mendapatkan ijin secara formal.
2. Pengkajian
a. Mengidentifikai masalah (kebutuhan yang dirasakan) masyarakat. Ada
kebutuhan normatif yang dirasakan oleh masyarakat sehingga
memerlukan sebuah edukasi.
b. Mengidentifikasi sumber daya dan potensi yang dimiliki oleh
masyarakat.
c. Melibatkan masyarakat.
3. Perencanaan Alternatif Solusi
a. Mengidentifikasi maslaha, mencari solusi dari permasalahan yang ada,
merancang program dan kegiatan.
b. Melakukan formulasi tujuan dengan SMART.
c. Melibatkan masyarakat.
4. Pemformulasian Rencana Aksi
a. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai.
b. Merumuskan sasaran dan metode kegiatan.
c. Merumuskan program dan kegiatan.
d. Merumuskan prosedur operasional atau urutan pelaksanaan kegiatan.
e. Personalia dan penanggung jawab.
f. Menyusun timeline dan rencana anggaran.

12
g. Perencanaan evaluasi meliputi indikator keberhasilan dan indikator
keberdayaan, menentukan metode evaluasi dan memilih jenis evaluasi
(formatif dan summatif).
h. Melibatkan masyarakat.
5. Implementasi
a. Melaksanakan kegiatan sesuai rencana dengan prosedur operasional.
b. Perlu kerjasama yang baik antara petugas dan masyarakat, yang
terkadang ada pertentangan.
c. Meningkatkan peran masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan.
d. Melibatkan masyarakat.
6. Evaluasi
a. Evaluasi pada komponen proses dan output.
b. Evaluasi program atau kegiatan dan evaluasi keberdayaan.
c. Menentukan hal yang akan dievaluasi (indikator).
d. Merumuskan metode evaluasi (kualitatif atau kuantitatif).
e. Memilih jenis evaluasi formatif dan sumatif.
f. Evaluasi bersama masyarakat.
g. Menjawab pertanyaan berupa:
a) Apakah rencana sudah dilaksanakan?
b) Apakah tujuan sudah tercapai?
c) Apakah program sudah berjalan efektif?
d) Apakah program sudah berjalan efisien?
h. Meningkatkan kesadaran dan keinginan untuk berubah, antara lain:
a) Berapa banyak sasaran yang memahami program?
b) Berapa banyak sasaran yang dapat merasakan pentingnya
program?
i. Meningkatkan kemampuan individu untuk berubah, meningkatkan
kesempatan untuk memperoleh akses, yaitu:
a) Berapa banyak sasaran yang telah melakukan kegiatan seperti
program?
b) Berapa banyak sasaran yang ingin melanjutkan kegiatan seperti
program?

13
c) Berapa banyak sasaran yang ingin memperoleh kesempatan lebih
baik?
j. Tindakan individu untuk menghadapi hambatan, sebagai berikut:
a) Berapa banyak sasaran tetap melakukan kegiatan walau ada
hambatan input?
b) Hambatan apa saja yang muncul berkaitan pengembangan diri dan
masyarakat?
k. Meningkatkan solidaritas atau tindakan bersama orang lain, sebagai
berikut:
a) Apa tindakan bersama yang dilakukan untuk memperbaiki keadaan
wilayahnya?
b) Apa upaya yang dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kondisi yang telah baik?
7. Terminasi
a. Proses perpisahan formal dengan masyarakat sasaran tetapi tidak
sekaligus.
b. Mengakhiri program dengan pelan.
c. Perlu dijaga kontak antara CW dan masyarakat.
d. Terminasi hanya terjadi pada pelaksanaan program yang hanya sekali.
e. Terminasi tidak perlu terjadi jika program berkelanjutan..(Adi, 2002)

2.7 Pembuangan Sampah


Sampah merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh
banyak kota di seluruh dunia. Semakin tingginya jumlah penduduk dan
aktivitasnya, membuat volume sampah terus meningkat. Akibatnya, untuk
mengatasi sampah diperlukan biaya yang tidak sedikit dan lahan yang semakin
luas. Disamping itu, tentu saja sampah membahayakan kesehatan dan
lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Pengelolaan sampah dimaksudkan agar sampah tidak membahayakan
kesehatan manusia dan tidak mencemari lingkungan. Pengelolaan sampah
juga dilakukan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan bagi manusia. Hal
ini didasari oleh pandangan bahwa sampah adalah sumber daya yang masih

14
bisa dimanfaatkan dan bahkan memiliki nilai ekonomi. Pandangan tersebut
muncul seiring dengan semakin langkanya sumber daya alam dan semakin
rusaknya lingkungan.
2.7.1 Pengertian
Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,
baik karena sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan atau
karena sudah tidak ada manfaatnya yang ditinjau dari segi sosial ekonimis
tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran
atau gangguan terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan SK SNI Tahun 1990,
sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik. Menurut Undang–Undang No. 18 tahun 2008, sampah spesifik
adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, sampah yang
mengandung limbah, sampah yang timbul akibat bencana alam, puing
bongkaran bangunan sampah yang secara teknologi belum bisa diolah dan
sampah yang timbul secara tidak periodik.
2.7.2 Sumber dan Jenis Sampah
1. Sumber sampah meliputi :
a. Berasal dari kegiatan penghasil sampah seperti pasar, rumah tangga,
pertokoan, penyapu jalan, dan tempat umum lainnya dan kegiatan
lain seperti hasil dari industri.
b. Sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia sehari–hari yang
kemungkinan mengandung limbah berbahaya seperti sisa baterai, oli,
rem mobil, sisa biosida tanaman, dan lain lain.
Berdasarkan sumbernya, sampah dapat dibagi atas enam yaitu sampah
alam, manusia, konsumsi, nuklir, industri, dan pertambangan. Beberapa
sumber sampah dapat diklasifikasikan menjadi seperti berikut:

