Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Formalin

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau

menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa

membakar. Bobot tiap mililiter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air

dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter (Norman and

Waddington, 1983). Didalam formalin mengandung sekitar 37% formaldehid

dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin

dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan

dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde,

Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal,

Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith (Astawan,

Made, 2006). Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul

HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke

dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi

dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang

mengendap (Harmita, 2006).

Gambar 1. Struktur Kimia Formaldehid


Formaldehid (formalin) adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat

membentuk polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas. Kalor pembakaran

untuk gas formalin 4,47 Kcal / gram. Daya bakar dilaporkan pada rentang volume

12,5–80 % di udara. Campuran 65–70 % formaldehid di dalam udara sangat

mudah terbakar. Formaldehid dapat terdekomposisi menjadi metanol dan

karbonmonooksida pada suhu 150oC dan pada suhu 300oC jika dekomposisi tidak

menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer formaldehid mudah mengalami

fotooksidasi menjadi karbondioksida (WAAC Newsletter, 2007). Larutan

formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin, formol atau

mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung 37 % gas formaldehid

dalam air. Biasanya ditambahkan 10–15% metanol untuk menghindari

polimerisasi. Larutan ini sangat kuat dan dikenal dengan larutan formalin 40%

yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut (Cahyadi, 2006).

2.2 Karakteristik Formalin

Formalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal),

merupakan aldehida berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida

awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi

diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867. Formaldehida bisa dihasilkan dari

pembakaran bahan yang mengandung karbon. Terkandung dalam asap pada

kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi,

formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana

dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali

juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia

(Reuss 2005).
Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi

bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk

dagang ‘formalin’ atau ‘formol’). Dalam air, formaldehida mengalami

polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO.

Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol untuk membatasi

polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar

antara 10%-40%. Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada

umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya.

Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik

elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik

dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa mengalami reaksi

Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol. Formaldehida bisa

membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena.

Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat gas

ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa

dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan

formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Reuss

2005).

2.3 Fungsi Formalin

Oleh karena harganya yang terjangkau, formalin banyak digunakan dalam

berbagai jenis industri seperti pembuatan perabot dan juga digunakan sebagai

bahan campuran dalam pembuatan bangunan. Selain itu, formalin juga digunakan

sebagai bahan pengawet mayat dan agen fiksasi di laboratorium. Bahan pengawet
ini, menurut Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono

(2006).

Penggunaan formalin diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang,

pakaian dan kapal.

2. Pembasmi lalat dan serangga.

3. Bahan pembuat sutra bahan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.

4. Dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan

kertas.

5. Bahan pembentuk pupuk berupa urea.

6. Bahan pembuatan produk parfum.

7. Pencegah korosi untuk sumur minyak.

8. Bahan untuk isolasi busa.

9. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)

(Oke, 2008).

Larutan formaldehid adalah disinfektan yang efektif melawan bakteri

vegetatif, jamur atau virus tetapi kurang efektif melawan spora bakteri.

Formaldehid bereaksi dengan protein dan hal tersebut mengurangi aktivitas

mikroorganisme. Efek sporosidnya meningkat, yang meningkat tajam dengan

adanya kenaikan suhu. Larutan 0,5 % formaldehid dalam waktu 6 – 12 jam dapat

membunuh bakteri dan dalam waktu 2 – 4 hari dapat membunuh spora, sedangkan

larutan 8% dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam. Formaldehid memiliki

daya antimicrobial yang luas yaitu terhadap Staphylococcus

aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aerogenosa,


Pseudomonas florescens, Candida albicans, Aspergillus niger, atau Penicillium

notatum. Mekanisme formaldehid sebagai pengawet diduga bergabung dengan

asam amino bebas dari protoplasma sel atau mengkoagulasikan protein (Cahyadi,

2006).

Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri

dehidrasi (kekurangan air) sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk

lapisan baru di permukaan. Artinya formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi

juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya supaya tahan

terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan

serangan bakteri dengan cara membunuh maka formalin akan bereaksi secara

kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan

berikutnya (Cipta Pangan, 2006)

Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi

dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang

berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut

(Herdiantini, 2003). Sifat penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan

penetrasinya lambat sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk

mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali jika

diberikan dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras (Herdiantini, 2003).

2.4 Karakteristik Sampel Bakso

Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer. Banyak

orang menyukainya, dari anak-anak sampai orang dewasa. Bakso tidak saja hadir

dalam sajian seperti sajian mie bakso maupun mie ayam. Bola-bola daging ini
juga biasa digunakan dalam campuran beragam masakan lainnya, sebut saja

misalnya nasi goreng, mie goreng, capcay, dan aneka sop (Widyaningsih, 2006).

Bakso merupakan produk dari protein daging, baik daging sapi, ayam ikan

maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama

garam dapur (NaCl), tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng

dengan berat 25-30 gr per butir. Bakso memiliki tekstur kenyal seperti ciri

spesifiknya, kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan

bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dan tepung dan proses

pembuatannya (Widyaningsih, 2006).


DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Made. 2006. Mengenal Formalin dan bahayanya. Jakarta: Penebar


Swadya.
Cahyadi, W., 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Cipta Pangan, 2006. Formalin Bukan
Formal. http://www.ciptapangan.com/files/downloadsmodule/@random4
413d85398188/1142501871_buletin_cp_jan06.pdf [Diakses pada 02
Januari 2014].
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: departemen farmasi
FMIPA Universitas Indonesia
Herdiantini, E., 2003. Analisis Bahan Tambahan Kimia (Bahan Pengawet Dan
Pewarna) Yang Dilarang Dalam Makanan. Bandung: Fakultas Teknik
Universitas Pasundan.
Norman, R.O.C and D.J. Waddington, 1983. Modern Organic Chemistry. New
York: Colliens Educational.
Oke, 2008. Mengenal Formalin. http://www.oke.or.id.[ Diakses pada 03 Januari
2014]
Reuss G, W. Disteldorf, A.O.Gamer. 2005. Formaldehyde in
Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry Wiley-VCH.
http://en.wikipedia.org/wiki/Formaldehyde. [Diakses pada 03 Januari
2014].
WAAC Newsletter, 2007. Formaldehid: Detection and
Mitigation. http://www.wikipedia.com . [Diakses pada 03 Januari 2014].
Widyaningsih, T.W, dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agirasana.

Anda mungkin juga menyukai