Anda di halaman 1dari 14

Proses pemerolehan bahasa pada anak idealnya didukung faktor keluarga.

Bahasa
anak yang pertama adalah bahasa ibunya, selembut, sekalem, sekeras, sesopan anak
tergantung orang tua, orang tua pendukung pemerolehan bahasa anak. Namun
muncul masalah ketika kualitas dan kuantitas komunikasi orang tua dengan anak
kurang dengan berbagai macam alasan dan keadaan (orang tua sibuk kerja).
Silakan analisis masalah di atas berdasarkan pemerolehan bahasa anak serta peran
bapak/ibu sebagai pendidik untuk memaksimalkan kemampuan bahasa di kelas
rendah?

Guru merupakan kunci sentral untuk keberhasilan suatu pelajaran.


Terlebih lagi apabila lingkungan tempat pembelajaran kurang menguntungkan, peran
guru sangat berarti bagu siswa karena penentu keberhasilan suatu pengajaran
sangat dipengaruhi oleh lingkungan, orang tua dan sekolah. Kedudukan guru sebagai
komponen pengajaran di samping siswa, kurikulum, metode, alat pelajaran, dan alat
evaluasi merupakan penentu keberhasilan. Demikian guru berperan sebagai
pembimbing, model, inovator, administrator dan evaluator, terlebih lagi dalam
pembelajaran bahasa indonesia.
I. Guru sebagai Pembimbing
Hal yang perlu diperhatikan dalam membimbing kelas I dan II antara lain
sebagai berikut:
a. Tingkat Kesiapan Anak
Kesiapan anak yang berasal dari TK tentunya akan lebih matang bila
dibandingkan dengan yang bukan dari TK. Biasanya anak dari TK memiliki dasar
kedisiplinan dan dasar pembiasaan diri yang lebih, meskipun tidak mutlak. Hal
ini dapatdiperkuat dengan GBPP dan Kurukulum Pendidikan TK yang bertujuan
untuk membentu kesiapan dalam menghadapi pendidikan selanjutnya.
Seharusnya bagi siswa yang memiliki kesiapan plus mendapat tambahan
pengayaan, sedang bagi yang kurang diadakan bimbingan tambahan.
b. Tingkat Pengembangan Anak
Anak usia dini kecenderungan ingin tahu sangat besar dengan apa yang
dilihat, serta pada diri anak kelas I dan II memiliki potensi yang besar untuk
mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya. Oleh karena itu dorongan
dan bimbingan guru sangat diperlukan untuk memupuk dan membangkitkan
bakat, minat dan kemampuan anak tersebut. Guru harus berperan aktif dan
dapat memanfaatkan saat-saat yang tepat untuk mengoptimalkan perkembangan
anak didiknya.
c. Bahasa Ibu
Bahasa Ibu anak kelas I dan II, seharusnya menjadi sumber belajar yang
akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan bahan
pelajaran, metode dan teknik pembelajaran bahasa indonesia sebagai bahasa
kedua.
II. Guru sebagai Model
Guru sebagai cermin bagi anak didik, terutama baik bagi anak usia dini, yang
biasanya dorongan untuk meniru sangat menonjol. Semua tingkah laku guru akan
berpengaruh bagi anak didiknya, begitu juga tutur kata guru, secara sadar atau tidak
akan merupakan model bagi anak didik. Oleh karena itu, guru kelas I dan II
hendaknya santun dalam berbicara, baik tutur katanya, serta menggunakan bahasa
yang baik dan benar.
III. Guru sebagai Administrator
Guru sebagai pengelola segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
pengajaran, termasuk pengadministrasiannya, misal : mencatat jumlah siswa,
pekerjaan orang tua, bagaimana prestasi anak tersebut, kelemahan dan kekurangan
masing-masing siswa, termasuk pengembangan bahasanya.
IV. Guru Bahasa sebagai Inovator
Guru bahasa tentunya menyadari, bahwa bahasa yang digunakan dan diajarkan
bersifat hidup. Dengan dengan demikian bahasa senantiasa mengalami
perkembangan, misalnya adanya nsur serapan asing dan daerah yang merupakan
wujud berkembangnya bahasa tersebut. Di satu sisi perkembangan tersebut
berakibat positif terhadap perbendaharaan kata, di sisi lain menuntut kita lebih
kreatif mendorong aktivitas anak didik untuk terampil menyaring dan memanfaatkan
perkembangan tersebut secara tepat.
Untuk mewujudkan pemikiran di atas, guru harus bersifat terbuka menerima
bahkan mengharap saran-saran, aktif dalam kegiatan yang bersifat ajang bertukar
pikiran kebahasaan dan tertanam rasa bangga dan hormat terhadap perkembangan
dan kedudukan Bahasa Indonesia serta mengimplementasikan secara sungguh-
sungguh dalam pembelajaran. Guru harus menyadari peran bahasa indonesia
sebagai sarana mempelajari mata pelajaran lain dan sebagai salah satu keterampilan
hidup bagi para siswa.
V. Guru sebagai Evaluator
Evaluator berarti orang yang mengadakan kegiatan penilaian, sedangkan
evaluasi merupakan proses pelaksanaan penilaian tersebut. Aktivitas evaluasi oleh
guru pada umumnya terbagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Evaluasi awal
Pertama, evaluasi awal yang sering kita sebut analisis kondisi awal, atau evaluasi
perencanaan.
