Oleh :
Pembimbing :
Disusun oleh:
Telah disetujui,
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
LAPORAN KASUS
A. Identitas
1. Nama : Ny. NS
2. Umur : 49 Tahun
3. Pendidikan : MTS
5. No. CM : 02094536
1. Subjektif
d. Riwayat Menstruasi
1) Menarche : 13 tahun
4) Dismenore : diakui
e. Riwayat Menikah
f. Riwayat Obstetri
g. Riwayat KB
Pasien menggunakan suntik KB setiap 3 bulan, dan sebelumnya KB pil 1
bulan
h. Riwayat Ginekologi
2. Objektif
Suhu : 36.5 C
Berat badan : 70 kg
Status Generalis:
- Kepala : mesocephal (+)
- Mata : CA (-)/(-), SI (-)/(-), RC (+)/(+), isokor 3mm/3mm
- Telinga : discharge (-)
- Hidung : discharge (-), nafas cuping hidung (-)
- Mulut : discharge (-), sianosis (-)
- Leher : deviasi trakea (-)
- Thoraks : simetris, jejas (-)
P/ SDV (+)/(+), RBK (-)/(-), RBH (-)/(-), Whz (-)/(-)
C/ S1 > S2, M (-), G (-)
- Abdomen : datar, BU (+) N, defans muscular (-), NT (-), teraba
benjolan sebesar bola di regio hypogastric dan iliaca dextra
sinistra
- Ekstremitas : AH (+)/(+)//(+)/(+), Edema (-)/(-)//(-)/(-)
1. Pemeriksaan Laboratorium
Planning
Pro TAH BSO tanggal 22 April 2019
Informed Consent
Puasa 7 jam
Inf RL
PRC 2 Kolf
C. Laporan Durante Operasi
D. Monitoring Post Op
Hari,
Subjektif dan Objektif Assessment Planning
tanggal
Rabu, 24 S: Pasien mengeluhkan P2A1 usia 49 - IVFD RL 20 TPM
April 2019 perut terasa nyeri, dan tahun mioma - Inj Ceftriaxone 2x1
pkl 14.00 pinggang terasa sakit. uteri, kista gr
mual muntah disangkal ovarium - Inj Kalnex 3x1 amp
bilateral post iv
O: TAH BSO; - Inj Ranitidin 3x1
TD : 120/70 mmHg adesiolisis;ligasi amp iv
Nadi : 88 x/menit arteri uterina
RR : 19 x/menit dextra et sinistra
S: 36.7 C H+1
Kamis, 25 S: pasien mengeluhkan P2A1 usia 49 - IVFD RL 20 TPM
April 2019 yeri perut bawah serta tahun mioma - Inj Ceftriaxone 2x1
pkl 14.00 pinggang uteri, kista gr
ovarium - Inj Kalnex 3x1 amp
O: bilateral post iv
TD : 110/70 mmHg TAH BSO; - Inj Ranitidin 3x1
Nadi : 80 x/menit adesiolisis;ligasi amp iv
RR : 19 x/menit arteri uterina
S: 36.4 C dextra et sinistra
H+2
Hematologi
Hemoglobin : 9.0 L
Leukosit : 12670 H
Hematokrit : 28 L
Eritrosit : 3.6 x 106 L
Trombosit : 228.000
MCH : 25.4 L
MCHC : 31.7 L
RDW : 16.4 H
MPV : 11.3
Hitung Jenis
Basofil : 0.1
Eosinofil : 0.0 L
Batang : 0.5 L
Segmen : 90.0 H
Limfosit : 4.5 L
Monosit : 4.9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mioma Uteri
1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Klasifikasi
a. Mioma Submukosa
b. Mioma Intramural
c. Mioma Subserosa
d. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain,
misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri
dari uterus sehingga disebut wondering/ parasitic fibroid. Jarang sekali
ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks
dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri
eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka akan
tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang
tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang
terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang
mioma ini.
2. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan
diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik
dari sebuah sel neoplastik tunggal. Tumor ini mungkin berasal dari sel otot
yang normal, dari otot imatur yang ada dalam miometrium atau dari sel
embrional pada dinding pembuluh darah uterus.
