Anda di halaman 1dari 12

PUTUS OBAT IATROGENIK OPIOID PADA PASIEN DEWASA SAKIT

KRITIS: PENELITIAN OBSERVASIONAL PROSPEKTIF


MULTISENTRIS
Pan Pan Wang, Elaine Huang, Xue Feng, dkk.

ABSTRAK
Latar Belakang: Opioid dan benzodiazepin sering digunakan di unit perawatan
intensif (ICU). Penggunaan reguler dan paparan opioid yang berkepanjangan pada
pasien ICU yang diikuti oleh lonjakan atau penghentian mendadak dapat
menyebabkan sindrom putus obat iatrogenik (IWS). IWS dijelaskan dengan baik
di bidang pediatri, namun tidak ada penelitian prospektif yang mengevaluasi
sindrom ini pada pasien ICU dewasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui insidensi IWS yang disebabkan oleh opioid pada populasi orang
dewasa yang sakit kritis. Studi kohort prospektif multisentris ini dilakukan di ICU
trauma tingkat dua pada periode bulan Februari 2015 s.d. September 2015 dan
melibatkan 54 pasien sakit kritis. Peserta memenuhi syarat jika berusia 18 tahun
ke atas, mendapatkan ventilasi mekanis dan telah menerima infus opioid intravena
secara teratur atau intermiten. Untuk setiap pasien yang terdaftar dan setiap
episode penyapihan opioid, kondisi IWS dinilai oleh dokter ICU atau residen
senior yang memenuhi syarat sesuai dengan kriteria Diagnostik dan Statistik
Manual Penyakit Kejiwaan (DSM) Mental Disorders untuk putus obat opioid.
Hasil: Populasi penelitian sebagian besar terdiri atas laki-laki (74,1%) dengan
usia rata-rata 50 tahun (persentil ke 25 sampai ke-75 : 38,2-64,5). Nilai median
ICU APACHE II saat masuk adalah 22 (persentil ke 25th-75 12.0-28.2). Kejadian
keseluruhan IWS adalah 16,7% (95% CI 6-27). Dosis opioid kumulatif median
sebelum penyapihan lebih tinggi pada pasien dengan IWS (245,7 vs 169,4 mcg /
kg, setara fentanil). Pasien dengan IWS juga terpapar opioid untuk jangka waktu
yang lebih lama dibandingkan dengan pasien tanpa IWS (median 151 vs 125 h).
Namun, hasil ini tidak signifikan secara statistik.
Kesimpulan: IWS kadang-kadang ditemukan pada populasi yang sangat spesifik
di ICU, khususnya yang mendapat ventilasi mekanis dan pasien kritis. Diperlukan

1
penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hasil awal ini dan mengidentifikasi
faktor risiko.
Kata kunci: Sindrom putus obat Iatrogenik, Opioid, DSM-V, Ventilasi mekanis,
sakit kritis, unit perawatan intensif, dewasa

LATAR BELAKANG
Opioid dan benzodiazepin sering digunakan di unit perawatan intensif (ICU)
untuk mengatasi nyeri, agitasi dan memfasilitasi ventilasi mekanik [1, 2].
Stimulasi reseptor μ, κ dan δ yang berkepanjangan oleh opioid di sistem saraf
pusat dan pada jaringan perifer menyebabkan turunnya regulasi sinyal secondary
messenger intraselular, sehingga mendorong toleransi. Jika stimulus
penghambatan dihentikan secara tiba-tiba, seperangkat gejala termasuk stimulasi
saraf pusat (misalnya agitasi, mudah tersinggung, tremor, peningkatan terjaga),
hiper-aktivasi sistem saraf simpatik (misalnya demam, hipertensi, takikardia,
takipnea, berkeringat) dan gangguan gastrointestinal (misalnya muntah, mual,
diare) bisa terjadi. Fenomena ini dikenal dengan iatrogenic withdrawal syndrome
(sindrom putus obat iatrogenik—IWS) akut [3].
Penelitian sebelumnya telah menggambarkan IWS dengan baik terhadp
populasi ICU pediatrik (PICU) [4-8]. Insidensi berkisar antara 10 sampai 57%
dilaporkan pada anak-anak yang mendapat ventilasi mekanis dan infus opioid
terus menerus selama lebih dari 24 jam [7, 8]. Gejala putus obat pada populasi
anak-anak, seperti yang dijelaskan oleh Finnington Neonatal Abstinence Scale,
meliputi iritabilitas, tremor, klonus, menguap, bersin, delirium, hipertonisitas,
kejang dan halusinasi [9]. Pada kasus yang lebih parah, aktivasi simpatis dapat
menyebabkan takikardia, hipertensi, takipnea, berkeringat, demam, serta gejala
gastrointestinal seperti intoleransi makan dengan muntah dan diare [9, 10].
Akibatnya, IWS dapat mempersulit pemulihan pasien [11, 12].
Pada pasien ICU dewasa, sebuah penelitian retrospektif melaporkan
insidensi IWS pemberian analgesic dan obat sedatif sebesar 32% (9 dari 28
pasien) [13]. Dalam penelitian tersebut, evaluasi IWS didasarkan pada versi skala
Himmelsbach modifikasi [13]. Sepengetahuan kami, tidak ada penelitian

