Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

“Pengaruh Emisi Karbon di Unit Pertambangan Tanjung Enim PT. Bukit


Asam(Persero), Tbk terhadap Perubahan Iklim”

Disusun untuk memenuhi aspek penilaian UAS Mata Kuliah AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) Semester Genap 2019

Disusun oleh :

Gita Cahyani (1606884022)


Ian Kantona (1606892711)
Yazeed Titan (1606894931)

PROGRAM STUDI GEOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2019
“Pengaruh Emisi Karbon di Unit Pertambangan Tanjung Enim
PT. Bukit Asam(Persero), Tbk terhadap Perubahan Iklim”

Karlina, G. C.(1), Kantona, I.(1), Titan, Y.(1)


(1)
Geologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

Abstrak

Kegiatan pertambangan batubara memiliki dua sisi yang berlawanan. Di satu sisi, tambang
batubara menjadi penyumbang pendapatan negara yang signifikan dan menjadi andalan sumber
energi mayoritas, namun di sisi lain kerusakan lingkungan dapat terjadi akibat proses
penambangan yang mengubah lanskap lahan, memicu pencemaran dan limbah, proses pembakaran
dan pengoperasian alat – alat tambang yang banyak mengeluarkan emisi karbon, serta masalah
lingkungan lainnya. Hilangnya vegetasi pada lahan tambang batubara telah mengurangi fungsi
hutan sebagai penyerap air hujan (land adsrober), penahan erosi, penyerap karbondioksida (CO2),
penghasil oksigen (O2), dan pengatur suhu. Diantaranya, emisi karbon menjadi dampak utama dari
kegiatan ini sebab pengaruhnya merupakan satu-satunya yang akan mengganggu kestabilan
atmosfer secara langsung, terutama atmosfer regional. PT. Bukit Asam Tbk memiliki tingkat emisi
karbon yang tergolong sedang hingga cukup tinggi, yaitu sebesar 117.367 ton/tahun pada 2014.
Tingkat emisi ini telah melewati laju efisiensi (efficiency rate) mencapai rata-rata pertahun 8%
atau setara dengan emisi rata-rata 154.790 ton/tahun. Meskipun begitu, ancaman lingkungan masih
mengintai karena dampak dari emisi karbon akan meningkat tiap saat.

Kata kunci : pertambangan batubara, emisi karbon, perubahan iklim.

2
“Carbon Emision in Mining Unit of Tanjung Enim PT. Bukit Asam(Persero), Tbk
and Its Effect to Climate Change”

Karlina, G. C.(1), Kantona, I.(1), Titan, Y.(1)


(1)
Department Geology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Universitas Indonesia

Abstract

Coal mining activities have two opposite sides. On the one hand, coal mining is a
significant contributor to state income and is a mainstay of majority energy sources, but on the
other hand environmental damage can occur due to mining processes that change the landscape of
land, trigger pollution and waste, combustion processes and operation of many mining equipment
issuing carbon emissions, as well as other environmental problems. The loss of vegetation in coal
mining areas has reduced the function of forests as absorbers of rainwater (land adsrober), erosion
protection, absorbing carbon dioxide (CO2), producing oxygen (O2), and regulating temperature.
Among other things, carbon emissions are the main impact of this activity because the effect is the
only one that will directly disturb the stability of the atmosphere, especially the regional
atmosphere. PT. Bukit Asam Tbk has a moderate to quite high level of carbon emissions,
amounting to 117,367 tons / year in 2014. This emission rate has exceeded the efficiency rate
reaching an average of 8% per year or equivalent to an average emission of 154,790 tons /year.
Even so, environmental threats are still lurking because the impact of carbon emissions will
increase at any time.

Keywords : coal mining, carbon emission, climate change.

