Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Secara etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Seperti
yang ditunjukkan oleh firman Allah, surat Maryam ayat 26 :

“Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah, bahwasanya aku tidak
akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini”. (Q.S. Maryam : 26)

Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan
disertai niat berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota
badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenamnya matahari
dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat
hitungan Sya’ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30
Sya’ban. Sesuai dengan hadits Nabi SAW.

“Berpuasalah dengan karena kamu telah melihat bulan (ru’yat), dan berbukalah dengan berdasar ru’yat
pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya’ban menjadi 30 hari”.

1.2 Tujuan pembuatan makalah

Di dalam penulisan makalah ini ada beberapa tujuan yang kami ingin capai diantaranya adalah:

- Memahami lebih dalam tentang puasa ramadhan

- Membagi ilmu yang kita dapat tentang puasa ramadhan

BAB II

Pembahasan

2.1 Pengertian Puasa


Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara terminologi, adalah menahan
diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak
terbit fajar hingga terbenam matahari.

Detailnya, puasa adalah menjaga dari pekerjaan-pekerjaan yang dapat membatalkan puasa seperti
makan, minum, dan bersenggama pada sepanjang hari tersebut (sejak terbit fajar hingga terbenamnya
matahari. Puasa diwajibkan atas seorang muslim yang baligh, berakal, bersih dari haid dan nifas, disertai
niat ikhlas semata-mata karena Allah ta’aala.

Adapun rukunnya adalah menahan diri dari makan dan minum, menjaga kemaluannya (tidak
bersenggama), menahan untuk tidak berbuka, sejak terbitnya ufuk kemerah-merahan (fajar subuh) di
sebelah timur hingga tenggelamnya matahari. Firman Allah SWT :

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar”. (Q.S. Al-
Baqarah : 187)

Ibn’ Abdul Bar dalam hadits Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Bilal biasa azan pada malam hari, maka
makan dan minumlah kamu sampai terdengarnya azan Ibn Ummi Maktum”, menyatakan bahwa benang
putih adalah waktu subuh dan sahur hanya dikerjakan sebelum waktu fajar.

2.2 Bentuk Puasa

Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah
SWT telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum
sebelum Muhammad SAW. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-
umat terdahulu.

Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu :
 Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala.
Misalnya puasanya para pendeta.

 Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan dalam Al-Qur’an
surat Maryam ayat 26 :

“Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku bernadzar berpuasa
untuk Tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari
ini”.

(Q.S. Maryam : 26)

 Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk
agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang
telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.

 Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-
tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan. Tidak
terlalu ketat sehingga memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan
aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.

2.3 Hikmah Puasa

Diwajibkannya puasa atas umat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni merealisasikan ketaqwaan
kepada Allah SWT. sebagaimana yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 183 :

“Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kalian bertaqwa”.

Kadar taqwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan. Al-Baqarah ayat 185 :

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan
(permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya) bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”.

Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak
di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah
bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan menurunkan kenikmatan terbesar di
dalamnya, yaitu Al-Qur’an al-Karim yang akan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga
merupakan pengobat hati, rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta
penenang jiwa raga. Inilah nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat
petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore.

Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam
sebelum Ramadhan?

Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah
diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan Ramadhan. Pendapat ini dilandaskan pada hadits Nabi SAW
yang diriwayatkan oleh Mu’awiyah :

“Hari ini adalah hari Asyura’, dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian. Siapa yang mau silahkan
berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya”.

Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai pendapat lain : bahwa puasa yang diwajibkan pertama kali atas
umat Islam adalah puasa Asyura’. Setelah datang Ramadhan Asyura’ dirombak (mansukh). Madzhab ini
mengambil dalil haditsnya Ibn Umar dan Aisyah ra. : “Diriwayatkan dari Ibn ‘Amr ra. bahwa Nabi SAW.
telah berpuasa hari Asyura’ dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari itu. Dan
ketika datang Ramadhan maka lantas puasa Asyura’ beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu ‘Amr) juga tidak
berpuasa”. (H.R. Bukhari)

“Diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa Asyura’ pada masa
jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa hari Asyura’ sampai diwajibkannya puasa
Ramadhan. Dan Rasul berkata, barang siapa ingin berpuasa Asyura’ silahkan berpuasa, jika tidak juga
tidak apa-apa”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Pada masa-masa sebelumnya, Rasulullah biasa melakukan puasa Asyura’ sejak sebelum hijrah dan terus
berlanjut sampai usai hijrah. Ketika hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang
berpuasa (Asyura’), beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan menyerukan ke umatnya untuk
melakukan puasa itu.

Hal ini sesuai dengan wahyu secara mutawattir (berkesinambungan) dan ijtihad yang tidak hanya
berdasar hadits Ahaad (hadits yang diriwayatkan oleh tidak lebih dari satu orang).

Ibn Abbas ra. meriwayatkan : “Ketika Nabi SAW sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi
sedang melakukan puasa Asyura’, lalu beliau bertanya : (puasa) apa ini? Mereka menjawab : ini adalah
hari Nabi Saleh as., hari dimana Allah SWT memenangkan Bani Israel atas musuh-musuhnya, maka lantas
Musa as. melakukan puasa pada hari itu. Lalu Nabi SAW berkata : aku lebih berhak atas Musa dari pada
kalian. Lantas beliau melaksanakan puasa tersebut dan memerintahkan (kepada sahabat-sahabatnya)
berpuasa”. (H.R. Bukhari)

Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriyah, maka lantas, sebagaimana
madzhab Abi Hanifah, kewajiban puasa Asyura’ terombak (mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya,
kewajiban puasa Ramadhan itu hanya merombak kesunatan puasa Asyura’.
Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma.

“Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah SAW bersabda : Islam
berdiri atas lima pilar, kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan salat, mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah (Makkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan”.

Kata ‘al-haj’ (haji) didahulukan sebelum kata ‘al-shaum’ (puasa), itu menunjukkan pelaksanaan haji lebih
banyak menuntut pengorbanan waktu dan harta. Sedang dalam riwayat lain, kata ‘al-shaum’
didahulukan, karena kewajiban puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam) dari
pada haji.

Kewajiban puasa Ramadhan sangat terang. Barang siapa yang mengingkari atau mengabaikan
keberadaannya dia termasuk orang kafir, kecuali mereka yang hidup pada zaman Islam masih baru atau
orang yang hidup jauh dari ulama.

2.4 Beberapa Faedah Puasa

Puasa mempunyai banyak faedah bagi rohani dan jasmani kita, antara lain :

 Puasa adalah ketundukan, kepatuhan, dan ketaatan kepada Allah SWT, maka tiada balasan bagi orang
yang mengerjakannya kecuali pahala yang berlimpah ruah dan baginya hak masuk surga melalui pintu
khusus bernama ‘Ar-Rayyan’. Orang yang berpuasa juga dijauhkan dari azab pedih serta dihapuskan
seluruh dosa-dosanya yang terdahulu. Patuh kepada Allah SWT berarti meyakini dimudahkan dari segala
urusannya karena dengan puasa secara tidak langsung kita dituntun untuk bertaqwa, yaitu mengerjakan
segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Sebagaimana yang terdapat pada surat Al-Baqarah : 183,
yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu untuk berpuasa sebagaimana
orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa”.

 Berpuasa juga merupakan sarana untuk melatih diri dalam berbagai masalah seperti jihad nafsi,
melawan gangguan setan, bersabar atas malapetaka yang menimpa. Bila mencium aroma masakan yang
mengundang nafsu atau melihat air segar yang menggiurkan kita harus menahan diri sampai waktu
berbuka. Kita juga diajarkan untuk memegang teguh amanah Allah SWT, lahir dan batin, karena tiada
seorang pun yang sanggup mengawasi kita kecuali Ilahi Rabbi.

Adapun puasa melatih menahan dari berbagai gemerlapnya surga duniawi, mengajarkan sifat sabar
dalam menghadapi segala sesuatu, mengarahkan cara berfikir sehat serta menajamkan pikiran (cerdas)
karena secara otomatis mengistirahatkan roda perjalanan anggota tubuh. Lukman berwasiat kepada
anaknya :

“Wahai anakku, apabila lambung penuh, otak akan diam maka seluruh anggota badan akan malas
beribadah”.
 Dengan puasa kita diajarkan untuk hidup teratur, karena menuntun kapan waktu buat menghidangkan
sahur dan berbuka. Bahwa berpuasa hanya dirasakan oleh umat Islam dari munculnya warna kemerah-
merahan di ufuk timur hingga lenyapnya di sebelah barat. Seluruh umat muslim sahur dan berbuka pada
waktu yang telah ditentukan karena agama dan Tuhan yang satu.

 Begitupun juga menumbuhkan bagi setiap individu rasa persaudaraan serta menimbulkan perasaan
untuk saling menolong antar sesama. Saling membahu dalam menghadapi rasa lapar, dahaga dan sakit.
Disamping itu mengistirahatkan lambung agar terlepas dari bahaya penyakit menular misalnya.
Rasulullah SAW bersabda, “Berpuasalah kamu supaya sehat”. Seorang tabib Arab yang terkenal pada
zamannya yaitu Harist bin Kalda mengatakan bahwa lambung merupakan sumber timbulnya penyakit
dan sumber obat penyembuh.

Tiada diragukan kita dapati jihad nafsi, menyelamatkan kita dari segala aroma keduniaan dalam
menahan hawa nafsu. Seperti yang dikatakan Rasulullah SAW :

“Wahai pemuda/i, barang siapa yang telah memenuhi bekal, bersegeralah kawin, sesungguhnya itu
dapat menahan dari penglihatan dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa belum memenuhi maka
berpuasalah, sesungguhnya itu adalah penangkalnya”.

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa puasa mempunyai manfaat-manfaat yang tidak bisa kita
ukur. Karenanya bersyukurlah orang-orang yang dapat mengerjakan puasa. Sebagaimana Kamal bin
Hamman berkata, “Puasa adalah rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan salat, disyariatkan Allah
SWT karena keistimewaan dan manfaatnya seperti : ketenangan jiwa dari menahan hawa nafsu,
menolong dan menimbulkan sifat menyayangi orang miskin, persamaan derajat baik itu fakir atau kaya”.

Anda mungkin juga menyukai