2
prospektif yang dipublikasikan yang mengevaluasi kejadian dan faktor risiko IWS
terkait opioid pada populasi ICU dewasa.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengevaluasi secara prospektif
kejadian IWS pada pasien ICU dewasa yang mendapat ventilasi mekanis yang
menerima opioid. Kemungkinan faktor risiko IWS terkait opioid pada populasi
pasien ini juga dinilai.

METODE
Desain studi
Penelitian ini merupakan kohort prospektif observasional yang dilakukan di
dua sentral trauma tingkat-1 di Montreal, Kanada (clinicalTrials.gov,
NCT02318290). Pengumpulan subjek dilakukan di antara bulan Februari 2015
s.d. September 2015. Penelitian ini ditinjau dan disetujui oleh komite etika
penelitian institusional setiap tempat yang berpartisipasi.
Subjek penelitian
Subjek memenuhi syarat jika berusia 18 tahun ke atas, mendapat ventilasi
mekanis dan telah menerima infus opioid intermiten atau infus intravena secara
reguler selama lebih dari 72 jam. Pasien dianggap menerima opioid intermiten
reguler jika lebih dari separuh dosis "sesuai kebutuhan" yang dijadwalkan dalam
24 jam sebelumnya diberikan. Awalnya, peserta disertakan setelah 96 jam
pemberian ventilasi mekanis dan opioid. Kriteria inklusi ini kemudian diubah
menjadi 72 jam karena terbatasnya jumlah pasien yang memenuhi syarat.
Persetujuan awal diperoleh dari keluarga terdekat, dan bila memungkinkan,
partisipasi kemudian dikonfirmasi oleh pasien.
Pasien dieksklusikan jika mereka tidak dapat berbicara bahasa Inggris atau
Prancis, memiliki hambatan komunikasi fisik, menderita cedera otak parah yang
didefinisikan sebagai Skala Koma Glasgow (GCS) ≤8 atau cedera otak sedang
(GCS 9-12) dengan tekanan intrakranial tinggi (ICP> 20 mmHg membutuhkan
osmoterapi). Kriteria eksklusi lainnya termasuk kematian yang segera terjadi dan
dapat diperkirakan, kondisi neurologis aktif seperti status epileptikus,
ensefalopati, penyalahgunaan zat kronis (penggunaan alkohol kronis yang

