Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI


PADA PASIEN EFUSI PLEURA

Oleh :

Tingkat 2.4

NI PUTU CHYNTHIA PURNA DEWI (P07120017 133)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI D-3 KEPERAWATAN
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA EFUSI PLEURA

Oleh :

Tingkat 2.4

NI PUTU CHYNTHIA PURNA DEWI (P07120017 133)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI D-3 KEPERAWATAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
PADA PASIEN EFUSI PLEURA

A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi. (Smeltzer C
Suzanne)
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price & Wilson, 2006)
Efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu (Morton, 2012)
1. Efusi pleura transudat merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa
membrane pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh
faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbs cairan pleura seperti
(gagal jantung kongesti, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dyalisis
peritoneum).
2. Efusi pleura eksudat, ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh
kapiler yang rusak dan masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau
ke dalam paru terdekat. Kriteria efusi eksudat:
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5.
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6.
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum.
Penyebab efusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema, penyakit
metastasis (mis., kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium), hemotorak,
infark paru, keganasan, rupture aneurisma aorta.
B. ETIOLOGI
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduany, ini
disebabkan oleh satu dari 5 mekanisme berikut (Morton, 2012):
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
4. Peningkatan tekanan negatif inrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab efusi pleura
a) Infeksi
1) Tuberculosis
2) Pneumonitis
3) Abses paru
4) Perforasi esophagus
5) Abses subfrenik
b) Non-infeksi
1) Karsinoma paru
2) Karsinoma pleura: primer, sekunder
3) Karsinoma mediastinum
4) Tumor ovarium
5) Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditis konstriktiva
6) Gagal ginjal
7) Gagal hati
8) Hipotiroidisme
9) Kilotoraks
10) Emboli paru
Sumber: Ilmu bedah dejong hal: 416

Tampilan cairan efusi pleura

Jernih, kekuningan (tanpa darah) Tumor jinak

Tumor ganas
Tuberculosis

Seperti susu Pasca trauma

- Tidak berbau (kilus) Empiema


- Berbau (nanah)

Hemoragik Keganasan

Trauma

Sumber: Ilmu bedah dejong hal: 416

C. MANIFESTASI KLINIS
1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
2) Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
3) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleura yang signifikan.
4) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
5) Didapati segitiga Gerland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
cesikuler melemah dengan ronki.
6) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura
D. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 mL cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling
bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan
ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorbsi oleh kapiler
dan saluran limfa pleura parietalis dengan kecepatan seimbang dengan kecepatan
pembentukannya.
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan
proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan patologik di
dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura
yaitu:
a) Kenaikan tekanan hindrostatik dan penurunan tekanan osmotik pada sirkulasi
kapiler.
b) Penurunan tekanan cavum pleura.
c) Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfa dari rongga pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks karena
pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura.
Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang
kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru. Efusi cairan dapat terbentuk
karena transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru-paru seperti gagal
jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia
oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktifa, keganasan, atelektaksis paru dan
pneumothoraks.
Efusi eksudat bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas
kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotel berubah menjadi bulat
atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena Mycrobacterium tubercolosis
dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tubercolosa.
Klitotoraks paling sering disebabkan oleh trauma duktus torasikus atau sumbatan
yang secara sekunder menyebabkan ruptur saluran limfa besar. Penyakit ini dijumpai
pada keganasan yang timbul di dalam rongga toraks yang menyebabkan obstruksi
saluran limfa utama. Kanker yang terletak jauh dapat bermetastasis melalui limfa dan
tumbuh di dalam limfa kanan atau duktus torasikus untuk menyebabkan obstruksi.

E. PATHWAY

Peradangan pleura
 Peningkatan tekanan
kapiler
sistemik/pulmonal Permeable membrane Cairan protein dari
 Penurunan tekanan kapiler meningkat getah bening masuk
koloid osmotik & rongga paru
pleura  Peningkatan tekanan
kapiler
 Penurunan tekanan Konsentrasi protein
sistemik/pulmonal
intra pleura cairan pleura
 Penurunan tekanan
meningkat
Terdapat jaringan koloid osmotik &
nekrotik pada septa pleura
 Penurunan tekanan Eksudat
intra pleura
Kongesti pada
pembuluh limfe
Gangguan tekanan
kapiler hidrostatik dan
Reabsorpsi cairan koloid osmotik
terganggu intrapleura

Transudat

Penumpukan cairan
Gangguan Pertukaran Gas
pada rongga pleura

Ekspansi paru Penekanan pada Drainase


abdomen

Sesak napas Risiko tinggi terhadap


Anoreksia tindakan drainase dada

Nyeri Risiko Infeksi


Pola Napas Tidak Insufiensi oksigenasi
Efektif
F. KOMPLIKASI
1) Fibrothoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis
akibat efusi pleura yang tidak ditangani dengan drainase yang baik. Jika
fibrothoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
2) Atelektaksis
Atelektasis merupakan pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3) Fibrosis
Pada fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada
efusi pleura, atelektaksis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemerikasaan radiologik (rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya
sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.

Gambaran rontgen thoraks pada efusi pleura


2) Ultrasonografi
3) Torakosentesis/fungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),
berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
4) Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan pH.
5) Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.

H. PENATALAKSANAAN TERAPI DAN PENGOBATAN


Penatalaksanaan pada efusi pleura antara lain:
1) Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigenasi karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu
akan semakin meningkat pula.
2) Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispneu, dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
3) Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
4) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin,
kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan
pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
5) Oksigenasi
Jika pasien dyspnea maka:
a) Penanganan umum dyspnea
1. Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring dengan
bantal yang tinggi
2. Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantungderajat sesaknya
3. Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan penyakit yang diderita

b) Terapi Farmako
1. Olahraga teratur
2. Menghindari alergan
3. Terapi emosi

c) Riwayat pengobatan
1) Quick relief medicine
Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran
pernapasan, memudahkan pasien bernapas dan digunakan saat serangan
datang. Contoh : bronkodilator
2) Long relief medicine
Pengobatan yang digunakan untuk menobati inflamasi pada sesak napas,
mengurangi edema dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka
waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk inhalas.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a) Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
b) Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat ini.
2. Riwayat penyakit sekarang: penyakit yang dialami saat ini.
3. Riwayat penyakit dahulu: penyakit yang pernah diderita, misalnya asma,
CHF, AMI, ISPA, batuk.
4. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan
keluarga pasien
c) Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
1. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan,
adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan
oksigen.
2. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diet buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi
karena ekspansi paru menjadi pendek. Pasien yang kurang gizi, mengalami
kelemahan otot pernapasan.
3. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi), perubahan
berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
4. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen
yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
5. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
6. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indra pasien terganggu
atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien.
7. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan sosial yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/
kurus).
8. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
9. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji.
10. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
11. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
12. Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran: kesadaran menurun
b) TTV, peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c) Head to toe
1) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie (karena emboli
atau endokarditis)
2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernapas dengan
mengerutkan mulut
3) Hidung : Pernapasan dengan cuping hidung
4) Dada: Retraksi otot bantu napas, pergerakan tidak simetris antara
dada kanan dan kiri, suara napas tidak normal
5) Pola pernapasan: Pernapasan normal (apneu), pernapasan cepat
(tacypnea), pernapasan lambat (bradypnea)

2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien adalah:
a) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru.
c) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (tindakan drainase dada)

3) Rencana Keperawata
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan1. Pemantauan
pertukaran gas asuhan respirasi
berhubungan keperawatan 2. 1. Monitor frekuensi
dengan ketidak- selama . . . x 243. irama,kedalaman, dan
seimbangan jam diharapkan4. upaya napas
ventilasi-perfusi ventilasi-perfusi 2. Monitor pola napas
pasien seimbang (seperti bradipnea,
dengan kriteria : takipnea
- Pertukaran Gas hiperventilasi)
- 1. Dispnea 5. 3. Monitor
- (sesak napas) 6. kemampuan batuk
- pasien menurun 7. efektif
- 2. Tidak terdapat 4. Monitor adanya
bunyi napas produksi sputum
- tambahan 5. Monitor saturasi
- 3. PCO2 pasien oksigen
- membaik 6. Atur interval
- 4. PO2 pasien pemantauan respirasi
- membaik sesuai kondisi pasien
- 5. Takikardi 7. Jelaskan tujuan dan
- pasien membaik prosedur pemantauan
- 6. pH arteri 8. Informasikan hasil
- pasien membaik pemantauan, jika
perlu

Terapi Oksigenasi
1. Monitor kecepatan
aliran oksigen
2. Pertahankan kepate
nan jalan napas
3. Ajarkan pasien dan
keluarga mengguna-
kan oksigen di rumah

2. Pola napas Setelah dilakukan1. Pemantauan


tidak efektif asuhan respirasi
berhubungan keperawatan 2. 1. Monitor frekuensi
dengan posisi selama . . . x 243. irama,kedalaman, dan
tubuh yang jam diharapkan4. upaya napas
menghambat pola napas 5. 2.Monitor pola napas
ekspansi paru pasien menjadi (seperti bradipnea,
efektif dengan 6. takipnea
kriteria : hiperventilasi)
- Pola Napas 7.
- 1. Dispnea Manajemen jalan
- (sesak napas) napas
- pasien menurun 1. Monitor bunyi
- 2. Frekuensi napas tambahan (mis.
- napas pasien mengi,
- membaik wheezing, rochi)
- 3. Kedalaman 2. Posiskan pasien
- napas pasien semifowler atau
- membaik fowler
3. Berikan pasien
minuman hangat
4. Ajarkan pasien
teknik batuk efektif
5. Kolaborasi pembe-
rian bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

3. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


berhubungan asuhan 8. 1. Identifikasi lokasi,
dengan agen keperawatan karakteristik, durasi,
pencedera fisik selama . . . x 24 frekuensi, kualitas,
(tindakan jam diharapkan intensitas nyeri
drainase dada) nyeri pasien 2. Identifikasi skala
berkurang nyeri
dengan kriteria : 3. Identifikasi respon
Tingkat Nyeri non-verbal
- 1. Keluhan nyeri 4. Berikan teknik non
- pasien menurun farmakologis untuk
- 2. Pasien tidak mengurangi rasa nyeri
- tampak meringis 5. Jelaskan strategi
- 3. Frekuensi nadi meredakan nyeri
- membaik 6. Ajarkan teknik non
- Kontrol Nyeri farmakologis untuk
- 1. Pasien mampu mengurangi rasa nyeri
- mengenali 7. Kolaborasi
penyebab nyeri pemberian analgesik,
- 2. Pasien mampu jika perlu
menggunakan
teknik non-farma
- kologis
- 6. pH arteri
- pasien membaik

4) Tindakan Keperawatan
Setelah rencana disusun, selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar
semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah
ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan
atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain dipercaya.

5) Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini
adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan
baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA

Huda Nurarif, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Askep Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika

Smeltzer, Suzanna C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC

Londongsalu, Jalir. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Klien dengan Efusi Pleura.
https://www.academia.edu/11697330/laporan_pendahuluan_asuhan_keperawatan_kl
ien_dengan_efusi_pleura_bilateral. Diakses pada 22 Mei 2019

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : definisi dan
kriteria hasil keperawatan. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai