Anda di halaman 1dari 10

Gangguan Komunikasi antar Sel pada Paralisis Periodik Hipokalemia

Sinta Wulansari
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510, Indonesia. Tlp : (021) 5694-
2061, Fax : (021) 563-1731

Email: sinta.201fk429@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Sistem komunikasi yang dilakukan sel berperan sangat penting terhadap respon seluler yang
akan dilakukan oleh sel. Dimana dengan adanya komunikasi antar sel maka dapat terjadi
pengaturan dan pengendalian kegiatan sel, jaringan, organ tubuh, dan untuk mempertahankan
homeostasis. Komunikasi antar sel memiliki cara dasar dalam berkomunikasi. Sel saraf dan
sel otot memanfaatkan adanya potensial membran istirahat untuk komunikasi. Terdapat
perubahan potensial membran yang sering terjadi yaitu depolarisasi, repolarisasi, dan
hiperpolarisasi. Pada hiperpolarisasi dapat menimbulkan keadaan hipokalemia. Selain
dikarenakan perubahan potensial membran, faktor genetik juga dapat berpengaruh terhadap
hipokalemia.
Kata kunci: paralisis periodik hipokalemia, hiperpolarisasi, potensial membran

Abstract

Communication systems do play a very important cells against cellular responses that will be
done by the cell. Wherein the communication between cells, it can happen settings and
control the activities of cells, tissues, organs, and to maintain homeostasis. Communication
between cells has a basic way of communicating. Nerve cells and muscle cells utilize their
resting membrane potential for communication. There are changes in membrane potential
depolarization often happens that, repolarization, and hyperpolarization. In
hyperpolarization can cause hypokalemia circumstances. In addition due to changes in
membrane potential, genetic factors may also affect the hypokalemia.
Keywords: hypokalemic periodic paralysis, hyperpolarization, membrane potential
Pendahuluan

Sel merupakan unit terkecil dari organisme. Sel tidak akan mampu bekerja dan
membentuk sebuah jaringan bila tidak ada koordinasi antara satu dengan yang lain. Miliaran

1
sel penyusun setiap makhluk hidup harus berkomunikasi untuk mengkoordinasikan
aktivitasnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan organisme itu untuk berkembang.
Mulai dari sel yang berkomunikasi terbentuk jaringan kemudian organ dan sistem yang
menjalankan organisme untuk hidup. Salah satu ciri organisme yang sedikit sekali diungkap
adalah kemampuannya untuk berkomunikasi. Pada tubuh manusia terdiri dari sel-sel yang
terus melakukan komunikasi antara satu sel dengan sel lainnya. Dengan adanya komunikasi
antar sel ini, maka tiap organ akan bekerja sesuai dengan fungsinya. Ada kalanya sel-sel
tubuh terganggu dalam hal komunikasi. Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Biologi
Sel, dapat membantu memahami lebih dalam mengenai komunikasi sel.

Komunikasi antar Sel


Sistem komunikasi yang dilakukan sel berperan sangat penting terhadap respon seluler yang
akan dilakukan oleh sel. Dimana dengan adanya komunikasi antar sel maka dapat terjadi pengaturan
dan pengendalian kegiatan sel, jaringan, organ tubuh, dan untuk mempertahankan homeostasis.
Komunikasi sel berperan penting dalam menyelenggarakan homeostasis karena tubuh harus
senantiasa memantau adanya perubahan-perubahan nilai berbagai parameter, lalu mengkoordinasikan
respons yang sesuai sehingga perubahan yang terjadi dapat diredam. Untuk itu sel-sel tubuh harus
mampu berkomunikasi satu dengan lainnya. Komunikasi antar sel merupakan media yang menopang
pengendalian fungsi sel atau organ tubuh. Tujuan dari komunikasi sel itu sendiri adalah
menghasilkan, mengenali, dan menginterpretasikan dan bereaksi terhadap isyarat yang ada di
lingkungan sel serta memastikan suatu pesan dapat dikonversi dari satu bentuk ke bentuk lainnya
selama perjalanannya dan masih mempertahankan isi pesan (sinyal transduksi).1

Cara Dasar Komunikasi antar Sel

1. Komunikasi melalui kontak langsung


Komunikasi melalui kontak langsung ini terjadi melalui adanya hubungan celah
(gap junction). Pada cara ini hantaran terjadi melalui suatu “lubang” yang dapat
berfungsi sebagai saluran senyawa tertentu untuk berdifusi. Gap junction merupakan
protein saluran khusus yang dibentuk oleh protein connexin. Sehingga jelaslah bahwa
komunikasi jenis ini terjadi pada sel yang saling berdekatan. Komunikasi ini terjadi
dengan mentransfer sinyal berupa ion-ion, molekul-molekul kecil atau sinyal kimia
(seperti asam amino, ATP, cAMP), selama sinyal-sinyal tersebut dapat melewati gap
junction.
Fungsi dari gap junction ini yaitu untuk memungkinkan sel yang saling
berdekatan dalam jaringan untuk berbagi lingkungan sistolik yang sama guna

2
pertumbuhan dan pematangan sel yang seimbang. Sinyal listrik sering ditransfer
melalui gap junction.
Suatu contoh hantaran sinyal jenis ini terjadi pada apa yang disebut sebagai
sinapsis listrik (electrical synapsis) dimana akson dari suatu hubungan prasinaptik
berhubungan dengan neuron pasca sinaptik melalui hubungan celah. Ion yang mengalir
melalui celah tersebut memungkinkan depolarisasi membran beralih dari neuron pra
sinaptik ke neuron pasca sinaptik.2
2. Contact dependent signals
Komunikasi sel jenis ini biasa juga disebut sebagai komunikasi juxtacrine (juxtacrine
communication). Juxtacrine merupakan komunikasi antar sel melalui kontak langsung
membrane plasma.Transmembran protein dan fosfolipid merupakan dua tipe molekul
membrane sel yang disalurkan melalui kontak langsung. Juxtacrine memungkinkan sel untuk
membatasi sebuah sinyal hanya untuk sel dengan kontak langsung.
Persinyalan juxtacrine ini merupakan komunikasi antar sel yang dimana suatu sel
menyediakan ligan (molekul) sementara sel lainnya menyediakan reseptor pada permukaan
yang saling berdekatan. Respon akan terjadi ketika molekul dan reseptor saling menempel.3
3. Local communication
Komunikasi lokal yang dilakukan sel ini terjadi dalam bentuk komunikasi autokrin dan
parakrin. Keduanya bekerja diperantarai sekret molekul. Autokrin terjadi ketika molekul yang
dihasilkan suatu sel ditangkap oleh sel itu sendiri dan menghasilkan respon internal bagi sel itu
sendiri. Umumnya mekanisme ini terjadi pada sinyal berupa faktor pertumbuhan.
Sementara parakrin terjadi ketika molekul yang dihasilkan suatu sel ditangkap oleh sel-
sel tetangga (sel-sel lain yang berada di daerah sekitarnya). Faktor pertumbuhan, diferensiasi
dan metabolisme umumnya dikoordinasikan melalui komunikasi parakrin.
Misalnya epinefrin merupakan neurotransmiter yang dilepaskan oleh satu sel saraf ke sel
saraf lainnya atau sel saraf ke efektor pada otot rangka ( merangsang atau menghambat
konstraksi). Yang kemudian dapat berikatan dengan reseptor membran pada sel-sel target yang
ada di sekitarnya dan menginduksi perubahan di dalam sel target.2,3
4. Long distance communication
Komunikasi jarak jauh ini terjadi melalui sistem saraf dan endokrin. Pada sistem
endokrin sinyal yang digunakan berupa hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin.
Hormon mensinyal sel target pada jarak yang lebih jauh. Hormon yang dihasilkan kemudian
akan diedarkan melalui darah sehingga dapat menjangkau semua sel di tubuh, yang mana hanya
sel target spesifik yang mengenali dan merespons sinyal kimiawi yang diberikan.2,3
Komunikasi pada system saraf yaitu dimana sinyal berupa neurotransmitter akan
dihasilkan oleh neuron prasinaps kemudian berjalan melalui celah sinaps menuju postsinaps.