3
didefinisikan sebagai ≥2 minuman per hari dan / atau ≥14 minuman per minggu
untuk pria dan ≥9 minuman per minggu untuk wanita, penggunaan heroin secara
teratur, asam γ-hidroksibutirat, kokain atau amfetamin), penggunaan opioid kronis
sebelum masuk ICU (didefinisikan sebagai penggunaan rutin untuk alasan medis
kronis yang dilaporkan oleh keluarga terdekat atau daftar pengobatan di rumah),
cedera tulang belakang , dan ekstubasi selama 72 jam pertama.
Prosedur dan pengumpulan data
Demografi pasien yang dikumpulkan meliputi usia, jenis kelamin, riwayat
kesehatan masa lalu, indikasi masuk ICU (sesuai klasifikasi ICD-10) dan skor
Evaluasi Fisiologi Akut dan Kesehatan Kronis II (Acute Physiology and Chronic
Health Evaluation II--APACHE II). Opioid, obat sedativa (benzodiazepin,
propofol dan dexmedetomidine), analgesik lain, lamanya perawatan ICU, dan
durasi ventilasi mekanis dikumpulkan secara prospektif dengan menggunakan
formulir laporan kasus standar. Semua dosis opioid dan benzodiazepin diubah
menjadi setara fentanil dan midazolam.
Tidak ada protokol penyapihan opioid standar di kedua lokasi. Manajemen
pasien termasuk semua keputusan yang berkaitan dengan analgesia, sedasi,
penyapihan dan agitasi diserahkan pada pertimbangan tim perlakuan. Episode
penyapihan opioid didefinisikan sebagai menetapnya selama 4 jam ≥10%
penurunan laju infus stabil sebelumnya (didefinisikan stabil selama paling sedikit
4 jam). Setelah disapih, pasien diperiksa sekali sehari oleh dokter ICU untuk
mendeteksi potensi berkembangnya IWS dengan menggunakan kriteria
Diagnostic and Statistical Manual 5th edition (DSM-V) untuk putus opioid [14].
Kriteria DSM-V mencakup adanya penghentian atau pengurangan penggunaan
opioid yang telah berlangsung lama dan berkepanjangan (disesuaikan denganv
>72 jam di penelitian kami) dan ≥3 dari kriteria berikut berkembang dalam
beberapa menit sampai beberapa hari setelah penghentian atau pengurangan:
disforia mood, mual atau muntah, nyeri otot, lakrimasi atau rhinorrhea, dilatasi
pupil, piloereksi, berkeringat, menguap, demam, insomnia [15]. IWS didiagnosis
jika ≥3 kriteria diamati setelah disapih, dan gejalanya tidak dapat dijelaskan oleh
kondisi medis lain seperti delirium atau infeksi. Untuk setiap episode masuk

4
pasien, seorang dokter ICU kedua atau rekan berpartisipasi dalam penilaian buta.
Seorang pasien diklasifikasikan sebagai IWS-positif jika setidaknya satu dari
evaluasi DSM-V positif. Pasien diikuti sampai kematian atau dipindahkan ke unit
lain. Selain itu, pasien yang tinggal di ICU diikuti selama 48 jam setelah peristiwa
pertama untuk indikator berikut (1) hasil positif DSM-V; (2) ekstubasi; (3) 14 hari
setelah proses penyapihan berhasil. Delirium dinilai menggunakan Metode
Penilaian Kebingungan unit perawatan intensif (Confusion Assesment Method for
ICU—CAM -ICU).

Analisis statistik
Data deskriptif dinyatakan sebagai proporsi dan variabel kontinyu sebagai
median dengan persentil ke-25. Insidensi IWS didefinisikan sebagai proporsi
pasien dengan diagnosis IWS positif dan disajikan dengan interval kepercayaan
95%. Tes Mann-Whitney U digunakan untuk membandingkan demografi, dosis
kumulatif opioid, dan lamanya paparan opioid antara kelompok IWS-positif dan
IWS-negatif. Uji Chi-square atau exact Fisher, digunakan untuk membandingkan
paparan terhadap obat bersamaan. Nilai p dua sisi <0,05 dianggap signifikan
secara statistik. Sistem Observasi Akhir Maju (Last Observation Carried
Forward—LOCF) digunakan untuk menganalisis pengamatan yang hilang.
Penghapusan berdasarkan daftar digunakan untuk data demografis yang hilang.
Seorang ahli statistik terakreditasi independen memvalidasi analisi statistik.
Analisis data dilakukan dengan IBM SPSS Statistics v. 21.0.

5
HASIL PENELITIAN
Karakteristik pasien

Semua pasien yang dirawat di ICU dalam masa studi dilakukan skrining.
Dari 1520 pasien yang diskrining, 54 dimasukkan dalam penelitian ini (Gambar
1). Sepuluh dan empat puluh empat pasien telah mendapatkan opioid paling
sedikit 72 dan 96 jam. Alasan utama untuk eksklusi adalah durasi singkat ventilasi
mekanis, pemberian opioid kurang dari 72 jam (1.300 pasien) dan kematian segera
(41 pasien).
Populasi penelitian terutama berjenis kelamin laki-laki (74,1%) dan ras
Kaukasia (81,5%) dengan median usia 50 tahun (persentil ke 25th-75 38,2-64,5)
(Tabel 1). Nilai median APACHE II adalah 22,0 (persentil ke 25th-75 12.0-28.2).
Alasan paling sering masuk menurut klasifikasi ICD-10 adalah penyebab
morbiditas eksternal (misalnya trauma dan luka) (38,9%) dan penyakit pada
sistem respirasi (14,8%). Sebelum masuk, 13 (24,1%) pasien melaporkan
konsumsi alkohol non-kronis (<14 minuman per minggu pada pria dan <9

6
minuman pada wanita). Tiga belas pasien (24,1%) adalah perokok tembakau, dan
1 pasien (1,9%) adalah pengguna amfetamin rekreasi sporadik. Dua pasien (3,7%)
telah menerima dosis opioid sporadis karena kondisi medis akut sebelum masuk
ke rumah sakit.

Bila dibandingkan dengan pasien IWS-negatif, pasien positif IWS sedikit


lebih muda (usia rata-rata 46 vs 53 tahun; p = 0,34), memiliki nilai APACHE II
yang tidak signifikan secara bermakna (median 25 vs 22 poin; p = 0,96), telah
jangka waktu ventilasi mekanis yang lebih lama (median 286 vs 188 h; p = 0,08)
dan tinggal ICU yang lebih lama (median 21 vs 17 hari; p = 0,21) (Tabel 1, 2).
Insidensi IWS
Insidensi IWS adalah 16,7% (9 dari 54 pasien) (95% CI, 6-27%). Onset
IWS berkisar antara 1 sampai 11 hari setelah penghentian opioid atau
pengurangan dosis (median = 2 hari; persentil ke 25-75%: 1-4). Kesepakatan
antara dua penilai untuk 38 evaluasi kriteria DSM-V berbasis IWS ditemukan
sesuai pada 90,1% kasus.

7
Faktor risiko untuk IWS
Meskipun tidak signifikan secara statistik (p = 0,32), dosis opioid kumulatif
(setara fentanyl) sebelum penyapihan lebih besar pada IWS-positif (median 245,7
mcg / kg; persentil 25th-75th 135.7-437.6) dibandingkan pasien IWS-negatif
(median 169,4 mcg / kg; persentil 25th-75th 117,6-234,2) (Tabel 2). Demikian
pula, durasi pemberian opioid terus menerus sebelum disapih lebih lama pada
kelompok positif IWS (median 151 jam; persentil ke 25th-75th 81-397)
dibandingkan dengan kelompok negatif IWS (median 125 h; persentil ke 25th-
75th 88-243) (p = 0,47). Dosis opioid harian sebelum disapih juga lebih tinggi
pada pasien positif IWS (median 4175 mcg; 3130-4997.5 persentil ke 25th-75)
dibandingkan pasien dengan IWS negatif (3550 mcg; 2737,5-4650 persentil ke
25th-75). Namun, perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (p = 0,24).
Persentase pengurangan dosis opioid pada saat evaluasi IWS dibandingkan
dengan awal ditemukan sama (p = 0,98) antara pasien dengan positif IWS
(median 100%; IQR 40-100) dan pasien IWS negatif (median 75%; IQR 50-100 ).

Benzodiazepin (100 vs 71,1%; p = 0,254) dan klonidin (22,2 banding


15,6%; p = 0,469) lebih sering digunakan pada kelompok positif IWS daripada
kelompok negatif IWS, namun tidak mencapai signifikansi statistik. Antipsikotik
(100 vs 57,8%; p = 0,013) secara signifikan digunakan lebih sering pada
kelompok IWS-positif dibandingkan kelompok IWS-negatif (Tabel 3). Bila hanya
mempertimbangkan pasien yang terpapar, dosis harian kumulatif benzodiazepin

8
lebih penting pada pasien yang didiagnosis dengan IWS (median 12,91 vs 5,84
mg / kg; p = 0,235). Sebagai perbandingan, propofol (97,8 vs 88,9%; p = 0,308)
dan dexmedetomidine (31,1 vs 22,2%; p = 0,463) lebih sering digunakan pada
kelompok IWS negatif.