2. Evaluasi tengah
Kedua, evaluasi tengah atau evaluasi proses. Kegiatan mengadakan penilaian ini
sarana dan prasarana kegiatan siswa telah searah dengan tujuan pembelajaran.
3. Evaluasi akhir
Ketiga, adalah evaluasi akhir atau disebut evaluasi hasil, merupakan kegiatan
penilaian yang dilakukan oleh guru dengan meggunakan alat evalusi berupa tes,
dengan tujuan untuk melihat tingkat keberhasilan belajar siswa terhadap materi
yang telah disajikan.
Ketiga kegiatan evaluasi tersebut berlangsung melingkar, secara terus menerus,
artinya hasil evaluasi yang lalu akan menjadi pedoman pembelajaran yang akan
datang, begitu seterusnya.
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku
di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Proses-proses ketika
anak sedang memperoleh bahasa ibunya terdiri dari dua aspek (1) aspek
performance yang terdiri dari aspek- aspek pemahaman dan pelahiran; (2) aspek
kompetensi. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati dan
mempersepsi setiap kalimat yang didengar sedangkan proses pelahiran melibatkan
kemampuan mengucapkan kalimat. Jika kedua kemapuan mengamati dan
mengucapkan telah dikuasai dengan baik maka akan menjadi kemampuan
lingusitiknya. Kemampuan ini terjadi dari tiga komponen, yaitu kemampuan
pemerolehan fonologi, semantik, dan kalimat. Ketiga komponen ini diperoleh anak
secara bersamaan. Pembelajaran bahasa merupakan proses-proses dimana
seseorang sedang mempelajari bahasa baru setelah ia selesai memperoleh bahasa
ibunya.
Pemerolehan bahasa melibatkan bahasa pertama sedangkan pembelajaran
bahasa melibatkan bahasa kedua atau bahasa asing. Berdasarkan pengamatan dan
kajian para ahli bahasa dapat disimpulkan bahwa manusia telah dilengkapi sesuatu
yang khusus dan secara alamiah untuk dapat berbahasa dengan cepat dan mudah.
Miller dan Chomsky (1957) menyebutkan LAD (language acquisition device) yang
intinya bahwa setiap anak telah memiliki LAD yang dibawa sejak lahir. LAD ini
merupakan suatu perangkat intelek yang khusus untuk menguasai bahasa ibu dengan
mudah dan cepat. Sedangkan benda yang diperoleh adalah kemampuan dan
penampilan berbahasa. Kemampuan adalah tata bahasa atau pengetahuan bahasa
anak yang terdiri dari tiga komponen, yakni fonologi, semantik dan sintaksis.
Teori-teori tentang Pemerolehan Anak
a. Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme mempelajari perilaku kebahasaan yang dapat diamati
langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi
(response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang
tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika
reaksi tersebut dibenarkan. Bahasa adalah hal yang sangat mendasar dari
keseluruhan perilaku manusia. para psikolog behaviorisitik menelitinya dan
berusaha merumuskan teori-teori konsisten mengenai pemerolehan bahasa
pertama. Kemampuan setiap penutur terhadap B1 (Bahasa Pertama) dan B2
(Bahasa Kedua) sangat bervariasi. Pendekatan behavioristik terfokus pada
aspek-aspek yang dapat diamati langsung dari perilaku linguistik dan
berbagai hubungan antara respon-respon dan peristiwa-peristiwa di dunia
sekeliling mereka. Jika sebuah respon tertentu dirangsang berulang-ulang,
maka bisa menjadi sebuah kebiasaan, atau terkondisikan. Maka, akan semakin
terbiasa si anak tersebut sehingga dalam mempelajari bahasa Indonesia
akan terkondisikan secara sendirinya.
b. Teori Nativisme
Chomsky yang merupakan tokoh nativisme berpendapat bahwa bahasa hanya
dapat dikuasai oleh manusia. Pendapat ini didasarkan pada beberapa asumsi.
Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik).
Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga,
lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi
penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa. Aliran ini
mempercayai setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan alat untuk
memperoleh bahasa (Language Acquisition Device, disingkat LAD) dan
mempunyai empat ciri utama, yaitu (1) kemampuan untuk membedakan
bunyi-bunyi yang lain; (2) kemampuan mengorganisasikan peristiwa-
peristiwa linguistik ke dalam berbagai kelas; (3) pengetahuan mengenal jenis
sistem linguistik tertentu sajalah yang mungkin mengungkapkan hal itu,
sedangkan yang lain-lainnya tidak; (4) kemampuan memanfaatkan secara
konstan evaluasi untuk membangun sistem yang mungkin paling sederhana
dari data yang ditemukan. Bahasa yang akan diperoleh anak akan bergantung
pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan
sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Tanpa LAD, tidak mungkin
seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa
menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak
dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.
c. Teori Kognitivisme
Teori ini berpendapat bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang
terpisah melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal
dari kematangan kognitif. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada
perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi,
urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan perkembangan bahasa.
Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa
mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan
struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan
lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah. Menurut teori
kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan
kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan
berbahasa. Usia 0-18 bulan anak belum mengenal bahasa, pada usia ini anak
hanya mengenal benda yang dilihatnya secara langsung. Pada usia satu tahun,
anak sudah mulai mengerti bahwa benda memiliki sikap permanen sehingga
anak menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda benda tersebut,
kemudian simbol tersebut berkembang menjadi kata-kata awal yang
diucapkan oleh anak.
d. Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan
hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan
bahasa. Pemerolehan bahasa berhubungan dengan interaksi antara input dan
kemampuan yang dimiliki oleh anak. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak
lahir tetapi tanpa masukan yang tidak sesuai anak tidak dapat menguasai
bahasa secara otomatis. Bahasa yang dihasilkan anak-anak sebagian didesak
oleh berbagai hal yang mereka pikirkan mengenai hal itu.
e. Teori Fungsional
Teori ini bertolak belakang dengan teori nativis yang menekankan bahwa
kaidah-kaidah yang ditawarkan adalah abstrak, formal, eksplisit, dan sangat
logis, tetapi baru bersentuhan dengan bentuk-bentuk bahasa dan tidak
menghiraukan makna. Teori ini beranggapan bahwa bahasa harus dikaitkan
dengan konteks sosial yang bersifat pragmatis yang penuh dengan bentuk-
bentuk.
Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia Pembelajaran bahasa Indonesia ialah
proses mengajarkan bahasa indonesia. Tujuan utamanya adalah agar siswa mampu
berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis.
Dalam mempelajari bahasa Indonesia, siswa sudah memiliki bahasa pertama. Dengan
demikian, pembelajaran bahasa indonesia merupakan pemerolehan bahasa kedua.
Agar pengajaran dapat mencapai tujuan secara optimal, ada sejumlah tahap
pengajaran yang harus dirumuskan lebih awal. Agar perumusan itu dapat
menghasilkan serangkaian teori landasan pengajaran bahasa dan pengajaran bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua yang harus dipertimbangkan. Oleh karena itu, tahap-
tahap pengajaran bahasa Indonesia dapat dirumuskan setelah seseorang memiliki
pengetahuan tentang teori landasan pengajaran bahasa dan teori pengajaran bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua. b. Fungsi Pengajaran Bahasa Indonesia.
Pengajaran bahasa Indonesia yang dilaksanakan di Sekolah Dasar adalah
mengajarkan bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa nasional dan
bahasa negara. Untuk itu, fungsi pengajaran bahasa Indonesia, selain untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi siswa ada fungsi lain, antara lain: 1) Sarana
pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa. 2) Sarana peningkatan pengetahuan dan
keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan
budaya. 3) Sarana peningkatan pengetahuan dan pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.. 4) Sarana penyebarluasan penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar sesuai dengan konteks untuk berbagai keperluan dan berbagai
masalah. 5) Sarana pengembangan kemampuan intelektual (penalaran) (Depdiknas,
1994). Oleh karena itu, pengajaran bahasa Indonesia dapat dipandang sebagai upaya
mengindonesiakan anak-anak Indonesia melalui bahasa Indonesia.
1. Proses pemerolehan bahasa pada anak idealnya didukung
faktor keluarga. Bahasa anak yang pertama adalah bahasa
ibunya, selembut, sekalem, sekeras, sesopan anak
tergantung orangtua, orangtua pendukung pemerolehan
bahasa anak. Namun muncul masalah ketika kualitas dan
kuantitas komunikasi orang tua dengan anak kurang dengan
berbagai macam alasan dan keadaan (orang tua sibuk kerja).
2. Adakah bapak ibu menemui cerita pada nomor satu ,
ceritakan kasus nyata dilingkungan bapak ibu.
3. Bagaimanakah sikap bapak ibu saat mengajar di kelas
rendah dan tinggi sehubungan dengan kedudukan bahasa
pada forum resmi, misalnya di kelas bapak ibu

Berdasarkan kasus pada nomor 1, orang tua memang menjadi salah satu
factor yang mempengaruhi perolehan Bahasa anak. Anak dalam pemerolehan
bahasa pertama bervariasi , ada yang lambat, sedang,dan ada yang cepat. Hal ini
tentu di pengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
1. Faktor Alamiah
Setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang
di namakan Chomsky Language Acquisition Divice(LAD). Potensi tersebut akan
berkembang setelah mendapatka stimulus dari lingkungan. Proses pemerolehan
melalui LAD sifatnya sehingga jika tidak di rangsang untuk mendapatkan
bahasanya pun anak mampu menerima bahasa yang ada di sekitarnya. Slobin
menyatakan bahwa yang di bawa lahir ini bukanlah pengetahuan seperangkat
kategori linguistik yang semesta,seperti di katakan oleh Chomsky. Prosedur-
prosedu dan aturan-aturan yang di bawa sejak lahir itulah yang memungkinkan
seorang anak untuk mengolah data linguistik.
2. Faktor Biologis
Faktor biologis yang mempengaruhi pemerolehan bagasa anak adalah
otak (Sistim Syaraf Pusat) alat dengar,dan alat ucap.
3. Faktor LIngkungan Sosial
Bahasa yang di peroleh anak tidak di wariskan secara genitis tetapi di
dapatkan dari lingkungan yang menggunakan bahasa ,sehingga anak
memerlukan orang lain untuk mendapatkan bahasa atau menerima dan
mengirim simbol-simbol bahasa dalam bentuk suara secara fisik.
4. Faktor Intelegensi
Intelegensi adalah daya atau kemampuan anak dalam berpikir atau
bernalar.Intelegensi dapat di katakan juga sebagai kemampuan seorang untuk
memecahkan masalah,Meskipun anak yang bernalar lebih tinggi tidak dapat di
pastikan akan lebih sukses dari pada anak yang berdaya nalar pas-pasan dalam
hal pemerolehan bahasa.
5. Faktor Motivasi
Sumber motivasi biasanya di bagi menjadi dua yaitu,motivasi dari dalam
atau internal,dan motivasi dari luar atau ekternal.Dalam belajar bahasa seorang
anak tidak terdorong dari bahasa sendiri.Dia belajar bahasa karena kebutuhan
dasar yang bersifat ,seperti lapar,haus.serta perlu perhatian dan kasih
sayang.(Goodman,1986;Tompkins dan Hoskisson.1995) Inilah yang di sebut
motivasi instrinsik yang berasal dari dalam diri anak sendiri.
(1). Berdasarkan kasus pada nomor 1, orang tua memang menjadi salah
satu factor yang mempengaruhi perolehan Bahasa anak .
Pemerolehan bahasa pertama setiap anak tidak sama, tetapi bervariasi, ada
yang lambat, sedang, bahkan ada yang cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh Chomsky, Piaget,
Lenneberg dan Slobin berikut ini.

1. Faktor Alamiah

Yang dimaksudkan faktor alamiah adalah setiap anak lahir dengan


seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan oleh
Chomsky Language Acquisition Divice (LAD). Anak tidak dirangsang untuk
mendapatkan bahasa, anak tersebut akan mampu menerima apa yang terjadi di
sekitarnya.

2. Faktor Perkembangan Kognitif

Perkembangan bahasa seseorang seiring dengan perkembangan


kognitifnya. Keduanya memiliki hubungan yang komplementer. Piaget dalam
Brainerd seperti dikutip Ginn (2006) mengartikan kognitif sebagai sesuatu
yang berkaitan dengan pengenalan berdasarkan intelektual dan merupakan
sarana pengungkapan pikiran, ide, dan gagasan. Termasuk, kegiatan kognitif;
aktivitas mental, mengingat, memberi simbol, mengkategorikan atau
mengelompokkan, memecahkan masalah, menciptakan, dan berimajinasi.
Hubungannnya dengan mempelajari bahasa, kognitif memiliki keterkaitan
dengan pemerolehan bahasa seseorang.

3. Faktor Latar Belakang Sosial

Latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan
lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam
pemerolehan bahasa anak (Vygotsky, 1978). Semakin tinggi tingkat interaksi
sosial sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak)
memperoleh bahasa. Sebaliknya semakin rendah tingkat interaksi sosial
sebuah keluarga, semakin kecil pula peluang anggota keluarga (anak)
memperoleh bahasa. Hal lain yang turut berpengaruh adalah status sosial.
Anak yang berasal dari golongan status social ekonomi rendah rmenunjukkan
perkembangan kosakatanya lebih sedikit sesuai dengan keadaan keluarganya.

Dalam faktor latar belakang sosial akan ada hubungan timbal balik yang pasti
atau baik positif maupun negatif antara pusat perekonomian dengan pusat
masyarakat bagi keluarga tempat anak-anak itu tumbuh dan tempat
pertumbuhan bahasanya. Bagi anak yang tumbuh dalam lingkungan yang
menyenangkan, yang dilengkapi dengan alat-alat hiburan dan dalam keluarga
mereka yang berpendidikan akan memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk mendapatkan bekal kosa kata dalam jumlah yang besar serta membentu
kebiasaan-kebiasaan memakai bahasa yang benar. Sebaliknya anak yang
tumbuh/hidup dalam lingkungan yang minus, sekalipun kecerdasanya sama
dengan anak-anak yang tumbuh dalam masyarakat yang surplus namun tingkat
pertumbuhan bahasanya dalam mencapai kosa kata dapat berbeda atau ada
kemungkinan lebih rendah.

4. Faktor Keturunan

Selain faktor di atas, faktor keturunan juga mempengaruhi pemerolehan


bahasa anak. Faktor keturunan meliputi:

a. Intelegensia

Pemerolehan bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensia yang


dimiliki anak. Ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam
mencerna sesuatu melalui pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang
mencakup IQ yang berbeda antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi IQ
seseorang, semakin cepat memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-
nya, semakin lambat memperoleh bahasa. Namun hal ini tidak terlalu
berpengaruh karena semuanya dikembalikan kepada si anak.

b. Kepribadian dan Gaya/Cara Pemerolehan Bahasa

Kreativitas seseorang dalam merespon sesuatu sangat menentukan


perolehan bahasa, daya bertutur dan bertingkah laku yang menjadi
kepribadian seseorang turut mempengaruhi sedikit banyaknya variasi-variasi
tutur bahasa.

Dalam pemerolehan bahasa pertama anak sangat dipengaruhi oleh faktor


internal dan eksternal. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa
kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini
telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh
Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali
berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan
berbahasa (Campbel, dkk., 2006:2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan
adalah lingkungan juga faktor yang memengaruhi kemampuan berbahasa si
anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa, yaitu motivasi, usia,


penyajian formal, dan lingkungan. Berikut ini penjelasan tentang faktor-faktor
penentu keberhasilan pembelajaran bahasa.

a. Faktor motivasi

Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa kedua, motivasi mempunyai dua


fungsi, yaitu (1) fungsi integratif dan (2) fungsi instrumental. Berfungsi
integratif jika motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu
bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat.
sedangkan motivasi berfungsi instrumental adalah jika motivasi itu mendorong
pembelajar untuk memiliki kemauan untuk mempelajari bahasa kedua itu
karena tujuan yang bermanfaat atau karena ingin memperoleh suatu pekerjaan
atau mobilitas sosial pada masyarakat tersebut (Gardner, 1972: 3.)

b. Faktor usia

Dalam hal kecepatan dan keberhasilan bahasa kedua, dapat disimpulkan: (1)
anak-anak lebih berhasil dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan
dibandingkan orang dewasa; (2) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat
daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak pada
permulaan masa belajar; (3) kanak-kanak lebih berhasil dibandingkan orang
dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (‘Oyama, 1976; Dulay, Burt,
dan Krashen, 1982; Asher dan Gracia, 1969).

c. Faktor penyajian formal

Penyajian bahasa secara formal berpengaruh terhadap kecepatan dan


keberhasilan dalam memperoleh bahasa kedua karena berbagai faktor dan
variabel yang telah dipersiapkan dan diadakan dengan sengaja melalui berbagai
perangkat formal pembelajarannya.

d. Faktor lingkungan

Lingkungan bahasa dapat dibedakan menjadi lingkungan formal seperti di kelas


dalam proses belajar-megajar dan artifisial dan lingkungan informal atau
natural (Krashen, 1981: 40).

(2). Adakah bapak ibu menemui cerita pada nomor satu , ceritakan
kasus nyata dilingkungan bapak ibu.
Berdasarkan factor-faktor tersebut, saya menemukan kasus nyata yang
terjadi di kelas V yang saya ajar yaitu siswa dengan kosakata yang sangat
sedikit dan Bahasa yang kasar. Hal ini sesuai dengan salah satu factor yaitu
factor latar belakang social. Semua murid saya berasal dari keluarga petani
yang sangat sibuk. Anak-anak dibiarkan begitu saja bermain dengan teman-
temannya sementara orang tua mereka sibuk di ladang. Sepulang kerja,
orang tua mereka sudah Lelah dan jarang sekali berkomunikasi dengan anak-
anak mereka. Alhasil anak-anak tidak terbiasa menyampaikan apa yang
menjadi pemikiran mereka. Anak-anak mereka terbiasa bergaul dengan
teman-teman bahkan orang yang lebih tua. Sehingga baahasa yang mereka
gunakan juga tak selayaknya digunakan oleh seorang anak kecil.
(3). Bagaimanakah sikap bapak ibu saat mengajar di kelas rendah dan
tinggi sehubungan dengan kedudukan bahasa pada forum resmi, misalnya
di kelas bapak ibu
Dalam kelas masalah Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi adalah:
1. Keterampilan berbicara siswa masih kurang, siswa belum terampil dalam mengemukakan
pendapat, ide dan pikiran baik melalui pertanyaan maupun dalam bentuk pernyataan
maupun pertanyaan, meskipun bahasa Indonesia adalah bahasa mereka.
2. Siswa kurang terampil dalam menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
3. Dalam bahasa tulis, banyak siswa yang tidak memahami tentang ejaan, misalnya
penggunaan paragraf dan lain-lain. Belum lagi masalah bahasa tulis yang masih terbawa
bahasa lisan yang merupakan bahasa daerah

Guru perlu merancang kembali pembelajaran yang lebih menarik, membangkitkan rasa ingin tahu
pada diri peserta didik, mendorong anak menjadi lebih aktif, meningkatkan kreativitas anak dan
lain-lain. Guru juga dapat menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu, menerapkan model-
model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran dan sesuai dengan karakteristik anak.
Untuk mendukung hal tersebut guru perlu memperdalam/menambah pengetahuannya dan
memperluas wawasannya baik tentang profesi keguruan maupu tentang pengetahuan lainnya

Meningkatkan minat dan semangat siswa, guru perlu menggunakan media sebagai alat bantu
dalam pembelajaran. Media dapat mengkonkritkan sesuatu yang abstrak, karena tingkat/tahap
berpikir anak SD masih dalam tahap berpikir konkrit, terlebih bagi siswa kelas rendah (kelas 1, 2
dan 3) anak belum dapat memahami sesuatu yang tidak ada di depan matanya (abstrak).
Hal lain yang dapat mendorong anak aktif dalam pembelajaran adalah suasana kelas yang hangat,
dalam arti harmonis dan penuh kekeluargaan, sehingga anak merasa nyaman dalam
pembelajaran, tidak ada perasaan takut dan tegang terhadap guru, untuk itu guru perlu bersikap
ramah dan bijaksana, jangan menjadi guru yang Killer, otoriter merasa paling benar dan tidak mau
dikritik. Kecuali itu, guru harus menciptakan komunikasi tiga arah yaitu guru dengan siswa, siswa
dengan guru, dan siswa dengan siswa agar semua siswa turut aktif dalam pembelajaran.

Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, siswa perlu diberi banyak latihan, misalnya diberi
kesempatan bertanya, lebih sering disuruh maju ke depan kelas untuk membaca puisi, bermain
drama dan lain-lain. Hal tersebut dimaksudkan melatih mental para siswa agar berani tampil di
depan kelas. Kalau mental siswa sudah bagus tinggal membimbing dan membina kemampuan
dan keterampilan siswa dalam berbicara.

Pada umumnya, keterampilan berbicara seseorang didukung oleh pengetahuan dan wawasan
yang ia miliki, terkadang seseorang bingung apa yang harus ia ungkapkan dan bicarakan karena
tidak adanya pengetahuan yang ia miliki. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keterampilan
berbicara, siswa perlu menambah pengetahuan dan memperluas wawasan sehingga siswa dapat
berbicara dengan baik. Kegiatan pembelajaran dalam bentuk diskusi juga turut membantu melatih
latihan siswa untuk mengemukakan pendapatnya, sanggahan, alasan dan argumentasi secara
lisan.

Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dikalangan siswa masih kurang, hal ini
disebabkan karena kurangnya kosakata Bahasa Indonesia yang dimiliki anak, kebiasaan siswa
menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari masih terbawa kedalam proses
pembelajaran. Untuk mengatasi hal tersebut, siswa perlu dibiasakan untuk menggunakan Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar saat pembelajaran, siswa harus lebih banyak membuka kamus
Bahasa Indonesia untuk mempelajari kosakata Bahasa Indonesia agar dapat menggunakan
pilihan kata yang tepat. Selain itu untuk melatih kemampuan siswa dalam berbahasa Indonesia,
alangkah lebih bagusnya kalau siswa banyak mendengarkan berita-berita dan pidato-pidato
berbahasa Indonesia sehingga telinga anak terbiasa mendengar lafal-lafal yang tepat dalam
Bahasa Indonesia.

Kesalahan dalam bahasa tulis seperti penggunaan tanda baca, huruf besar, paragraph, dan lain-
lain disebabkan karena siswa kurang mengetahui kaidah-kaidah yang benar. Oleh karena itu,
penggunaan bahasa tulis yang benar perlu diajarkan pada siswa.

Anda mungkin juga menyukai