Anda di halaman 1dari 11

Majalah Kedokteran Respirasi Vol.

3, Supl, Juli 2012


61
LABACS Provide a simple Convenient and Effective COPD Therapy
Muhammad Amin
Faculty of Medicine Airlangga University
Abstract
Chronic obstructive Pulmonary disease (COPD) is a slowly progressive, non
reversible pulmonary disease
which is characterised by persistent airflow limitation.The mainstay of current
treatment are long acting
ȕ
2
agonist (LABACs) combined with inhaled corticosteroid (ICS). The role of ICS in
COPD is more controversial.
Corticosteroid do not appear to affect the rate of decline of FEV1. However, ICS
increased postbronchodilator
FEV1 in two studies and reduced severity and frequency of exacerbation when this
end point could be reliably
assessed. Combining a long acting
ȕ
2
agonist and an ICS as maintenance therapy has been very successful in
managing bronchial asthma, but less is known about this treatment strategy in
COPD. Lung function
(prebronchodilator FEV1) is improved when these drugs are combine, compared
with monotherapy, and recent
studies have found that combining therapies is also associated with fewer
exacerbations and improved HRQL,
compared with placebo treatment. A large prospective clinical trial failed to
demonstrate a statistically significant
effect of combination therapy on mortality, but a subsequent meta-analysis found
that combination therapy may
reduce mortality with a number needed to treat (NNT) of 36. Combination therapy is
associated with an
increased risk of pneumonia, but no other significant side effect. The addition of a
long acting
ȕ
2
agonist/inhaled
corticosteroid combination to titropium improves lung function and quality of life and
may further reduce
exacerbation , but more studies of triple therapy are needed.
Terapi farmakologik pada PPOK ditujukan
untuk mengurangi gejala, menurunkan
frekuensi dan keparahan eksaserbasi dan
memperbaiki kualitas hidup serta
meningkatkan toleransi latihan fisik.
Walaupun demikian tidak satupun obat yang
tersedia sekarang yang bisa memodifikasi
penurunan faal faal paru dalam jangka
panjang.
Setiap pengobatan farmakologik memerlukan
kekhususan bagi setiap individu, yang dipandu
oleh derajat keparahan gejala, risiko
eksaserbasi, ketersediaan obat dan respon
penderita.
Pedoman tentang PPOK yang dirilis GOLD
2011, Instiute of Health and Clinical Excellence
(NICE) 2010 merekomendasikan penambahan
kortikosteroid inhalasi (
inhaled
corticoasteroid
-ICS) pada bronkodilator kerja
lama bila penyakit cenderung akan menjadi
lebih parah, misal, dalam 1 tahun mengalami
lebih dari 2 kali eksaserbasi.
Pedoman NICE yang terbaru menyatakan
bahwa antikolinergik kerja lama bisa
ditambahkan pada LABA/ICS tanpa
memperhatikan nilai FEV1.
Pembahasan pada makalah ini dibatasi hanya
pada penggunaan LABA/ICS pada pengobatan
PPOK stabil sebagai bagian dari terapi
farmakologik.
AGONIS
ȕ
2
Prinsip kerja agonis
ȕ
2
adalah merelaksasi
otot polos saluran pernapasan melalui
stimulasi pada reseptor
ȕ
2
adrenergik, yang
dapat meningkatkan siklik AMP sehingga
terjadi antagonis fungsional penyebab
bronkokonstriksi. Agonis
Ȳ
2 berdasarkan
kelarutan dan durasi kerjanya dibagi menjadi
3 bagian yaitu:
Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 3, Supl, Juli 2012
62
1.
Agonis
ȕ
2
kerja singkat (
short acting-
SABA
)
2.
Agonis
ȕ
2
kerja lama (
long acting-
LABA
)
3.
