Anda di halaman 1dari 11

ADDISON

Penyakit Addison adalah penyakit yang disebabkan oleh berkurangnya hormon yang
diproduksi oleh kelenjar adrenal. Penyakit ini tergolong ke dalam kelainan langka pada
kelenjar adrenal.

Penyakit ini dapat terjadi pada pria dan perempuan dari berbagai usia, namun lebih
umum ditemui pada perempuan dan anak-anak. Jika tidak segera diobati, penyakit
Addison bisa membahayakan nyawa penderitanya. Anak dengan penyakit Addison
dapat mengalami keterlambatan masa puber.

Penyebab Penyakit Addison


Penyakit Addison umumnya disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem imun
tubuh yang menyerang kelenjar adrenal bagian luar (cortex). Kondisi ini berdampak
pada terganggunya produksi hormon kortisol dan aldosteron yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal. Walaupun demikian, penyebab munculnya kelainan pada sistem
imunitas tubuh penderita penyakit Addison belum diketahui hingga saat ini.
Kelenjar adrenal terdiri dari dua bagian, yaitu medulla yang terletak di bagian dalam,
dan cortex. Medulla adalah lapisan dalam kelenjar adrenal yang memproduksi hormon
yang serupa dengan adrenalin. Cortex, adalah lapisan luar kelenjar adrenal yang
memproduksi hormon kortikosteroid, yang terdiri dari glukokortikoid, mineralokortikoid,
dan hormon androgens. Beberapa kegunaan hormon-hormon ini, yaitu:

 Mineralokortikoid. Bersama dengan hormon androgen, hormon mineralokortikoid


berfungsi menjaga keseimbangan jumlah natrium dan kalium di dalam tubuh dan
menjaga tekanan darah agar tetap normal.
 Androgens. Hormon ini berperan dalam perkembangan seksual pria, seperti massa
otot dan libido. Hormon ini juga diproduksi oleh kelenjar adrenal perempuan dalam
jumlah yang kecil.

 Glukokortikoid. Hormon ini bertanggung jawab atas respons sistem kekebalan tubuh
terhadap peradangan, memengaruhi kemampuan tubuh dalam mengubah makanan
menjadi energi, dan mengatasi stress yang dialami tubuh. Kortisol adalah salah satu
hormon Glukokortikoid.
Ada dua jenis penyebab penyakit Addison berdasarkan gangguan yang dialami oleh
kelenjar, yaitu:
 Insufiensi atau ketidakcukupan adrenal primer, yaitu penyakit Addison yang terjadi
akibat rusaknya kelenjar adrenal Cortex sehingga tidak memproduksi hormon dalam
jumlah yang cukup. Penyebab paling umum kondisi ini adalah akibat penyakit
autoimun, di mana sistem imun tubuh menganggap korteks adrenal sebagai bahan
asing dan kemudian dihancurkan. Adapun penyebab lain insufisiensi adrenal primer,
antara lain terjadinya infeksi, pendarahan, penyakit tuberkulosis, atau menyebarnya sel
kanker ke kelenjar ini.

 Insufiensi adrenal sekunder, yaitu ketidakcukupan jumlah hormon adrenokortikotropik


(ACTH) yang dihasilkan tubuh sebagai akibat kondisi kelenjar pituitari (penghasil
ACTH) yang terkena penyakit (misalnya tumor). Hormon adrenokortikotropik bersifat
penting, karena berfungsi merangsang kelenjar Cortex adrenal untuk memproduksi
hormon-hormon yang telah disebutkan di atas. Insufiensi adrenal sekunder dapat
dipicu oleh permberhentian tiba-tiba terapi kortikosteroid pada penderita penyakit
kronis seperti asma atau arthritis.

