Anda di halaman 1dari 15

A.

Trend Data Imunisasi

Program imunisasi pada bayi bertujuan agar setiap bayi mendapatkan


imunisasi dasar secara lengkap. Keberhasilan seluruh bayi dalam
mendapatkan imunisasi dasar tersebut diukur melalui indikator imunisasi
dasar lengkap. Capaian indikator ini di Indonesia pada tahun 2016 sebesar

1
91,58%. Capaian ini lebih besar dari capaian tahun 2015 sebesar 86,54%.
Angka ini mencapai target Renstra tahun 2016 sebesar 91,5%.
Sedangkan menurut provinsi, terdapat dua belas provinsi yang mencapai
target Renstra tahun 2016. Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa seluruh
bayi di Provinsi Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jambi, dan
Nusa Tenggara Barat telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Sedangkan
provinsi dengan capaian terendah yaitu Kalimantan Utara (56,08%), Papua
(59,99%), dan Maluku (67,56%).

Capaian indikator imunisasi di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 90,8%.


Capaian ini mengalami penurunan dari capaian tahun 2016 sebesar 91,58%.
Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa seluruh bayi di Provinsi Sulawesi
Selatan, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan telah mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu
Papua (46,0%), Maluku (57,8%) dan Maluku Utara (68,8%).

2
Capaian indikator imunisasi di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 81,99%.
Capaian ini mengalami penurunan dari capaian tahun 2017 sebesar 90,8%.
Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa seluruh bayi di Provinsi
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Sumatera Selatan dan Jawa Tengah telah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Sedangkan provinsi dengan capaian
terendah yaitu Papua (30,6%), Aceh (39,45%) dan Kalimantan Selatan
(50,09%).

3
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2018, persentase
Kabupaten/Kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi
menurut Provinsi tahun 2016-2018 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2016
yaitu sebesar 70,04% dari 514 kabupaten/kota meningkat menjadi 74,12% dari
514 kabupaten/kota pada tahun 2017 dan pada tahun 2018 menjadi 49,22%
dari 512 kabupaten/kota.
WHO menggambarkan keraguan terhadap imunisasi terjadi saat seseorang
menunda atau menolak mendapatkan pelayanan imunisasi yang tersedia.
Kondisi ini bersifat kompleks dan spesifik, sangat bervariasi dari waktu ke
waktu, berbeda antar tempat dan juga untuk tiap jenis vaksinnya. Di berbagai
negara di dunia, kurangnya persediaan vaksin, akses terhadap layanan
kesehatan, kurangnya pengetahuan masyarakat serta kecilnya
dukungan politis dan financial menjadi penyebab kesenjangan cakupan
imunisasi.
Kondisi geografis Indonesia juga merupakan tantangan bagi program
imunisasi, selain kurangnya pengetahuan masyarakat dan kurangnya informasi
tentang imunisasi, Pemerintah juga telah menggiatkan program promosi

4
kesehatan dalam rangka penyebarluasan informasi tentang pentingnya
imunisasi.
B. Imunisasi
Menurut Notoatmodjo, imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten.
Imunisasi berarti anak diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.
Anak kebal terhadap suatu penyakit tapi belum kebal terhadap penyakit lain.
program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini,
penyakit- penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis),
campak (measles), polio dan tuberkulosis.
Sedangkan menurut Hidayat, imunisasi merupakan usaha memberikan
kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh.
Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT dan
Campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio).
Tujuan umum imunisasi adalah turunnya angka kesakitan, kecacatan dan
kematian bayi akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I),
meningkatnya cakupan balita yang mendapatkan imunisasi. Sedangkan tujuan
khusus imunisasi adalah tercapainya target Universal Child Immunization
yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di
100% desa/kelurahan pada tahun 2010, tercapainya eliminasi tetanus maternal
dan neonatal (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun)
pada 2005, tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun
2004-2005 serta sertifikasi bebas polio pada tahun 2008, tercapainya reduksi
campak (RECAM) pada tahun 2005, dan pengendalian penyakit rubelia pada
tahun 2020.
Manfaat imunisasi Menurut Atikah, manfaat imunisasi diantaranya :
a. Untuk anak, yaitu mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit,
dan kemungkinan cacat atau kematian;
b. Untuk keluarga, yaitu menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan
bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin
bahwa ankanya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman; dan

