Anda di halaman 1dari 11

SKEMA PENATAAN RUANG DALAM

PENGELOLAAN DAERAH TANGKAPAN AIR


-HULU DAS CILIWUNG-

D
AS yang rusak ditandai dengan hilangnya fungsi vegetasi dan retensi dalam suatu wilayah
DAS 1. Hal tersebut menyebabkan erosi di hulu, sedimentasi di hilir, kekeringan di hulu,
banjir di hilir, dan longsor di berbagai tempat. Sebaliknya, DAS yang sehat seharusnya
memiliki komposisi vegetasi yang cukup sehingga berfungsi sebagai konservasi tanah dan air.

DAS Ciliwung merupakan salah satu DAS prioritas sesuai dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Prioritas DAS Ciliwung salah satunya karena masih menyimpan hutan alam sebagai daerah tangkapan
air di wilayah hulu Kawasan Puncak yang berperan bagi penyangga kehidupan di ibu kota. Keluarnya
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang di Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur menyebutkan bahwa Kawasan Puncak
memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang
secara terpadu.

Penataan ruang di Kawasan Puncak saat ini merujuk pada perselisihan antara peruntukan fungsi
lindung dan fungsi produksi pada level presiden, menteri, provinsi, dan kabupaten. Terdapat dua
kebijakan yang menjadi acuan dalam penataan ruang Kawasan Puncak daerah tangkapan air hulu DAS
Ciliwung. Pertama, Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 yang menunjuk Kawasan Puncak sebagai
kawasan lindung (N1: hutan lindung, resapan air, kawasan dengan kemiringan diatas 40% dll; N2:
taman nasional, cagar alam dll) sebagai turunan dari kebijakan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007
terkait Penataan ruang. Kedua, kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 195 tahun 2003 yang menunjuk
Kawasan Puncak sebagai hutan produksi, cagar alam, dan taman nasional sebagai turunan dari
kebijakan Undang-Undang kehutanan Nomor 41 tahun 1999.

1 Maryono, Agus. 2016. Reformasi Pengelolaan Sumberdaya Air. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Tabel 1. Komitmen Upaya Pemerintah Dalam Penataan Ruang Kawasan Puncak Dalam Pengelolaan Daerah Tangkapan Air-
Hulu DAS Ciliwung

LEMBAGA PEMERINTAH PRODUK HUKUM KETETAPAN DAN


KONSEKUENSI
Pemerintah Kabupaten Bogor Peraturan Daerah Nomor 19 Perubahan Perda RTRW
tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor yang tengah
dibahas mengancam perubahan
dari fungsi Lindung menjadi fungsi
produksi
Pemerintah Provinsi Jawa Barat Peraturan Daerah Nomor 22 Kawasan Puncak diperuntukan
tahun 2010 tentang RTRW sebagai Hutan Produksi

Peraturan Daerah Nomor 2 tahun - Dikelola dengan penuh


2006 tentang Pengelolaan tanggung jawab
Kawasan Lindung menggunakan pendekatan
Daerah Aliran Sungai (DAS)
- Menargetkan pencapaiannya
sebesar 45 persen kawasan
lindung di Jawa Barat pada
tahun 2010

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Menjaga pemanfaatan ruang yang


Barat Nomor 9 tentang Rencana serasi antara kawasan lindung
Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun
2005–2025

Peraturan Daerah Jawa Barat No Meningkatkan fungsi dan luas


2 tahun 2009 tentang Rencana kawasan lindung dalam rangka
Pembangunan Jangka Menengah mewujudkan provinsi yang hijau
Provinsi Jawa Barat tahun 2008- (Green Province) didukung upaya
2013 menciptakan provinsi yang bersih
(Clean Province)”.

RPJMD Provinsi Jawa Barat Tidak ada kebijakan yang


periode 2013-2018 mengupayakan perbaikan
pengelolaan kawasan lindung-DAS.

Kementerian Lingkungan Hidup SK Menhut No. 195/Kpts-II/2003 Kawasan Puncak ditunjuk sebagai
dan Kehutanan Hutan Produksi
Presiden Republik Indonesia Peraturan Presiden Nomor 54 Kawasan Puncak ditunjuk sebagai
tahun 2008 Kawasan Lindung

Dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 Presiden telah memetakan distribusi ruang Kawasan
Puncak sebagai Kawasan Budi Daya (B1, B2, B3, B4) dan Kawasan Lindung (N1, N2). Pada rentang
waktu yang berbeda Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan2 melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 195 tahun 2003 juga telah memetakan Kawasan Puncak berdasarkan fungsi
kawasannya, yaitu fungsi produksi dan fungsi lindung.

Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sedangkan Kawasan
Budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Untuk melihat
kesesuaian peruntukan ruang pada dua kebijakan tersebut dengan fungsi pada tiap-tiap kawasan
penting melakukan proses overlaying.

Tabel 2. Perencanaan Ruang Kawasan Puncak berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 dan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan 195/Kpts-II/2003
Perpres No.54 tahun 2008* SK Menteri Kehutanan 195/Kpts-II/2003** Grand Total
Fungsi Kawasan
(Hektar)
Zona HP APL CA TN
B1 1,676.90 1,676.90
B2 12.45 12.45
B3 15.46 6,442.67 76.76 6,534.90
B4 13.46 979.31 992.76
B4/HP 3.54 3.54

KS 0.25 0.25

N1 1,712.59 2,415.07 33.69 244.46 4,405.80


N2 715.96 42.67 1,499.49 2,258.11
Grand Total (Hektar) 1,741.51 12,242.36 79.90 1,820.96 15,884.72

Sumber: - Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008


- SK Menteri Kehutanan 195 tahun 2003
*B: Zona Budi daya; N: Zona Non-Budi daya; KS: Kabupaten Sekitar (Cianjur)
**HP: Hutan Produksi; APL: Area Penggunaan Lain; CA: Cagar Alam; TN: Taman Nasional

Hasil overlaying peta pada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 dengan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 195 tahun 2003 bahwasanya di Kawasan Puncak terdapat peruntukan ruang, yaitu
Kawasan Budi Daya dan Kawasan Lindung yang mencakup Hutan Produksi, Area Penggunaan Lain,
Cagar Alam, dan Taman Nasional.

2 Pada waktu penetapan dalam kewenangan Kementerian Kehutanan


Alokasi ruang pada Kawasan Budi Daya yang mencakup Area Penggunaan Lain dan Hutan Produksi
dengan masing-masing luasan, yaitu 28.92 dan 9,111.33 hektar dianggap sesuai karena antara fungsi
dan peruntukan tidak saling bertentangan. Sementara pada Cagar Alam dan Taman Nasional dengan
masing-masing luasan, yaitu 3.54 dan 76.76 hektar dianggap tidak sesuai di dalam peruntukan
Kawasan Budi Daya. Cagar Alam dan Taman Nasional merupakan kawasan konservasi yang memiliki
fungsi lindung sehingga dalam hal ini Cagar Alam dan Taman Nasional tersebut memiliki dua fungsi
atau peruntukan yang berbeda, yaitu fungsi lindung dan budi daya.

Pada alokasi ruang Kawasan Lindung (N1, N2) mencakup Hutan Produksi, Area Penggunaan Lain,
Cagar Alam, dan Taman Nasional. Pada Cagar Alam dan Taman Nasional dengan masing-masing
luasan, yaitu 76.36 dan 1,743.95 hektar dianggap sudah sesuai dengan arahan Presiden karena sumber
daya alam dan sumber daya buatannya diperuntukan untuk dilindungi. Sementara pada wilayah yang
ditunjuk sebagai Hutan Produksi dengan luasan 1,712.59 hektar dianggap sudah tidak relevan lagi atau
tidak sesuai dengan arahan presiden karena memiliki fungsi produksi bukan lindung. Sedangkan pada
wilayah yang ditunjuk sebagai Area Penggunaan Lain dengan proporsi terluas sebesar 3,131.03 hektar
merupakan wilayah yang diperuntukan untuk dilindungi dan dianggap tidak bertentangan dengan
arahan presiden.

Penunjukan Hutan Produksi yang memiliki fungsi produksi di Kawasan Puncak mengancam kondisi
hutan alam tersisa di daerah tangkapan air hulu DAS Ciliwung. Hutan Produksi adalah kawasan hutan
yang memiliki fungsi pokok memproduksi hasil hutan (kayu maupun non-kayu)3. Hutan Produksi tidak
menitikberatkan pada kawasan yang berfungsi lindung melainkan pada fungsi produksi. Artinya hasil
hutan kayu dan non-kayu di dalam kawasan hutan produksi boleh diambil dan dimanfaatkan.

Kondisi penutupan hutan alam tersisa di daerah tangkapan air hulu DAS Ciliwung menunjukan
pentingnya kesesuaian fungsi dengan peruntukan ruang dari sebuah kawasan. Fungsi Produksi yang
berada dalam peruntukan ruang Kawasan Lindung sudah tidak relevan dengan arahan Presiden. Hal
tersebut tergambar pada kondisi penutupan hutan alam yang tersisa di dalam Hutan Produksi dan
kawasan lainnya di hulu DAS Ciliwung Kawasan Puncak.

3 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 terkait Kehutanan


Tabel 3. Luas tutupan hutan alam tahun 2016 terhadap penataan ruang berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan 195/Kpts-II/2003
Perpres No.54 tahun 2008* SK Menteri Kehutanan 195/Kpts-II/2003** Grand Total
HP APL CA TN (Hektar)
Zona
1 0 1 0 1 0 1 0

B1 1,676.90 1,676.90
B2 12.45 12.45
B3 15.46 0.60 6,442.07 0.05 76.72 6,534.90
B4 0.15 13.31 0.09 979.22 992.76
B4/HP 3.54 3.54

KS 0.25 0.25

N1 900.91 811.69 785.36 1,629.71 27.55 6.14 244.46 4,405.80


N2 153.73 562.23 41.69 0.98 1,248.80 250.69 2,258.11
Grand Total (Hektar) 901.06 840.46 939.77 11,302.59 72.77 7.12 1,493.55 327.41 15,884.72

Sumber: - Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008


- SK Menteri Kehutanan 195 tahun 2003
*B: Zona Budi Daya; N: Zona Non-Budi Daya; KS: Kabupaten Sekitar (Cianjur)
**HP: Hutan Produksi; APL: Area Penggunaan Lain; CA: Cagar Alam; TN: Taman Nasional
**1: Hutan; 0: Bukan Hutan
Senilai 811.69 hektar atau sekitar 48 persen dari 1,712.59 hektar (luas Hutan Produksi di Kawasan
Puncak dalam peruntukan ruang Kawasan Lindung) merupakan bukan lagi berupa tutupan hutan alam.
Padahal Presiden telah menentukan bahwa hutan alam sebagai bagian dari sumber daya alam yang
harus dipertahankan agar tetap memiliki fungsi lindung untuk mencapai tujuan penataan ruang di
Kawasan Puncak. Melihat fakta tersebut maka semakin menguatkan bahwasanya Hutan Produksi yang
berada dalam peruntukan ruang Kawasan Lindung tersebut memiliki fungsi produksi dengan melihat
perbandingan 52 persen (hutan alam) dengan 48 persen (bukan hutan alam).

Fakta lain yang menjadi temuan ini adalah bahwasanya terdapat hutan alam seluas 939.09 hektar
(27.56% dari sisa hutan alam tersisa) berada dalam Area Penggunaan Lain (bukan kawasan hutan).
Hutan tersebut berada dalam peruntukan ruang Kawasan Lindung namun tidak berada dalam fungsi
kawasan hutan, baik fungsi lindung maupun fungsi produksi. Berdasarkan arahan Presiden maka hutan
alam tersisa tersebut untuk dilindungi dan tidak untuk dibudidayakan maupun untuk diproduksi hasil
hutan kayu dan non kayu nya.

Pentingnya kesesuaian antara peruntukan ruang dengan status fungsi kawasan merupakan sebuah
upaya pengelolaan sumber daya alam untuk mempertahankan kondisi hutan di daerah tangkapan air
utama hulu DAS Ciliwung Kawasan Puncak. Forest Watch Indonesia mencatat dalam rentang waktu
periode tahun 2000 sampai 2016 DAS Ciliwung mengalami kehilangan hutan seluas 66 kali Kebun Raya
Bogor4. Kini DAS Ciliwung hanya menyimpan 3,407.15 hektar atau sekitar 8.91 persen dari total luas
DAS Ciliwung.