 Krisis Addisonian, adalah keadaan darurat medis di mana kadar kortisol sangat rendah.
Hal ini dapat diakibatkan karena penyakit Addison yang tidak diterapi. Stres fisik seperti
sakit, infeksi, atau cedera dapat menjadi pemicu kondisi ini.
Selain insufisiensi kelenjar adrenal, penyakit Addison dapat juga diturunkan secara
genetik dan penggunaan obat-obatan yang mengandung steroid dalam jangka
panjang.
Beberapa penyakit autoimun lain juga dapat menjadi penyebab berkembangnya
penyakit Addison, antara lain:

 Penyakit Celiac

 Sindrom Schmidt

 Diabetes mellitus tipe 1

 Penyakit Graves

 Vitiligo

 Hipoparatiroid idiopatik

 Miestenia gravis.
Gejala Penyakit Addison
Gejala penyakit Addison dapat muncul setelah beberapa bulan. Akan tetapi pada kasus
penyakit Addison yang disebabkan oleh gagal fungsi adrenal yang akut (krisis
Addisonian), gejala bisa timbul tiba-tiba. Beberapa gejala umum yang mungkin muncul,
antara lain:
 Tekanan darah rendah, hingga pingsan

 Rendahnya level gula darah (Hipoglikemia)

 Mual

 Diare

 Muntah

 Kelelahan yang berlebihan

 Kehilangan berat badan

 Berkurangnya nafsu makan

 Mengidam makanan yang asin

 Hiperpigmentasi (menggelapnya warna kulit)

 Sakit perut

 Nyeri otot atau sendi

 Kehilangan rambut pada tubuh atau disfungsi seksual pada penderita perempuan

 Menjadi mudah marah

 Depresi
Selain gejala umum di atas, krisis Addisonian juga memiliki gejalanya sendiri, yaitu
diare dan muntah-muntah parah yang dapat menyebabkan dehidrasi, serta rasa sakit
di punggung bagian bawah. Kadar potasium naik (hiperkalemia) sementara kadar
sodium rendah (hiponatremia), juga mengalami kehilangan kesadaran. Seorang
perempuan dapat mengalami periode menstruasi yang tidak teratur sebagai gejala
penyakit Addison. Gejala krisis Addison lainnya, yaitu:
 Kulit yang pucat, dingin, atau lembap

 Pusing

 Berkeringat

 Napas yang pendek dan cepat

 Otot yang sangat lemah


Segera temui dokter jika Anda mengalami gejala-gejala di atas untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat. Krisis Addisonian khususnya, kondisi ini harus segera ditangani
sebelum mengakibatkan koma, bahkan kematian.

Diagnosis Penyakit Addison


Pemeriksaan awal sebelum diagnosis dimulai dengan mengenali gejala penyakit
Addison pada pasien lalu mengecek perubahan warna kulit pada area, seperti siku,
telapak tangan, dan bibir. Dokter juga akan menanyakan sejarah penyakit yang pernah
dialami oleh pasien sebelum melakukan serangkaian tes penunjang, seperti:
 Tes darah. Tes ini dilakukan untuk mengetahui level natrium, kalium, kortisol, dan
ACTH di dalam tubuh yang dapat menjadi pemicu gejala pada pasien. Tes darah juga
dilakukan untuk mengetahui jumlah antibodi yang bisa menjadi penyebab terjadi
kondisi autoimun pada penyakit Addison.

 Tes rangsangan ACTH (hormon adrenokortikotropik). Tes ini dilakukan untuk


mengetahui level kortisol di dalam darah sebelum dan sesudah ACTH sintetis
disuntikkan. Tes ini akan menunjukkan kerusakan pada kelenjar adrenal jika hasil
respons hormon kortisol terhadap ACTH sintetis berada dalam jumlah yang terbatas
atau tidak ada.

 Tes fungsi kelenjar tiroid. Kelenjar ini memiliki peranan penting dalam memproduksi
hormon yang mengendalikan perkembangan dan metabolisme tubuh. Penderita
penyakit Addison umumnya memiliki fungsi kelenjar tiroid yang rendah.

 Tes pencitraan, seperti CT dan MRI scan. Tes ini dilakukan untuk mengetahui ukuran
kelenjar adrenal yang tidak normal pada area perut, atau pada kelenjar pituitari untuk
mengetahui penyebab insufisiensi adrenal primer maupun sekunder.
 Tes hipoglikemia induksi insulin. Tes ini biasanya dilakukan jika gangguan pada
kelenjar pituitarilah yang menjadi penyebab insufisiensi adrenal sekunder. Tes ini
dilakukan dengan cara memeriksa level glukosa darah dan kortisol setelah insulin
disuntikkan. Orang yang sehat akan memiliki hasil level glukosa rendah dan
meningkatnya kortisol.