Delirium
Kejadian delirium keseluruhan selama penelitian adalah 35,2% (19/54
pasien). Delirium bersamaan dengan IWS diidentifikasi pada 4 dari 9 pasien
(44%).

DISKUSI
Sejauh pengetahuan kami, penelitian ini merupakan penelitian prospektif
pertama yang mengevaluasi kejadian IWS pada populasi dewasa yang dirawat di
ICU dengan tujuan penelitian untuk mengeksplorasi potensi faktor risikonya.
Kami melaporkan kejadian IWS sebesar 16,7% (95% CI 6-27%) pada populasi
penelitian kami. IWS mungkin jarang terjadi pada populasi umum ICU, namun
mungkin lebih sering pada pasien dengan ventilasi mekanik berkepanjangan yang
membutuhkan opioid jangka panjang. Penulis lain telah melaporkan kejadian IWS
yang lebih tinggi (32%) [13]. Durasi ventilasi mekanis yang jauh lebih singkat (12
banding 39 hari pada pasien dengan IWS) dan paparan opioid inklusi studi yang
lebih singkat (72 vs 96 jam) pada pasien kami dapat menjelaskan perbedaan ini
[13]. Juga, beberapa kasus IWS mungkin telah terlewatkan karena masa follow-up
yang pendek. Di sisi lain, desain observasional prospektif dari penelitian ini
mungkin telah membuat dokter lebih peka terhadap kemungkinan adanya IWS
pada pasien dan terhadap potensi pencegahannya. Hal ini berpotensi
mempengaruhi nilai insidensi yang diamati.
Dalam penelitian kami, hanya sekitar 1% pasien yang diperiksa yang
bergantung pada opioid sebelum masuk. Akan sangat adil jika mengharapkan
putus obat opioid lebih sering terjadi pada populasi dengan tingkat penggunaan
dan penyalahgunaan opioid yang lebih tinggi. Penjelasan lain mengapa insidensi
IWS lebih rendah yang mungkin adalah masa follow-up yang relatif singkat untuk

9
beberapa pasien yang disertakan. Pada populasi PICU, gejala penarikan telah
dilaporkan sampai 6 hari setelah ≥ 10% penyapihan opioid dan / atau
benzodiazepin [6]. Demikian pula, berdasarkan penelitian retrospektif oleh
Cammarano dkk, 9 dari 28 pasien mengalami penarikan, dimana 2 diantaranya
mengembangkan IWS di ICU dan 7 di bangsal [13]. Dalam penelitian kami, onset
median IWS adalah 2 hari setelah penyapihan opioid. Namun, 25 dari 45 pasien
IWS-negatif (55,6%) tidak diikuti lebih dari 48 jam setelah ekstubasi sesuai
protokol, dan banyak yang dengan cepat dikeluarkan dari ICU ke unit perawatan
lainnya. Kejadian IWS selanjutnya pada pasien ini tidak diketahui. Karena dokter
yang bekerja sama bukan lagi pasien yang merawat dokter begitu pasien
meninggalkan ICU, kami tidak dapat mengevaluasi IWS secara prospektif setelah
keluarnya ICU.
Seperti dilaporkan sebelumnya pada populasi PICU, faktor risiko yang
paling mungkin untuk IWS adalah dosis opioid kumulatif dan durasi paparan terus
menerus terhadap opioid [15]. Meskipun perbedaan tidak mencapai signifikansi
statistik, dosis opioid kumulatif rata-rata disesuaikan dengan berat badan, dosis
puncak rata-rata harian opioid dan durasi rata-rata paparan opioid lebih tinggi
pada kelompok positif IWS dibandingkan kelompok IWS-negatif. Studi pediatrik
juga mengidentifikasi penurunan dosis opioid yang cepat sebagai faktor risiko
IWS [7]. Pengamatan ini tidak dikonfirmasi oleh penelitian kami. Juga tidak
mungkin untuk membedakan kemungkinan asosiasi IWS dengan agen opioid
spesifik, karena hanya 3 pasien (6% menerima morfin) menggunakan infus
fentanil.
Dalam penelitian PICU, IWS telah dihubungkan kejadiannya dengan
peningkatan morbiditas, peningkatan biaya rumah sakit dan tekanan psikologis
[7]. Data kami menyarankan asosiasi serupa karena pasien dalam kelompok
positif IWS lebih banyak diberi obat sedativa (dosis benzodiazepin kumulatif
12,91 vs 5,84 mg / kg), diberi ventilasi mekanis untuk waktu yang lebih lama dan
mendapatkan perawatan ICU yang lebih lama.
Penelitian ini memiliki kelebihan, meliputi desain prospektifnya. Karena
saat ini tidak ada alat yang divalidasi untuk mengidentifikasi sindrom putus obat

