Anda di halaman 1dari 8

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) MATEMATIKA

BERBASIS ETNOMATEMATIKA KRATON YOGYAKARTA

Dafid Slamet Setiana, Annis Deshinta Ayuningtyas


FKIP, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
dafid.setiana@ustjogja.ac.id, annis.deshinta@ustjogja.ac.id

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mendeskripsikan tahapan pengembangan Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) matematika berbasis etnomatematika Kraton Yogyakarta, (2)
Menghasilkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) matematika berbasis etnomatematika Kraton
Yogyakarta yang valid, praktis, dan efektif. Penelitian ini menggunakan model penelitian
pengembangan (Research and Development). Penelitian dilakukan dengan mengembangkan
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) matematika berbasis etnomatematika Kraton Yogyakarta
kemudian menguji penerapannya pada pembelajaran. Instrumen yang digunakan untuk
memperoleh data dalam penelitian berupa tes matematika dan lembar observasi. Teknik analisis
data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut: (1) Model Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) menggunakan model
pengembangan Plomp, (2) Produk yang dihasilkan berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) berbasis
etnomatematika Kraton Yogyakarta pada Materi Geometri, (3) Menghasilkan Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) matematika berbasis etnomatematika Kraton Yogyakarta yang valid, praktis, dan
efektif.

Kata Kunci: Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Etnomatematika, Kraton Yogyakarta

PENDAHULUAN Akibatnya bangsa Indonesia saat ini


Pendidikan nasional memiliki tujuan mengalami krisis jati diri bangsa, menjadi
anatara lain mengembangkan karakter ke- bangsa yang mudah terpengaruh, dan mudah
Indonesiaan siswa, serta agar siswa memiliki tercerai berai. Penyebabnya dikarenakan
pengetahuan dalam mengembangkan kurangnya pemahaman dan penerapan
IPTEKS dan budaya. Dalam UU No. 20 terhadap pentingnya nilai budaya dalam
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan masyarakat.
Nasional menyebutkan bahwa pendidikan Pendidikan dan budaya adalah sesuatu
nasional berfungsi mengembangkan yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan
kemampuan dan membentuk watak serta sehari-hari, karena budaya merupakan
peradaban bangsa yang bermartabat dalam kesatuan utuh dan menyeluruh yang berlaku
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini dalam suatu masyarakat, dan pendidikan
berarti bahwa pendidikan tidak hanya merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap
menjadi proses transfer ilmu pengetahuan inidividu dalam masyarakat. Pendidikan dan
dari guru pada siswa, tetapi juga diharapkan budaya memiliki peran yang sangat penting
mampu menjadi sarana proses internalisasi dalam menumbuhkan dan mengembangakan
karakter ke-Indonesiaan dan wawasan nilai luhur bangsa kita, yang berdampak pada
kebudayaan. pembentukan karakter yang didasarkan pada
Adanya pengaruh modernisasi dalam nilai budaya yang luhur. Selama ini
iklim globalisasi berdampak pada pemahaman tentang nilai-nilai dalam
mengikisnya nilai luhur budaya bangsa. pembelajaran matematika yang disampaikan

Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018 67


para guru belum menyentuh keseluruh aspek. maupun dalam kehidupan sehari-hari. Di
Matematika dipandang sebagai alat untuk tengah kekisruhan dan krisis multidimensi
memecahkan masalah-masalah praktis dalam yang melilit bangsa maka ada baiknya
dunia sains saja, sehingga mengabaikan dibangun alternative solusi berbasis
pandangan matematika sebagai kegiatan pembelajaran matematika.
manusia (Soedjadi, 2007). Pandangan itu Menyadari peranannya yang semakin
sama sekali tidaklah salah, keduanya benar penting, pendidikan matematika perlu
dan sesuai dengan pertumbuhan matematika mengantisipasi tantangan masa depan yang
itu sendiri. semakin rumit dan kompleks. Karena itu
Nilai budaya yang merupakan landasan berbagai upaya telah dilakukan oleh
karakter bangsa merupakan hal yang penting pemerintah untuk meningkatkan mutu
untuk ditanamkan dalam setiap individu, pendidikan diantaranya dengan selalu
untuk itu nilai budaya ini perlu ditanamkan menyesuaikan kurikulum. Misalnya
sejak dini agar setiap individu mampu lebih Kurikulum 1994 pada tahun 2004
memahami, memaknai, dan menghargai serta disempurnakan menjadi Kurikulum 2004
menyadari pentingnya nilai budaya dalam atau yang sering disebut Kurikulum Berbasis
menjalankan setiap aktivitas kehidupan. Kompetensi (KBK) dan pada tahun 2006
Penanaman nilai budaya bisa dilakukan KBK disempurnakan lagi menjadi
melalui lingkungan keluarga, pendidikan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
dan dalam lingkungan masyarakat tentunya. (KTSP). Selanjutnya pada tahun 2013
Hal ini senada dengan dikatakan oleh Eddy Kurikulum disesuaikan lagi dengan tuntutan
dalam Rasyid (2013) bahwa pelestarian perkembangan menjadi Kurikulum 2013.
kebudayaan daerah dan pengembangan Salah satu realisasi pembelajaran
kebudayaan nasional melalui pendidikan kreatif dan bermakna dilaksanakan melalui
baik pendidikan formal maupun nonformal, pembelajaran berbasis budaya. Hal itu sangat
dengan mengaktifkan kembali segenap beralasan karena pembelajaran berbasis
wadah dan kegiatan pendidikan. Pendidikan budaya menjadikan pembelajaran bermakna
dan budaya adalah sesuatu yang tidak bisa kontekstual yang sangat terkait dengan
dihindari dalam kehidupan sehari-hari, komunitas budaya dan pembelajaran berbasis
karena budaya merupakan kesatuan yang budaya menjadikan pembelajaran menarik
utuh dan menyeluruh, berlaku dalam suatu dan menyenangkan. Apalagi pada Kurikulum
masyarakat dan pendidikan merupakan 2006 dan Kurikulum 2013 yang menonjolkan
kebutuhan mendasar bagi setiap inidividu peningkatan kemampuan siswa terhadap
dalam masyarakat. budaya dan pembelelajaran yang berpusat
Karakter peserta didik yang berbudi pada siswa. Pembelajaran yang menarik dan
luhur akan berakar pada diri siswa selaku mudah dipahami dapat membantu agar siswa
generasi penerus bangsa diantaranya melalui lebih memahami materi pelajaran. Metode
pembelajaran matematika. Pembentukan yang inovatif dalam proses pembelajaran
karakter siswa diantaranya dilakukan melalui dikombinasikan dengan kegiatan bermuatan
pembelajaran matematika dikatakan benar, budaya membuat siswa menjadi lebih
sebab belajar matematika akan membentuk menyenangkan.
kemampuan bernalar pada diri siswa yang Pembelajaran berbasis budaya
tercermin melalui kemampuan berfikir logis, membawa budaya lokal yang selama ini tidak
sistematis dan mempunyai sifat jujur, disiplin selalu mendapat tempat dalam kurikulum
dalam memecahkan suatu permasalahan baik sekolah, termasuk pada proses pembelajaran
dalam bidang matematika, bidang lain beragam mata pelajaran di sekolah.

68 Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018


Pembelajaran berbasis budaya adalah simbol budaya untuk memunculkan konsep-
pembelajaran yang memungkinkan guru dan konsep matematika.
siswa berpartisipasi aktif berdasarkan budaya Etnomatematika adalah bentuk
yang sudah mereka kenal, sehingga dapat matematika yang dipengaruhi atau
diperoleh hasil belajar yang optimal (Pannen, didasarkan budaya. Oleh sebab itu, jika
2005). Kondisi ini memungkinkan siswa perkembangan etnomatematika telah banyak
merasa senang dan diakui keberadaan serta dikaji maka bukan tidak mungkin
perbedaanyya, karena pengetahuan dan matematika diajarkan secara bersahaja
pengalaman budaya yang sangat kaya yang dengan mengambil budaya setempat. Jika
mereka miliki dapat diakui dalam proses ditinjau dari sudut pandang riset maka
pembelajaran. etnomatematika didefinisikan sebagai
Masuknya matematika secara sadar antropologi budaya (cultural anropology of
maupun tidak sadar kedalam berbagai aspek mathematics) dari matematika dan
kehidupan tentunya menarik untuk dikaji, pendidikan matematika. Melalui penerapan
apakah kajian dalam aspek ekonomi, politik, etnomatematika dalam pendidikan
sosial, budaya, maupun aspek lainnya. Salah diharapkan peserta didik dapat lebih
satu aspek yang menarik dikaji adalah aspek memahami matematika dan budaya mereka,
budaya. Pada budaya manusia, umumnya sehingga nilai budaya yang merupakan
matematika merasuk kedalam budaya bagian karakter bangsa tertanam sejak dini.
tersebut namun manusia jarang menyadari Menurut Bishop (1994b), matematika
bahwa matematika telah merasuki budaya merupakan suatu bentuk budaya. Matematika
mereka. Oleh karena itu, kajian mengenai sebagai bentuk budaya, sesungguhnya telah
matematika dalam budaya perlu terintegrasi pada seluruh aspek kehidupan
dikembangkan sehingga dapat memberikan masyarakat dimanapun berada. Selanjutnya
gambaran pada masyarakat berbudaya Pinxten (1994) menyatakan bahwa pada
mengenai peranan matematika dalam hakekatnya matematika merupakan teknologi
budayanya. simbolis yang tumbuh pada ketrampilan atau
Salah satu hal yang dapat aktivitas lingkungan yang bersifat budaya.
menjembatani antara budaya dan pendidikan Dengan demikian matematika seseorang
khususnya matematika adalah dipengaruhi oleh latar budayanya, karena
etnomatematika. Etnomatematika yang mereka lakukan berdasarkan apa yang
(ethnomathematics) merupakan salah satu mereka lihat dan rasakan. Pendidikan
wujud pembelajaran berbasis budaya dalam matematika sesungguhnya telah menyatu
konteks matematika. Etnomatematika dengan kehidupan masyarakat itu sendiri.
diperkenalkan oleh D’Ambrosio dan Nunes Kenyataan tersebut bertentangan dengan
(Pannen, 2009) menyatakan bahwa aliran konvensional yang memandang
etnomatematika dianalogikan sebagai lensa matematika sebagai ilmu pengetahuan yang
untuk memandang dan memahami bebas budaya dan bebas nilai. Para pakar
matematika sebagai suatu hasil budaya atau etnomatematika berpendapat bahwa pada
produk budaya. Etnomatematika merupakan dasarnya perkembangan matematika sampai
cara khusus yang dipakai oleh suatu kapanpun tidak terlepas dari budaya dan nilai
kelompok tertentu dalam aktifitas yang telah ada pada masyarakat.
mengelompokkan, mengurutkan, berhitung D’Ambrosio, dimana dalam bukunya
dan mengukur. Dalam konteks pembelajaran menyatakan bahwa, etnomatematika
matematika etnomatematika adalah merupakan matematika yang dilakukan oleh
pembelajaran yang menggunakan symbol- kelompok budaya tertentu seperti suku-suku

Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018 69


di suatu negara, perserikatan pekerja, gamelan, dokumen sastra Jawa, dan
kelompok profesi, dan lain-lain. Beberapa sebagainya. Dari segi bangunannya, keraton
contoh dari etnomatematika dijelaskan pada ini merupakan salah satu contoh arsitektur
uraian berikut. Studi yang dilakukan oleh istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-
Tambunan (2009), menunjukkan bahwa para balairung mewah dan lapangan serta paviliun
pengerajin kain tenun seperti ulos, songket yang luas (Witton, P., Elliott, M., 2003:217).
dan lain sebagainya yang ada di daerah Pak- Mengingat pentingnya
pak, secara tidak sadar juga menggunakan etnomatematika terhadap pembentukan
perhitungan the Golden Ratio untuk menenun karakter budaya luhur siswa, maka peneliti
untaian-untaian benang sehingga menjadi bermaksud melakukan studi pengembangan
selembar kain. The Golden Ratio Lembar Kegiatan Siswa (LKS) matematika
diimplementasikan dalam pembuatan pola berbasis etnomatematika pada Kraton
dalam ulos tersebut, warna benang yang akan Yogyakarta.
menjadi pola disisip dalam warna benang Dari uraian di atas, disusun rumusan
yang akan menjadi warna dasar dalam ulos, masalah sebagai berikut: Bagaimanakah
banyaknya warna-warna benang dan panjang pengembangan Lembar Kegiatan Siswa
benang tersebut telah diperhitungkan dengan (LKS) matematika berbasis etnomatematika
cermat oleh penenun, sehingga untaian Kraton Yogyakarta? Bagaimanakah Lembar
benang tadi menjadi sebuah ulos dengan pola Kegiatan Siswa (LKS) matematika berbasis
yang indah dan memiliki makna tersendiri etnomatematika Kraton Yogyakarta yang
bagi masyarakat Pak-pak. Tentu masih valid, praktis, dan efektif?
banyak lagi etnomatematika yang telah dikaji Adapun tujuan yang hendak dicapai
selama ini dan tentunya kajian tersebut telah dalam penelitian ini adalah untuk
memberikan gambaran kepada banyak orang mendeskripsikan tahapan pengembangan
bahwa matematika bukanlah ilmu yang kaku, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) matematika
namun dapat berbaur dalam berbagai aspek berbasis etnomatematika Kraton Yogyakarta
kehidupan manusia. dan menghasilkan Lembar Kegiatan Siswa
Pengkajian unsur budaya untuk (LKS) matematika berbasis etnomatematika
diintegrasikan ke dalam pembelajaran lebih Kraton Yogyakarta yang valid, praktis, dan
baik jika dilakukan mulai dari budaya yang efektif.
ada di lingkungan sekitar, hal tersebut sesuai
dengan prinsip pembelajaran kontekstual, di METODE PENELITIAN
mana pembelajaran memanfaatkan hal-hal Jenis Penelitian
yang ada di lingkungan sekitar. Salah satu Penelitian yang dilakukan berupa
situs budaya yang sangat tepat untuk penelitian pengembangan (Research and
dijadikan referensi dalam pembelajaran Development). Penelitian dilakukan dengan
etnomatematika yaitu Kraton Yogyakarta. mengembangkan Lembar Kegiatan Siswa
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau (LKS) matematika berbasis etnomatematika
Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kraton Yogyakarta kemudian menguji
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat penerapannya pada pembelajaran.
yangberlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Berbagai unsur Waktu dan Tempat Penelitian
budaya yang dapat dikaji di Kraton Penelitian ini dilaksanakan di SMP
Yogyakarta diantaranya berupa bangunan Unggulan Aisyiyah Bantul Yogyakarta siswa
bersejarah dengan seni arsitektur tinggi, kelas VIII tahun pelajaran 2017/2018 pada
benda-benda kuno bersejarah, pusaka, bulan September-Oktober 2017. Adapun