5
c. Untuk negara, yaitu memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
1. Dasar Hukum Imunisasi
Di Indonesia, program imunisasi diatur oleh Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Pemerintah bertanggung jawab menetapkan sasaran
jumlah penerima imunisasi, kelompok umur serta tatacara memberikan
vaksin pada sasaran. Pelaksanaan program imunisasi dilakukan oleh unit
pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta dapat
memberikan pelayanan imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan
perijinan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Di Indonesia
pelayanan imunisasi dasar/imunisasi rutin dapat diperoleh pada :
a. Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Puskesmas,
Posyandu, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit atau Rumah bersalin;
b. Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh pemerintah
misalnya pada saat diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak
Sekolah, pekan Imunisasi Nasional, atau melalui kunjungan dari rumah
ke rumah; dan
c. Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta, dokter
praktik swasta atau rumah sakit swasta. 

Adapun yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan program
imunisasi di Indonesia diantaranya :
A. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

B. Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
C. Undang-Undang No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut.
D. Undang-Undang No. 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara.

E. Keputusan MenKes No. 1611/MenKes/SK/XI/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi.
F. Keputusan MenKes No. 1059/MenKes/SK/IX/2004 tentang Pedoman
Penyelenggaran Imunisasi.
G. Keputusan MenKes No. HK.02.02/MenKes/433/2016 tentang
Pemberian Imunisasi Ulang Pada Anal Yang Mendapat Vaksin Palsu.

6
H. Keputusan MenKes No. 1626/ MenKes/SK/XII/2005 tentang Pedoman
Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi
(KIPI).
I. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
J. Peraturan MenKes No. 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi
K. Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi.
L. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
M. Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
2. Jenis Imunisasi
Jenis penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) melalui
pemberian imunisasi meliputi :
A. Jenis penyakit menular meliputi antara lain penyakit Tuberculosis,
Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A, Meningitis
meningokokus, Haemophilus influenza tipe b, Kolera, Rabies, Japanese
encephalitis, Tifus abdominalis, Rubbella, Varicella, Pneumoni
pneumokokus.
B. Jenis penyakit menular yang saat ini masuk kedalam program imunisasi
adalah Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Polio, Campak, Tetanus dan
Hepatitis B.
C. Jenis penyakit lainnya yang dengan perkembangan ilmu pengetahuan
akan menjadi penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi
yang ditetapkan tersendiri.
3. Cara dan tempat pemberian vaksin
Vaksin dapat diberikan secara subkutan, intramuskular, intrakutan
(intradermal), dan per-oral sesuai dengan petunjuk yang tertera dalam
kemasan. Cara pemberian vaksin selalu tertera pada label vaksin, maka
harus dibaca dengan baik. Vaksin harus diberikan pada tempat yang dapat
memberikan respons imun optimal dan memberikan kerusakan minimal
terhadap jaringan sekitar, pembuluh darah maupun persarafan.

7
A. Suntikan subkutan tidak mengganggu sistem neurovaskular, biasanya
diberikan untuk vaksin hidup dan vaksin yang menghasilkan
imunogenisitas yang tinggi apabila diberikan secara subkutan. Vaksin
yang seharusnya diberikan intramuskular (misalnya Hepatitis B) akan
menurun imunogenisitasnya apablia diberikan subkutan.
B. Suntikan subkutan pada bayi diberikan pada paha atas bagian
anterolateral atau daerah deltoid untuk anak besar. Jarum yang
dipergunakan berukuran 5/8-3/4 inci yaitu jarum ukuran 23-25. Kulit
dan jaringan di bawahnya dicubit tebal perlahan dengan
mempergunakan jempol dan jari telunjuk sehingga terangkat dari otot,
kemudian jarum ditusukkan pada lipatan kulit tersebut dengan
kemiringan kira-kira 45 derajat.
C. Suntikan intramuskular secara umum di- rekomendasikan pada
vaksin yang berisi ajuvan, apabila diberikan secara subkutan atau
intradermal dapat menyebabkan iritasi pada kulit setempat,
menimbulkan indurasi, kulit menjadi pucat, reaksi inflamasi, dan
pembentukan granuloma, Pemilihan tempat dan ukuran jarum harus
mempertimbangkan volume vaksin, tebal jaringan subkutan, dan tebal
otot. M.quadricep pada anterolateral tungkai atas dan M.deltoideus
merupakan pilihan untuk suntikan intramuskular, dengan
mempergunakan jarum nomor 22-25. Menurut pedoman WHO, pada
suntikan intramuskular, jarum harus masuk 5/8 inci atau 16 mm
sedangkan FDA menganjurkan kedalaman 7/8-1 inci atau 22-25 mm.
D. Suntikan intradermal diberikan pada BCG dan kadang-kadang pada
vaksin rabies dan tifoid, pada lengan atas atau daerah volar. Ukuran
jarum 3/8-3/4 inci atau jarum nomor 25-27. Untuk vaksin oral, apabila
dalam 10 menit anak muntah sebaiknya pemberian vaksin diulang;
tetapi bila kemudian muntah lagi ulangan diberikan pada keesokan
harinya.

8
4. Jadwal Imunisasi

A.

A. BCG
Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Pada
dasarnya, untuk mencapai cakupan yang lebih luas, pedoman Depkes
perihal imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan, tetap disetujui.
Dosis untuk bayi < 1 tahun adalah 0,05 ml dan anak 0,10 ml, diberikan
intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan.
BCG ulangan tidak dianjurkan oleh karena manfaatnya diragukan
mengingat (1) efektivitas perlindungan hanya 40%, (2) 70% kasus TBC
berat (meningitis) ternyata mempunyai parut BCG, dan (3) kasus
dewasa dengan BTA (bakteri tahan asam) positif di Indonesia cukup
tinggi (25-36%) walaupun mereka telah mendapat BCG pada masa
kanak-kanak.

9
BCG tidak diberikan pada pasien imuno- kompromais (leukemia,
dalam pengobatan steroid jangka panjang, infeksi HIV, dan lain lain).
Apabila BCG diberikan pada umur >3bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu.
B. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir,
mengingat paling tidak 3,9% ibu hamil merupakan pengidap hepatitis
dengan risiko transmisi maternal kurang lebih sebesar 45%. Pemberian
imunisasi hepatitis B harus berdasarkan status HBsAg ibu pada saat
melahirkan. Jadwal pemberian berdasarkan status HBsAg ibu adalah
sebagai berikut:
1. Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui.
Diberikan vaksin rekombinan (HB Vax-II 5 μg atau Engerix B 10
μg) atau vaksin plasma derived 10 mg, secara intramuskular, dalam
waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan umur 1-2 bulan
dan dosis ketiga umur 6 bulan. Apabila pada pemeriksaan
selanjutnya diketahui ibu HbsAg-nya positif, segera berikan 0,5 ml
HBIG (sebelum 1 minggu).
2. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif. Dalam waktu 12 jam setelah
lahir, secara bersamaan, diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin
rekombinan (HB Vax-II 5 mg atau Engerix B 10 mg), intramuskular
di sisi tubuh yang berlainan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan
sesudahnya dan dosis ketiga diberikan pada usia 6 bulan.
3. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg negatif. Diberikan vaksin
rekombinan (HB Vax-II dengan dosis minimal 2,5 μg (0,25 ml) atau
Engerix B 10 μg (0,5ml), vaksin plasma derived dengan dosis 10 μg
(0,5 ml) secara intra- 
muskular, pada saat lahir sampai usia 2
bulan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ketiga
diberikan 6 bulan setelah imunisasi pertama.
4. Ulangan imunisasi hepatitis B (HepB4) dapat dipertimbangkan pada
umur 10-12 tahun. Idealnya dilakukan pemeriksaan anti BHs
(paling cepat) 1 bulan pasca imunisasi hepatitis B ketiga. Apabila

10
sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh
imunisasi hepatitis B, maka 
diberikan secepatnya (catch-up
vaccination). 

C. DPT
Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan dengan
interval 4-6 minggu, DPT 1 diberikan pada umur 2-4 bulan, DPT 2
pada umur 3-5 bulan dan DPT 3 pada umur 4-6 bulan. Ulangan
selanjutnya (DPT 4) diberikan satu tahun setelah DPT 3 yaitu pada
umur 18-24 bulan dan DPT 5 pada saat masuk sekolah umur 5-7 tahun.
Sejak tahun 1998, DT 5 dapat diberikan pada kegiatan imunisasi di
sekolah dasar (BIAS). Ulangan DT 6 diberikan pada 12 tahun,
mengingat masih dijumpai kasus difteria pada umur >10 tahun dan
sebaiknya ulangan DT 6 pada umur 12 tahun diberikan dT (adult dose),
tetapi di Indonesia dT belum ada di pasaran. Dosis DPT/ DT adalah 0,5
ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan. 

D. Tetanus
Upaya Departemen Kesehatan melaksanakan Program Eliminasi
Tetanus Neonatorum (ETN) melalui imunisasi DPT, DT, atau TT
dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu perlindungan sebagai
berikut :
1. Imunisasi DPT pada bayi 3 kali (3 dosis) akan memberikan
imunitas 1-3 tahun. Dari 3 dosis toksoid tetanus pada bayi
tersebut setara dengan 2 dosis toksoid pada anak yang lebih
besar atau dewasa. Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT
4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan
umur 6-7 tahun, pada umur dewasa dihitung setara 3 dosis
toksoid.
2. Dosis toksoid tetanus kelima (DPT/ DT 5) bila diberikan pada
usia masuk sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun
lagi yaitu pada sampai umur 17-18 tahun; pada umur dewasa
dihitung setara 4 dosis toksoid.
3. Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan pada tahun

11
berikutnya di sekolah (DT 6 atau dT) akan memperpanjang
imunitas 20 tahun lagi; pada umur dewasa dihitung setara 5
dosis toksoid.
Jadi, program imunisasi merekomendasikan TT 5x untuk
memberikan perlindungan seumur hidup dan pada wanita usia subur
(WUS) untuk memberikan perlindungan terhadap bayi yang dilahirkan
dari tetanus neonatorum. Dimana dosis TT 0,5 ml diberikan secara
intramuscular serta upaya mencapai target Eliminasi Tetanus
Neonatorum dengan target sasaran TT 5x selain pada sasaran bayi, juga
pada anak sekolah melalui kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS).
E. Polio
Untuk imunisasi dasar (polio 2, 3, 4), vaksin diberikan 2 tetes per-
oral, dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Mengingat Indonesia
merupakan daerah endemik polio, sesuai pedoman PPI untuk men-
dapatkan cakupan imunisasi yang lebih tinggi, diperlukan tambahan
imunisasi polio yang diberikan segera setelah lahir (pada kunjungan I).
Perlu mendapat perhatian pada pemberian polio 1 saat bayi masih
berada di rumah bersalin/ rumah sakit, dianjurkan vaksin polio
diberikan pada saat bayi akan dipulangkan agar tidak mencemari bayi
lain mengingat virus polio hidup dapat diekskresi melalui tinja. Serta
imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio 4,
selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).
F. Campak
Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara
sub-kutan dalam, pada umur 9 bulan. Hasil penelitian terhadap titer
antibodi campak pada anak sekolah kelompok usia 10-12 tahun didapat
hanya 50% diantaranya masih mempunyai antibodi campak di atas
ambang pencegahan, sedangkan 28,3% diantara kelompok usia 5-7
tahun pernah menderita campak walaupun sudah diimunisasi saat bayi.
Berdasarkan penelitian tersebut dianjurkan pemberian imunisasi
campak ulangan pada saat masuk sekolah dasar (5-6 tahun), guna

12
mempertinggi serokonversi

13
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004 Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta : KEMENKES
Kementerian Kesehatan RI. 2004. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2017
Tentang
Penyelenggaraan
Imunisasi. Jakarta : KEMEKES
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor Hk.02.02/MENKES/433/2016 Tentang
Pemberian Imunisasi Ulang
Pada Anak Yang Mendapat Vaksin
Palsu. Jakarta : KEMENKES
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia
2016. Jakarta : KEMENKES
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia
2017. Jakarta : KEMENKES
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia
2018. Jakarta : KEMENKES
Satgas Imunisasi IDAI. 2000. Petunjuk Praktis Jadwal Imunisasi Rekomendasi
IDAI. Sari Pediatri. No.1. Vol.2
UJIAN AKHIR SEMESTER ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

“IMUNISASI LENGKAP PADA BAYI”

OLEH :

WINDA SINTHYA NAOMI

IV/C

1507010109

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2019

Anda mungkin juga menyukai