DAFTAR ISI
LATAR BELAKANG ..................................................................................................... 1
BAB 1. PENDAHULUAN
BUKU VII i
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
BUKU VII ii
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
5.1.4. Rencana dan Jadwal, Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum ... 32
5.2. Kajian Kelembagaan ........................................................................................... 32
5.2.1. Struktur Organisasi KPBU ........................................................................ 32
BUKU VII iv
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Contoh Spesifikasi Keluaran Proyek KPBU Sektor Perumahan ................................ 15
Tabel 5. Contoh Matriks Risiko Proyek KPBU Sektor Rumah Susun ...................................... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh Struktur Organisasi KPBU Rumah Susun ..................................................... 33
BUKU VII v
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
LATAR BELAKANG
Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah
menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal atau
perumahan di perkotaan. Peningkatan permintaan akan perumahan ini secara nasional sangat
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi akan tetapi hal ini hanya menjadi prospektif bagi
penyediaan rumah untuk kalangan menengah-atas (high-middle income).
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar (basic needs) manusia selain pangan dan
sandang, maka pemenuhan kebutuhan akan rumah menjadi prioritas yang tidak dapat
ditangguhkan. Pembangunan perumahan merupakan salah satu hal penting dalam strategi
pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan,
dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka
pemantapan ketahanan nasional. Dengan demikian rumah sudah menjadi kebutuhan dasar
seluruh manusia untuk membina keluarga dalam rangka menjaga kelangsungan kehidupannya.
Dari seluruh manusia yang membutuhkan rumah terdapat kelompok yang memiliki kesulitan
yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan perumahannya, yakni kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta
Karya, pada tahun 2014 tercatat data Backlog sebesar 7,6 juta unit berdasarkan konsep
penghunian dan backlog berdasarkan konsep kepemilikan sebesar 13,5 juta unit, serta
berdasarkan Proyeksi Data Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan BPS tahun 2011,
terdapat 3,4 juta unit rumah tidak layak huni di tahun 2014.
Hal bahwa setiap orang/ Keluarga/ Rumah tangga Indonesia berhak menempati rumah yang
layak huni merupakan amanah daripada:
1. UUD 1945 Ps.28H, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh
pelayanan kesehatan”.
2. UU No. 1/ 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Ps.5 ayat(1), “Negara
bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang
pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah”.
3. UU No. 20/ 2011 Tentang Rumah Susun Ps.5 ayat(1), “Negara bertanggung jawab atas
penyelenggaraan rumah susun yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah”.
Arah Kebijakan Nasional sesuai RPJMN 2015-2019 adalah Meningkatkan akses masyarakat
berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, dan terjangkau, serta didukung oleh
penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai.
Kebijakan penyediaan perumahan untuk 5 (lima) tahun ke depan yaitu untuk memperluas akses
terhadap tempat tinggal yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang
memadai untuk seluruh kelompok masyarakat secara berkeadilan, melalui pengembangan
multi-sistem penyediaan perumahan secara utuh dan seimbang, meliputi:
BUKU VII 1
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
3. Rumah Susun,
Kehadiran negara dengan melakukan tata kelola kelembagaan penyelenggaraan di pusat dan
daerah secara transparan, akuntabel, dan bebas KKN. untuk menjalankan amanat Pasal 54
ayat (3) Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
(termasuk UU No.20/2011 tentang Rusun), dengan POLITIK ANGGARAN (Minimal 3% dari
APBN/ APBD).
Dana APBN/ APBD dan dana-dana lainnya (dunia usaha, CSR, masyarakat, dll) dialokasikan
untuk mendukung program dan terobosan Pemerintah (Pusat dan Daerah), dan dengan
Kemitraan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat (Public Private Partnership/ PPP).
Pada tingkat domestik, kota-kota besar telah meluncurkan Rencana Induk, yang mengadaptasi
strategi nasional diatas untuk memenuhi tantangan dalam negeri. Namun, pertanyaan-
pertanyaan tentang pendanaan, pelaksanaan, pengelolaan, lahan dan pengembangan proyek-
proyek perumahan tersebut merupakan tantangan dan permasalahannya.
Dengan melihat kondisi tersebut, maka Pemerintah perlu membuat suatu terobosan
pembangunan perumahan yang dalam studi ini berfokus pada rumah susun yang memadai
dengan memanfaatkan sumber pembiayaan alternatif, salah satunya melalui skema Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Menurut UU No.16 tahun 1985, Rumah Susun diartikan sebagai bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian
yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Sebagai amanat dari Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah
menerbitkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Peraturan Menteri ini merupakan panduan umum (guideline) bagi pelaksanaan KPBU. Dalam
peraturan menteri ini telah disediakan tata cara proses perencanaan, penyiapan dan transaksi
proyek kerjasama. Panduan Umum tersebut bertujuan untuk:
BUKU VII 2
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
3) Toolkit yang dibuat per sektor diharapkan memperjelas pengguna dalam menentukan
tingkat kedalaman kajian yang diperlukan dalam penyusunan dokumen prastudi
kelayakan
PENERIMA MANFAAT
1. Kementerian/lembaga/pemerintah daerah
3. Badan usaha
Skema KPBU dapat menjadi alternatif sumber pendanaan dan pembiayaan dalam
penyediaan infrastruktur atau layanan publik
Skema KPBU memungkinkan pelibatan swasta dalam penentuan proyek yang layak untuk
dikembangkan
BUKU VII 3
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Skema KPBU memungkinkan untuk memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak
swasta untuk melakukan pengelolaan secara efisien
Skema KPBU memungkinkan untuk memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak
swasta untuk melakukan pemeliharaan secara optimal, sehingga layanan publik dapat
digunakan dalam waktu yang lebih lama.
Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, maka infrastruktur yang dapat dikerjasamakan
merupakan infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi yang mencakup 19 infrastruktur sektor,
yaitu:
Dalam pembahasan selanjutnya akan diuraikan mengenai isi Prastudi Kelayakan untuk
keperluan penyiapan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha untuk sektor Perumahan
Rakyat yang berfokus pada rumah susun. Secara umum, isi prastudi kelayakan meliputi:
Ringkasan Eksekutif
Bab 1 : Pendahuluan
BUKU VII 4
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Lampiran-lampiran
Info Memorandum
Lain-lain
BUKU VII 5
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif merupakan ringkasan isi Dokumen Prastudi Kelayakan yang akan
menjadi titik perhatian (highlight) perencanaan bisnis atau tesis dari rencana bagi pengambil
keputusan dalam proses KPBU ini. Tujuan ringkasan eksekutif adalah untuk memberikan
gambaran perencanaan pelaksanaan KPBU kepada pembaca.
Ringkasan eksekutif harus berisi gambaran singkat tentang latar belakang diperlukan proyek
ini dan tujuannya, serta rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Terakhir memasukkan
jumlah dan tujuan pinjaman atau investasi, jangka waktunya, kelayakan pendanaan dan
pernyataan pembayaran bagi pihak PJPK maupun BUP serta manfaat bagi semua pihak.
Dalam membuat Ringkasan Ekskutif gunakan kata kunci dengan menjawab 6 pertanyaan
yaitu: Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa dan Bagaimana. Adapun pembuatan ringkasan
eksekutif secara lengkap harus meliputi sebagai berikut :
1. Pengantar.
2. Lokasi Proyek
3. Peluang Pasar
Mendefinisikan dengan jelas peluang pasar dari proyek pengembangan rumah susun
berdasarkan hasil analisa pasar yang dilakukan.
Mendefinisikan secara ringkas skema KPBU terpilih yang akan ditawarkan beserta
dengan alokasi risikonya bagi pihak PJPK dan BUP.
5. Rencana Investasi
Menjelaskan rencana investasi, terutama nilai CAPEX yang diperlukan dari pihak-
pihak yang terlibat dalam pembiayaan investasi (PJPK, BUP dan institusi lainnya bila
ada) mencakup Laba Rugi (Income Statement Projection), penghasilan yang
diharapkan (Expected Revenue), biaya (Expense) dan proyeksi laba bersih (net profit
projection) selama masa kerjasama.
BUKU VII 6
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
6. Struktur Organisasi
7. Kesiapan Proyek
Menjelaskan prosedur yang telah dilewati serta kebutuhan apa saja yang sudah
maupun belum terpenuhi, seperti misalnya ketersediaan lahan, izin lingkungan, dan
sebagainya.
BUKU VII 7
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Bab 1. Pendahuluan
1.2.1. Maksud
Dan/atau lainnya.
1.2.2. Tujuan
Mendefinisikan tujuan penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU ini. Contoh dari
tujuan tersebut antara lain sebagai berikut:
BUKU VII 8
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Dan/atau lain-lain.
Ringkasan Eksekutif
Bab 1 : Pendahuluan
BUKU VII 9
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Permasalahan penyediaan dan pengelolaan rumah susun harus dapat diuraikan secara
jelas. Kadar dan kualitas dari jasa-jasa layanan rumah susun yang ada serta
mengidentifikasi segara permasalahan dan kekurangannya. Untuk mengidentifikasi
permasalahan dimaksud, maka beberapa pertanyaan berikut ini harus sudah dapat dijawab
pada tahapan Prastudi Kelayakan ini.
Menjelaskan tren perumahan saat ini apa saja misalnya maraknya pembangunan
rumah untuk investasi yang tidak diikuti dengan pembangunan jaringan transportasi
untuk memudahkan aksesibilitas, Tanah untuk perumahan semakin terbatas dan
mahal khususnya di area perkotaan sehingga rumah susun menjadi alternatif,
Rendahnya keterjangkauan (affordability) Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),
baik membangun atau membeli rumah menjadi salah satu penyebab masih
banyaknya MBR belum tinggal dirumah layak huni (Potensi perumahan dan
permukiman kumuh), Ketimpangan antara pasokan (supply) dan kebutuhan
(demand), dan lain sebagainya.
BUKU VII 10
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Kajian kepatuhan ini bertujuan untuk melihat kesesuaian rencana penyediaan atau
pengelolaan perumahan dengan rencana-rencana, program-program, dan kebijakan-
kebijakan yang ada. Beberapa rencana yang perlu dikaji kesesuaiannya antara lain
dijabarkan dalam sub-bab berikut.
BUKU VII 11
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
2.3. Kesimpulan
Menjelaskan bagaimana rencana pengembangan rumah susun dengan skema KPBU sesuai
dengan kebutuhan dan juga sesuai dengan rencana-rencana yang ada.
BUKU VII 12
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Melakukan kajian terhadap rencana tata ruang, termasuk didalamnya rencana detail tata
ruang di wilayah perencanaan.
3.3. Aksesibilitas
Mengkaji rencana aksesibilitas terhadap lokasi proyek KPBU, dilihat dari aspek transportasi
dan moda pendukung lainnya.
Rusun sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi
masyarakat berpenghasilan menengah-bawah. Memerlukan standar perencanaan
Rusun sebagai dasar pembangunannya. Standar perencanaan Rusun ini diperlukan
agar harga jual/sewa Rusun dapat terjangkau oleh kelompok sasaran yang dituju,
tanpa mengurangi asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, keserasian
Rusun dengan tata bangunan dan lingkungan kota. Standar perencanaan Rusun di
kawasan perkotaan adalah sebagai berikut:
1. Kepadatan Bangunan
BUKU VII 13
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Rusun dibangun di lokasi yang sesuai rencana tata ruang, rencana tata
bangunan dan lingkungan, terjangkau layanan transportasi umum, serta dengan
mempertimbangkan keserasian dengan lingkungan sekitarnya.
3. Tata Letak
Jenis fungsi peruntukkan Rusun adalah untuk hunian dan dimungkinkan dalam
satu Rusun/ kawasan Rusun memiliki jenis kombinasi fungsi hunian dan fungsi
usaha.
Luas sarusun minimum 21 m2, dengan fungsi utama sebagai ruang tidur/ruang
serbaguna dan dilengkapi dengan kamar mandi dan dapur.
8. Transportasi Vertikal
Rusun bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 6 lantai, menggunakan
lift sebagai transportasi vertikal.
Agar dapat menurunkan harga sewa dan jual Rusun, pembangunan Rusun juga
menerapkan teknologi bahan bangunan dan konstruksi yang memenuhi standar
pelayanan minimal dari aspek keamanan konstruksi, kesehatan, dan kenyamanan,
BUKU VII 14
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
yang berbasis potensi sumber daya dan kearifan lokal. Pemanfaatan potensi sumber
daya dan kearifan lokal ini diharapkan dapat mengurangi beban biaya sosial yang
terjadi pada saat persiapan, pelaksanaan pembangunan, serta biaya operasi dan
pemeliharaan Rusun.
Berpenghasilan menengah-bawah.
1 Tingkat hunian sarusun Prosentase unit rusun yang terisi 100% unit rusun dihuni
atau dimiliki di tahun 2019
2 Terbangunnya prasarana, Tersedianya PSU yang Tersedia jaringan air
sarana dan utilitas rumah susun mendukung kawasan rusun yang minum kapasitas 50
yang memadai sehat dan layak huni L/detik.
Kapasitas pengolahan
air limbah 20 m3/hari
Sambungan listrik pra-
bayar di setiap unit
rusun dengan daya
1.300W
3 Ruang terbuka hijau Tersedianya ruang terbuka hijau Tersedia ruang terbuka
di kawasan rusun hijau minimal 30% dari
luas kawasan
4 Kualitas bahan bangunan Kualitas bahan bangunan yang
BUKU VII 15
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
BUKU VII 16
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
4.1.1. Metodologi
Dalam subbab ini dijelaskan mengenai metodologi yang diterapkan dalam melakukan
Survai Kebutuhan Nyata/RDS. Beberapa hal penting yang perlu dimasukkan dalam
metodologi mencakup:
Pada sub-bab ini diterangkan pelaksanaan survai yang telah dilakukan, yang
mencakup diantaranya:
BUKU VII 17
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Receiving dan batching terhadap dokumen hasil survai yang berupa kuesioner.
Tata cara data entry dan perangkat lunak yang digunakan untuk keperluan
pengolahan data.
Pada sub-bab ini diuraikan hasil analisis secara deskriptif. Beberapa hal yang perlu
diuraikan antara lain namun tidak terbatas pada:
Analisis induktif digunakan untuk mengkaji ada tidaknya hubungan antara dua
variabel yang ada, juga akan melihat seberapa kuat hubungan yang terjadi jika
memang hubungan itu ada. Contoh analisis yang dilakukan adalah misalnya
hubungan antara budaya dan pandangan masyarakat untuk tinggal di rumah susun.
Analisis pasar yang dimaksud adalah bukan pasar calon pembeli atau penghuni rumah
susun namun lebih pada minat dunia usaha pada proyek KPBU ini. Dalam sub-bab ini perlu
dimasukkan beberapa hal di bawah ini:
Tanggapan dan pendapat investor potensial terhadap rencana proyek KPBU yang
diperoleh dari hasil penjajakan minat (market sounding), diantaranya mencakup
ketertarikan investor potensial atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan,
BUKU VII 18
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana proyek KPBU,
diantaranya mencakup risiko-risiko yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prosedur
perolehan penjaminan, dan lainnya.
Berisikan uraian potensi-potensi sumber pendapatan proyek KPBU selama masa perjanjian
kerjasama, seperti misalnya dari penyediaan utilitas (air minum dan pengelolaan limbah),
penyewaan fasilitas niaga, penyediaan fasilitas pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan,
parkir kendaraan.
Pada sub-bab ini juga dijabarkan mekanisme penyesuaian tarif serta diidentifikasi dampak
terhadap pendapatan jika terjadi:
Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS) atau Social Cost and Benefit Analysis (SCBA)
merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan
kesejahteraan masyarakat. ABMS membandingkan kondisi dengan ada proyek KPBU dan
tanpa ada proyek KPBU. Hasil ABMS digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan
BUKU VII 19
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
ekonomi proyek KPBU serta kelayakan untuk dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu
diperhatikan juga adalah bahwa hasil perhitungan ABMS akan menjadi rujukan bagi
pemerintah dalam menentukan besaran dukungan pemerintah. Beberapa hal yang perlu
diuraikan dalam Prastudi Kelayakan ini meliputi:
Periode evaluasi;
Faktor konversi;
4.4.2. Manfaat
Pada sub-bab ini diuraikan berbagai manfaat yang didapatkan dari kegiatan proyek
KPBU. Manfaat dari pembangunan rumah susun dapat beragam tergantung dari jenis
serta tujuan pengembangan rumah susun tersebut.
Manfaat yang diperhitungkan pada ABMS adalah manfaat yang dapat dikuantifikasi,
Manfaat tersebut selanjutnya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.
4.4.3. Biaya
Biaya modal;
Biaya operasional;
Biaya pemeliharaan;
Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya konstan di luar biaya kontijensi dan
pajak. Biaya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.
Pada sub-bab ini diuraikan beberapa parameter penilaian ekonomi dari proyek KPBU
yang akan akan dilaksanakan. Parameter tersebut meliputI:
BUKU VII 20
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Pada sub-bab ini diuraikan secara ringkas analisis keuangan dari proyek KPBU yang akan
dijalankan. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam analisis keuangan ini antara lain
meliputi:
Jumlah pegawai yang akan terlibat beserta penyesuaian gaji sesuai indeks inflasi
per tahunnya
Tarif pajak
Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko, biaya perijinan,
pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya.
BUKU VII 21
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
4.5.2. Pendapatan
Menguraikan jenis-jenis pendapatan yang bisa diperoleh dari proyek KPBU. Proyeksi
pendapatan disiapkan berdasarkan struktur pendapatan KPBU yang telah dianalisis
sebelumnya.
4.5.3. Biaya
Menguraikan biaya-biaya yang perlu dikeluarkan selama masa kerjasama mulai dari
tahap konstruksi hingga pengoperasian dan pemeliharaannya. Unsur biaya yang
perlu dikaji meliputi:
Berisikan ringkasan biaya investasi, baik oleh PJPK, Badan Usaha maupun
secara total. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu harga konstan dan
harga berlaku. Ringkasan biaya investasi ini di-breakdown per tahun. Untuk
biaya investasi (CAPEX) sektor perumahan ini antara lain meliputi :
Selain itu juga ada working capital yang timbul dari pengoperasian proyek
investasi ini, pihak manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang
mencakup biaya perizinan, biaya kunjungan pihak manajemen ke lokasi proyek,
biaya bantuan hukum, biaya peresmian, dan biaya pemasaran.
Dalam perhitungan biaya OPEX ini, selain asumsi tersebut diatas, perlu juga
asumsi tentang biaya-biaya operasional, yang antara lain:
- Biaya penyusutan
- Biaya asuransi
- Biaya lainnya
Indikator keuangan ini akan membahas beberapa indikator penting yang akan
menentukan layak tidaknya proyek ini dijalankan oleh Badan Usaha Pelaksana.
Beberapa indikator keuangan tersebut adalah:
Perbandingan FIRR proyek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari WACC
maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
Jika DSCR lebih besar dari 1 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
Pada sub-bab ini akan dikaji proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana
dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Proyeksi keuangan
yang perlu dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan:
Penurunan/kenaikan biaya;
Penurunan/kenaikan permintaan.
Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money – VFM) adalah untuk
membandingkan dampak finansial dari proyek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha)
terhadap alternatif penyediaan infrastruktur secara tradisional oleh Pemerintah (Public
Sector Comparator – PSC). Nilai Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value
BUKU VII 23
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
(NPV) PSC dengan NPV KPBU (PPP Bid). Jika Nilai VFM adalah positif, maka proyek
tersebut memberikan nilai manfaat. Sebaliknya, jika VFM negatif, maka skema tersebut tidak
dipilih.
Competitive neutrality
Value for Money
Risk
Risk
Ancillary cost
Ancillary cost
Financing
Financing
PSC KPBU
Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan antara PSC dan KPBU untuk
menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang sama.
Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan proyek namun tidak terkait
langsung dengan proyek, seperti biaya manajemen proyek dan biaya transaksi.
4.6.4. Risiko
Sub-bab ini menguraikan risiko-risiko yang ditanggung oleh Pemerintah. Pada PSC
seluruh risiko ditanggung oleh Pemerintah sedangkan pada KPBU sebagian risiko
ditransfer kepada Badan Usaha.
BUKU VII 24
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
4.6.6. Kesimpulan
BUKU VII 25
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Kajian hukum bertujuan untuk memastikan bahwa rencana proyek KPBU sesuai dengan
peraturan perundang-undangan terkait.
b. Peraturan KPBU
Beberapa peraturan yang perlu dikaji terkait sektor perumahan ini antara lain
adalah:
BUKU VII 27
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Berisikan kajian tentang pendirian badan usaha sebagai badan usaha pelaksana
proyek KPBU. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendirian
Badan Usaha sebagai Badan Usaha Pelaksana pada sektor perkeretaapian
sekurang-kurangnya adalah:
Peraturan yang perlu dikaji setidaknya adalah Peraturan Kepala LKPP No. 19
tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
BUKU VII 29
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
BUKU VII 30
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
BUKU VII 31
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Pada sub-bab ini digambarkan skema atau struktur organisasi dari instansi-instansi
yang akan terlibat dalam KPBU beserta dengan penjelasan umumnya. Tugas,
wewenang dan tanggung jawab masing-masing instansi dijelaskan pada sub-bab
berikutnya. Salah contoh skema kerjasama yang dapat dilakukan adalah seperti pada
gambar di bawah ini
BUKU VII 32
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Dalam sub-bab ini akan diuraikan struktur kelembagaan kerjasama termasuk peran
dan tanggung jawab dari masing-masing lembaga terkait.
Menguraikan tugas dan tanggung jawab PJPK serta apa yang perlu disiapkan
oleh PJPK, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.
B. Tim KPBU
Menguraikan tugas dan tanggung jawab SPC, serta menentukan peran dalam
skema pengambilan keputusan.
BUKU VII 33
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
D. Pemerintah Daerah
G. Badan Regulator
Menguraikan tugas dan tanggung jawab Badan Regulator apabila memang akan
dibentuk. Perlu diuraikan pula mengenai siapa saja anggota Badan Regulator
serta siapa yang akan mengesahkan keberadaan badan ini. Menentukan peran
dalam skema pengambilan keputusan.
I. Badan Lainnya
BUKU VII 34
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
BUKU VII 35
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Pada bab ini akan dibahas secara ringkas dari hasil studi lingkungan yang telah dilakukan.
Beberapa hal yang perlu masuk dalam bab ini meliputi:
Pada Dokumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang dilakukan merupakan
kajian awal lingkungan (Initial Environmental Examination – IEE). Berikut adalah hal-hal
yang perlu dikaji dan disampaikan pada kajian awal lingkungan:
1. Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun tidak terbatas pada latar
belakang, tujuan dan ruang lingkup kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan
pada setiap tahapan proyek ((i) perencanaan/desain, (ii) konstruksi, (iii) operasi, (iv)
end-of-life);
Gedung bertingkat seperti rumah susun yang nantinya di bawah satu jenis usaha yaitu
pengelolaan rumah susun maka amdal yang digunakan adalah amdal tunggal. Dari jenis
amdal diketahui bahwa hunian rumah susun sedikit menimbulkan dampak akan lingkungan
di bandingkan hunian landed house/perumahan.
Sebagian potensi dampak sosial yang ditimbulkan dari proyek KPBU serta rencana
mitigasinya telah dibahas pada kajian lingkungan hidup. Namun, jika dampak sosial yang
ditimbulkan cukup besar maka perlu diperjelas atau dirinci pada bagian ini.
BUKU VII 36
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Selain itu, bagian ini juga berfokus pada kegiatan pengadaan tanah untuk tapak proyek
KPBU. Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini:
3. Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan tapak proyek KPBU,
apakah pengajuan izin pemanfaatan, pembelian tanah, sewa, atau lainnya;
6. Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung jawab untuk pengadaan
tanah dan/atau pemukiman kembali;
1. Identifikasi persyaratan dokumen yang perlu disiapkan (wajib AMDAL atau UKL-UPL
atau SPPL) untuk memperoleh izin lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Berikut adalah kriteria proyek KPBU yang wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup):
2. Dalam menyusun dokumen pendukung (AMDAL ataupun UKL-UPL atau SPPL) PJPK
dapat menunjuk konsultan atau tim penyusun. Untuk Tim Penyusun AMDAL diatur oleh
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2010.
BUKU VII 37
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Pada bab ini akan dibahas alternatif-alternatif skema kerjasama yang dapat diterapkan
sampai dengan penetapan skemanya. Beberapa hal yang dikaji dalam bab ini meliputi:
Pada sub-bab ini berisikan karakteristik alternatif-alternatif skema KPBU berikut dengan
keuntungan dan kerugian/kelemahan dari masing-masing alternatif tersebut.
Sub-bab ini juga menguraikan skema struktur kelembagaan penjelasan alur tanggung jawab
masing-masing lembaga.
Berisikan pembagian tanggung jawab antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana.
Dalam menentukan lingkup kerjasama ini perlu melihat peraturan yang berlaku,
termasuk tupoksi dari lembaga-lembaga terkait.
Dalam lingkup ini juga perlu diuraikan faktor-faktor kritis yang akan menentukan
suksesnya proyek KPBU, seperti misalnya komitmen, proses pengadaan yang efektif,
alokasi dan manajemen risiko, kejelasan spesifikasi keluaran, dan sebagainya.
BUKU VII 38
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Pada sub-bab ini diuraikan mengenai aliran keuangan yang direncanakan setelah
proyek KPBU diimplementasikan. Perlu dipertimbangkan pembentukan badan
khusus pengelola proyek dari sisi PJPK dengan mempertimbangkan legalitas badan
usaha tersebut dalam mengelola alur finansial operasional. Badan usaha tersebut
bisa saja dalam bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau bentuk lainnya.
Dalam sub-bab ini akan dikaji aset-aset pemerintah daerah atau BUMN/BUMD apa
saja yang akan digunakan untuk kerjasama ini dan bagaimana sistem pemakaian
yang akan diterapkan. Aset ini juga termasuk dengan aset-aset institusi lain seperti
misalnya aset jalan akses, aset jaringan listrik dan sebagainya.
Sub-bab ini menguraikan status kepemilikan aset selama jangka waktu perjanjian
kerjasama dan mekanisme pengalihan aset setelah berakhirnya perjanjian
kerjasama.
BUKU VII 39
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengetahui jenis risiko yang mungkin timbul di dalam
proyek. Untuk sektor perkeretaapian, risiko-risiko tersebut biasanya antara lain meliputi:
a. Risiko Lokasi risiko kenaikan biaya pembebasan lahan atau bahkan lahan tidak
bisa dibebaskan, kontaminasi ke lingkungan lokasi, proses pemukiman kembali yang
rumit, keresahan masyarakat, kegagalan implementasi AMDAL, dan sebagainya.
d. Risiko Finansial risiko tidak tercapainya perolehan biaya proyek (financial close),
terjadinya fluktuasi nilai mata uang dan tingkat bunga pinjaman, perubahan tingkat
inflasi yang signifikan, dan sebagainya.
g. Risiko Politik risiko perubahan politik yang signifikan, pemutusan kerjasama akibat
perubahan regulasi, risiko mata uang asing (repatriasi, ekspropriasi, dan konversi).
h. Risiko Kahar risiko kahar politik akibat perang dan sebagainya, risiko bencana
alam.
i. Risiko Kepemilikan Aset risiko hilang atau rusaknya aset, buruknya kondisi aset
saat serah terima, dan sebagainya.
BUKU VII 40
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai prinsip-prinsip alokasi risiko, dimana dalam
pelaksanaan proyek KPBU, pendistribusian atau alokasi risiko harus dapat dilakukan secara
optimal dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak yang memang dapat mengelola
risiko-risiko tersebut secara lebih efisien dan efektif.
Prinsip alokasi risiko lazimnya adalah “Risiko sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang
relatif lebih mampu mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk
menyerap risiko tersebut. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik, diharapkan dapat
menghasilkan premi risiko yang rendah dan biaya proyek yang lebih rendah sehingga
berdampak positif bagi pemangku kepentingan proyek tersebut.
Dalam transaksi proyek KPBU, penentuan kewajiban PJPK dalam Perjanjian Kerjasama
(yang dilakukan setelah melakukan analisis risiko sebagai bagian dari studi kelayakan
proyek) perlu memenuhi prinsip Alokasi Risiko. Upaya menghasilkan suatu skema alokasi
risiko yang optimal penting demi memaksimalkan nilai manfaat uang (value for money).
Dalam menentukan risiko yang paling besar kemungkinannya terjadi serta pengaruhnya
yang paling signifikan terhadap kelangsungan proyek KPBU ini, disusun suatu kriteria
penilaian risiko yang dilihat dari peringkat kemungkinannya untuk terjadi dan peringkat
konsekuensi risiko.
BUKU VII 41
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Tidak Varian Tidak ada atau < 3 bulan Sesuai tujuan, tetapi Pelanggaran Perubahan dan
Penting <5% hanya cidera ada dampak kecil Kecil dampak kecil
terhadap pribadi, terhadap unsur-unsur terhadap proyek
anggaran Pertolongan non-inti
Pertama
dibutuhkan tetapi
tidak ada
penundaan hari
Ringan Varian 5%- Cidera ringan, 3 – 6 bulan Sesuai tujuan, tetapi Pelanggaran Perubahan
10% perawatan medis ada kerugian prosedur/ memberikan
terhadap dan penundaan sementara dari sisi pedoman dampak yang
anggaran beberapa hari layanan, atau kinerja internal signifikan
unsur-unsur non-inti terhadap proyek
yang berada dibawah
standar
Sedang Varian Cidera: 6 – 12 bulan Kerugian sementara Pelanggaran Ketidakstabilan
10%-20% Kemungkinan unsur proyek inti, kebijakan/ situasi
terhadap rawat inap dan atau standar kinerja peraturan berdampak pada
anggaran banyak unsur inti yang pemerintah keuangan dan
penundaan hari menjadi berada di kinerja.
bawah standar
Besar Varian Cacat sebagian 1 – 2 tahun Ketidakmampuan Pelanggan Ketidakstabilan
20%_30% atau penyakit untuk memenuhi lisensi atau berdampak pada
terhadap jangka panjang unsur inti, dan secara hukum, keuangan dan
anggaran atau beberapa signifikan menjadikan pengenaan kinerja
cidera serius proyek dibatalkan penalti
Serius Varian Kematian atau >2 tahun Kegagalan total Intervensi Ketidakstabilan
30%-50% cacat permanen proyek peraturan atau menyebabkan
terhadap tuntutan, penghentian
anggaran pengenaan layanan
penalti
Metode penilaian risiko tersebut akan dimasukaan dalam matriks peta risiko sebagai
berikut:
Mungkin
Rendah Menengah Menengah Tinggi Tertinggi
Sekali
BUKU VII 42
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Mitigasi risiko bertujuan untuk memberikan cara mengelola risiko terbaik dengan
mempertimbangkan kemampuan pihak yang mengelola risiko dan juga dampak risiko.
Mitigasi risiko ini berisi rencana-rencana yang harus dilakukan pemerintah dalam kondisi
preventif, saat risiko terjadi, ataupun paska terjadinya risiko. Mitigasi risiko ini dapat berupa
penghapusan risiko, meminimalkan risiko, mengalihkan risiko melalui asuransi atau pihak
ketiga lainnya, atau menerima/menyerap risiko tersebut.
BUKU VII 43
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
BUKU VII 44
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
BUKU VII 45
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
BUKU VII 46
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
BUKU VII 47
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
BUKU VII 48
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Kahar berkepanjangan Jika di atas 6-12 Setiap pihak dapat Terutama bila asuransi
bulan,dapat mengganggu mengakhiri kontrak KPBU tidak tersedia untuk
aspek ekonomis pihak dan memicu prosedur risiko tertentu
yang terkena dampak terminasi proyek
11. RISIKO KEPEMILIKAN ALAT
Risiko nilai aset turun Kebakaran, ledakan, dsb Asuransi
Sumber: KPS di Indonesia, Acuan Alokasi Risiko; PT PII, 2012
BUKU VII 49
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Dalam sub-bab ini dikaji kemampuan PJPK dalam membiayai porsi pembiayaan yang menjadi
tanggung jawabnya dan juga kemampuan pemerintah daerah dalam memberikan subsidi
dan/atau availability payment. Hal ini bisa dikaji dari kapasitas fiskal pemerintah daerah dan
laporan keuangan daerah selama 5 hingga 10 tahun ke belakang.
Selain kemampuan finansial, hal yan gperlu dikaji juga adalah kemampuan sumber daya
manusia untuk dapat menyelenggarakan proyek KPBU dan juga menjalankan fasilitas yang
akan di-KPBU-kan.
Pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF (Viability Gap Fund) diatur melalui
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 dimana disebutkan bahwa Dukungan
Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial
yang diberikan terhadap Proyek Kerja Sama. Proyek yang dapat diberikan dukungan kelayakan
memiliki total biaya investasi paling kurang senilai Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
VGF diberikan dalam bentuk tunai sebagai bagian dari biaya konstruksi dengan porsi yang tidak
mendominasi keseluruhan biaya konstruksi (maksimal 49%).
Dalam sub-bab ini diuraikan pemenuhan kriteria untuk mendapatkan VGF. Beberapa hal yang
perlu dijawab dalam sub-bab ini diantaranya adalah:
a. Apakah proyek secara ekonomi layak namun secara finansial belum layak?
c. Apakah pemilihan investor swasta dilakukan melalui proses tender yang terbuka dan
kompetitif dibawah skema KPBU?
d. Apakah draft perjanjian kerjasama telah memuat skema peralihan aset dan/ atau
manajemen aset dari investor ke PJPK pada akhir masa konsesi?
BUKU VII 50
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Menyimpulkan bahwa proyek layak secara ekonomis dan akan layak secara
finansial apabila diberikan VGF
f. Apakah sektor yang akan di-KPBU-kan termasuk dalam sektor yang disebutkan dalam
Perpres No. 38 tahun 2015?
Jaminan Pemerintah juga dapat diberikan kepada proyek infrastruktur dengan tujuan untuk
mengurangi risiko yang dibebankan kepada Badan Usaha. Jaminan Pemerintah ini diberikan
oleh Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan
peraturanperundang-undangan yang berlaku.
Penyediaan fasilitas Jaminan Pemerintah ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi
Proyek KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur.
Fasilitas dapat disediakan untuk proyek KPBU prioritas ataupun proyek KPBU lainnya yang
memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri diatas. Jenis fasilitas yang
disediakan meliputi:
penyiapan kajian dan/ atau dokumen pendukung untuk Kajian Akhir Prastudi
Kelayakan
BUKU VII 51
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Pada bab ini akan diuraikan hal-hal kritis yang perlu ditindaklanjuti dengan isi sub-bab
sebagai berikut:
Sub-bab ini akan menguraikan hal-hal kritis yang perlu diselesaikan pada tahap penyiapan
proyek KPBU dan juga sebelum dimulainya tahap transaksi KPBU, seperti misalnya
penyelesaian studi Amdal, perizinan, ekspose kepada DPRD, dan sebagainya.
Sub-bab ini menguraikan strategi, rencana, jadwal dan penanggung jawab penyelesaian hal-
hal kritis yang perlu diselesaikan. Hal ini akan dijabarkan dalam bentuk matriks.
BUKU VII 52
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Menguraikan berbagai landasan hukum yang harus digunakan dalam melakukan pengadaan
Badan Usaha.
Menguraikan surat keputusan pembentukan Panitia Pengadaan, serta tugas dan tanggung
Panitia Pengadaan.
Menguraikan tahapan pengadaan Badan Usaha, yaitu apakah perlu dilakukan pelelangan satu
tahap atau pelelangan dua tahap, beserta dengan berbagai pertimbangannya.
Pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Satu Tahap, dilakukan untuk Proyek
KPBU yang memiliki karakteristik:
a. Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur dapat dirumuskan dengan jelas; dan
b. Tidak memerlukan diskusi optimalisasi teknis dalam rangka mencapai output yang
optimal.
Pemilihan Badan Usaha dengan Pelelangan Dua Tahap dilakukan untuk Proyek KPBU yang
memiliki karakteristik:
a. Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur belum dapat dirumuskan dengan pasti
karena terdapat variasi inovasi dan teknologi; dan
b. Memerlukan optimalisasi penawaran teknis dalam rangka mencapai output yang
optimal.
BUKU VII 53
TOOLKIT KPBU SEKTOR PERUMAHAN 2016
Menjelaskan proses pengadaan secara umum, sesuai dengan tahapan pengadaan seperti
tertuang pada sebelumnya.
Menguraikan perkiraan jadwal proses pengadaan Badan Usaha dan juga menguraikan alamat
sekretariat Panitia Pengadaan.
BUKU VII 54