3
DAFTAR ISI

Abstrak ............................................................................................................................................ 2
Abstract ........................................................................................................................................... 3
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 5
1.2 Tujuan.................................................................................................................................... 5
BAB II METODOLOGI ................................................................................................................. 7
2.1 Teori Dasar ............................................................................................................................ 7
2.1.1 Pengelolaan Lingkungan ................................................................................................ 7
2.1.2 Perubahan Iklim .............................................................................................................. 7
2.1.3 Penambangan Batubara .................................................................................................. 8
2.1.4 Reklamasi Daerah Tambang ......................................................................................... 10
2.1.5 Hukum mengenai Lingkungan ..................................................................................... 11
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................... 13
BAB IV KESIMPULAN .............................................................................................................. 17
REFERENSI ................................................................................................................................. 18

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batubara merupakan bahan galian strategis yang dapat menjadi sumber daya
energi. Indonesia adalah negara dengan cadangan batubara yang besar dan menduduki posisi
keempat eksportir batubara terbesar di dunia (2018). Indonesia pun sebagian besar, 54,3%
masih menggunakan batubara sebagai pembangkit energi. Batubara memiliki keunggulan
terutama secara ekonomi dan juga kekurangan yang harus berurusan dengan lingkungan.
PT. Bukit Asam (Persero), Tbk merupakan pertambangan batubara yang masuk
kedalam BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dengan sumber daya sebesar 7,29 miliar ton dan
cadangan tertambang 1,8 miliar ton. Sejarah penambangan dimulai sejak zaman kolonial
Belanda tahun 1919 dengan metode penambangan terbuka pada UIP Air Laya dan metode
penambangan bawah tana pada 1923 – 1940. Produksi komersial dimulai pada 1938. Setelah
kemerdekaan tahun 1945 tambang diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dengan
nama Tambang Arang Bukit Asam (PN. TABA). Unit produksi PTBA Tanjung Enim terletak
sekitar 190 km dari Palembang dengan IUP Operasi Produksi seluas 15.421 ha dan 5.640 ha
dari total area akan menjadi Taman Hutan Raya Enim. PTBA berusaha untuk beroperasi sesuai
dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang menekankan pada
pelestarian lingkungan dan sumber daya hayati dengan pembuatan kebijakan yang jelas dan
melakukan peningkatan tiap tahunnya agar tercapai kinerja lingkungan tertinggi.
Pengurangan emisi karbon telah dilakukan oleh PT. Bukit Asam (Persero), Tbk
dengan berbagai cara. Upaya – upaya pencegahan dan penanggulangan pada dampak yang
ditimbulkan batubara perlu ditelaah lebih baik agar dapat dengan efektif mengurangi
pencemaran dan memperbaiki kerusakan lingkungan serta menekan dampak perubahan iklim
akibat aktivitas penambangan batubara.

1.2 Tujuan

● Mengetahui potensi emisi karbon dari kegiatan tambang PTBA

5
● Mengetahui hubungan antara emisi karbon akibat kegiatan tambang dengan perubahan
iklim, baik regional (di sekitar Sumatera Selatan) maupun global
● Menganalisis pengaruh emisi karbon terhadap perubahan iklim
● Mencari tindakan penanganan untuk pencemaran oleh emisi karbon dan mengurangi
potensi kerusakan alam serta perubahan iklim akibat kegiatan tambang

6
BAB II
METODOLOGI

2.1 Teori Dasar

2.1.1 Pengelolaan Lingkungan

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain
(Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997). Pengelolaan lingkungan
hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian, lingkungan hidup. Upaya pengelolaan lingkungan hidup
dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL) adalah pengolaan dan pemantauan
terhadap usaha dan /atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan /atau kegiatan.

2.1.2 Perubahan Iklim

Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang distribusi pola cuaca yang
terjadi dalam sifat statistik (terutama rata-rata dan penyebaran). Perubahan iklim terjadi
ketika perubahan dalam sistem iklim bumi menghasilkan pola cuaca baru yang bertahan
selama setidaknya beberapa dekade, dan mungkin selama jutaan tahun. Sistem iklim
terdiri dari lima bagian yang saling berinteraksi, atmosfer (udara), hidrosfer (air), kriosfer
(es dan permafrost), biosfer (makhluk hidup), dan litosfer (kerak bumi dan mantel atas).
Penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdapat beberapa faktor. Faktor
alami seperti variasi radiasi energi matahari yang diterima bumi, perubahan reflektifitas
atmosfer, dan adanya efek rumah kaca. Selain itu, faktor manusia pun turut berperan
seperti penggunaan pembangkit listrik bahan bakar fosil, transportasi, gas metana dari
kegiatan peternakan, penggunaan pupuk kimia berlebih, penggundulan hutan, dan
termasuk emisi karbon. Siklus biogeokimia akan terhambat akibat aktivitas manusia. Ini