Apapun asalnya, tumor mulai dari benih- benih multipel yang sangat
kecil dan teratur pada miometrium. Benih-benih ini tumbuh sangat lambat
tetapi progresif (bertahun-tahun bukan dalam hitungan bulan) di bawah
pengaruh estrogen sirkulasi. Mula- mula tumor berada intramural, tetapi
ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah. Setelah menopouse,
ketika estrogen tidak lagi disekresi dalam jumlah yang banyak, mioma
cenderung mengalami atrofi (Llewellyn, 2001)
Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-
15. Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi
terjadinya mioma uteri, yaitu (Parker WH, 2007) :
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling
sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan
mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil,
atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka
kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor
ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita
mioma.
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang
setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
5. Gejala Klinis
tanda dan gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35-50 pasien.
Gejala yang disebabkan oleh mioma uteri tergantung pada lokasi, ukuran
dan jumlah mioma. Gejala dan tanda paling sering adalah (ACOG, 2018):
2. Nyeri Panggul
3. Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan
terhadap organ sekitar. Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan
gangguan berkemih, defekasi maupun dispareunia. Tumor yang besar juga
dapat menekan pembuluh darah vena pada pelvik sehingga menyebabkan
kongesti dan menimbulkan edema pada ekstremitas posterior.
4. Disfungsi Reproduksi
6. Diagosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma
lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
Faktor-faktor risiko terjadinya mioma uteri seperti (Paker WH, 2007)
Umur: Kebanyakan wanita mulai didiagnosis mioma uteri pada
usia diatas 40 tahun.
Menarche dini: Menarche dini ( < 10 tahun) meningkatkan
resiko kejadian mioma 1,24 kali.
Ras: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa wanita keturunan
Afrika-Amerika memiliki resiko 2,9 kali lebih besar untuk
menderita mioma uteri dibandingkan dengan wanita Caucasian.
Riwayat keluarga: jika memiliki riwayat keturunan yang
menderita mioma uteri, akan meningkatkan resiko 2,5 kali lebih
besar.
Kehamilan: semakin besar jumlah paritas, maka akan
menurunkan angka kejadian mioma uteri.
Obesitas: resiko mioma meningkat pada wanita yang memiliki
berat badan lebih atau obesitas berdasarkan indeks massa tubuh.
Makanan: Dari beberapa penelitian yang dilakukan
menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau
pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi,
daging setengah matang (redmeat), dan daging babi
menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau
menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti
apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan
mioma uteri
Kebiasaan merokok: Merokok dapat mengurangi insiden mioma
uteri. Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas esterogen
dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan
penghambatan enzim aromatase oleh nikotin.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat
diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang
tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit. Tumor teraba sebagai nodul
ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya perubahan-
perubahan degeneratif. Mioma lebih terpalpasi pada abdomen selama
kehamilan Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri lepas dapat
disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal dari ruptur vena pada
permukaan tumor (Muzakir, 2008). Pada pemeriksaan pelvis serviks
biasanya normal. Namun pada keadaan tertentu, mioma submukosa
yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks dan terlihat pada
osteum servikalis. Kalau serviks digerakkan, seluruh massa yang padat
bergerak. Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual
rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur
uterus oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk
memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Pada
kasus yang lain pembesaran yang licin mungkin disebabkan oleh
kehamilan atau massa ovarium (Llewellyn, 2001) Mioma subserosum
dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus. Mioma
intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang
ditegakkan dengan pemeriksaan menggunakan sonde uterus. Mioma
submukosum kadang- kala dapat teraba dengan jari yang masuk
kedalam kanalis servikalis, dan terasanya benjolan pada pada
permukaan kavum uteri .
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Anemia akibat perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan
zat besi dapat terjadi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah darah rutin terutama untuk mencari kadar Hb.
Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien. Anemia
merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi.
Kadang beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya
hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat
penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian
tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan
eritropoietin ginjal (Mirza, 2008)
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaaan dengan USG akan didapatkan massa padat dan
homogen pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai
massa pada abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor
dengan kalsifikasi. Untuk menghindari kesalahan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan USG pada wanita dengan gangguan
perdarahan atau dengan nyeri perut bawah yang hebat. Pemeriksaan
untuk memperjelas pemeriksaan terhadap dinding dalam uterus
dapat dilakukan dengan sonohisterography yaitu dengan mengisi
cavum uteri dengan larutan saline selama pemeriksaan. Uterus
fibroid ini biasa didiagnosa banding dengan lapisan dinding uterus
yang akan menyebabkan dinding uterus menebal dan terjadi
pembesaran uterus. Dari pemeriksaan USG akan tampak sebagai
penebalan dilihat sebagai area bula dengan batas yang tegas.