70 Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018


subyek penelitian ini adalah guru dan siswa Keterangan:
kelas VIII SMP Unggulan Aisyiyah Bantul Arah kegiatan timbal balik antara
tahapan pengembangan dengan
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2017/2018. implementasi yang dilakukan
Prosedur Penelitian Arah kegiatan tahapan pengembangan
Pengembangan Lembar Kegiatan Arah kegiatan balik ke tahapan
pengembangan sebelumnya
Siswa (LKS) juga mengacu pada model
pengembangan pendidikan dari Plomp
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
(1997: 5). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
Metode pengumpulan data penelitian
dalam mengembangkan Lembar Kegiatan
ini menggunakan observasi, dokumentasi,
Siswa (LKS) adalah: (1) Tahap Investigasi
dan tes matematika. Adapun teknik analisis
Awal, (2) Tahap Desain/Perancangan, (3)
data yang digunakan dalam penelitian ini
Tahap Realisasi/Konstruksi, (4) Tahap Tes,
meliputi (1) Data tentang kebutuhan
Evaluasi, dan Revisi, dan (5) Tahap
pengembangan Lembar Kegiatan Siswa
Implementasi. Penyusunan Lembar Kegiatan
(LKS) dianalisis menggunakan metode
Siswa (LKS) dilakukan pada tahap
deskriptif kualitatif, (2) Data kualitas Lembar
Realisasi/Konstruksi. Lembar Kegiatan
Kegiatan Siswa (LKS) dan keterlaksanaan
Siswa berisi tahapan kegiatan dan materi
pembelajaran dianalisis menggunakan
berbasis etnomatematika Kraton Yogyakarta.
metode deskriptif kuantitatif, (3) Data
Lembar Kegiatan Siswa terdiri dari LKS
tanggapan guru dianalisis menggunakan
Lingkaran yang berisi LKS 1 (unsur-unsur
metode deskriptif kualitatif, dan (4) Data
lingkaran dan hubungan antar unsur
mengenai tes matematika siswa dianalisis
lingkaran) dan LKS 2 (Keliling dan luas
berdasarkan rubrik penskoran.
lingkaran), serta LKS bangun ruang sisi datar
yang berisi LKS 1 (luas permukaan kubus
HASIL PENELITIAN DAN
dan balok), LKS 2 (luas permukaan prisma
PENGEMBANGAN
dan limas), LKS 3 (volume kubus dan balok),
1. Hasil Observasi
dan LKS 4 (volume prisma dan limas).Untuk
Selama pembelajaran berlangsung,
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1
observer mengamati pelaksanaan kegiatan
berikut.
pembelajaran dengan panduan lembar
observasi pelaksanaan pembelajaran. Hasil
Preliminary investigation
observasi keterlaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan Lembar Kegiatan
Design Siswa (LKS) matematika berbasis
Etnomatematika Kraton Yogyakarta
Implementation

disajikan dalam Tabel 1 berikut.


Realization/construction

Tabel 1. Persentase Keterlaksanaan


Test, evaluation and revision Pembelajaran
Kegiatan Persentase Rata-rata
Pertemuan 1 81 %
Implementation Pertemuan 2 86 %
Pertemuan 3 93 %
90,2 %
Pertemuan 4 92 %
Gambar 1. The General Model of Research Pertemuan 5 95 %
Development Pertemuan 6 94 %
(Plomp, 1997: 5)

Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018 71


Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat Tabel 2. Hasil Validasi Ahli
diketahui bahwa rata-rata persentase Produk Penilaian Kelayakan
keterlaksanaan pembelajaran adalah 90,2 %. Kevalidan
Tingkat keterlaksanaan ini sudah mencapai LKS Valid Layak
batas minimal dikatakannya Lembar digunakan
Kegiatan Siswa (LKS) praktis yaitu 90%. Instrumen Valid Layak
Akan tetapi, jika diperhatikan setiap tes digunakan
pertemuan, maka hasilnya akan sedikit Lembar Valid Layak
berbeda. Untuk pertemuan pertama, observasi digunakan
keterlaksanaannya cenderung lebih rendah
dibanding pertemuan-pertemuan berikutnya, Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui
yaitu baru mencapai 81 %, artinya belum bahwa penilaian validator untuk Lembar
mencapai 90%. Hal ini dikarenakan pada Kegiatan Siswa (LKS) dan instrumen
pertemuan pertama, siswa masih beradaptasi pengumpulan data adalah valid. Lembar
dengan kegiatan pembelajaran. Siswa belum Kegiatan Siswa (LKS) matematika yang
terbiasa dengan Lembar Kegiatan Siswa dikembangkan sudah layak digunakan untuk
(LKS) yang dikembangkan, siswa belum uji coba setelah dilakukan beberapa revisi
terbiasa berdiskusi kelompok, dan pada saat berdasarkan komentar dan saran perbaikan
presentasi hanya sedikit siswa yang dari validator.
memberikan tanggapan terhadap hasil
presentasi kelompok lain, siswa juga masih 2) Analisis Kepraktisan Lembar Kegiatan
tampak enggan saat diberi kesempatan untuk Siswa (LKS)
bertanya apabila ada yang mengalami Kepraktisan Lembar Kegiatan Siswa
kesulitan. (LKS) matematika dalam penelitian ini
didasarkan pada data hasil penilaian guru,
2. Analisis Data hasil penilaian siswa, dan hasil observasi
Analisis data dalam penelitian ini pelaksanaan pembelajaran matematika.
terdiri dari analisis data kevalidan,
kepraktisan, dan keefektifan Lembar a) Analisis Data Penilaian Guru
Kegiatan Siswa (LKS) matematika. Hasil penilaian guru terhadap
1) Analisis Kevalidan Lembar Kegiatan kepraktisan Lembar Kegiatan Siswa
Siswa (LKS) (LKS) matematika yang dikembangkan
Berdasarkan hasil validasi dari ahli dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
dapat diketahui kelayakan Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) matematika yang Tabel 3. Hasil Penilaian Guru terhadap
dikembangkan. Hasil validasi Lembar Kepraktisan Produk
Kegiatan Siswa (LKS) matematika berbasis Produk Rata- Kategori
etnomatematika Kraton Yogyakarta dapat rata
dilihat pada Tabel 2. LKS 56,83 Sangat mudah
dilaksanakan
Instrumen 48,50 Sangat mudah
tes dilaksanakan

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui


bahwa rata-rata skor kepraktisan LKS
dan Instrumen tes matematika berada

72 Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018


pada kategori “sangat mudah Simpulan dan Saran
dilaksanakan”. Hal ini menunjukkan Simpulan
bahwa Lembar Kegiatan Siswa 1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
(LKS)yang dikembangkan praktis untuk dikembangkan menggunakan model
digunakan. pengembangan Plomp yang meliputi
b) Analisis Data Penilaian Siswa tahapan: (1) Tahap investigasi awal, (2)
Hasil penilaian siswa terhadap Tahap desain/perancangan, (3) Tahap
kepraktisan Lembar Kegiatan Siswa realisasi/konstruksi, (4) Tahap tes,
(LKS) matematika yang dikembangkan evaluasi, dan revisi, dan (5) Tahap
yaitu rata-rata persentase banyaknya implementasi
siswa yang menilai Lembar Kegiatan 2. Produk yang dihasilkan berupa Lembar
Siswa (LKS) matematika pada kategori Kegiatan Siswa (LKS) matematika
minimal “mudah dilaksanakan” adalah berbasis etnomatematika Kraton
100%. Hal ini berarti Lembar Kegiatan Yogyakarta
Siswa (LKS) yang dikembangkan dapat 3. Menghasilkan Lembar Kegiatan Siswa
dikatakan praktis karena persentase telah (LKS) matematika berbasis
melebihi 75%. etnomatematika Kraton Yogyakarta
Analisis data hasil penilaian guru, hasil yang valid, praktis, dan efektif.
penilaian siswa, dan hasil observasi Saran
pelaksanaan pembelajaran menunjukkan 1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
bahwa terdapat konsistensi antara matematika telah teruji kelayakannya
penilaian guru dan siswa dengan kondisi karena telah memenuhi kriteria valid,
penerapan di lapangan. Berdasarkan data praktis, dan efektif, sehingga dapat
tersebut, dapat disimpulkan bahwa dimanfaatkan untuk pembelajaran
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang matematika di sekolah lain, khususnya
dikembangkan telah memenuhi kriteria kelas VIII SMP.
praktis. 2. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa
(LKS) matematika berbasis
3) Analisis Keefektifan Lembar Kegiatan etnomatematika Kraton Yogyakarta ini
Siswa (LKS) hanya dilakukan pada siswa kelas VIII
Keefektifan Lembar Kegiatan Siswa pada materi geometri, bagi peneliti lain
(LKS) matematika yang dikembangkan disarankan untuk mengembangkan LKS
diukur berdasarkan hasil tes matematika maupun perangkat pembelajaran lain
siswa. Tes disusun berdasarkan kisi-kisi tes pada materi maupun tingkatan lainnya.
yang disesuaikan dengan materi geometri.
Hasil tes menunjukkan bahwa nilai rata-rata DAFTAR PUSTAKA
yang diperoleh siswa yaitu 86,51 dan nilai Bishop, J.A. (1994b). Cultural Conplicts in
keseluruhan siswa telah mencapai KKM the Mathematics Education of
yang telah ditentukan. Artinya seluruh siswa Indigenous people. Clyton, Viktoria:
telah mencapai ketuntasan individual, Monash University.
sehingga persentase ketuntasan secara
klasikalnya adalah 100 %. Hal ini sudah D’Ambrosio, U. (2006). Preface. Prosiding,
dapat dikatakan Lembar Kegiatan Siswa International Congress of
(LKS) yang dikembangkan efektif karena Mathematics Education Copenhagen.
persentase ketuntasan klasikal pada hasil tes Pisa: University of Pisa.
matematika telah melebihi 75%.

Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018 73


Gerdes, P. (1994). Reflection on Study. Makalah disampaikan pada
Ethnomatematics. For the Learning of Pelatihan Lesson Study untuk Guru
Mathematiccs, 14(2), 19-21 SMP se-Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Hulu Sungai Utara, Kalimantan 27-31
Marsigit. 2012. Ritual Mathematics. Tersedia Mei 2007.
online:
http://powermathematics.blogspot.co Witton, P., Elliott, M. (2003). Indonesia (7th
.id/2012/10/ritual-mathematics.html. ed.). Footscray: Lonely Planet
Diakses tanggal 9 Agustus 2017. Publications.

Plomp, T. (1997). Educational and training Zhang, W. & Zhang, Q. (2010).


system design. Enschede. The Ethnomathematics and its integration
Netherlands: University of Twente. within the
mathematicscurriculum. Journal of
Soedjadi,R. (2007). Masalah Konstekstual Mathematics Education. 3(1), pp.
sebagai Batu Sendi Matematika 151-157. Diakses tanggal 5 Agustus
Sekolah. Surabaya: Pusat Sains dan 2016 dari
Matematika Sekolah UNESA. http://educationforatoz.com/images/_
12_Weizhong_Zhang_and_Qinqiong
Suhadi. 2007. Penyusunan Perangkat _Zhang,pdf
Pembelajaran dalam Kegiatan Lesson

74 Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018

Anda mungkin juga menyukai