7
dapat menyebabkan rusaknya keseimbangan lingkungan dan perubahan iklim dari emisi
dan limbah tambang.
Iklim di Indonesia terutama lokasi penambangan di Sumatra Selatan berupa iklim
tropis. Keberadaan hutan hujan tropis di Sumatra menjadi penyumbang luasan terbesar
di Indonesia setelah Kalimantan. Rata rata curah hujan di kawasan ini lebih dari 1.200
mm/tahun. Daerah ini memiliki musim kemarau yang singkat dan hampir tidak pernah
mengalami kekeringan. Hutan hujan tropis dikenal sebagai paru – paru dunia yang
menghasilkan 40% oksigen di bumi. Hutan ini pun menjadi penyimpan cadangan karbon
dunia. Sehingga kerusakan pada hutan hujan daerah Sumatra akan berdampak serius
terhadap perubahan iklim global.

2.1.3 Penambangan Batubara

Batubara merupakan bahan bakar fosil yang berasal dari bahan - bahan organik,
sisa - sisa tumbuhan yang mengalami proses coalification atau pembatubaraan. Batubara
dapat dibakar sebagai bahan bakar dan digunakan untuk pembuatan baja melalui kokas.
Batubara di Indonesia menjadi sumber energi yang mendominasi. Sebanyak 50% lebih
pembangkit listrik bertenaga batubara. Sumber daya batubara di Indonesia pun cukup
melimpah dikarenakan iklim Indonesia yang mendukung terbentuknya batubara.
Indonesia mengandalkan ekspor batubara sebagai pemasukan negara diantara industri -
industri lainnya. Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama
di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatra, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai
batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya,
seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Penambangan batubara dapat dilakukan cara yang sederhana maupun
menggunakan peralatan yang canggih. Secara garis besar, penambangan terbuka (open
pit) dilakukan dengan lebih sederhana daripada penambangan bawah tanah (underground
mining).
- Penambangan terbuka (open pit mining). Keuntungan cara ini adalah sederhana,
mengurangi resiko kecelakaan kerja, pengawasan mudah, menggunakan alat yang
lebih sederhana. Kerugian cara penambangan ini adalah harus membuka lahan

8
diatasnya dan membuang tanah penutup. Berikut hal - hal yang perlu dilakukan
dalam kegiatan penambangan terbuka :
- Pembuangan tanah penutup lapisan batubara
- Tanah penutup kemudian dibawa ke area pembuangan
- Sampai ke lapisan yang dituju, batubara ditambang dan dibawa ke tempat
pengumpulan batubara (stockpile)
- Batubara yang telah ditambang kemudian dimasukkan kedalam alat
penghancur batubara agar ukurannya lebih kecil dan dibersihkan.
- Batubara yang telah bersih kemudian ditempatkan di penyimpanan
(stockyard) dan siap didistribusikan.

Gambar 1 Penambangan Batubara dengan cara Open Pit (CMS)

- Penambangan bawah tanah (undergroound mining)


- Penambangan bawah tanah bisa dilakukan dengan Longwall Mining dan
room and pillar mining. Biasanya tambang bawah tanah memiliki panel
yang panjang dan jalan yang kompleks
- Alat penggerus digeruskan ke panel batubara. Batubara yang tergerus
diangkut menggunakan pan line
- Setelah batubara di bagian itu telah terambil semua, alat maju dan
meninggalkan lapisan kosong itu agar roboh
- Pan line membawa batubara hingga ke tempat pengumpulan

9
Gambar 2 Penambangan Terbukan dan Bawah Tanah (uky.edu)

2.1.4 Reklamasi Daerah Tambang

Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki atau menata


kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan sehingga
dapat berfungsi dan berdaya guna kembali sesuai peruntukannya. Kegiatan
pembangunan seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan, tidak terkecuali
pembangunan usaha tambang. Kegiatan tersebut menyebabkan penurunan mutu
lingkungan. Kerusakan ekosistem yang mengancam dan membahayakan seperti
pembukaan hutan, penambangan, pembukaan lahan pertanian dan pemukiman.
Perubahan tersebut bertanggung jawab besar terhadap kerusakan ekosistem yang terjadi.
Akibat yang ditimbulkan antara lain kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi
buruk, contohnya lapisan tanah tidak berprofil, terjadi pemadatan tanah, kekurangan
unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan
bekas tambang, serta penurunan populasi mikroba tanah. Untuk itu diperlukan adanya
suatu kegiatan sebagai upaya pelestarian lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lebih
lanjut. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan cara merehabilitasi ekosistem yang rusak.
Dengan rehabilitasi tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki ekosistem yang rusak
sehingga dapat pulih, mendekati atau bahkan lebih baik dibandingkan kondisi semula
(Rahmawaty, 2002).
Kegiatan reklamasi meliputi empat tahapan mencakup :
1. Pemulihan lahan bekas tambang dengan memperbaiki ekologinya.
2. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya.

10
3. Penyebaran tanah pucuk yaitu penyebaran tanah yang berjenis soil dengan jenis
tanah yang berwarna kekuningan. Tanah ini membuat tanaman lebih mudah
tumbuh.
4. Penanaman kembali dengan pohon - pohon besar yang menyejukkan seperti pohon
jati, sawit, karet, sengon, akasia, dll. pada areal reklamasi.
Kegiatan reklamasi diperuntukan agar lahan yang sebelumnya rusak dan gundul akibat
pembukaan lahan dapat tertutup kembali sehingga mengurangi potensi longsor dan
menambah penyerap CO di daerah pertambangan.

2.1.5 Hukum mengenai Lingkungan

Landasan yang digunakan sebagai payung hukum dalam menganalisis dampak


lingkungan terutama emisi karbon pada kegiatan usaha pertambangan batubara PT.
Bukit Asam terdiri atas Undang – Undang (UU) , Peraturan Pemerintah (PP),
Keputusan/Peraturan Menteri, dan keputusan terkait lainnya.
a. Undang-Undang, diatur dalam UU No.5 Tahun 1960 (Pokok-pokok agraria dan
penguasaan lahan), UU No.5 Tahun 1990 (Konservasi SDA), UU No.41 Tahun
1999 (Kehutanan), UU No.26 Tahun 2007 (Penataan Ruang), UU No.32 Tahun
2009 (Pengelolaan Lingkungan Hidup)
b. Peraturan Pemerintah, diatur dalam PP No.41 Tahun 1999 (Pencemaran Udara),
PP No.75 Tahun 2001 (Acuan Pokok Pertambangan), PP No.34 Tahun 2002
(Rencana Pengelolaan Hutan), PP No.6 Tahun 2007 (Penataan dan Pemanfaatan
Hutan), dan PP No.12 Tahun 2012 (AMDAL).
c. Keputusan/Peraturan Menteri, diatur dalam Kepmen KLH Kep-02 Tahun 1988
(Pedoman Baku Mutu Lingkungan), Permen ESDM 1211 Tahun 1995
(Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan), dan Kepmen LH Kep-
13 Tahun 1995 (Baku Mutu Emisi Udara).

2.2 Metodologi Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif digunakan sebagai indikator yang menentukan kualitas dari kegiatan yang

11
dilakukan dan dampak yang disebabkan. Sedangkan data kuantitatif digunakan sebagai
indikator numerik yang menguatkan proses analisis hingga kesimpulan.
2.2.1 Pengumpulan Data
Data pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dikumpulkan berdasarkan
teknik sampling, observasi lapangan, dan hasil laporan pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan persemester PT. Bukit Asam. Kurun waktu data penelitian
adalah lima tahun terakhir sampai dengan tahun 2014 untuk data sekunder dan data
primer diperoleh dengan studi literatur bersamaan dengan waktu pembuatan dokumen
ini disertai proses analisis lanjutan. Selanjutnya dalam mempermudah penyampaiannya,
data-data hasil analisis dampak lingkungan dapat dijelaskan dalam bentuk data tabular
(grafik, tabel, diagram) maupun spasial (zonasi suatu peta).

2.2.2 Analisis Data


Terdapat data fisik dan data sosial yang menjadi bahan analisis penelitian dampak
lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan PT. Bukit Asam. Data-data
tersebut kemudian diberi batasan dalam membahas lingkup studinya. Tujuan dari
pembatasan ini ialah agar indikator dalam menentukan dampak yang timbul tidak terlalu
luas dan dapat ditarik keterkaitannya.
Data fisik mengkaji seluruh aspek di dalam geosfer yang mempengaruhi
aktivitas manusia, termasuk pernambangan batubara. Data-data tersebut mencakup
kondisi geografis seperti topografi, kondisi tanah, cuaca dan iklim, air, udara/
kelembaban udara, serta aspek biotik seperti flora dan fauna. Sedangkan data sosial
mengkaji hubungan dari fenomena di geosfer terhadap aktivitas manusia dan
perubahannya. Data-data tersebut mencakup kepadatan penduduk, pola hunian, kondisi
infrastruktur, mata pencaharian, tingkat pendidikan, serta kebudayaan perangkat sosial
sekitar. Sehingga baik data fisik maupun data sosial menjadi sangat penting untuk
mendukung proses analisis dampak yang ditimbulkan aktivitas penambangan PT. Bukit
Asam di Tanjung Enim, Muara Enim, Sumatera Selatan dan sekitarnya terutama
kaitannya dengan emisi karbon.

12
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Fisik


Secara geografis, wilayah unit produksi batubara PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Tanjung Enim berada di Kecamatan Lawang Kidul, Tanjung Enim, Sumatera Selatan sekitar
190 km dari kota Palembang. Lokasi penambangan PT. Bukit Asam (Persero),Tbk. di Tanjung
Enim terdiri dari dua bagian yaitu Tambang Air Laya (TAL) dan Non Air Laya (NAL). Daerah
TAL terbagi menjadi Tambang Air Laya (TAL) Barat dan Muara Tiga Besar (MTBU) Utara.

Iklim di Indonesia terutama lokasi penambangan di Sumatra Selatan berupa iklim


tropis. Keberadaan hutan hujan tropis di Sumatra menjadi penyumbang luasan terbesar di
Indonesia setelah Kalimantan. Rata rata curah hujan di kawasan ini lebih dari 2000 - 3000
mm/tahun. Sedangkan pada pit sendiri dilakukan penelitian dan didapat curah hujan
maksimum sebesar 244,06 mm/hari. Daerah ini memiliki musim kemarau yang singkat dan
hampir tidak pernah mengalami kekeringan. Sedangkan b, erdasarkan data yang diperoleh dari
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indeks Standard Pencemaran Udara (ISPU)

13
Provinsi Sumatera Selatan per tanggal 13 Mei 2019 memiliki nilai ISPU 8 dan 9 yang berarti
tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan.

3.2 Dampak Emisi Karbon terhadap Perubahan Iklim


Terdapat beberapa dampak signifikan yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan
batubara oleh PT. Bukit Asam, baik secara langsung maupun tak langsung. Keduanya pada
dasarnya tidak memiliki perbedaan tingkat, hanya masalah waktu saja, sebagai contoh dampak
tak langsung mungkin pada tahun ini masih dapat diabaikan tetapi pada tahun ke depan jika
tidak ditindaklanjuti tentu akan menjadi dampak langsung juga. Oleh karena itu upaya
penanggulangan sangat diperlukan.

a. Konsumsi energi menjadi tinggi di Tanjung Enim dan sekitarnya


Dengan dibukanya akses industri pertambangan batubara di Tanjung Enim
mengakibatkan daerah tersebut dan sekitarnya menjadi sangat bergantung pada energi dalam
menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Rasio eleftrifikasi daerah tersebut sayangnya belum
cukup tinggi, yaitu 60,39% dibandingkan untuk kelistrikan tambang sebesar 62,88% (AR
PT.BA, 2014). Sedangkan konsumsi energi rata-rata sebesar 221.000 GJoule/tahun.
Pemanfaatan energi ini sebagian besar bersumber pada alat tambang utama (ATU), alat-alat
berat (A2B), kendaraan transportasi, serta instalasi kolektif atau pos pemusatan eksploitasi.
b. Tingkat emisi karbon dan perubahan iklim lokal
Seperti pada penambangan pada umumnya, emisi karbon selalu menjadi perhatian
utama karena mudah sekali mempengaruhi lingkungan luas karena berhubungan dengan
media udara, sebagai polutan. PT. BA memiliki tingkat emisi karbon sebesar 117.367
ton/tahun pada 2014 serta rata-rata secara keseluruhan sebesar 154.790 ton/tahun. Emisi ini
bersumber dari CO2 yang bersifat sebagai gas rumah kaca sehingga menghambat sirkulasi
udara pada normalnya. Selain CO2 ada pula jenis emisi lainnya yang sama destruktifnya, yaitu
SO2, NO2, dan H2S.
c. Penggundulan lahan yang berakibat pada turunnya adaya serap CO154
Akumulasi penyerapan karbondioksida total di PTBA sebesar 141,3 ton dengan
peningkatan penyerapan 3% per tahun. Perhitungan biomassa adsorbsi CO2 dilakukan oleh
Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2012 dan menunjukkan daya serap sangat rendah yaitu

14
10,83 ton/Ha. Penyebab dari fenomena ini ialah tentu saja karena lahan yang seharusnya
memiliki potensi unutk adsorbsi yang baik malah menjadi tidak berfungsi karena
penggundulan lahan atau tidak adanya tumbuhan dalam jumlah cukup banyak untuk mengikat
gas tersebut. Belum lagi ditambah penggunaan refrigerant R22 (CFCs) dalam mekanisme
penambangan yang sifatnya juga menurunkan daya serap CO2 serta menambah jumlahnya.
d. Pencemaran air tambang, limbah B3, serta limbah padat non B3
Batubara yang mengandung isotop radioaktif yang terbentuk secara alami yang jika
dibuang akan mengakibatkan kontaminasi radioaktif. Meskipun senyawa tersebut (seperti U,
Th, Hg) terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan memberi dampak signifikan jika
dibung ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi merkuri ke lingkungan terkonsentrasi
karena terus menerus berpindah melalui rantai makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri,
yang merupakan senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama ketika
mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri. Pencemaran air diakibatkan air
tambang hasil sisa eksploitasi maupun limbah cair ikut terkontaminasi pada aliran sungai
sekitar.
e. Pencemaran tanah akibat emisi karbon
Penambangan batubara dapat merusak vegetasi yang ada, menghancurkan profil tanah
genetic, menggantikan profil tanah genetic, menghancurkan satwa liar dan habitatnya,
degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan lahan dan hingga pada batas tertentu dapat
megubah topografi umum daerah penambangan secara permanen. Aktivitas pertambangan
batubara juga berdampak pada peningkatan laju erosi tanah dan sedimentasi pada sempadan
dan muara sungai. Pengupasan topsoil dan seal soil turut merubah sifat-sifat tanah termasuk
sifat fisik tanah di mana susunan tanah yang terbentuk secara alamiah menjadi terganggu
sehingga pelapukan kimia alami menjadi terganggu. Disamping itu, penambangan batubara
juga menghasilkan gas metana, gas ini mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi
gas metana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, memberikan kontribusi sebesar 10,5%
pada emisi gas rumah kaca.

3.3. Analisis Alternatif


Secara keseluruhan dampak lingkungan yang dihasilkan dari kegiatan penambangan
batubara di PT. Bukit Asam pada periode 2009 sampai 2014 telah mengalami efisiensi.

15
Dampak yang buruk untuk lingkungan tidak dapat dibiarkan begitu saja. Serangkaian upaya
dalam mengurangi dampak lingkungan tersebut telah berhasil meningkatkan efesiensi aspek
yang bersangkutan. Melalui prinsip pembangunan berkelanjutan, PTBA menerapkan upaya-
upaya pada masing-masing aspek terdampak dan hasilnya mampu mengurangi dampak
tersebut, ditunjukkan oleh peningkatan rasio efisensi.
Rangkaian upaya pada aspek-aspek terdampak tersebut diantaranya yang dinilai
paling berhasil dalam memulihkan kondisi lingkungan, ialah :
 Upaya penurunan konsumsi energi listrik PTBA dan sekitarnya dicapai dengan
penggunaan Bank Capasitor yang dilengkapi PFR (Power Factor Regulator). Hasilnya
konsumsi tersebut efisien berkurang sebesar 2,12 kWH/ton batubara pada pertengahan
2014, yang mana lebih kecil dari lima tahun sebelumnya, yaitu 4,11 kWh/ton. Penurunan
konsumsi energi secara total rata-rata sebesar 221.000 GJoule per tahun, dengan kontribusi
19.150.000 KVARH.
 Upaya penurunan laju emisi karbon melalui penggantian refrigerant Freon R-22 yang
bersifat merusak ozon dengan cepat, diganti dengan refrigerant hidrkarbon (C3H8)
MC22. Penggantian dilakukan secara bertahap sampai periode 2014 dan telah mencapai
tingkat efisiensi sebesar 5807 ton CO2e atau setara dengan persentase 93% efisien.
 Upaya pengurangan dampak pencemaran limbah, baik dari air tambang/limbah cari,
limbah B3, maupun limbah padat non B3, melalui program 3R (Reuse, reduce, recycle)
terhadap limbah. Hasilnya pada 2014 telah berhasil mengurangi penggunaan air
permukaan sebesar 34%, penurunan total air limbah rata-rata sebesar 15% (15.800.000
m3), serta penurunan limbah padat (besi dan rubber) sebesar 16,8% dari 190 ton menjadi
158 ton pada tahun 2013.

16
BAB IV
KESIMPULAN

Kegiatan penambangan pada wilayah kerja PT. Bukit Asam memiliki beberapa dampak
negatif antara lain yaitu konsumsi energi menjadi tinggi di Tanjung Enim dan sekitarnya serta
ketergantungan yang tinggi pada kegiatan penambangan ini, tingkat emisi karbon dan perubahan
iklim lokal, penggundulan lahan yang berakibat pada turunnya daya serap CO2, pencemaran air
tambang, limbah B3 serta limbah padat non B3, dan terakhir yaitu pencemaran tanah akibat emisi
karbon yang tinggi.
Adapun penulis memiliki solusi dan alternatif berupa penuruan konsumsi energi listrik
PTBA dan sekitarnya dan upaya penuruan laju emisi karbon dengan cara penggantian refriferant
hidrokarbon (C3H8) MC22, serta pengruangan dampak pencemaran lingkungan oleh limbah
dengan menerapkan program 3R (reuse, reduce, recycle) terhadap limbah.

17
REFERENSI

Bukit Asam. 2014. Dokumen Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan. PT. Bukit Asam
(Persero), Tbk.
Ramadanto, M. 2017. KAJIAN TEKNIS SISTEM PENYALIRAN PADA PHASE 5 DI PT.
BUKIT ASAM (PERSERO), TBK UNIT PELABUHAN TARAHAN, BANDAR
LAMPUNG. JP Vol.1 No.5 November 2017
Richard T. Corlett, Richard B. Primack. 2011. Tropical Rain Forests: An Ecological and
Biogeographical Comparison. Willey-Blackwell, West Sussex.
Solomon, S.; Qin, D.; Manning, M.; Chen, Z.; Marquis, M.; Averyt, K.B.; Tignor, M.; Miller,
H.L., ed. (2007). "Understanding and Attributing Climate Change". Contribution of
Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on
Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).
Tresnadi, H. KARAKTERISTIK AIR ASAM TAMBANG DI LINGKUNGAN TAMBANG PIT
1 BANGKO BARAT, TANJUNG ENIM SUMATERA SELATAN. Sebuah Studi Kasus
Air Asam Tambang. J. Tek. Ling Vol. 9 No. 3 Hal. 314-319 Jakarta, September 2008 ISSN
1441-318X

18

Anda mungkin juga menyukai