Anda di halaman 1dari 19

BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

A. Pengertian

Stenosis pylorus merupakan kelainan yang terjadi pada bayi ditandai

dan obstruksi gastrik dan penebalan abnormal dari otot atrum pilorium

sehingga sfingter pilorus gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan

dari lambung serta menyerapnya (Razak, 2011). Menurut Price (2013)

Stenosis pylorus adalah penyempitan dibagian ujung lubang tepat

makanan keluar menuju ke usus halus. Akibat penyempitan tersebut,

hanya sejumlah kecil isi lubang yang bisa masuk ke usus, sehingga

menyebabkan muntah dan berat badan anak menurun.

Stenosis pylorus merupakan penyakit yang disebabkan oleh

kegagalan perkembangan atau proses degenerasi ganglion dan serabut

syaraf. Atau dengan keadaan umum yang mempengaruhi pembukaan

pylorus antar lambung dan usus kecil (Suryo, 2015).

Jadi kesimpulan dari beberapa sumber diatas stenosis pylorus

adalah suatu kelainan yang terjadi pada seseorang dengan penyempitan

pada bagian ujung lubang lambung yang bisa masuk ke usus yang semakin

di masukan makanan semakin menumpuk makanan pada usus tersebut

maka terjadilah muntah yang terus menerus.


B. Proses Terjadinya Masalah

1. Etiologi

a. Faktor Presipitasi (Pencetus)

Menurut Suryo (2015), kelainan atau penyebab yang pasti dari

stenosis pylorus belum diketahui.

b. Faktor presdiposisi (Pendukung)

Menurut Suryo (2015) penyebab stenosis pylorus dapat

diketahui dengan adanya :

1) Kelahiran secara premature beresiko mengalami kelainan organ

2) Riwayat genetic, adanya pengaruh genetic yang menyebabkan

seseorang mengalami atau memiliki kelainan organ

3) Obat-obatan / minuman

Pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi pada bayi usia kurang

dari 6 bulan dapat mempengaruhi pembentukan organ serta

riwayat obat antibiotik yang dikonsumsi ibu selama masa

kehamilan

C. Patofisiologi

Pylorus membesar secara nyata akibat hipertrofik (peningkatan

ukuran) dan hyperplasia (peningkatan masa). Keadaaan ini menimbulkan

peyempitan hebat pada kanalis pylorus yang terletak diantara lambung dan

duodenum. Akibatnya, lumen saluran pada tempat makan mengalami

obtrsuksi parsial. Seiring waktu prosess inflamasi dan edema akan

mengakibatkan pengurangan lebih lanjut ukuran lubang saluran pylorus


sampai kemudian terjadi perubahan obtruksi parsial menjadi obtruksi total.

Otot pylorus tersebut menebal hingga mencapai dua kali lipat ukuran

lazimnya (2 hingga 3 cm), dan pylorus akan mengalami hipertrofik dapat

diraba sebagai massa berbentuk buah jaitun pada daerah abdomen bagian

atas atau obat-oabatan golongan NSAID (aspirin), alcohol, garam empedu,

dan obat-obatan lainya yang merusak lambung (Wong, Hockenberry-

Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008).

Gambar 1.1 Stenosis Pylorus


Pathway :

Otot sirkuler pylorus membesar

Hiperfolik (peningkatan ukuran) hyperplasia (peningkatan masa )

Penyempitan hebat pada ileus yang terletak di lambung duodenum

Obstruksi kolon pembedahan laparatomi

Luka oprasi

Insisi bedah

Resiko infeksi Nyeri


Penumpukan makanan Resiko in

Intake pada oral meningkat

Muntah

Gsngguan
pada nutrisi

Gambar 1.2 Pathway stenosis pylorus

Sumber : Wong (2008)


D. Manifestasi Klinis

Menurut Nursalam (2010) tanda dan gejala yang ditemukan pada

stenosis pylorus yaitu :

1. Muntah gejala pertama dari stenosis pylorus biasanya muntah-

muntah. Biasanya terjadi segera setelah akhir makan, karena

terjadi penumpukan pada lambung

2. Perubahan buang air besar atau konstipasi dikarenakan

terjadinya suatu perubahan dalam usus sehingga mengalami

konstipasi pada saluran cerna atau bisa saja terjadi berupa

kurangnya serat yang mencukupi

3. Berat badan menurun dikarenakan terjadinya penyempitan pada

lambung sehingga tidak bisa mengirim makanan menuju usus

dan ketidakmampuan makan untuk sampai ke usus halus

sehingga tidak ada nutrisi yang dapat diserap.

4. Demam terjadinya peningkatan suhu dalam tubuh tidak

maksimal dikarenakan adanya daya tahan tubuh lemah

5. Dehidrasi dikarenakan anak mengalami penyerapan cairan

berkurang di dalam tubuh.

E. Klasifikasi

Menurut Musrifatul (2011) stenosis pylorus suatu kondisi

penyempitan pylorus yang terjadi pada bayi atau anak. Pylorus saluaran

yang membawa makanan dan minuman dari lambung ke duodenum.

Dokter akan melakukan berbagai pemeriksaan dan bila terbukti diganosa


stenosis pylorus, diperlukan tindakan bedah untuk melebarkan daerah

yang menyempit.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pengkajian pemeriksaan penunjang menurut Marilynn E.dkk ( 2000).

1. Labolatorium

Yang perlu di periksa di labolatorium pada stenosis pylorus

adalah

a. Darah perifer lengkap

b. Urinalis (protein, darah, bilirubin, leokusit, urin)

c. Elektrolit darah (Na, K, Ca, Mg, C1, P)

d. Kadar ureum dan kreatinin darah

e. Analiss gas darah dan asam basa

f. Pemeriksaan fungsi hati

g. Kadar gula

2. Ultrasonografi Abdomen (USG Perut), untuk melihat target

sign atau donut sign pada kasus stenosis pylorus hipertrofik

intusefsi ( usus makan usus) untuk menilai hati saluran

empedu, ginjal, dan kandung kemih.

3. Foto polos abdomen, untuk menilai distribusi udara didalam

usus, untuk melihat gambar air fluid level

4. Endoskopi (gastudodenoskopi). Bila dicurigai esoffagisitis.


G. Komplikasi

Menurut Silvia (2005) komplikasi yang sering dijumpai pada stenosis

pylorus dapat menyebabakan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan masalah

berat badan. Muntah berulang-ulang dapat mengiritasi pada perut.

1. Kegagalan untuk tumbuh dan berkembang pada tingkat sehat

dan normal menjadi terganggu diakibatkan karena penyakit

yang dialaminya sehingga berpengaruh pada pertumbuhan anak

2. Menyebabkan dehidrasi dikarenakan penyerapan cairan dalam

tubuh berkurang sehingga pada anak dengan penyakit tersebut

mengalami dehidrasi

3. Iritasi lambung terjadi dikarenakan adanya zat atau makann

yang masuk ke lambug sehingga mengakibtakan iritasi atau

peradangan pada lambung

4. Gizi Buruk

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makan

yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti,

absorpsi, taransportasi, penyempitan, metabolisme dan

pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal

dari organ-organ, serta dapat menghasilkan energi.

Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara

relative maupun absolut satu atau lebih zat gizi ada empat

bentuk malnutrisi :
a. Under Nutrition : kekurangan konsumsi pangan secara

relatif atau absolut untuk periode tertentu

b. Specific Defisiency : kekurangan zat gizi tertentu, misanya

kekurangan vitamin A yodium, Fe, dan lain-lain

c. Over nutrition : kelebihan konsumsi pangan untuk periode

tertentu.

Menurut Joners (2011) gizi buruk adalah keadaan dan

kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang

mengkonsumsi makanan yang bergizi atau menderita sakit

dalam waktu yang sangat lama, itu ditandai dengan status gizi

sangat kurus (penurunan berat badan) atau hasil pemeriksaan

klinis menunjukan gejala marasmus. Menurut Krisnasari

(2010) gizi buruk marasmus adalah kekurangan Energi Protein

yang merupakan salah satu bentuk malnutrisi, yaitu dengan gizi

kurang dan gizi buruk termasuk dengan tipe marasmus

merupakan keadaan yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi

energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan

oleh penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka

kecukupan pada gizi. Gejala yang di temukan pada penderita

gizi buruk adalah sebagai berikut :

1) Tampak sangat kurus

2) Wajah seperti orang tua

3) Cekung, kulit keriput


4) Rambut tipis, tulang iga tampak jelas

Menurut Krisnasari (2010) penanganan gizi buruk pada

pasien, umumnya terdapat beberapa langkah tata laksana

yaitu :

a) Mencegah dan mengatasi hipoglikemia

b) Mencegah dan mengatasi hipotermia

c) Mencegah dan mengatasi dehidrasi

d) Memperbaiki gangguan elektrolit

e) Mengobati infeksi

f) Memperbaiki kekurangan zat gizi

g) Memberikan makanan untuk transisi

Gizi Kurang

Asupan Makanan Penyakit infeksi

Persediaan Perawat Pelayana


Makanan di an anak n
dan ibu kesehata
Rumah n
hamil
r

Kemiskinan, kekurang
pendidikan, kurang
keterampilan
Gambar 1.3 Bagan . Faktor penyebab gizi kurang
H. Penatalaksanaan Medis

Menurut Nettina (2001) tujuan pengobatan pada stenosis pylorus

dapat berupa :

1. Pembedahan

Pembedahan yang dilakukan adalah pyloromiotomi dengan

angka kematan kurang dari 1 persen. Untuk mencegah

terjadinya keadaan yang berulang residif, piloromiotomi harus

dilakukan tuntas dengan cara seluruh bagian otot pylorus yang

hipertropi dibelah, termasuk sebagian otot di bagian prokmisal.

Komplikasi pasca operasi dapat terjadi pendarahan, performasi

dan infeksi luka operasi. Performasi duodenum atau lambung

merupakan penyakit yang berbahaya sebab adanya suatu

kebocoran enteric dapat menyebabkan nyeri, peregangan perut,

demam dan peritonitis, bahkan dapat terjadi sepsis, kolaps

vaskuler dan kematian. Jika terjadi performasi harus dilakukan

perbaikan dan diberi antibiotik. Pada CHPS piloromiotomi

merupakan pilihan utama. Apabila dikerjakan dengan tepat

maka prognosisnya baik dan tidak akan timbul kekambuhan.

2. Penatalaksanaan non bedah ( terapi obat) Tanpa pembedahan

penyembuhan lambat (2-8 bulan), angka kematian lebih tinggi,

dan biaya rawat inap tinggi. Serta dampak yang kurang

menguntungkan terhadap perkembangan emosi akibat

perawatan yang lama di rumah sakit. Pengobatan secara medis


penyembuhanya biasanya berlangsung lambat. Untuk terapi

obatnya yaitu dengan sulfas atropin intra vena :

a. Dosis awal 0,4 mg/kg bb/hari

b. Ditingkatkan 0,1 mg/kg bb/hari tiap 8 hari sampai muntah

mereda

c. Dilanjutkan atropine oral selama 2 minggu. Selain itu

dibutuhkan pula obat-obatan untuk penenang, anti

tikolinergik dan cairan parenteral

d. Terapi nutrisi pada pasien post operasi pemberian makan

per oral mulai diberikan 4-6 jam pasca bedah, setelah 24

jam intake penuh diperolehkan, pada pasien non bedah

diberikan makanan kental dicampur tepung dan diberikan

dengan porsi yang sedikit tapi sering. Selama kira-kira 1

jam setelah makan, anak di pertahankan dalam posisi

setengah duduk.

I. PENGKAJIAN

1. Pengkajian

Terdapat beberapa focus pengkajian dalam pasien anak dengan

stenosis pylorus menurut Wong (2008)

a. Identitas klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien yang meliputi : nama,

jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamt, agama, tanggal

pengkajian

b. Keluhan utama

Sering menjadi alas an klien untuk meminta pertolongan kesehtan

adalah dengan muntah muntah, dehidrasi, susuh buang air besar,

demam

c. Riwayat kesehatan sekarang maupun sebelumnya

guna untuk mengetahui apakah ada penyakit lama atau tidak

d. Riwayat kesehtaan keluarga

Adanya riwayat keluarga bisa mempengaruhi pada turunan

selanjutnya

2. Data dasar dan pengkajian pasien

a. Aktivitas dan istirahat

Gejala

b. Sirkulasi

c. Makan/cairan

d. Neurosensory

e. Nyeri/kenyamanan

f. Pernafasan

3. pemeriksaan penunjang

a. Hasil USG abdomen

b. pemeriksaan darah
c. pemeriksaan endoskopi

d. pemeriksaan endoskopi

4. Pengkajian Fisik

a. Lakukan pengkajian fisik

b. Riwayat kesehatan, khususnya mengenai perilaku makan dan pola

muntah

c. Observasi adanya manifestasi stenosis pylorus

1) Muntah proyektil. Biasanya terjadi segera setelah makan, namun

dapat tidak terjadi selama beberapa jam, dapat terjadi setelah

setelah makan

2) Bayi lapar dan ingin sekali menyusu, sangat sangat

menginginkan pemberian makanan kedua setelah episode

muntah.

3) Penurunan berat badan

4) Gelombang peristaltic lambung dapat dilihat, bergerak dari

kanan melewati epigastrum (Solidikin, 2011)

d. Bantu dengan prosedur diagnostic dan pengujian, misalnya seri

gastrointestinal atas, USG, atau elektroserum

J. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut Herdman (2015) diagnosa keperawatan

adalah penilaian klinis tentang respon menusia terhadap gangguan


kesehatan dan proses kehidupan, atau kerentangan respons dari individu,

keluarga, kelompok atau komunitas.

Diagnosa keperawatan menurut Marilynn E.dkk. (2000) untuk pasien

dengan stenosis pylorus adalah sebagai berikut :

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

muntah. (Pre operatif)

2. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah. (Post operatif)

3. Risiko infeksi berhubungan dengan pembedahan. (Post operatif)


5. Intervensi Keperawatan

Tabel 1.1 Intervensi dan Rasional


Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah
No Perencanaan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan setelah dilakukan tindakan 1. Ciptakan lingkungan 1. Utuk mencegah
tubuh berhubungan dengan muntah keperawatan selama3x24 yang nyaman tenang terjadinya kebisingan
jam nutrisi kurang dari dan nyaman 2. Untuk mengurangi
kebutuhan tubuh dengan 2. Tingkatkan asupan dehidrasi yang optimal
kriteria hasil : nutrisi yang adekuat sampai dimulainya
Nutrisi Terpenuhi 3. Berikan makanan terapi intravena
1. Memepertahankan oral berupa larutan 3. Mengantikan elektrolit
status nutrisi elektrolit yang hilang akibat
2. Menerima asupan 4. Atur posis pada anak muntah
makanan dan supaya tegak setiap 4. Untuk mencegah
nutrisi kali pemberian susu terjadinya aspirasi
3. Muntah berkurang
Tabel 1.2 Intervensi dan Rasional
Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah
No Perencanaan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional

2. Nyeri akut berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan 1. lakukan pengkajian nyeri 1. mengetahui
insisi bedah keperawatan selama 3x24 2. observasi tanda-tanda vital tingakatn nyeri
jam nyeri akut berhubungan 3. lakukan teknik distraksi 2. tanda-tanda vital
dengan insisi bedah dengan 4. kelola pemberian obat dalam batas normal
kriteria hasil : analgesik 3. membantu
1. nyeri teratasi mengalihkan rasa
2. nyeri berkurang sakit dengan
memberikan mainan
4. memberikan obat
analgetik untuk
mengurangi rasa
nyeri
Tabel 1.3 Intervensi dan Rasional
Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan
No Diagnosa Keperawatan Perencanaan

Tujuan Intervensi Rasional

3. Risiko infeksi berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan 1. Kaji area post pembedahan 1. Untuk mengetahui
pembedahan keperawatan selama 3x24 2. Ajarakan cuci tangan tanda kemerahan
jam resiko infeksi 3. Batasi pengunjung infeksi
berhubungan dengan 4. Kolaborasi pemberian 2. Mencegah peluasan
pembedahan dengan antibiotik dan penyebaran
kriteria hasil : infeksi
1. Terbebas infeksi 3. Untuk mengurangi
2. Tidak terjadi rasa ketidak
infeksi nyamanan pada
paien
4. Untuk mengurangi
resiko infeksi akibat
pembedahan

Anda mungkin juga menyukai