15
Tabel 2.1 Sumber Sampah
Fasilitas, aktifitas,
Sumber lokasi sampah Tipe sampah
dihasilkan
Perumahan Keluarga kecil atau Sampah makanan, kertas,
beberapa keluarga tinggal kardus, plastik, tekstil,
bersama, apartemen kulit, sampah kebun,
kecil, menengah, dan kayu, kaca, kaleng timah,
tingkat tinggi aluminium, logam
lainnya, debu daun dari
jalan, sampah khusus
(barang elektronik besar,
sampah kebun yang
dikumpulkan terpisah,
baterai, oli dan ban),
sampah rumah tangga
berbahaya.
Komersil Toko, restoran, pasar, Kertas, kardus, plastik,
bangunan kantor, hotel, kayu, sampah makanan,
motel, percekatan unit kaca, logam, sampah
pelayanan, bengke, dan khusus (lihat di atas)
lain-lain. sampah berbahaya, dan
lain-lain.
Institusi Sekolah, rumah sakit, Kertas, kardus, plastik,
penjara, pusat kayu, sampah makanan,
pemerintahan kaca, logam, sampah
khusus (lihat di atas)
sampah berbahaya, dan
lain-lain.
Konstruksi Area konstruksi baru, Kayu, baja, beton, tanah
dan area renovasi/ perbaikan
pembongkaran jalan, peruntuhan

16
bangunan.
Pelayanan Pembersihan jalan, Sampah khusus, kotoran,
perkotaan pertamanan, pembersihan hasil penyapuan jalan,
(tidak cekungan, area parkir dan sisa penghiasan pohon
termasuk pantai, tempat rekreasi dan pertamanan, pusing
fasilitas lainnya dari cekungan, sampah
pengolahan) umum dari area parkir,
pantai dan tempat
rekreasi.
Unit Proses pengolahan air, air Limbah unit pengolahan,
pengolahan; limbah, indusir, dan lain- pada dasarnya terdiri dari
insinerator lain residu lumpur.
kota
Sampah (Seluruh sampah di atas) (Seluruh sampah di atas)
perkotaan
Limbah Konstruksi, fabrikasi, Limbah proses industri,
Industri produksi ringan dan potongan material, dan
berat, perpipaan, unit lain-lain. Sampah non
kimia, pembangkit industri meliputi sampah
energi, pembongkaran makanan, debu,
dan lain-lain pembongkaran dan
konstruksi, sampah
khusus, sampah
berbahaya.
Pertanian Tanaman baris, kebun Sampah makanan yang
buahbuahan, kebun rusak, sampah pertanian,
anggur, produksi susu, kotoran, sampah
penggemukan, berbahaya.
peternakan, dan lain-lain

17
2. Jenis sampah berdasarkan sifatnya terdiri dari:
a. Sampah organik (dapat diurai atau degradable)
Sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, karena
tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N dan sebagainya. Sampah
organik umumnya dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme.
Sampah yang mudah terdekomposisi, terutama dalam cuaca yang
panas biasanya dalam proses dekomposisinya akan menimbulkan
bau dan lalat. Contoh: sisa makanan, sampah kebun, karton, kain,
karet, dan lainnya.
b. Sampah anorganik (tidak dapat diurai atau undegradable)
Sampah yang bahan kandungannya secara umum sulit terurai oleh
mikroorganisme. Contoh: kaca, kaleng, alumunium, debu, dan logam
lainnya.
Gambar 2.5 Jenis Sampah

2.7.3 Bentuk Sampah


1. Sampah padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia,
urine dan sampah cair. Seperti sampah rumah tangga: sampah dapur,
sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya
sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability),
maka dapat dibagi lagi menjadi:

18
a. Biodegradable adalah sampah yang dapat diuraikan secara sempurna
oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur,
sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan.
b. Non-biodegradable adalah sampah yang tidak bisa diuraikan oleh
proses biologi. Dapat dibagi menjadi:
1) Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali
karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas,
pakaian dan lain-lain.
2) Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan
tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs,
carbon paper, thermo coal dan lain-lain.
2. Sampah cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak
diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
a. Limbah hitam (black water), sampah cair yang dihasilkan dari
toilet. limbah ini mengandung pathogen yang berbahaya.
b. Limbah rumah tangga (grey water), sampah cair yang dihasilkan
dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Limbah ini
memungkinkan mengandung pathogen.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas.
Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama
gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan
dengan polusi.
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari
aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya
pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk
industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah
yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.
2.7.4 Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam
menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir.
Secara garis besar, kegiatan dalam pengelolaan sampah meliputi

19
pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer and
transport, pengolahan dan pembuangan akhir. Secara umum pengelolaan
sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahap kegiatan, yaitu:
pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir.
Menurut Undang–Undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan
Sampah, terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu :
1. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan
terjadinya sampah R1, guna–ulang R2 dan daur ulang R3.
2. Penanganan sampah (waste handling) yang terdiri dari :
a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
dari sumber sampah sesuai dengan jenis, jumlah atau sifat sampah.
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah
dari sumber sampah ke tempat penampungan sampah sementara
atau tempat pengolahan sampah terpadu.
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber atau
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju tempat pemrosesan akhir.
d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi dan
jumlah sampah.
e. Pemprosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.
Prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua pihak adalah
mengurangi sampah semaksimal mungkin. Bagian sampah atau residu dari
kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa selanjutnya dilakukan
pengolahan maupun pengurugan (landfillling). Pengurangan sampah melalui
3R menurut Undang–Undang No. 18 tahun 2008, juga sebagai pengelolaan
dan pemilahan sampah meliputi :
1. Pembatasan (Reduce)
Mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sedikit mungkin.

20
2. Guna-ulang (Reuse)
Bila limbah akhirnya terbentuk maka upayakan memanfaatkan limbah
tersebut secara langsung.
3. Daur ulang (Recycle)
Limbah yang tersisa atau tidak dapat dimanfaatkan secara langsung
kemudian di proses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan baik sebagai
bahan baku maupun sebagai sumber energi.
Sasaran utama dalam ketiga pendekatan di atas ialah minimasi
limbah yang harus dikelola dengan berbagai upaya agar limbah yang akan di
lepas ke lingkungan akan menjadi sesedikit mungkin dan dengan tingkat
bahaya sekecil mungkin. Metode dalam pengelolaan atau memilah sampah
berbeda-beda tergantung dari banyak yang seperti jenis zat sampah, tanah
untuk mengolah dan ketersediaan area di mana metode tersebut secara
umum berupa:
1. Solid waste generated: penentuan timbulan sampah.
2. On site handling: penanganan di tempat atau pada sumbernya:
a. Pengumpulan (collecting).
b. Pengangkutan (transfer and transport).
c. Pengolahan (treatment), seperti pengubahan bentuk, pembakaran,
pembuatan kompos dan energy recovery (sampah sebagai penghasil
energi).
3. Pembuangan akhir: pembuangan akhir sampah harus memenuhi syarat-
syarat kesehatan dan kelestarian lingkungan.
2.7.5 Pengolahan Sampah
1. Sampah Organik
Sampah organik pada umumnya dapat dimanfaatkan kembali secara
langsung, tanpa melalui proses tertentu seperti untuk pakan ternak,
khususnya ikan. Sampah organik juga dapat diproses untuk berbagai
keperluan diantaranya adalah kompos.
a. Pakan Ternak
Sampah organik khususnya sisa makanan dapat diolah lebih lanjut
menjadi pakan ternak. Sampah yang telah dipilah, kemudian masuk

21
dalam pabrik untuk dijadikan pakan ternak. Dari sampah organik
dapat dihasilkan pelet untuk pakan ternak.
b. Kompos
Sampah organik dapat dimanfaatkan untuk pemupukan
tanaman yaitu melalui proses pengomposan dan bantuan
mikroorganisme. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak
lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara buatan oleh berbagai macam mikroba dalam kondisi
lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik.
Sementara itu pengomposan adalah proses dimana bahan
organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya mikroba
yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Jadi
prinsipnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan,
misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah pasar,
kotoran/limbah peternakan, dan lainnya.
Kompos memiliki banyak manfaat seperti masyarakat dapat
membuat sendiri dengan peralatan dan instalasi yang tidak mahal,
mengurangi volume sampah, meningkatkan kesuburan, memperbaiki
struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan retensi/ketersediaan
hara di dalam tanah, dan lainnya.
2. Sampah Anorganik
Sampah anorganik umumnya berupa botol, kertas, plastik, kaleng,
sampah bekas alat elektronik dan lainnya. Sifat dari sampah anorganik
ialah sulit untuk terurai oleh mikroorganisme, sehingga akan bertahan
lama menjadi sampah. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dapat
menerapkan konsep 3R sebagai berikut :
a. Reduce (mengurangi sampah)
Mengurangi sampah dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup
sederhana dengan memperhatikan hal sebagai berikut :
1) Menentukan prioritas sebelum membeli barang.
2) Mengurangi atau menghindari penggunaan barang yang tidak
dapat didaur ulang oleh alam.

22
3) Membeli produk yang tahan lama.
b. Reuse (menggunakan kembali)
Menggunakan kembali barang yang masih layak pakai merupakan
salah satu perilaku yang menguntungkan baik secara ekonomis
maupun ekologis. Sampah anorganik juga dapat dijual kepada
pengepul barang bekas dan menghasilkan nilai ekonomi.
Penggunaan barang kembali juga dapat diterapkan misalnya ketika
memiliki botol minuman yang telah kosong dapat digunakan kembali
untuk penyimpanan sisa minyak makan.
c. Recycle (mendaur ulang)
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang
terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan,
pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai.
Material yang dapat didaur ulang seperti botol bekas, kertas, plastik
dan lainnya.
Pengolahan sampah anorganik dengan cara daur ulang merupakan
salah satu cara efektif. Proses daur ulang akan menghasilkan barang-
barang dengan :
1) Bentuk dan fungsinya tetap. Misalnya: daur ulang kertas atau
plastik pembungkus dengan hasil dan bentuk yang sama.
2) Bentuk berubah tetapi fungsi tetap. Misalnya: daur ulang botol
bekas air mineral.
3) Bentuk dan fungsi yang berubah. Misalnya: plastik menjadi
sedotan, bekas sedotan menjadi hiasan, plastik menjadi
gantungan pakaian dan beberapa hasil kerajinan tangan lainnya.
2.7.6 Pemrosesan Akhir Sampah
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat sebagai tahap
terakhir dalam pengelolaan sampah sejak mulai timbul dari sumber,
pengumpulan, pemindahan pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan
tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya, diperlukan
penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut

23
dapat dicapai dengan baik. Pada lokasi pemrosesan akhir tidak hanya ada
proses penimbunan tetapi wajib terdapat 4 aktivitas utama penanganan
sampah di TPA yaitu (Litbang PU 2009):
a. Pemilahan sampah.
b. Daur ulang sampah non hayati (an-organik).
c. Pengomposan sampah hayati.
d. Pengurugan/penimbunan sampah residu dari proses diatas di lokasi
pengurugan atau penimbunan sampah (landfill).
Berdasarkan data SLHI 2007 tentang kondisi TPA di Indonesia,
sebagian besar merupakan tempat penimbunan sampah terbuka (open
dumping) sehingga menimbulkan masalah pencemaran pada lingkungan.
Berdasarkan data, bahwa 90% TPA dioperasikan dengan open dumping
dan hanya 9% dioperasikan dengan controlled landfill dan sanitary
landfill. Perbaikan TPA sangat diperlukan dalam pengelolaan sampah
pada skala kota. Beberapa masalah yang terkait dengan operasional TPA
yaitu (Damanhuri, 1995) :
a. Pertumbuhan vektor penyakit.
b. Pencemaran udara.
c. Pandangan tak sedap dan bau tak sedap.
d. Asap pembakaran.
e. Pencemaran leachate (air lindi atau air sampah).
f. Kebisingan.

2.8 Dampak Sampah


1. Dampak positif
a. Sampah anorganik yang dapat didaur ulang dapat menjadi pendapatan
tambahan bagi warga dengan memanfaatkan sampah menjadi
kerajinan tangan (tas, dompet, sandal, dan lainnya).
b. Sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos baik
pupuk padat maupun cair.

24
2. Dampak negatif
Apabila pengelolaan sampah yang tidak dilakukan secara sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan maka akan dapat menimbulkan
berbagai dampak negatif. Dampak-dampak tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Dampak terhadap kesehatan: tempat berkembang biak organisme
yang dapat menimbulkan berbagai penyakit, meracuni hewan dan
tumbuhan yang dikonsumsi oleh manusia.
b. Dampak terhadap lingkungan: mati atau punahnya flora dan fauna
serta menyebabkan kerusakan pada unsur-unsur alam seperti terumbu
karang, tanah, perairan hingga lapisan ozon. Terjadinya pencemaran
lingkungan (air, udara, tanah).
Dampak terhadap sosial ekonomi: menyebabkan bau busuk,
pemandangan buruk yang sekaligus berdampak negatif pada pariwisata
secara bencana seperti banjir

25
BAB III
PENERAPAN TEORI

Langkah-Langkah Pemberdayaan Masyarakat


3.1 Persiapan
a. Persiapan Petugas/ Community Worker
Tabel 3.1 Persiapan Petugas
Pemegang
Jabatan Deskripsi Pekerjaan
Jabatan
Membuat keputusan dan memberikan
Ketua Erinka pricornia M
arahan pada anggotanya.
Mengurus administrasi dan
Sekretaris Rif’atin Haibah
pemberkasan kegiatan pemberdayaan.
Mengurus Keuangan yang berkaitan
Bendahara Retananda dengan kegiatan pemberdayaan yang
akan dilakukan
Erinka pricornia M Bertanggung jawab dalam hubungan
Bagian
Rif’atin Haibah dengan masyarakat dan pihak lain
Humas
Retananda untuk menjalin kemitraan.

b. Pemahaman yang Komprehensif antar Anggota Tim


Diskusi dengan anggota kelompok untuk saling mengeluarkan
pendapat, menguatkan, dan menentukan kepanitiaan program yang
akan dilakukan di RW VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir
Surabaya. sesuai dengan kelabihan dan kekurangan masing-masing
anggota kelompok. Program yang akan di lakukan sesuai dengan
permasalahan yang ada di wilayah tersebut. Penyamaan persepsi antara
anggota kelompok dilakukan dengan diskusi kelompok. Diksusi
tersebut membahas perlunya kegiatan pemberdayaan yang akan
dilakukan. Pembagian tugas kepanitiaan sejak awal dilakukan agar
panitia dapat mempersiapkan materi yang akan diberikan. Untuk
membangun komitmen bersama dibentuklah susunan kepanitiaan

26
program yang tertulis agar masing-masing anggota kelompok
bertanggung jawab atas semua hasil diskusi yang disetujui bersama.
c. Persiapan Lapangan
Kelompok menentukan lokasi pemberdayaan, kemudian
terpilihlah RW VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir
Surabaya. Persiapan awal dilakukan dengan pormohonan ijin kepada
ketua RW untuk melakukan pemberdayaan kepada Kader. Berikutnya
menentukan waktu, yaitu kesepakatan hari dan jam untuk
melaksanakan pemberdayaan.
Harapan dari kegiatan pemberdayaan RW VII Kelurahan
Pegirian, Kecamatan Semampir Surabaya adalah tercapainya
kompetensi yaitu kompetensi 4 dan kompetensi 5 dari kompetensi
SKM secara keseluruhan. Kompetensi 4 yakni pemberdayaan
masyarakat dan pengembangan kegiatan dukungan sosial (kemitraan)
serta advokasi dibidang kesehatan masyarakat untuk meningkatkan
jejaring dan aksesibilitas pelayanan kesehatan masyarakat. Sedangkan
kompetensi 5 yakni pengkajian status kesehatan masyarakat
berdasarkan data, informasi dan indikator kesehatan (evidence based)
untuk pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah di bidang
kesehatan masyarakat.
3.2 Pengkajian
a. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah menggunakan PRECEDE yaitu :
1) Diagnosis Sosial
Diagnosis sosial Kader dapat diperoleh melalui kuesioner yang
bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup responden tersebut.
Didapatkan data sebagai berikut:
a) Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan kuesioner tertutup diperoleh karakteristik status
pendidikan sebagai berikut:

27
Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status
Pendidikan Kader RW VII Kelurahan Pegirian,
Kecamatan Semampir Surabaya.Tahun 2019
Status Pendidikan Jumlah Frekuensi
SMP/Sederajat 5 33,3%
SMA/Sederajat 10 66,7%

Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar kader RW VII


Kelurahan Pegirian memiliki status pendidikan yaitu
SMA/Sederajat sebanyak 10 orang (66,7%).
b) Distribusi Usia Responden
Tabel 3.3 Usia responden
Usia Frekuensi Presentase (%)
31 – 40 tahun 11 73,3
>40 tahun 4 26
Jumlah 15 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa


responden terbanyak pada rentang usia lebih dari 31-40 tahun.
c) Distribusi Pekerjaan Responden
Tabel 3.4 Pekerjaan Responden
Pekerjaan Frekuensi Presentase (%)
Wiraswasta 6 40
Ibu Rumah Tangga 9 60
Jumlah 15 100