Adenoma merupakan proses yang difus sehingga biasanya
dilakukan tindakan histerektomi (ACOG, 2018).
HSG (Histerosalfingografi)
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang
tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil. Histeroskopi
digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika
mioma kecil serta bertangkai sehingga dapat diangkat (ACOG,
2018).
Sonohysterography
Sonohysterography adalah test di mana cairan dimasukan ke dalam
rahim melalui serviks. Ultrasonografi kemudian digunakan untuk
menunjukan bagian dalam rahim. Cairan memberikan gambaran
yang jelas tentang lapisan uterus (ACOG, 2018).
MRI
Pemeriksaan ini lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran,
jumlah mioma uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal. MRI
sangat akurat dalam menggambarkan jumlah dan ukuran mioma
tetapi jarang diperlukan. Mioma akan tampak sebagai massa gelap
berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI
dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan
jelas, termasuk mioma (ACOG, 2018).
Rontgen
Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada dapat menghambat
tindakan operasi (Marmi, 2010).
ECG
Mendeteksi, kelainan yang mungkin terjadi yang dapat
mempengaruhi tindakan operasi (Marmi, 2010).
7. Tatalaksana
A. Medikamentosa
Menurut The American College of Obstetricians and Gynecologist
(2018), terapi obat adalah pilihan untuk beberapa wanita dengan diagnosis
mioma uteri, obat-obatan ini dapat mengurangi perdarahan berat.
Pengobatan ini mungkin tidak mencegah terjadinya pertumbuhan mioma.
Solusinya adalah pembedahan. Obat-obat yang digunakan, yaitu :
a. Pil KB dan jenis lain dari metode kontrasepsi hormonal, obat ini
sering digunakan untuk mengendalikan perdarahan hebat dan rasa
nyeri yang ditimbukan oleh mima uteri.
b. Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonists, obat ini dapat
menghentikan siklus menstruasi dan dapat mengecilkan mioma uteri.
Kadang-kadang obat ini digunakan sebelum dilaksanakannya operasi
untuk mengurangi risiko perdarahan. Namun, karena agonis GnRH
memiliki banyak efek samping, obat ini digunakan hanya unuk
jangka pendek (kurang dari 6 bulan). Setelah seorang wanita berhenti
menggunakan obat agonis GnRH kemungkinan besar mioma uteri
akan kembali ke ukuran sebelumnya.
c. Progestin-releasing intrauterine device (IUD), pilihan terapi ini untuk
wanita dengan mioma uteri yang tidak merusak bagian dalam rahim.
Dapat mengurangi perdarahan yang berat dan rasa nyeri tetapi tidak
dapat mengobati mioma uteri.
B. Operatif
Menurut The American College of Obstetricians and Gynecologist
pengobatan operatif yang dilakukan, yaitu :
a. Miomektomi, adalah operasi pengambilan fibroid tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini memungkinkan penderita dapat
memiliki anak. Fibroid biasanya tidak tumbuh kembali setelah
operasi.
b. Histerektomi, adalah pengangkatan rahim. Tindakann histerektomi
total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy
and Bilateral Salpingho Ophorectomy (TAH-BSO). TAH-BSO
adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus,
serviks, kedua tuba fallopi dan ovarium dengan melakukann insisi
pada dinding, perut pada malignan neoplasmic desease, leymioma
dan chronic endometriosis. Seorang wanita dengan mioma uteri tidak
lagi dapat memiliki anak setelah menjalani histerektomi.
8. Komplikasi
Komplikasi dari mioma uteri, yaitu (Prawirohardjo, 2011):
a. Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya
0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua
sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan
histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus
apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran
sarang mioma dalam menopause.
b. Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul
gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian
terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan,
gangguan akut tidak terjadi, hal ini harus dibedakan dengan suatu
keadaan di mana terdapat banyak mioma dalam rongga peritoneum.
Massa mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
kerana gangguan sirkulasi darah sekitarnya, misalnya terjadi pada mioma
yang keluar dari kavum uteri menuju rongga vagina dapat menimbulkan
metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang
disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
c. Komplikasi lain
Anemia akibat perdarahan, perlekatan pasca miomektomi, dan
dapat terjadinya ruptur uteri (apabila pasien hamil post miomektomi).
B. Kista Ovarium
1. Definisi
2. Klasifikasi
a. Non Neoplastik
Kista folikel
b. Neoplastik
Kistoma ovarii simpleks
Kista ini memiliki permukaan rata dan halus, biasanya
bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar, dinding
kista tipis dan cairan dalam kista jernih, terus berwarna kuning.
Kistadenoma ovarii musinosum
Kemungkinan berasal dari suatu teratoma diamana di dalam
pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen lain. Tumor ini
mempunyai bentuk bulat, ovoid tidak teratur, dengan permukaan
rata berwarna putih kebirubiruan.
Kistadenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium, dinding luarnya
dapat menyerupai kista musinosum. Dinding dalam kista sangat
licin, sehingga pada kista yang kecil sukar dibedakan dengan kista
folikel biasa.
Kista endometrioid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada
dinding dalam terdapat satu lapisan sel.
d. penderita hipotiroid
4. Manifestasi Klinis
Sebagian besar wanita dengan kista ovarium jinak atau ganas dapat
tidak menimbulkan gejala dan diketahui secara kebetulan dengan
pemeriksaan usg atau pemeriksaan panggul rutin (Grabosch, 2018).
Biasanya timbul gejala umum yaitu terdapat tekanan atau nyeri panggul dan
perut bagian bawah, beberapa gejala kista ovarium (Grabosch, 2018):
Nyeri atau terdapat ketidak nyamanan di perut bagian bawah
Nyeri hebat akibat puntiran atau ruptur ditandai dengan nyeri
pannggul yang tiba-tiba, tajam dan unilateral; ini dapat dikaitkan
dengan trauma, olahraga, dan koitus. Ruptur kista dapat
menyebabkan tanda-tanda peritoneum, distensi abdomen, dan
perdarahan
Ketidaknyamanan dengan hubungan intim, terutama penetrasi
yangdalam
Perubahan buang air besar seperti sembelit
Tekanan panggul dapat menyebabkan tenesmus atau frekuensi
buang air kecil
Gangguan pada siklus menstruasi
Pubertas dini dan menarche dini pada anak kecil
Gangguan pencernaan seperti mulas, mudah kenyang, nyeri tekan,
konstipasi
Endometrioma – ini berhubungan dengan endometriosis, yang
menyebabkan trias klasik periode nyeri dan berat dan dispareunia
Takikardi dan hipotensi – ini mungkin hasil ari perdarahan yang
disebabkan oleh pecahnya kista
Hiperpireksia, ini dapat terjadi akibat beberapa komplikasi kista
ovarium, seperti torsi ovarium
Adneksa atau nyeri tekan serviks
4. Diagnosis Klinik
C. TAH-BSO
1. Definisi
2. Indikasi
Salah satu indikasi untuk dilakukannya TAH BSO yaitu pada pasien
yang menderita menometrorrhagia, menstruasi yang berlebihan atau tidak
teratur yang terjadi selama siklus menstruasi wanita. Menometrorrhagia
adalah salah satu keluhan pada keganasan seperti kanker serviks, fibroid
uteri, perbedaan hormon atau endometriosis. Jika tidak dionbati akan
menyebabkan anemia. Beberapa jenis penyakit yang mengharuskan TAH
BSO, yaitu (Cruz, 2013;Galan N, 2018):
2. Spinal Anestesi
a. Definisi
c. Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut :
Kontraindikasi relatif
Level anestesi juga bergantung pada posisi pasien selama injeksi dan
langsung setelah injeksi. Pada posisi duduk, blokade dapat tercapai bila
pasien duduk selama 3-5 menit setelah injeksi sehingga saraf lumbar dan
sakral terblokade. Bila pasien langsung berbaring setelah diinjeksikan,
obatnya akan bergerak ke daerah yg lebih tinggi (cephalad) ke wilayah yang
dependen terhadap curva thoracolumar. Anestesi hiperbarik bila
diinjeksikan dengan posisi decubitus lateral lebih bermanfaat untuk
prosedur ekstremitas bawah unilateral. jika anestesi regional dipilih untuk
prosedur operasi meliputi fraktur paha atau ekstremitas bawah, isobarik atau
hipobarik anestesi dapat berguna karena pasien tidak perlu bertumpu pada
bagian yang mengalami patah (Butterworth et al, 2013).