Pengobatan Penyakit Addison


Penyakit Addison diterapi menggunakan terapi hormon untuk menggantikan jumlah
hormon yang berkurang, sekaligus mendapatkan manfaat serupa dari hormon yang
hilang tersebut. Beberapa pilihan terapi hormon pengganti yang mungkin dilakukan,
yaitu:
 Pemberian kortikosteroid secara oral. Beberapa hormon yang digunakan untuk
menggantikan kortisol, adalah cortisone acetate, prednisone, atau hydrocortisone.
Hormon fludrocortisone mungkin digunakan untuk menggantikan aldosterone.
 Pemberian kortikosteroid melalui suntikan untuk penderita yang mengalami gejala
muntah-muntah.
Dokter dapat menambahkan sodium ke dalam daftar obat pasien untuk pasien yang
mengalami diare atau jika cuaca sedang panas, atau sedang melakukan latihan fisik
yang berat. Dosis obat juga mungkin ditingkatkan bagi pasien yang berada dalam
kondisi stres fisik, seperti sakit akibat infeksi, kecelakaan, atau harus melalui prosedur
operasi terlebih dulu.
Pengobatan Addison juga dilakukan pada krisis Addisonian yang menyebabkan
rendahnya kadar gula darah dan tekanan darah, namun tinggi kadar potasium. Kondisi
yang membahayakan ini membutuhkan penanganan secepatnya dengan
menggunakan metode infus atau suntikan obat melalui pembuluh darah. Obat yang
umumnya digunakan, adalah gula (dextrone), larutan garam (saline),
dan hydrocortisone. Dosis dapat berubah sewaktu-waktu sehingga komunikasi dengan
dokter akan sering terjadi.
Pengobatan terhadap penyakit yang menjadi pemicu berkembangnya penyakit Addison
mungkin dilakukan, seperti pengobatan antibiotik akan dilakukan lebih dulu untuk
mengobati penyakit tuberkulosis.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh penderita penyakit Addison agar terhindar
dari situasi darurat, adalah dengan memastikan obat-obatan selalu tersedia di dekat
Anda. Dengan demikian Anda tidak akan melewatkan terapi pengobatan yang bisa
memperburuk penyakit ini dan kesehatan Anda. Siapkan kartu kesehatan berisi
informasi mengenai penyakit, obat, dan nomor-nomor penting yang dibutuhkan agar
orang-orang di sekitar Anda tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi situasi
darurat.
GRAVES
Penyakit Graves adalah salah satu jenis gangguan pada sistem imun tubuh yang
menjadi penyebab umum kondisi hipertiroidisme, yaitu berlebihannya produksi hormon
tiroid.

Penyakit Graves paling banyak dialami oleh perempuan sebelum usia 40 tahun, meski
bisa juga menyerang siapa saja pada usia berapa pun.

Penyebab Penyakit Graves


Penyakit Graves disebabkan oleh terganggunya fungsi sistem imun tubuh. Pada
kondisi ini, antibodi yang diproduksi oleh tubuh yang seharusnya ditujukan kepada
virus atau benda asing lain sebagai pemicu penyakit, malah justru menyerang reseptor
yang terdapat pada sel dalam kelenjar tiroid di leher. Antibodi ini kemudian
mengganggu proses produksi hormon tiroid sehingga jumlahnya menjadi berlebihan
dan menyebabkan hipertiroidisme.
Beberapa faktor risiko juga dapat memicu penyakit Graves, antara lain:

 Jenis kelamin. Dibandingkan pria, wanita memiliki faktor risiko yang lebih tinggi untuk
terserang penyakit.

 Penyakit ini cenderung dialami oleh orang-orang yang berusia di bawah 40 tahun.

 Sejarah penyakit Graves di dalam riwayat Beberapa gen yang diturunkan di dalam
keluarga yang memiliki sejarah penyakit ini menyebabkan anggota keluarga tersebut
menjadi lebih rentan terkena penyakit Graves.
 Gangguan sistem kekebalan tubuh lain. Beberapa jenis gangguan lain pada sistem
kekebalan tubuh dapat menjadi pemicu penyakit ini, yaitu diabetes tipe 1 dan artritis
reumatoid (rheumatoid arthritis).

 Stres secara emosional atau fisik. Peristiwa atau sakit yang menyebabkan stres dapat
turut memicu penyakit Graves pada orang dengan gen yang rentan terhadap penyakit
ini.

 Merokok dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh, terutama bagi seorang perokok
yang mengidap penyakit Graves akan memiliki risiko yang tinggi, termasuk risiko
terkena penyakit Graves ophthalmopathy.

 Trauma yang dialami oleh kelenjar tiroid, misalnya akibat prosedur operasi.

 Terapi antiretroviral (HAART) untuk pengobatan HIV

 Kehamilan maupun paska persalinan khususnya pada perempuan dengan gen yang
rentan dapat meningkatkan risiko munculnya penyakit Graves.

 Adanya benjolan (nodule) abnormal yang berkembang pada kelenjar tiroid. Benjolan-
benjolan ini biasanya bukan kanker.
 Kanker tiroid. Pada kasus yang langka, penderita kanker tiroid dapat memicu kondisi
ini.

Gejala Penyakit Graves


Hormon tiroid memiliki peranan dalam berbagai sistem yang ada di dalam tubuh
manusia sehingga gejala dari penyakit ini dapat turut memengaruhi keberlangsungan
kesehatan tubuh dalam cakupan luas. Beberapa gejala umum penyakit Graves, yaitu:
 Hiperaktivitas

 Tremor ringan pada tangan atau jari

 Palpitasi jantung (jantung berdebar-debar)

 Lebih banyak berkeringat

 Kehilangan berat badan tanpa kehilangan napsu makan

 Rambut rontok

 Insomnia

 Sensitif atau tidak tahan terhadap udara panas

 Kulit menjadi lebih lebih lembap

 Biduran dan gatal-gatal

 Perubahan pada siklus menstruasi

 Suasana hati yang berubah-ubah

 Disfungsi ereksi atau menurunnya libido

 Depresi

 Gelisah
 Pembesaran kelenjar tiroid (di area leher)

 Meningkatnya frekuensi buang air


Terdapat dua kondisi khusus berdasarkan gejala khas yang muncul, yaitu oftalmopati
Graves yang mengenai area mata dan dermopati Graves yang mengenai kulit. Kondisi
oftalmopati Graves terjadi akibat adanya karbohidrat tertentu yang terakumulasi di
dalam kulit dan belum diketahui juga penyebab pastinya. Gangguan yang dialami oleh
sekitar 30 persen penderita penyakit Graves ini bergejala berikut:
 Mata yang menonjol (exophthalmos)

 Mata terasa kering

 Tekanan atau rasa sakit pada mata

 Kelopak mata yang membengkak

 Mata memerah, bisa akibatkan oleh peradangan

 Sensitif terhadap cahaya

 Penglihatan ganda dari satu objek (diplopia)

 Kehilangan penglihatan
Oftalmopati Graves biasanya muncul bersamaan dengan kondisi hipertiroidisme atau
muncul beberapa bulan sesudahnya. Namun gejala penyakit ini mungkin sudah ada
sejak sebelum mengalami hipertiroidisme atau bisa juga tanpa kehadiran
hipertiroidisme.
Dermopati Graves adalah kasus yang lebih jarang ditemukan. Gejala utamanya adalah
memerah dan menebalnya kulit pada area tulang kering atau bagian atas kaki.

Segera temui dokter untuk memeriksakan gejala penyakit Graves yang dialami dan
mendapatkan diagnosis yang akurat.

Diagnosis Penyakit Graves


Bila Anda merasa mengalami gejala-gejala di atas, temui seorang dokter umum
dan/atau seorang endokrinologis untuk mengetahui gangguan pada fungsi hormon
maupun sistem endokrin sekaligus mendapatkan diagnosisnya.
Setelah mangajukan beberapa pertanyaan, selanjutnya dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik pada kelenjar tiroid di area leher untuk mengecek apakah terjadi
pembesaran. Area mata juga akan diperiksa. Dokter juga akan memeriksa denyut nadi
dan tekanan darah.

Dokter mungkin akan melakukan tes darah untuk mengecek level hormon tiroid serta
hormon pituitari yang mengatur produksi hormon dari kelenjar tiroid, yaitu TSH (thyroid-
stimulating hormone). Penderita penyakit Graves umumnya memiliki level hormon
pituitari yang lebih rendah dari batas normal, serta level hormon tiroid yang lebih tinggi.
Tes terhadap level antibodi dapat direkomendasikan untuk mengetahui kemungkinan
hipertiroidisme yang disebabkan oleh penyakit Graves atau kondisi lain.
Pemeriksaan penunjang penyakit Graves lainnya terdiri dari pemeriksaan ultrasound,
CT scan, X-ray, dan MRI scan untuk melihat pembesaran pada kelenjar tiroid.
Prosedur ultrasound dapat menjadi pilihan bagi pasien yang tengah hamil.
Tes lainnya adalah pemeriksaan serapan yodium radioaktif pada kelenjar tiroid. Jumlah
yodium radioaktif yang diserap oleh kelenjar tiroid akan membantu dokter menentukan
apakah pasien sedang menderita penyakit Graves atau kondisi penyebab
hipertiroidisme lainnya.

Pengobatan Penyakit Graves


Tujuan utama dari pengobatan penyakit Graves adalah untuk mengurangi kelebihan
produksi hormon tiroid dan dampaknya bagi tubuh. Tindakan pengobatan ini meliputi:
 Obat-obatan antitiroid. Obat-obatan ini akan mengganggu produksi hormon tiroid
yang dipicu oleh yodium. Selain sebagai terapi tunggal, pengobatan ini juga dapat
diberikan sebelum maupun sesudah pasien menjalani terapi yodium radioaktif sebagai
pengobatan pelengkap. Penggunaan obat-obatan ini pada wanita hamil memerlukan
konsultasi dokter terlebih dahulu. Methimazole dan propylthiouracil (PTU) termasuk ke
dalam golongan obat-obatan ini.
 Obat-obatan penghambat beta. Obat-obatan ini akan menghalangi dan mengurangi
efek dari berlebihannya hormon tiroid pada tubuh, antara lain detak jantung tidak
beraturan, gelisah, tremor, keringat berlebihan, dan diare. Propanolol, Metoprolol,
Atenolol, dan Nadolol termasuk ke dalam golongan obat-obatan ini.
 Terapi yodium radioaktif. Terapi ini akan menghancurkan sel tiroid yang terlalu aktif
dan mengecilkan kelenjar tiroid yang mana dengan demikian akan mengurangi gejala
secara bertahap. Terapi ini tidak direkomendasikan pada wanita hamil, wanita
menyusui, dan penderita yang memiliki masalah dengan mata atau penglihatan karena
dapat membuat gejala memburuk. Pasien kemungkinan memerlukan terapi lanjutan
untuk mengembalikan jumlah hormon tiroid yang berkurang akibat terapi ini.
 Pembedahan. Langkah ini dilakukan dengan cara mengangkat sebagian atau seluruh
tiroid pasien. Langkah ini memiliki risiko kerusakan pada pita suara. Selain pita suara,
kelenjar-kelenjar kecil yang letaknya berdekatan dengan kelenjar tiroid turut berisiko
terkena efek samping langkah pembedahan, Kelenjar-kelenjar kecil yang disebut juga
dengan kelenjar paratiroid ini adalah penghasil hormon yang mengendalikan produksi
kalsium dalam darah. Dengan diangkatnya tiroid, pasien kemungkinan akan
memerlukan perawatan agar kadar hormon tiroid yang normal kembali terpenuhi.
 Mengobati penyakit oftalmopati Grave. Untuk mengobati gejala yang lebih parah dari
penyakit ini, dokter dapat merekomendasikan penggunaan obat kortikosteroid, prisma
pada kacamata, radioterapi, hingga prosedur Tujuan dari langkah-langkah ini untuk
mengurangi pembengkakan dan mengurangi gangguan penglihatan. Keberhasilan atau
pengobatan penyakit oftalmopati Grave tidak selalu sejalan dengan keberhasilan
pengobatan penyakit Graves itu sendiri. Pengobatan oftalmopati Grave dapat
berlangsung lebih lama sebelum akhirnya kondisi pasien membaik. Penanganan
oftalmopati Grave yang memiliki gejala ringan masih dapat ditangani di rumah dengan
memberikan air mata buatan dan gel pelumas yang bisa diperoleh di apotek. Selain itu,
dapat juga ditangani dengan cara menggunakan kacamata hitam, kompresan dingin di
area mata, tetes mata dengan kandungan pelumas, dan meninggikan bagian kepala
kasur sebelum tidur. Berhenti merokok juga dapat mengurangi gejala oftalmopati
Grave.
 Mengobati penyakit dermopati Grave. Pengobatan penyakit ini juga kemungkinan
dapat dilakukan di rumah dengan cara mengompres atau menggunakan krim maupun
salep yang dapat diperoleh di apotek. Obat dengan kandungan hidrokortison akan
membantu mengurangi pembengkakan dan kemerahan di area kulit yang terinfeksi.
Beberapa langkah pengobatan lain yang bisa dilakukan di rumah agar kesehatan fisik
dan mental tetap terjaga, yaitu:
 Menjaga pola makan. Hormon tiroid memiliki peranan yang penting dalam proses
metabolisme tubuh. Seseorang dengan kondisi hormon tiroid yang normal atau
membaik akan mengalami kenaikan berat badan sebagai penandanya. Diskusikan
bersama dokter Anda mengenai pilihan menu makanan dengan kandungan nutrisi
yang baik bagi tubuh.

 Latihan fisik dapat membantu mengurangi risiko rapuhnya tulang atau osteoporosis.

 Mengurangi stres sebanyak mungkin dapat mengurangi efek gejala maupun penyakit
Graves itu sendiri.

Komplikasi Penyakit Graves


Penyakit Graves yang tidak segera ditangani dapat berujung kepada komplikasi yang
bisa membahayakan kesehatan penderitanya. Waspadai komplikasi dari penyakit
Graves berikut ini.
 Gangguan pada jantung. Komplikasi yang dapat dialami adalah kelainan ritme detak
jantung, perubahan pada struktur dan otot jantung, serta berkurangnya kemampuan
jantung untuk memompa dan menyalurkan darah ke seluruh tubuh.

 Keropos tulang atau osteoporosis. Banyaknya hormon tiroid turut berdampak kepada
kemampuan tubuh dalam menyerap kalsium ke dalam tulang. Hal ini menyebabkan
kekuatan tulang menjadi berkurang sehingga menjadi mudah rapuh.

 Kondisi kehamilan yang terganggu. Beberapa komplikasi penyakit Graves pada masa
kehamilan, antara lain kelahiran prematur, disfungsi tiroid pada janin, menurunnya
perkembangan janin, tekanan darah tinggi pada ibu (preeklamsia), gagal jantung pada
ibu, hingga keguguran.

 Kondisi badai tiroid (thyroid storm), atau cepatnya laju produksi hormon tiroid secara
berlebihan yang dikenal juga dengan istilah thyrotoxic crisis. Kondisi ini dipicu oleh
hipertiroidisme parah yang tidak segera mendapat penanganan dan tergolong kondisi
yang langka dan sangat berbahaya bagi penderita. Beberapa gejala yang
menandakan thyroid storm, antara lain keringat berlebih, demam, muntah, diare,
kejang, mengigau, rendahnya tekanan darah, bahkan koma. Kondisi ini wajib
mendapat penanganan di rumah sakit secepatnya.
BIOLOGI

NAMA : DHMAS GALIH AJI


KELAS :XI IPA 3
ABSEN :10

 Penyakit Addison
 Penyakit Graves

Anda mungkin juga menyukai