Berdasarkan data diatas dapat di peroleh bahwa mayoritas


responden adalah ibu rumah tangga sebanyak 60%.
2) Diagnosis Epidemiologi
a) Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah kesehatan dilakukan berdasarkan penelusuran
data primer melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan Kader

28
di lingkungan RW VII. Dari FGD, didapatkan isu masalah
kesehatan antara lain:
• Kebiasaan Merokok
Berdasarkan hasil FGD, diketahui bahwa hampir semua bapak-
bapak di lingkungan RW VII adalah perokok berat. Keluarga
yang paling terdampak oleh kebiasaan merokok ini adalah
keluarga yang memiliki balita. Kebiasaan merokok ini sulit
dihilangkan karena pecandu rokok sulit diedukasi dan budaya
yang sangat kuat. Mereka menganggap bahwa lebih baik tidak
makan asalkan masih bisa merokok setiap hari. Merokok
dipercaya merupakan lambang harga diri bagi pria.
• Kesehatan Lingkungan (Sampah)
Berdasarakan hasil FGD didapatkan bahwa hampir seluruh di
lingkungan RW VII sampah. Penyebab dari masalah ini adalah
kebiasaan warga yang suka membuang sampah sembarangan.
Sudah ada upaya kerja bakti pembersihan sampah oleh warga
RW VII, namun terkendala dengan tidak adanya akses kepada
pengangkutan sampah hasil pembersihan. Masalah kesehatan
yang muncul dari selokan dan sampah adalah banyak warga
yang menderita penyakit gatal dan diare.
• Pemberantasan Sarang Nyamuk
Berdasarkan hasil FGD, diketahui bahwa di lingkungan RW VII
sudah ada upaya pemberantasan sarang nyamuk yaitu dengan
adanya kader bumantik yang mensurvey rumah warga setiap
hari jumat. Namun menurut kader bumantik, pencapaian
program belum mencapai target yang ditentukan. Hal ini
dikarenakan banyaknya warga yang menolak untuk diperiksa.
• Persalinan di dukun
Berdasarkan hasil FGD, diketahui bahwa di lingkungan RW VII
ada satu dukun bayi yang membantu menolong persalinan,
namun seluruh warga RW VII tidak ada yang bersalin di dukun,
semuanya sudah bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan.

29
b) Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah kesehatan masyarakat di
lingkungan RW VII Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir,
Kota Surabaya dengan metode urgency, seriousness, and growth
(USG) dilaksanakan melalui FGD bersamaan dengan identifikasi
masalah kesehatan
Dalam pelaksanaan FGD tersebut para undangan yang hadir
masing- masing memberikan penilaian pada beberapa masalah
kesehatan yang telah diidentifikasi sebelumnya berdasarkan 3
(tiga) aspek diantaranya aspek urgency, seriousness dan growth
dengan memberikan penilaian atau skor berdasarkan 5 (lima)
tingakatan penilaian.
Dari aspek urgency tingkatan skor yang digunakan adalah rentang
nilai 1-5, dengan penjelasan sebagai berikut:
1 = tidak segera
2 = kurang segera
3 = segera
4 = sangat segera
5 = sangat segera sekali
Dari aspek seriousness tingkatan skor yang digunakan adalah
adalah rentang nilai 1-5, dengan penjelasan sebagai berikut:
1 = tidak serius
2 = kurang serius
3 = serius
4 = sangat serius
5 = sangat serius sekali
Dari aspek growth tingkatan skor yang digunakan adalah adalah
rentang nilai 1-5, dengan penjelasan sebagai berikut:
1 = tidak berkembang
2 = kurang berkembang
3 = berkembang
4 = sangat berkembang

30
5 = sangat berkembang sekali
Tabel 3.5 Matriks USG Penentuan Prioritas Masalah
No Masalah Score Total Rank
U S G Score
1. Kebiasaan Merokok 47 42 41 130 II
2. Kesehatan Lingkungan (Sampah) 49 50 47 146 I
3 Pemberantasan Sarang Nyamuk 42 40 38 120 11
4 Persalinan di dukun 35 40 28 103 IV

Berdasarkan hasil perhitungan matriks USG, didapatkan prioritas


masalah kesehatan masyarakat di RW VII, Kelurahan Pegirian,
Kecamatan Semampir yaitu masalah kesehatan lingkungan (sampah)
dengan total skor 146.
3) Diagnosis Perilaku dan Lingkungan
1) Diganosis Perilaku
Data yang digunakan pada tahap ini adalah hasil dari
observasi dan wawancara di wilayah RT 3/RW VII, Kelurahan
Pegirian, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya. Proses diagnosis
perilaku terbagi menjadi 5 tahap untuk mengetahui perilaku warga.
Tahap 1 yaitu membagi penyebab perilaku dan non perilaku. Tahap
2 yaitu membagi perilaku preventive dan perilaku treatment. Tahap
3 yaitu membagi faktor berdasarkan tingkat kepentingan. Tahap 4
yaitu membagai faktor berdasarkan tingkat kemudahan untuk
diubah. Tahap 5 yaitu menyatakan tujuan perilaku.
1. Tahap 1:
a. Penyebab perilaku
1) Membuang sampah di selokan
Berdasarkan hasil observasi pada 20 responden di RW
VII Kelurahan Pegirian, diketahui bahwa sebagian besar
warga membuang sampah di selokan. Hal ini didapatkan
dari 13 responden yang selokan rumahnya terdapat
sampah sebanyak 66%.

31
2) Membuang limbah rumah tangga ke selokan depan rumah.
Berdasarkan hasil wawancara pada 20 responden di RW
VII Kelurahan Pegirian, diketahui bahwa saluran limbah
rumah tangga seluruhnya langsung mengalir ke selokan
depan rumah.
3) Melakukan kerja bakti satu tahun dua kali.
Berdasarkan hasil wawancara pada 20 responden di RW
VII Kelurahan Pegirian, diketahui bahwa 81,25%
mengatakan bahwa melakukan kerja bakti sebanyak dua
kali dalam setahun, saat ada himbauan kerja bakti dari
pemkot.
b. Penyebab non perilaku
1) Selokan ditutup dan dijadikan teras rumah warga
Berdasarkan hasil observasi pada 20 responden di RW VII
Kelurahan Pegirian, diketahui bahwa 92,2% selokan
rumah warga ditutup dan dijadikan teras rumah.
2) Sungai yang menjadi muara aliran air selokan tertutup oleh
bangunan.
Berdasarkan hasil observasi pada sungai yang menjadi
muara alliran air selokan, diketahui bahwa seluruh
permukaan sungai tertutup oleh bangunan rumah.
2. Tahap 2:
a. Perilaku Preventive
1) Membuang sampah di selokan
2) Melakukan kerja bakti satu tahun dua kali
b. Perilaku Treatment
Membuang limbah rumah tangga ke selokan depan rumah
3. Tahap 3:
a. Penting: Membuang sampah di selokan (90,63%)
Melakukan kerja bakti satu tahun dua kali (81,25%)
Membuang limbah rumah tangga ke selokan depan rumah
(56,25%)

32
b. Tidak penting : -
4. Tahap 4:
a. Bisa berubah: Membuang sampah di selokan (92,19%),
Melakukan kerja bakti satu tahun dua kali (68,75%)
b. Tidak bisa berubah: Membuang limbah rumah tangga ke
selokan depan rumah (37,5%)
Berdasarkan hasil wawancara pada 20 responden di RW VII
Kelurahan Pegirian, didapatkan hasil:
Tabel 3.6 Matriks Penentuan Prioritas Perilaku
Penting Tidak
Penting
Dapat berubah Membuang sampah di selokan -
Melakukan kerja bakti satu
tahun sekali
Tidak/kurang bisa Membuang limbah rumah -
berubah tangga ke selokan depan rumah

5. Tahap 5:
Menyatakan tujuan perilaku, ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 3.7 Tujuan Perilaku
WHO Seluruh warga RW VII Kelurahan Pegirian
WHAT Perilaku membuang sampah sembarangan dan
kerja bakti setahun dua kali
HOW Mengurangi perilaku warga yang membuang
MUCH sampah di selokan dan meningkatkan rutinitas
kerja bakti
WHEN Intervensi selama 3 minggu

4) Diagnosis Pendidikan dan Organisasi


a) Faktor Predisposing
• Berdasarkan hasil kuesioner pada RW VII Kelurahan Pegirian,
diketahui bahwa pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan

33
sampah masih kurang. Hal ini didapatkan dari 15 responden
yang menjawab benar adalah sebesar 49,84%.
• Sikap masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan 92%
masyarakat setuju tidak membuang sampah pada tempatnya
dapat menimbulkan penyakit, 88% masyarakat setuju untuk
mendukung program pengelolaan sampah, serta 83%
masyarakat setuju untuk memilah sampah terlebih dahulu.
b) Faktor Enabling
• Pada lingkungan Keluruhan Pegirian, khususnya pada
lingkungan RW VII tersedia tempat sampah yang terbuat dari
ban bekas di setiap rumah.
• Berdasarkan hasil wawancara, sampah yang dikumpulkan warga
diangkut oleh petugas pengangkut sampah yang disewa jasanya
oleh warga.
• Berdasarkan hasil wawancara, terdapat masyarakat sekitar
lingkungan RW VII yang menjadi pengepul barang bekas.
c) Faktor Reinforcing
• Berdasarakan wawancara, diketahui bahwa ada dukungan
pengurus RT untuk melakukan pemilahan sampah. Para
pengurus RT mengadakan tanaman hias untuk diletakkan di
depan rumah warga masing-masing.
5) Diagnosis Administrasi dan Kebijakan
a) Diagnosis Administrasi dan Diagnosis Kebijakan
• Berdasarkan hasil wawancara, di Kelurahan Pegirian belum ada
kebijakan khusus untuk kerja bakti massal. Selama ini kerja
bakti hanya dilakukan maksimal hanya 2 kali dalam setahun.
Kerja bakti yang dilakukan bekerja sama dengan DKRTH Kota
Surabaya dalam hal pengangkutan sampah hasil kerja bakti.
• Berdasarkan hasil wawancara, dikeahui bahwa pada RT 03 RW
VII Kelurahan Pegirian warga membayar iuran Rp 8.000,-
setiap KK untuk membayar petugas pengangkut sampah setiap
bulannya.

34
• Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan data bahwa sudah ada
MOU dengan DKRTH terkait kerja bakti dan pengangkutan
sampah. Pengangkutan sampah hanya dilaksanakan insidental
namun belum maksimal.
b) Peraturan dan organisasi yang mendukung dan memfasilitasi
program
• Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 66 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Lingkungan.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 81 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga.
• Peraturan Menteri Dalam Negri No. 33 Tahun 2010 Tentang
Pedoman Pengelolaan Sampah.