Tabel 4. Tren Kondisi Penutupan dan Deforestasi Hutan Alam di DAS Ciliwung
Kecamatan Hutan Hutan Hutan Deforestasi Deforestasi Bukan Grand
Alam 2014 Alam 2015 Alam 2016 2014-2015 2015-2016 Hutan Total
Ciawi - - - - - 601.83 601.83
Cisarua 2,715.21 2,640.81 2,625.94 74.41 14.87 5,671.64 8,386.85
Megamendung 946.92 784.02 781.22 162.90 2.80 4,327.29 5,274.21
Sukaraja - - - - - 1,621.83 1,621.83
Grand Total 3,662.13 3,424.83 3,407.15 237.31 17.68 12,222.59 15,884.72

Sumber: - Hasil digitasi dan analisis FWI 2017


- Badan Pusat Statistik tahun 2010

4 FWI,2011;2014;2017
Tabel 5. Sebaran hutan alam berdasarkan desa-desa di DAS Ciliwung-Kawasan Puncak Kabupaten Bogor

Administrasi Status Fungsi Kawasan* Grand Total


Kecamatan/Desa HP APL CA TN
CISARUA 318.12 925.05 72.77 1,309.99 2,625.94
Batu Layang 38.60 38.60
Cibeureum 531.25 1,134.02 1,665.27
Citeko 0.49 175.97 176.46
Jogjogan 65.33 2.10 67.44
Tugu Selatan 381.03 0.01 381.04
Tugu Utara 214.19 10.17 72.77 297.13
MEGAMENDUNG 582.94 14.72 183.56 781.22
Kuta 113.82 113.82
Megamendung 582.94 14.49 597.43
Sukagalih 0.23 69.74 69.96
Grand Total 901.06 939.77 72.77 1,493.55 3,407.15

Sumber: - Hasil digitasi dan analisis FWI 2017


- Badan Pusat Statistik tahun 2010
- SK Menteri Kehutanan 195 tahun 2003
*HP: Hutan Produksi; APL: Area Penggunaan Lain; CA: Cagar Alam; TN: Taman Nasional

Hutan alam tersebut kini hanya terletak di 9 desa lingkup 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Cisarua dan
Megamendung Kabupaten Bogor. Kehilangan tutupan hutan alam dan alih fungsi kawasan di daerah
tangkapan air hulu DAS Ciliwung tidak terlepas dari komitmen pemerintah dalam melindungi sumber
daya alam yang ada. Hal ini menguatkan bahwasanya ada ketidakserasian dalam penentuan kebijakan
yang mengatur ruang dan fungsi daerah tangkapan air hulu DAS Ciliwung di Kawasan Puncak.

Kecenderungan tersebut mengarah pada tidak sinkronnya kebijakan perencanaan ruang dengan
penunjukan status fungsi kawasan hutan di Kawasan Puncak. Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan tidak mengubah sikap setelah keluarnya Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 terkait
Penataan Ruang Jabodetabekpunjur yang menyatakan bahwa Kawasan Puncak diperuntukan sebagai
kawasan lindung. Sikap tersebut akan sangat berdampak penting terhadap kondisi hutan alam tersisa
yang berfungsi sebagai pengatur tata air dan terhadap pengendalian alih fungsi lahan yang tidak
konsisten terhadap penataan ruang yang berlaku di hulu DAS Ciliwung Kawasan Puncak.
Tabel 6. Perbandingan inkonsistensi pemanfaatan ruang antar desa di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor (Kawasan
Puncak) terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 tahun 2008

INKONSISTENSI PEMANFAATAN RUANG


DESA-DESA DI KECAMATAN CISARUA
600 570.69
500
417.39
400
300 220.12
200 139.34 146.49
107.69
68.93 71.93
100
0
Cilember Jogjogan Batu Kopo Citeko Tugu Utara Tugu Cibeureum
Layang Selatan

Ha

Sumber: Hasil pengolahan citra oleh Afifah 2010

Tabel 7. Inkonsistensi permanfaatan ruang berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 tahun 2008 di Hulu
DAS Ciliwung
No Kombinasi Inkonsistensi Luas (Ha) Luas (%)

1 Hutan LindungKebun / Perkebunan 879,81 6.02

2 Pertanian Lahan KeringPermukiman 626.40 4.29

3 PerkebunanPermukiman 361.94 2.48

4 Hutan KonservasiKebun / Perkebunan 337.61 2.31

5 Pertanian Lahan KeringSawah Tadah 323.32 2.21


Hujan
6 Hutan LindungTegalan / Ladang 322.37 2.21

7 Hutan LindungPermukiman 321.69 2.20

8 Hutan KonservasiPermukiman 71.10 0.49

9 Hutan LindungSemak / Belukar 54.17 0.37

10 Hutan KonservasiTegalan / Ladang 53.67 0.37

Sumber: Citra Alos 2009 dan diolah oleh Hernisa 2012


Penerjemahan alih fungsi kawasan lindung menjadi budi daya terhadap Peraturan Daerah Kabupaten
Bogor Nomor 19 tahun 2008 dapat dilihat lebih dalam melalui kecendrungan konsistensi pemanfaatan
ruang terhadap peruntukan ruang. Kasus kehilangan hutan alam di daerah tangkapan air hulu DAS
Ciliwung disebabkan oleh adanya alih fungsi hutan menjadi kebun/perkebunan, tegalan/ladang,
permukiman, dan semak belukar. Inkonsistensi terbesar pada peruntukan hutan lindung dengan
eksisting berupa penggunaan lahan kebun/perkebunan (budi daya) dengan luas 879,81 hektar.
Sementara pada peruntukan hutan konservasi (taman nasional dan cagar alam) inkonsistensi dengan
penggunaan lahan berupa kebun/perkebunan sebesar 337,61 hektar. Artinya penggunaan lahan
kebun/perkebunan yang tergolong pada aktifitas budi daya menempati kawasan lindung (hutan
lindung dan hutan konservasi) dengan total 1,217.42 hektar. Hal tersebut sejalan dengan fakta di
lapangan, terkait keberadaan PTPN VIII Gunung Mas dan PT Sumber Sari Bumi Pakuan (PT Ciliwung)
dengan komoditas utama berupa perkebunan teh yang sebagian besar menempati kedua desa
tersebut.

Seharusnya hanya ada satu kebijakan yang mengatur penataan ruang pada satu wilayah sama dengan
yang ditunjuk atau ditetapkan status fungsi kawasannya. Dalam kasus penataan ruang daerah
tangkapan air hulu DAS Ciliwung maka Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 seharusnya menjadi
acuan dan dasar kunci sebagai produk kebijakan yang memiliki level tertinggi dibandingkan keputusan
menteri dan peraturan daerah.

REKOMENDASI

1. Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengikuti arahan Presiden dengan
mengubah status fungsi pada kawasan hutan produksi yang berada di dalam Kawasan Lindung
menjadi Kawasan Hutan Produksi berstatus fungsi lindung. Hal tersebut dinilai sangat
mendesak untuk melindungi tutupan hutan alam tersisa sebagai penyangga kehidupan untuk
wilayah Bogor, Depok, dan DKI Jakarta.
2. Kabupaten Bogor dan Provinsi Jawa Barat melakukan paduserasi penataan ruang pada
seluruh kebijakan yang mengatur pola ruang di daerah tangkapan air hulu DAS Ciliwung atau
Kawasan Puncak Bogor terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 terkait Penataan
Ruang Jabodetabekpunjur.
3. Presiden menunjuk lembaga pemerintah, badan publik, dan/atau lembaga independen untuk
mengawal dan memastikan paduserasi dan pengubahan status fungsi kawasan sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 terkait Penataan Ruang Jabodetabekpunjur.
REFERENSI
Afifah. 2010. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhinya [Skripsi].Bogor: Departemen Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor.
FWI.2011.Potret Keadaan Hutan Indonesia 2000-2009. Bogor
FWI. 2012. Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung di Puncak Bogor [Potret Keadaan Hutan Indonesia 2011]. Bogor.
FWI.2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia 2009-2013. Bogor
Hernisa. 2012. Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan Lahan dan RTRW (Studi Kasus
Sub DAS Ciliwung Hulu) [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Maryono, Agus. 2016. Reformasi Pengelolaan Sumberdaya Air. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 19 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Bogor.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat nomor 2 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005–2025.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 2 tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Barat Tahun 2009-2029.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Megapolitan
Jabodetabekpunjur.
Surat Keputusan Kementerian Kehutanan No. 195/Kpts-II/2003. Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan.

Anda mungkin juga menyukai