3
Postsinaps ini dapat berupa neuron lain, serat otot dan lain-lain. Komunikasi melalui saraf ini
langsung menghantarkan sinyal ke sel target.
Sementara itu ada pula komunikasi berupa gabungan antara keduanya (neurohormon).
Sinyal akan dihasilkan oleh sel saraf kemudian dihantarkan melalui pembuluh darah ke semua
sel target yang dapat berespon terhadap molekul sinyal tersebut.2

Sel Saraf

Sistem saraf tersusun atas dua jenis sel yang utama: neuron dan sel-sel pendukung (glia).
Neuron adalah sel yang sungguh-sungguh menghantarkan pesan di sepanjang jalur komunikasi system
saraf.Sisanya yang lebih banyak adalah sel-sel pendukung (glia). Meskipun sel-sel ini sesungguhnya
tidak menghantarkan impuls saraf, fungsinya penting bagi integritas system saraf seperti memberikan
struktur dalam system saraf serta melindungi, menginsulasi dan secara umum membantu neuron.4
Neuron adalah unit fungsional sistem saraf yang dikhususkan untuk menghantarkan dan
mengirimkan sinyal dalam tubuh dari suatu lokasi ke lokasi yang lain. Setiap neuron mempunyai
badan sel yang relative besar yang mengandung nucleus dan berbagai ragam organel seluler lainnya
serta mempunyai satu atau beberapa tonjolan. Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi
menuju badan sel. Memiliki banyak percabangan sehingga meningkatkan luas permukaan neuron
tempat neuron itu menerima input dari neuron lain atau reseptor sensoris.4
Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel disebut
akson. Akson bisa bercabang dan masing-masing bisa mencapai ratusan hingga ribuan ujung-ujung
khusus yang disebut terminal sinaptik, yang mengirimkan sinyal ke sel lain dengan melepaskan
messenger kimiawi yang disebut neurotransmitter. Lokasi kontak antara terminal sinaptik dan sel
target (baik neuron lain ataupun sel efektor) disebut sinapsis. Sinapsis merupakan persambungan
dimana satu neuron berkomunikasi dengan neuron lain atau sel otot atau sel kelenjar.4
Dendrit dan akson secara kolektif sering disebut sebagai serabut saraf atau tonjolan saraf.
Kemampuan untuk menerima, menyampaikan dan meneruskan pesan – pesan neural disebabkan oleh
karena sifat khusus membran sel neuron yang mudah dirangsang dan dapat menghantarkan pesan
elektrokimia.
Klasifikasi struktur neuron berdasarkan pada hubungan antara dendrit, badan sel, dan akson
mencakup:
1. Neuron tanpa akson. Neuron ini berlokasi di otak dan beberapa organ perasa khusus.
2. Neuron bipolar. Ukuran dari neuron bipolar lebih kecil dibandingkan dengan neuron unipolar
dan multipolar. Neuron bipolar sangat jarang ada, tetapi mereka ada di dalam organ perasa
khusus, neuron ini menyiarkan ulang informasi tentang penglihatan, penciuman, dan
pendengaran dari sel-sel yang peka terhadap rangsang ke neuron-neuron lainnya.

4
3. Neuron unipolar. Di dalam suatu neuron unipolar, dendrit dan akson melakukan proses
secara berlanjut. Dalam suatu neuron, segmen awal dari cabang dendrite membawa aksi
potensial dan neuron ini memiliki akson. Beberapa neuron sensorik dari saraf tepi merupakan
neuron bipolar dan sinaps neuron berakhir di system saraf pusat (SSP).
4. Neuron multipolar. Neuron multipolar lebih banyak memiliki dendrite dan dengan satu akson.
Neuron ini merupakan tipe neuron yang sebagian besar berada di SSP. Contoh tipe neuron ini
adalah seluruh neuron motorik yang mengendalikan otot rangka.5
Potensial Berjenjang
Potensial berjenjang yakni sinyal jarak dekat yang cepat menghilang.Potensial berjenjang
bersifat lokal yang terjadi dalam berbagai derajat. Sebagai contoh, potensial ini dapat berubah dari -70
menjadi -60 mV (suatu potensial berjenjang 10mV) atau dari -70 menjadi -50 mV (potensial
berjenjang 20 mV). Potensial ini dipengaruhi oleh semakin kuatnya kejadian pemicu atau pencetus
dan semakin besarnya potensial berjenjang yang terjadi. Potensial berjenjang biasanya dihasilkan oleh
kejadian pemicu tertentu yang menyebabkan saluran ion berpintu terbuka di bagian tertentu membran
sel peka rangsang. Umumnya, saluran ini adalah saluran berpintu kimia atau berpintu mekanis.Yang
biasanya terjadi adalah terbuka saluran berpintu Na+ ke dalam sel sesuai gradient konsentrasinya.
Depolarisasi yang terjadi –potensial berjenjang- terbatas di region kecil dari keseluruhan membran
plasma.6 Kejadian pencetus dapat berupa:
 Stimulus
 Interaksi ligan-reseptor permukaan sel saraf dan otot
 Perubahan potensial yang spontan (akibat ketidakseimbangan siklus pengeluaran
pemasukan/ kebocoran-pemompaan)
Semakin kuat kejadian pemicu, semakin banyak saluran berpintu yang terbuka, semakin banyak
muatan positif yang masuk ke dalam sel, dan semakin besar potensial berjenjng terdepolarisasi di
tempat inisial. Juga semakin lama durasi kejadian pemicu, semakin lama durasi potensial berjenjang.6
Apabila potensial berjenjang secara lokal terjadi pada membran sel saraf atau otot, terdapat
potensial berbeda di daerah tersebut. Arus (secara pasif)mengalir antara daerah yang terlibat dan
daerah di sekitarnya (di dalam maupun di luar membran). Ketika suatu potensial berjenjang terjadi di
membran sebuah sel saraf atau otot maka bagian lainnya masih berada dalam keadaan potensial
istirahat. Daerah yang mengalami depolarisasi temporal disebut daerah aktif yang mana relative lebih
positif daripada daerah inaktif sekitar yang masih berada dalam potensial istirahat. Di luar sel, daerah
aktif relative kurang positif dibanding daerah sekitar. Karena inilah maka muatan listrik yang dibawa
ion mengalir pasif antara daerah aktif dan daerah istirahat sekitar, baik sisi dalam maupun luar
membran. Di dalam sel, muatan positif mengalir melalui cairan intraseluler menjauhi daerah aktif
depolarisasi yang relatif lebih positif kea rah daerah istirahat di sekitar yang lebih negatif. Di luar sel,
muatan positif mengalir melalui cairan ekstraseluler dari daerah inaktif yang lebih positif ke arah

5
daerah aktif yang lebih negatif. Perpindahan ion berlangsung di sepanjang membran di daerah yang
berdekatan di sisi membran yang sama. Akibat hal ini, terjadi perubahan potensial di daerah yang
semula inaktif. Muatan positif mengalir ke daerah di sekitar sisi dalam, bersamaan itu muatan positif
mengalir ke luar daerah ini di sisi luar. Karena itu, di daerah sekitar bagian dalam menjadi lebih postif
dan bagian luar kurang positif daripada sebelumnya. Dengan cara ini, arus menyebar ke dua arah
menjauhi tempat awal perubahan potensial.6
Potensial berjenjang dapat menimbulkan potensial aksi jika potensial di daerah trigger zone di
atas ambang. Sedangkan jika potensial di bawah ambang tidak akan memicu potensial aksi.
Daerah-daerah di jaringan tempat terjadinya potensial berjenjang tidak mempunyai bahan
insulator sehingga terjadi kebocoran arus dari daerah aktif membran ke cairan ekstrasel (CES)
sehingga potensial semakin jauh semakin berkurang. Akibat berkurangnya arus ini maka kekuatan
potensial berjenjang terus menerus menurun. Semakin jauh potensial merambat dari daerah asal maka
arus akan mereda hingga lenyap beberapa millimeter dari tempat awal. Karenanya potensial
berjenjang dapat berfungsi sebagai sinyal hanya untuk jarak yang sangat pendek. Contoh potensial
berjenjang:
1. Potensial pasca sinaps
2. Potensial reseptor
3. Potensial end-plate
4. Potensial alat pacu
Potensial Aksi
Potensial aksi adalah impuls saraf. Potensial aksi berfungsi sebagai sinyal jarak jauh. Potensial
aksi hanya akan terjadi jika depolarisasi mencapai potensial ambang. Potensial ambang sebuah neuron
biasanya berkisar antara 15 sampai 20 mV lebih positif dibanding potensial istirahat. Potensial aksi
berlangsung singkat, cepat dan besar.4,6
Potensial aksi merupakan peristiwa yang bersifat ya atau tidak sama sekali (all or none event)
yang tidak bergradasi, yang berarti bahwa besarnya potensial aksi tidak bergantung pada kekuatan
stimulus yang menyebabkan potensial aksi tersebut (polarisasi harus cukub besar untuk melewati
ambang). Potensial aksi timbul karena membran plasma sel-sel yang dapat dirangsang mempunyai
saluran ion bergerbang voltase. Saluran ini dapat membuka dan menutup sebagai respon terhadap
perubahan potensial membran.4
Dua jenis saluran bergerbang voltase memberikan sumbangan terhadap potensial aksi, yaitu
saluran kalium dan saluran natrium. Masing-masing saluran kalium mempunyai sebuah gerbang
tunggal yang sensitive terhadap perubahan voltase. Gerbang menutup saat fase istirahat dan membuka
secara perlahan-lahan sebagai respon terhadap depolarisasi. Sementara masing-masing saluran
natrium mempunyai dua gerbang yang sensitive terhadap perubahan voltase. Satu gerbang menutup
saat fase istirahat dan merespon terhadap depolarisasi dengan membuka secara cepat srta satu gerbang

6
inaktivasi yang membuka saat fase istirahat dan merespon terhadap depolarisasi dengan menutup
secara perlahan-lahan.4
Pada fase istirahat baik saluran natrium maupun saluran kalium berada dalam keadaan tertutup
namun tetap mempertahankan potensial membran. Pada saluran natrium yang mentup adalah gerbang
aktivasi, sementara gerbang inativasi terbuka. Selama proses depolarisasi gerbang aktivasi natrium
akan membuka secara cepat yang menyebabkan aliran masuk ion Na+ dalam jumlah besar sehingga
bagian dalam sel menjadi lebih positif. Apabila depolarisasi mencapai atau melewati potensial
ambang, maka dapat memicu potensial aksi.4 Sementara itu pada saat yang sama saluran kalium juga
membuka namun sangat lambat (beberapa buku mengklasifikasikan saluran kalium tersebut tetap
menutup).
Selama proses repolarisasi gerbang inaktivasi menutup saluran natrium dan saluran kalium
terbuka perlahan. Ion Na+ tidak dapat masuk lagi ke dalam sel, sebaliknya ion K+akan bergerak keluar
dari sel (hal ini sesuai dengan arah gradient konsentrasinya). Akibatnya perlahan potensial akan
kembali bertambah negatif. Selama beberapa saat saluran kalium yang terbuka mengakibatkan
berlebihnya ion K+ yang keluar dari dalam sel, sehingga terjadi hiperpolarisasi.Kemudian setelah
gerbang kalium menutup, ion K+ dari dalam tidak lagi bergerak ke luar. Membran potensial istirahat
akan kembali pada keadaan istirahat dengan masuknya ion K+ melalui saluran bocor.4-7
Potensial aksi ini menyebar ke seluruh membran sel tanpa menyebabkan penyusutan.Potensial
aksi yang terjadi atau impuls pada saat terjadi depolarisasi dialirkan ke ujung saraf dan mencapai
ujung akson (akson terminal). Saat potensial aksi mencapai akson terminal akan dikeluarkanlah
neurotransmitter, yang melintasi synaps dan dapat saja merangsang saraf berikutnya.
Perubahan Potensial Membran

Semua sel tubuh memperlihatkan potensial membran, yaitu pemisahan muatan positif
dan negatif di kedua sisi membran. Berikut ini adalah perubahan yang dapat terjadi pada
potensial membran.

1. Depolarisasi. Membran menjadi kurang terpolarisasi; bagian dalam membran menjadi


kurang negatif dibanding pada potensial istirahat, dengan nilai potensial mendekati 0
milivolt (mV). Contohnya, perubahan dari -70 menjadi -60 mV. Lebih sedikit muatan
yang dipisahkan ketimbang saat potensial istirahat. Istilah ini juga merujuk pada
bagian dalam membran yang bahkan menjadi positif seperti pada potensial aksi (jenis
utama sinyal listrik) ketika potensial membran berbalik dengan sendirinya (misalnya,
menjadi +30 mV). Depolarisasi dapat terjadi apabila masuknya ion Na+ sehingga
membran menjadi kurang negatif.

7
2. Repolarisasi. Membran kembali ke potensial istirahat setelah terdepolarisasi.
Repolarisasi dapat terjadi apabila keluarnya ion K+.
3. Hiperpolarisasi. Membran menjadi lebih terpolarisasi; bagian dalam membrane
menjadi lebih negative dibanding pada potensial istirahat, dengan nilai potensial
menjauhi 0 mV. Misalnya, perubahan dari -70 menjadi -80 mV; lebih banyak muatan
yang dipisahkan ketimbang saat potensial istrirahat. Hiperpolarisasi dapat terjadi
akibat keluarnya K+ yang berlebihan.6