3.3 Perencanaan Alternatif Program


1. Masalah SolusiProgramKegiatan
a. Masalah
Adapun prioritas masalah yang terjadi di RW VII Kelurahan Pegirian,
Kecamatan Semampir, Kota Surabaya adalah masalah kesehatan
mengenai lingkungan yaitu karena banyaknya sampah di selokan.
b. Solusi
Adapun solusi yang didapatkan untuk mengatasi masalah di RW VII
Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya antara lain:
1) Mengadakan penyuluhan kesehatan terkait risiko penyakit yang dapat
ditimbulkan karena selokan yang tersumbat akibat sampah yang
menumpuk
2) Penyuluhan tentang pengelolaan sampah organik dan anorganik

35
c. Program
Dari hasil uraian diatas, rencana intervensi yang kelompok kami pilih
adalah pengadaan program “PISAH (Pintar Memilah dan Mengolah
Sampah)”
d. Kegiatan
Program “PISAH (Pintar Memilah dan Mengolah Sampah)” ini
berisikan kegiatan yang meliputi :
1) Penyuluhan kesehatan tentang cara pemilahan sampah organik dan
anorganik serta risiko penyakit yang dapat ditimbulkan jika adanya
selokan yang tersumbat karena sampah yang menumpuk
2) Pemberdayaan Kader, untuk pengelolaan sampah anorganik.
Kegiatan ini diawali dengan pengikutsertaan kader dalam kegiatan
penyuluhan tentang pemilahan dan pengolahan sampah skala rumah
tangga yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kader
tentang pemilahan dan pengolahan sampah skala rumah tangga
e. Memformulasikan tujuan (SMART)
Meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat sebesar
75%.
f. Melibatkan masyarakat
Masyarakat akan dilibatkan dalam setiap kegiatan mulai dari
mengidentifikasi masalah hingga rencana intervensi program dan
implementasinya.

3.4 Formulasi Rencana Aksi


1. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai
PISAH (Pintar Memilah dan Mengolah Sampah)
a. 75% kader RW VII Kelurahan Pegirian memiliki pengetahuan yang
baik tentang pengelolaan Sampah dengan kategori pengetahuan baik
bila skor 76%-100%; pengetahuan cukup 56%-75%; pengetahuan
kurang <55%

36
b. 75% kader RW VII Kelurahan Pegirian sikap yang positif tentang
pengelolaan sampah, dengan kriteria sikap positif skornya 65-104 dan
sikap negative skornya 26-64.
c. 75% kader RW VII Kelurahan Pegirian mampu mengolah sampah
skala rumah tangga
2. Merumuskan Program dan Kegiatan
PISAH (Pintar Memilah dan Mengolah Sampah) berisi kegiatan:.
a. Penyuluhan kesehatan tentang cara pemilahan sampah organik dan
anorganik serta risiko penyakit yang dapat ditimbulkan jika adanya
selokan yang tersumbat karena sampah yang menumpuk di RW VII
Kelurahan
b. Pemberdayaan Kader untuk pengelolaan sampah anorganik. Kegiatan
ini diawali dengan pengikutsertaan kader dalam kegiatan penyuluhan
tentang pemilahan sampah yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan kader tentang pemilahan sampah dan pengolahan
sampah
3. Merumuskan Prosedur Operasional atau Urutan Pelaksanaan
Kegiatan
PISAH (Pintar Memilah dan Mengolah Sampah)
Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 28 April 2019 pada
pukul 15.00. Kegiatan dilakukan di Balai RW. Target kegiatan diikuti oleh
15 orang kader. Metode kegiatannya yaitu penyuluhan tentang sampah
beserta pemilahan dan pengolahan sampah. Durasi untuk penyuluhan dan
tanya jawab adalah 60 menit.
Tabel 3.8 Susunan Acara Kegiatan PISAH (Pintar Melilah dan
Mengolah Sampah) pada Tanggal 28 April 2019

Waktu Kegiatan Pelaksana


14.45-15.00 Persiapan kegiatan Seluruh Anggota kelompok
15.00 - 16.00 Kegiatan ASA Erinka Pricornia Mudaharimbi
16.15 – 16.20 Pembagian hadiah Rif’atin Haibah
16.20 – 16.25 Penutup Retananda

37
4. Personalia dan Penanggungjawab
a. Penyuluh PISAH : Erinka Pricornia M
b. Sie Konsumsi : Rif’atin Haibah
c. Sie Dokumentasi : Retananda
d. Sie Perlengkapan : Erinka, Rif’atin, Reta
e. Absensi : Retananda
5. Penyusunan Timeline dan Rencana Anggaran
a. Tempat : Balai RW VII Kelurahan Pegirian
b. Hari : Minggu, 28 April 2019
c. Pukul : 15.00 WIB-16.30 WIB
d. Timeline :
Tabel 3.9 Timeline Kegiatan PISAH Tahun 2019

Maret April Mei


Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Ijin informal

Ijin formal + ijin FGD

FGD

Test Kuisioner

Intervensi

Evaluasi dan penutupan

38
e. Rincian Anggaran :
Tabel 3.10 Rincian Anggaran PISAH
Pemasukan

1. Iuran kelompok 3 x @ Rp. 100.000 Rp. 300.000

Pengeluaran

1. Konsumsi 15 x @ Rp. 5.000 Rp. 75.000

2. Leaflet 20 x @ Rp. 500 Rp. 10.000

3. Pre-post test 30 lembar Rp. 5.000

4. Minuman 15 botol x @ Rp. Rp. 45.000


3.000

5. Bolpoin 15 x @ Rp. 3.000 Rp. 45.000

Total pengeluaran Rp. 180.000

6. Perencanaan Evaluasi
a. PISAH
1) Indikator Keberhasilan
a) 75% kader RW VII memiliki pengetahuan yang baik tentang
pemilahan dan pengolahan Sampah dengan kategori
pengetahuan baik bila skor 76%-100%; pengetahuan cukup
56%-75%; pengetahuan kurang <55%
Indikator : 75% kader RW VII memiliki pengetahuan yang
baik tentang pemilahan dan pengolahan Sampah dengan
kategori pengetahuan baik 75%.
b) 75% kader RW VII memiliki sikap yang positif tentang
pemilahan dan pengolahan Sampah, dengan kriteria sikap
positif skornya 65-104 dan sikap negative skornya 26-64.
Indikator : 75% kader RW VII memiliki sikap yang positif
tentang pemilahan dan pengolahan Sampah yang dilihat dari
hasil nilai kuisionernya di atas 75%

39
c) 75% kader RW VII mampu mejelaskan kembali tentang
pemilahan dan pengolahan Sampah
Indikator : 75% kader RW VII mampu mejelaskan kembali
tentang pemilahan dan pengolahan Sampah
d) Sebesar 75% kader RW VII aktif atas kegiatan yang
dilaksanakan pada tanggal 28 April 2018.
Indikator : 75% kader RW VII aktif atas kegiatan yang
dilaksanakan pada tanggal 28 April 2018 dengan mengajukan
beberapa pertanyaan kepada pihak penyelenggara
e) Sebanyak 75% kader RW VII menghadiri kegiatan penyuluhan
pada tanggal 28 April 2018.
Indikator : 75% kader RW VII menghadiri kegiatan
penyuluhan pada tanggal 28 April 2018.
f) Penyuluhan dilaksanakan tepat waktu pada tanggal 28 April
2018 mulai pukul 15.00 WIB sampai 16.30 WIB.
7. Jenis Evaluasi
Evaluasi program dilakukan dengan menggunakan jenis evaluasi
formative. Evaluasi ini akan dinilai melalui hasil pretest dan posttest.

3.5 Implementasi
1. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan PISAH dilaksanakan sesuai dengan prosedur operasional, dengan
rincian :
Tabel 3.11 Pelaksanaan Kegiatan PISAH Tahun 2019

Waktu Kegiatan Pelaksana


14.45 - 15.00 Persiapan kegiatan Seluruh Anggota kelompok
15.10 - 16.00 Kegiatan Erinka Pricornia M
16.00 – 16.15 Pembagian hadiah Rif’atin Haibah
16.15 – 17.20 Penutup Reta Nanda

40
2. Hambatan Pelaksanaan
Ada kerjasama yang baik antara mahasiswa dengan kader RW VII ,
meskipun sebenarnya memiliki beberapa hambatan. Hambatan tersebut
meliputi:
a. Ada sebagian sasaran yang diundang belum siap ketika kelompok
datang.
b. Sasaran yang diundang masih ada yang terlambat datang sehingga
harus menunggu dan acara sedikit mundur sekitar 10 menit.

3.6 Evaluasi
1. Evaluasi
Tabel 3.12 Evaluasi Kegiatan PISAH Tahun 2019
Pencapaian
Indikator Tidak Keterangan
Tercapai
tercapai
Indikator Proses :
Sebesar 75% Kader √ Seluruh sasaran
undangan aktif atas kegiatan berpartisipasi aktif
yang dilaksanakan.
75% Kader undangan √ 100% Kader undangan
menghadiri kegiatan menghadiri kegiatan
penyuluhan. penyuluhan.
Penyuluhan dilaksanakan √ Penyuluhan dilaksanakan
tepat waktu mulai pukul mulai pukul 16.10 WIB
15.00 WIB sampai 16.30 dikarenakan sebagaian
WIB. Kader undangan terlambat
Narasumber dapat √
menyampaikan pesan
dengan baik
Sarana prasarana tersedia √
dan dapat digunakan dengan
baik

41
Indikator output :
75% Kader undangan 90 % Kader undangan
memiliki pengetahuan yang memiliki pengetahuan
baik tentang pemilahan dan √ yang baik tentang
pengolahan sampah pemilahan dan pengolahan
sampah
75% Kader undangan 76,6 % kader undangan
memiliki sikap yang baik memiliki sikap positif
terhadap pemilahan dan tentang pemilahan dan

pengolahan sampah pengolahan sampah
dengan hasil nilai
kuisionernya di atas 75.
Indikator keberdayaan :
75% Kader undangan
mampu menjelaskan
kembali tentang tahapan √
pemilahan dan pengolahan
sampah .

a) Hambatan
• Sasaran yang di undang masih ada yang terlambat datang sehingga
harus menunggu sekitar 10 menit.
b) Solusi
• Mengadakan penyuluhan di waktu yang berbeda, atau hari yang
berbeda. Misalnya dilakukan pada hari libur pagi atau sore hari
• Acara dibuat semenarik mungkin dengan adanya tanya jawab dan
pemberian doorprize kepada yang aktif mengikuti penyuluhan dan
mampu mengajukan pertanyaan maupun menjawab pertanyaan dari
penyelenggara
• Pemutaran video-video yang berkaitan dengan materi penyuluhan

42
c) Saran
• Kegiatan penyuluhan dapat dilanjutkan tenaga kesehatan
Puskesmas agar dapat terwujudnya masyarakat sehat dengan
melakukan gaya hidup sehat
• Adanya kerjasama lintas sector dalam penjualan hasil pengolahan
sampah organic

3.7 Terminasi
Terminasi dilakukan oleh Kelompok dengan cara meninggalkan secara
perlahan, Terminasi bukan berarti kelompok 1 melepas dan memutus
komunikasi dengan masyarakat desa, tetapi tetap menjalin komunikasi, salah
satunya berhubungan via whatsapp dengan kader yang memiliki smartphone.
Ini sangat membatu jika sewaktu waktu ada pertanyaan oleh kader terkait
pemilahan dan pengolahan sampah

43
DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi. 2002. Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan


Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Adi, Isbandi. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali.
Christenson. 2009. Community Development in Perspective. Lowa: Lowa State
University Press.
Ireyogya. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Desa.
http://www.ireyogya.org/sutoro/pemberdayaan masyarakat
desa.pdf.Diakses pada tanggal 9 Maret 2017 pukul 11:42 WIB.
Nugroho. 2007. Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan
Untuk Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Percik
Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat.
Suharto. 2008. Paradigma Ilmu Kesejahteraan Sosial. Bandung: Makalah
Seminar
Sunyoto. 2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sutoro, Eko. 2002. Pemberdayaan Masyarakat Desa. Samarinda: Diklat
Pemberdayaan Masyarakat Desa.

44
DOKUMENTASI

0
1

Anda mungkin juga menyukai