Tugas UAS Ukum Dan Kesehatan
Tugas UAS Ukum Dan Kesehatan
Oleh :
Nama : Yeyen Saputri
NIM : 1719720059
Dosen Pembimbing :
Dr. Enny Agustina, SE., SH., M.Hum., M.Kes
b. Bioetika
Bioetika berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan ethos yang berarti
norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika atau bioetika medis merupakan
studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di
bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini
dan masa mendatang (Bertens, 2001).
Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi dan hukum bahkan
politik. Bioetika selain membicarakan bid4ng medis, seperti abortus, eutanasia,
transplantasi organ, teknologi reproduksi buatan, dan rekayasa genetik, membahas
pula masalah kesehatan, faktor budayayang berperan dalam lingkup kesehatan
masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja,
demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap
penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.
Humaniora atau humanities merupakan pemikiran yang berkaitan
dengan martabat dan kodrat manusia, seperti yang terdapat dalam sejarah, filsafat,
etika, agama, bahasa, dan sastra.
C. Hukum Kesehatan
Definisi hukum tidak dapat memuaskan semua pihak karena banyak
seginya,dan demikian luasnya sehingga sulit disatukan dalam satu rumusan.
Untuk praktisnya, dalam buku ini yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan
perundangan, seperti yang terdapat dalam hukum pidana, hukum perdata, hukum
tata negara, dan hukum administrasi negara.
Pada waktu ini, tidak mungkin lagi para dokter tidak mengetahui dan
memahami hukum kesehatan, apalagi setelah terbitnya Undang-undang
Kesehatan (L992) dan Undang-undang Praktik Kedokteran (2004), yaitu aturan
hukum atau ketentuan hukum yang mengatur tentang pelayanan kedokteran
& kesehatan. Hukum kesehatan mencakup komponen hukum bidang
kesehatan yang bersinggungan satu dengan yang lain, yaitu hukum
Kedokteran,/Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan, Hukum Farmasi Klinik,
Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat, Hukum Kesehatan
Lingkungan, dan sebagainya (Konas PERHUKT, 1993).
Di atas telah diuraikan pengertian etik dan hukum. Persamaan dan
perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut:
5. Saya tidak akan memberikan obat yang mematikan kepada siapa pun
meskipun diminta, atau menganjurkan kepada mereka untuk tujuan itu.
Atas dasar yang sama, saya tidak akan memberikan obat untuk
menggugurkan kandungan.
6. Saya ingin menempuh hidup yang saya baktikan kepada ilmu saya ini
dengan tetap suci dan bersih.
7. Saya tidak akan melakukan pembedahan terhadap seseorang, walaupun
ia menderiia penyakit batu, tetapi akan menyerahkannya kepada mereka
yang berpengalaman dalam pekerjaan ini.
8. Rumah siapa pun yang saya masuki, kedatangan saya itu saya tujukan
untuk kesembuhan yang sakit dan tanpa niat-niat buruk atau
mencelakakan, dan lebih jauh lagi tanpa niat berbuat cabul terhadap
wanita ataupun pria, baik merdeka maupun hamba sahaya.
9. Apapun yang saya dengar atau lihat tentang kehidupan seseorang yang
tidak patut untuk disebarluaskan, tidak akan saya ungkapkan karena saya
harus merahasiakannya.
10. Selama saya tetap mematuhi sumpah saya ini, izinkanlah saya menikmati
hidup dalam mempraktikkan ilmu saya ini, dihormati oleh semua orang,
disepanjang waktu! Akan tetapi, jika sampai saya mengkhianati sumpah
ini, balikkanlah nasib saya.
Lafal sumpah dokter terakhir diperbarui dengan SK Menkes R.L
434/Menkes/SK/X/ 1983 dan berbunyi sebagai berikut.
"Demi Allah saya bersumpah,/berjanji, bahwa:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;
2. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur
jabatan kedokteran;
3. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan
bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat;
5. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter;
6. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk
sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam;
7. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
8. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien;
9. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak
terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kesukuan, perbedaan kelamin,
politik kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban
terhadap pasien;
10. Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan
pernyataan terima kasih yang selayaknya;
11. Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri
ingin diperlakukan;
12. Saya akan menaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia;
13. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sunggrh-sungguh dan dengan
mempertaruhkan kehormatan diri saya.
Ada 2 versi KODEKI, yaitu yang sesuai dengan Surat Keputusan Menkes
RI No. 434,/Menkes/SKA/1983 dan yang sesuai dengan Surat Keputusan PB IDI.
No.22VPB/A-4/04/2002. Keduanya serupa tetapi tidak sama dari segi substansial
dan urutannya. Oleh karena salah satu ciri kode etik profesi adalah disusun oleh
organisasi profesi bersangkutan, kita berpedoman pada KODEKI yang
diputuskan PB IDI yang telah menyesuaikan KODEKI dengan situasi kondisi
yang berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran serta dinamika etika global yang ada. KODEKI tersebut
berbunyi sebagai berikut.
Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan
sumpah dokter
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri'
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan
pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas
martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan
pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang
dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang
melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan
pasien.
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat kewajiban melindungi hidup
makluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan
kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan
kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik
fisik maupun psikososial, serta berusaha rnenjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenar-benarnya.'
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang
kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas
persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai
keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar
senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam
beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.