10
opioid pada populasi ICU dewasa, diagnosis dilakukan dengan menggunakan
kriteria DSM-V untuk putus obat opioid. Diagnosis IWS juga diperkuat oleh
penilaian klinis, dengan mempertimbangkan diagnosis banding lain untuk gejala
yang muncul. Secara sistematis menggunakan CAM-ICU, delirium didiagnosis
secara bersamaan pada 44% pasien kami yang mempresentasikan IWS. Namun,
tumpang tindih delirium dengan IWS tetap tidak diketahui.
Penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan termasuk ukuran sampel
yang kecil. Kesepakatan antara analisis penilai untuk diagnosis IWS dengan
menggunakan DSM-V juga terbatas pada konkordansi karena rendahnya
prevalensi IWS. Keandalan dan keakuratan DSM-V untuk diagnosis IWS pada
populasi ICU dewasa masih harus dipelajari. Sementara yang lain telah
mempelajari IWS opioid dan benzodiazepin, kami berfokus pada IWS terkait
opioid [13, 15]. Pemberian benzodiazepin diperlakukan sebagai faktor pembaur
potensial. Kontribusi spesifik paparan benzodiazepin pada IWS tidak dapat
diisolasi, karena benzodiazepin dan opioid sering diberikan bersama. Frekuensi
penggunaan benzodiazepin tidak berbeda secara statistik pada pasien dengan dan
tanpa IWS. Namun, kita tidak dapat mengesampingkan kontribusi benzodiazepin
terhadap IWS pada pasien yang terpapar obat tersebut.
Hasil penelitian ini hanya dapat diekstrapolasikan ke sebagian kecil
kelompok tertentu pasien yang dirawat di ICU. Dari catatan, 86% pasien yang
diskrining awalnya dieksklusi karena tidak adanya ventilasi mekanis atau karena
paparan opioid yang tidak mencukupi. Akhirnya, 38% pasien yang memenuhi
syarat menolak atau membatalkan persetujuan untuk berpartisipasi, yang juga
melemahkan validitas eksternal penelitian. Singkatnya, diperlukan lebih banyak
penelitian untuk pengenalan sindrom yang lebih besar dan pencegahan IWS yang
tepat pada populasi orang dewasa.

KESIMPULAN
IWS kadang-kadang diamati pada pasien dewasa yang sakit kritis yang
berventilasi mekanis dan menerima opioid lebih dari 72 jam. Dosis kumulatif
yang lebih tinggi dan paparan opioid yang lebih lama mungkin telah berkontribusi

11
terhadap peningkatan risiko IWS. Penelitian selanjutnya di masa depan diperlukan
dengan memasukkan ukuran sampel lebih besar dan masa tindak lanjut yang lebih
lama agar dapat mengkonfirmasi hasil penelitian awal ini.

Diterjemahkan dari: Wang PP, Huang E, Feng X, dkk. Opioid‑associated


iatrogenic withdrawal in critically ill adult patients: a multicenter prospective
observational study. Ann. Intensive Care (2017) 7:88 . DOI 10.1186/s13613-017-
0310-5

12

Anda mungkin juga menyukai