Kelainan Genetik

Salah satu contoh keadaan hiperpolarisasi pada keadaan hipokalemia. Hipokalemia


dapat timbul akibat kurangnya asupan kalium melalui makanan, kehilangan kalium melalui
gangguan saluran cerna atau kulit, atau akibat redistribusi kalium ekstraselular ke dalam
cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemik (PPH) merupakan salah satu spektrum
klinis akibat hipokalemia yang disebabkan oleh redistribusi kalium secara akut ke dalam
cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemia dapat terjadi secara familial atau didapat.
PPH didapat bisa ditemui pada keadaan tirotoksikosis, disebut thyrotoxic periodic paralysis,
sedangkan bentuk PPH familial disebut familial hypokalemic periodic paralysis. Familial
hypokalemic periodic paralysis (paralisis periodik hipokalemik familial, PPHF) merupakan
kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan, ditandai dengan kelemahan otot atau
paralisis flaksid akibat hipokalemia karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular
otot rangka. Kelainan ini dapat mengenai semua ras dengan awitan tersering pada usia 10
tahun (periode peripubertas). Sebanyak 50% laki-laki dan perempuan pembawa gen tidak
memiliki gejala atau hanya gejala ringan.

Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial
istirahat (resting potential) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3
yakni gen yang mengontrol gerbang kanal ion (voltagegated ion channel) natrium, kalsium,
dan kalium pada membran sel otot. Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara
asupan kalium dari luar, ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intra- dan
ekstraselular. Sekitar 98% kalium total tubuh berada di ruang intraselular, terutama di sel otot
rangka. Secara fisiologis, kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-140
mEq/L melalui kerja enzim Na+-K+-ATPase. Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai
pori tempat keluar-masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal
ion akan menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan dalam

8
keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan membuka, memungkinkan keluar-
masuknya ion natrium dan kalium serta menjaganya dalam keadaan seimbang. Mutasi gen
yang mengontrol kanal ion ini akan menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel otot
rangka dan turunnya influks kalsium ke dalam sel otot rangka sehingga sel otot tidak dapat
tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai paralisis.8

Masa Rafrakter

Terdapat dua jenis periode refrakter, yaitu:

1. Periode refrakter absolut ialah jangka waktu tertentu saat sel saraf benar-benar tidak dapat
menanggapi rangsang yang diberikan untuk kedua kalinya, apapun jenis rangsangnya dan
berapa pun kekuatan rangsang yang diberikan. Periode ini biasanya berlangsung pada awal
repolarisasi.

2. Periode refrakter relatif ialah jangka waktu pada akhir repolarisasi, yang mana sel saraf
kemungkinan sudah dapat kembali menanggapi rangsang, asalkan rangsang yang diberikan
lebih kuat daripada rangsang sebelumnya atau jenis rangsangnya berbeda.4

Kesimpulan
Peran penting komunikasi antar sel ini, maka tiap organ akan bekerja sesuai dengan
fungsinya. Ada kalanya sel-sel tubuh terganggu dalam hal komunikasi. Sel saraf dan sel otot
memanfaatkan adanya potensial membran istirahat untuk komunikasi. Terdapat perubahan
potensial membran yang sering terjadi yaitu depolarisasi, repolarisasi, dan hiperpolarisasi.
Pada hiperpolarisasi dapat menimbulkan keadaan hipokalemia. Selain dikarenakan perubahan
potensial membran, faktor genetik juga dapat berpengaruh terhadap hipokalemia. Familial
hypokalemic periodic paralysis (paralisis periodik hipokalemik familial, PPHF) merupakan
kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan, ditandai dengan kelemahan otot atau
paralisis flaksid akibat hipokalemia karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular
otot rangka.

9
Daftar Pustaka

1. Benyamin L. Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada; 2001:
h.34-5.
2. Seifter J, Sloane D, Ratner A. Concepts in medical physiology. Philadelphia: Lippincott
Williams & Willkins; 2005: h.24-8.
3. Meyers RA. Systems biology. Weinheim : Wiley-Blackwell; 2012: h.39-41.
4. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. Biologi jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta : Erlangga; 2004:
h.201-15.
5. Muttaqin A. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan system persarafan.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008: h.4.
6. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC; 2014: h.98-106.
7. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-12. Jakarta: Elsevier; 2013:
h.59-72.
8. Pardede SO, Fahriani R. Paralisis periodic hipokalemik familial. Continuing Medical
Education 2012; 39(10): 727-30.

10

Anda mungkin juga menyukai