Agonis
ȕ
2
ultra long acting
Agonis
ȕ
2
kerja singkat baik yang dipakai
secara reguler maupun saat diperlukan (
as
needed
) dapat memperbaiki FEV1 dan gejala,
walaupun pemakaian pada PPOK tidak
dianjurkan apabila dengan dosis tinggi.
Agonis
ȕ
2
kerja lama, durasi kerja sekitar 12
jam atau lebih. Saat ini yang tersedia adalah
formoterol dan salmeterol. Obat ini dipakai
sebagai ganti agonis
ȕ
2
kerja cepat apabila
pemakaiannya memerlukan dosis tinggi atau
dipakai dalam jangka waktu lama. Efek obat
ini dapat memperbaiki FEV1 dan volume paru,
mengurangi sesak napas, memperbaiki
kualitas hidup dan menurunkan kejadia
eksaserbasi, akan tetapi tidak dapat
mempengaruhi mortaliti dan besar
penurunan faal paru.
Agonis
ȕ
2
dengan durasi kerja 24 jam ,
preparat yang ada adalah indacaterol.
Walaupun salmeterol dan formoterol
merupakan LABA dengan durasi kerja > 12
jam , ke-2 obat tersebut memiliki sifat
farmakologi yang berbeda. Ke-2nya bersifat
lipofilik yang menyebabkan durasi kerja lama
dan sangat selektif pada reseptor
ȕ
2
,
Perbedaan sifat ke-2 obat tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Formoterol memiliki onset kerja lebih
cepat dibandingkan salmeterol. Onset
yang cepat tersebut telah mendapat
pengakuan yang kemudian
direkomendasikan untuk dapat dipakai
sebagai
rescue
atas gejala sesak
napas. 70% terjadi bronkodilatasi
maksimum dalam waktu 5 menit
setelah inhalasi, dibandingkan dengan
salmeterol yang memerlukan waktu 1
jam (Cave 2011).
2.
Dilihat dari potensinya, salmeterol
merupakan agonis parsial sedangkan
formoterol merupakan agonis penuh
(Cave 2011). Untuk mendapatkan efek
bronkodilatasi yang sama
bronkodilator parsial memerlukan
ikatan dengan reseptor yang lebih
banyak .
Efek samping agonis
ȕ
2
diakibatkan oleh
stimulasi reseptor
ȕ
2
yang berlebihan
sehingga dapat menimbulkan takikardi,
kelainan irama jantung, khususnya pada
pasien yang peka. Efek samping tremor bisa
menjadi masalah apabila terjadi pada orang
tua terutama bila dipakai dosis yang lebih
tinggi. Hipokalemi dapat terjadi terutama bila
dikombinasi dengan pemakaian diuretika
jenis tiazide. Konsumsi oksigen dapat
meningkat pada keadaan istirahat , dampak
metabolik tersebut berupa takipilaksis yang
tidak sesuai dengan kerja bronkodilatasi
KORTIKOSTEROID INHALASI
Pemberian kortikosteroid inhalasi (ICS) pada
PPOK masih belum diketahui dengan pasti
bagaiman hubungan dosis-respon dan
keamanan apabila dipakai dalam waktu lama.
Selama ini ICS yang dipakai pada uji klinik
dengan pengamatan yang lama hanya
dilakukan dengan dosis yang sedang atau
tinggi.
Efek ICS untuk menekan inflamasi di paru atau
sistemik pada PPOK masih terjadi silang
pendapat. Adapun peran ICS pada
Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 3, Supl, Juli 2012
63
pengobatan PPOK stabil masih terbatas pada
indikasi tertentu.
Pengobatan secara reguler ICS pada PPOK
dengan FEV1 < 60% predikted dapat
memperbaiki gejala, faal paru, kualitas hidup
dan pengurangan eksaserbasi . Penghentian
ICS mendadak dapat berakibat pemicu
eksaserbasi pada beberapa pasien.
Pengobatan KSI secara reguler pada PPOK
tidak dapat memodifikasi penurunan FEV
jangka panjang dan juga mortaliti.
The European Respiratory Society Study on
COPD
(EUROSCOP) –Fergusson 2011,
melaporkan bahwa pemberian budesonid
selama 3 tahun pada PPOK ringan dan sedang,
didapatkan peningkatan FEV1 dibandingkan
dengan plasebo pada 6 bulan pertama, tapi
pada pengamatan selanjutnya tidak
didapatkan efek yang berarti pada penurunan
FEV1.
The Inhaled Steroids in Obstructive Lung
Disease in Europe
(ISOLDE)- Fergusson 2011
kesimpulan analisisnya pada PPOK derajat
ringan-sedang adalah flutikason tidak secara
signifikan mengurangi frekuensi eksaserbasi
pada populasi pasien dengan penyakit yang
dini. Laporan ini mendukung rekomendasi
pedoman PPOK untuk tidak memakai ICS
sebagai monoterapi pada setiap tingkat PPOK
Metaanalisis yang dilakukan Bradley
menunjukkan bahwa iCS pada PPOK stabil
tidak bermakna mempengaruhi mortaliti,
didapatkan insiden pneumonia yang
meningkat. Risiko tersebut terutama terjadi
pada pasien dengan
baseline
FEV1 paling
rendah dan mendapat terapi dengan dosis
paling tinggi.
Efek samping ICS berupa timbulnya
kandidiasis mulut, suara parau dan kulit
bersisik. Risiko pneumonia meningkat, Satu
studi jangka panjang pemakaian budesonid
membuktikan tidak terjadi penurunan densiti
tulang dan peningkatan kejadian patah
tulang. Pengobatan dengan flutikason
propionat saja atau kombinasi dengan
salmeterol selama 3 tahun tidak disertai
dengan penurunan densiti mineral tulangpada
pasien dengan osteoporosis yang tinggi.
KOMBINASI KORTIKOSTEROID DAN
BRONKODILATOR INHALASI
Kombinasi ICS dan LABA lebih efektif
dibandingkan dengan komponen sendiri-
sendiri sebagai monoterapi. KoMbinasi
ICS/LABA pada PPOK sedang-berat dapat
memperbaiki fungsi paru, status kesehatan
dan menurunkan frekuensi eksaserbasi.
Terdapat bukti yang kuat bahwa ICS
memperbaiki sinyal pada reseptor
ȕ
2
adrenergik melalui mekanisme di bawah ini :
1.
Peningkatan densiti
ȕ
2
adrenoreseptor
2.
Mengurangi densitisasi fungsional
pada reseptor
ȕ
2
3.
Meningkatkan ekspresi Gsq dan ikatan
dengan adenil siklase tanpa berakibat
pada kadar G1
Efek serupa juga ditunjukkan oleh LABA pada
ICS. Respon ekspresi gen inflamasi oleh
ICSpaling sedikit melalui 2 mekanisme yaitu:
1.
Rekrutmen deasetilasi histon ke
daerah promoter target gen pro-
inflamatori untuk menekan transkripsi.
2.
Induksi gen anti-inflamatori yang
menghambat proses pro-inflamatori.
Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 3, Supl, Juli 2012
64
GOLD 2011
Uji klinik dengan populasi besar tidak dapat
menunjukkan secara statistik yang bermakna
efek pengobatan pada mortaliti, akan tetapi
pada metaanalisis selanjutnya disimpulkan
bahwa kombinasi mungkin dapat menurunkan
mortaliti dengan number needed to treat
(NNT) 36. Kombinasi KSI/LABA dapat
meningkatkan risiko pneumonia.
Berdasarkan strategi GOLD 2011, posisi
pemakaian LABA , ICS atau kombinasi dapat
dilihat pada matriks di atas.
Worth (2010) melaporkan hasil penelitiannya
bahwa, kombinasi budesonid/formoterol
dapat memperbaiki durasi ketahanan latihan
(
exercise endurance time
-EET) pada pasien
PPOK secara signifikan dibandingkan dengan
LABA sendiri sebagai monoterapi. Kombinasi
tersebut mengasilkan secara bermakna
perbaikan EET 69 (14%) dan 105 (28%) detik
pada 1 jam pasca-dosis dibandingkan
formoterol saja dan plasebo.
Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 3, Supl, Juli 2012
65
Hubungan antara kapasiti inspirasi (IC) dan
toleransi latihan telah terbukti pada penelitian
sebelumnya. Penelitian Worth 2010
membuktikan konsistensi hasil tersebut yaitu
Budesonid/formoterol dapat memperbaiki
ICex isotime pada 1 jam pasca dosis pagi
dibandingkan formoterol dan pada 1 jam dan
6 jam dibandingkan dengan plasebo.
Perbaikan Icex berarti mengurangi hiperinflasi
dinamik.
HASIL PENELITIAN LABA/ICS
Di bawah ini disajikan beberapa publikasi hasil
penelitian besar tentang pemakaian LABA/ICS
untuk PPOK.
Peresepan LABA, dan ICS pada PPOK di Inggris
sejak 1995-2008 (data dari Astra Zeneca)
Gambar 1. Pola peressepan LABA dan ICS sejak 1995-2008.
Pemakaian monoterapi LABA meningkat sejak 1996-2004, kemudian
kemudian menurun sejak
diperkenalkannya antikolinergik. Pada 2008, 52% penderita PPOK
medapat terapi kombinasi
LABA/ICS
Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 3, Supl, Juli 2012
66
Efek Salmeterol pada FEV1
Gb 2. Efek salmeterol 50μg BID pada FEV1. Panel sebelah kanan
menunjukkan rata-rata perubahan FEV1dari
baseline setelah 3 bulan terapi. Meta-analisis dilakukan pada 9 uji acak,
double blind, kelompok paralel,
kontrol plasebo, selama
ш
12 minggu
Studi
TOwards a Revolution in COPD Health-
TORCH (Calverley 2007)
Gb 3. Penelitian skala besar, lama, acak,plasebo, 6184 pasien, diberikan
Kombinasi SFC, salmeterol dan
plasebo. Perbedaan dengan plasebo signifikan sampai akhir penelitian,
akan tetapi progresiviti penurunan
FEV1 tetap terjadi.
Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 3, Supl, Juli 2012
67
Formoterol/Budesonid
Gb 4. Perubahan FEV1 setelah pengobatan dengan plasebo. Formoterol,
budesonid atau
budesonid/formotrol selama 12 bulan. A. Selama 2 minggu run in semua
terapi dihentikan kecuali SABA. B.
Periode 2 minggu , sebagai optimisasi faal paru, diberikan kortikosteroid
oral dan formoterol.
Efek Budesonid/Formoterol pada kualitas
hidup
Gb 5. Perubahan skor SGRQ setelah pemberian
budesonid, formoterol, budesonid/formoterol dan
plasebo selama 1 tahun Dibandingkan dengan ke 3
perlakuan , perbaikan diperoleh pada pemberian
budesonid/formoterol.
Efek pada eksaserbasi
Gb 6. Kaplan-Meier, waktu eksaserbasi pertama
kali dengan kelompok pengobatan.
Budesonid/Formoterol secara bermakna lebih baik
dari pada kelompok yang lain
RING
KASAN
Pemakaian LABA sebagai monoterapi pada
PPOK , walaupun memberikan efektiviti yang
terbatas, tidak menunjukkan risiko efek
samping serius yang bermakna. Walaupun
secara teoretis risiko pada jantung dapat
terjadi, akan tetapi pada beberapa penelitian
kejadian dampak kardiovaskuler
peningkatannya tidak terbukti secara
signifikan.
Terapi farmakologik pada PPOK yang tepat
dapat meringankan gejala, menurunkan
frekuensi eksaserbasi, menghambat
keparahan eksaserbasi memperbaiki status

Anda mungkin juga menyukai