Dosis yang digunakan pada anestesi spinal pada orang dewasa 7,5 - 20
mg. Penyebaran anestesi tergantung pada beberapa faktor, termasuk di
dalamnya volume larutan dan posisi pasien selama dan setelah penyuntikan
ke rongga sub-arachnoid. Bupivacaine dapat diberikan pada penderita anak-
anak. Hanya perlu dipahami bahwa volume cairan serebrospinal pada bayi
dan neonatus relatif lebih tinggi dibanding orang dewasa, sehingga
membutuhkan dosis/kg yang relatif lebih besar untuk menghasilkan block
pada level yang sama. Dosis yang direkomendasikan untuk anak-anak
adalah sebagai berikut:
Pada umumnya, hampir semua efek samping yang terjadi pada anestesi
spinal, berhubungan dengan efek blokade pada saraf itu sendiri, bukan
karena efek obatnya, antara lain: hipotensi, bradikardi, sakit kepala setelah
punksi dural. Total blok spinal yang akan menyebabkan terjadinya depresi
kardiovaskuler, yang disebabkan blok pada sistem saraf simpatetis yang
luas, dengan akibat hipotensi, bradikardi, bahkan henti jantung; dan depresi
pernapasan yang disebabkan blokade otot-otot pernapasan, termasuk otot
diafragma.
f. Teknik anastesi
Blokade neuraxial harus dilakukan hanya bila keseluruhan fasilitias
dan obat untuk keperluan intubasi, resusitasi, dan anestesi umum segera
tersedia. Anestesi regional harus difasilitasi oleh premedikasi pasien yang
adekuat. Suplementasi oksigen dengan face mask atau nasal kanul mungkin
diperlukan untuk mencegah hipoksemia ketika sedasi diberikan
(Butterworth et al, 2013).
Prosesus spinosus pada umumnya dapat diraba dan membantu untuk
menentukan garis tengah. Ultrasound dapat dilakukan ketika tanda tidak
dapat diraba. Proses spinosus servikal dan lumbal hampir horizontal,
sedangkan yang ada di thorax tulang belakang miring ke arah caudal dan
bisa tumpang tindih secara signifikan. Karena itu, untuk blokade epidural di
level lumbal atau cervical jarum diarahkan sedikit cephalad, sedangkan
untuk blokade thorakal kemiringan jarum lebih cephalad lagi untuk dapat
masuk ke ruang epidural. Pada area cervical, prosesus spinosus yang teraba
pertama adalah C2, tapi yang paling menonjol adalah C7. Dengan tangan
diletakan disamping, prosesus spinosus T7 biasanya setinggi sudut inferior
skapula. Garis yang ditarik antara titik tertinggi Tuffer’s line (iliac crest)
biasanya melintasi ruang L4-L5. Garis yang menghubungkan posterior
anterior iliaka akan melintasi S2 (Butterworth et al, 2013).
https://www.acog.org/Patients/FAQs/Ovarian-Cysts?IsMobileSet=false#how
Baker PA, Depuydt A, Thompson JMD. 2009. ‘Thyromental Distance
Measurement – Fingers Don’t Rules’. Anaesthesia.
Butterworth, JF, Mackey DC, Wasnick JD (Editor). 2013. Morgan & Mikhail’s
Clinical Anesthesiology Fifth Edition. New York: McGraw Hill Education
Downing JW & Baysinger CL. 2008. ‘Lost in Translation: The Mallampati Score’.
Anesthesiology.
Mangku Gde, Senapathi Agung Gde Tjokorda. Buku Ajar Ilmu Anastesiadan
Reanimasi, Indeks Jakarta: Jakarta 2010.
Soenarjo & Jatmiko HD, 2010, Anestesiologi. Semarang: Ikatan Dokter Spesialis
Anestesi dan Reanimasi (IDSAI)
Sutoto J. S. M., 2005, Tumor Jinak pada Alat-alat Genitaldalam Buku Ilmu
Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta