Anda di halaman 1dari 26

ENDOFTHALMITIS

Definisi
Endoftalmitis adalah peradangan intraokular yang melibatkan vitreous humor dan aquos humor
dan dapat melibatkan jaringan uvueal (iris, korpus siliaris, koroid) dan retina.

Secara garis besar endoftalmitis klasifikasikan mejadi Endoftalmitis Endogen dan Endoftalmitis
Eksogen.

Etiologi

Penyebab endoftalmitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu endoftalmitis yang disebabkan oleh
infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh imunologis atau autoimun (non infeksi)
Endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dapat bersifat:

a. Endogen

 Individu yang berisiko terkena endoftalmitis endogen biasanya memiliki faktor komorbiditas
yang mempengaruhi mereka untuk terinfeksi. Termasuk kondisi seperti Diabetes mellitus,
gagal ginjal kronis, gangguan katup jantung, lupus eritematosus sistemik¸AIDS, Leukimia,
Ca Gastrointestinal, neutropenia, limfoma, hepatitis alkoholik, dan transplantasi sumsum
tulang.

 Prosedur invasive yang dapat menyebabkan terjadinya bakteremia seperti hemodialisa,


kateterisasi kandung kemih, endoskopi gastrointestinal, pemberian nutrisi parenteral total,
kemoterapi, dan prosedur dentis juga dapat menyebabkan endoftalmitis.

 Trauma non-ocular atau operasi seperti katup jantung prostetik, imunosupresor, dan
penyalahgunaan obat intravena mungkin juga sebagai faktor predisposisi endoftalmitis
endogen.

 Sumber endoftalmitis dapat termasuk meningitis, endokarditis, infeksi saluran kemih, dan
infeksi luka. Selain itu faringitis, infeksi paru, arthritis septic, pielonefritis, dan abses intra-
abdominal juga terlibat sebagai sumber infeksi.

 Candida atau jamur dapat ditemukan sekitar 50% dari semua kasus endoftalmitis endogen.
Candida Albicans adalah penyebab paling sering yaitu sekitar 75-80%, Aspergillosis
penyebab jamur tersering kedua terutama pada pengguna narkoba IV. Species yang jarang
adalah species Turulopsis, sporotrichum, Cryptococcus, Coccidioides dan mucor.

(Fungal Endophthalmitis)

 Gram(+) yang paling sering adalah S.aureus, yang paling sering terlibat dengan infeksi kulit
atau penyakit sistemik yang kronis seperti diabetes mellitus, atau gagal ginjal. Spesies
streptococcus pneumonia, streptococcus viridians, dan streptococcus grup A juga sering
terjadi. Spesies streptococcus lainnya, kelompok B pada bayi baru lahir dengan meningitis
atau kelompok G pada pasien usia lanjut dengan infeksi luka atau keganasan juga telah
diisolasi. Bacillus cereus telah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba suntikan. Clostridium
telah terlibat dalam hubungan dengan carcinoma usus.

 Bakteri gram (-) etiologi bakteri lain dari endoftalmitis. E. Coli yang paling sering diantar
bakteri gram negatif lainnya. Haemophilus influenza, Neisseria meningitides,
Kleibsellapneumoniae, Spesies serratia, dan Pseudomonas aeruginosa juga dapat
menyebabkan endoftalmitis endogen.
 Asteroides Nocardia, spesies Actinomyces, dan Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri
asam-cepat yang dapat menyebabkan endophthalmitis endogen.

b. Eksogen

 Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat infeksi sekunder yang merupakan komplikasi
yang terjadi pada tindakan pembedahan yang membuka bola mata, reaksi terhadap benda
asing dan trauma tembus bola mata

 Organisme yang berada di konjungtiva, palpebra, ataupun pada silia saat dilakukan operasi
biasanya dapat menimbulkan endoftalmitis pasca operasi.

 Sebagian besar kasus endoftalmitis eksogen meningkat pasca operasi atau pasca trauma
tembus pada mata. Endoftalmitis pasca operasi adalah kasus yang paling sering terjadi.
Dari kasus-kasus tersebut 90% bakteri Gram Positif sebagi penyebab sperti Staphylococcus
yang berada pada konjungtiva.
 Penyebab tunggal yang paling sering dari endoftalmitis eksogen adalah Staphylococcus
epidermidis yang merupakan flora normal kulit dan konjungtiva. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh Staphylococcus Aureus dan spesies streptococcus.

 Sedangkan bakteri gram negatif yang paling sering menyebabkan endoftalmitis pasca
operasi adalah Pseudomonas aeruginosa dan spesies Haeomopilus.

 Meskipun sangat jarang, namun endoftalmitis pasca operasi juga dapat disebabkan oleh
jamur seperti Candida, Aspergillus, dan species Penicillium.

Patofisiologi

Dalam keadaan normal, barrier pembuluh darah memberikan pertahanan dan kekebalan
alami terhadap agen infeksius. Dalam kasus endophthalmitis endogen, dimana organisme atau
agen infeksius akan beredar bersama dengan sirkulasi darah. Hal tersebut dapat ditemukan pada
pasien bakteremia pada kasus endokarditis. Bakteri akan menginvasi langsung endotel pembuluh
darah barrier pada mata. Destruksi jaringan intraokuler dapat terjadi akibat invasi langsung oleh
organism tersebut atau dari mediator radang respon imunologi. Endophthalmitis mungkin dapat
bermula dari nodul putih pada kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Hal tersebut juga dapat terjadi
seperti radang semua jaringan mata, yang mengarah ke bola mata dengan kondisi penuh dengan
eksudat purulen. Selain itu, radang dapat menyebar melibatkan jaringan lunak orbital.

Selain itu prosedur operatif dapat mengganggu integritas bola mata yang dapat
menyebabkan endophthalmitis eksogen seperti operasi , katarak, glaukoma, retina, keratotomi
radial, intravitreal.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis endoftalmitis dapat diketahui dari gejala subjektif dan objektif yang didapatkan
dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

a. Subjekif

Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah

 Fotofobia

 Nyeri pada bola mata

 Penurunan tajam penglihatan

 Nyeri kepala

 Mata terasa bengkak

 Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka


(Endoftalmitis pada Mata Psedufofaki)

b. Objektif

Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan struktur bola mata yang terkena dan derajat
infeksi atau peradangan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan luar, slit lamp dan
funduskopi kelainan fisik yang dapat ditemukan dapat berupa :

 Udem Palpebra Superior

 Injeksi Konjungtiva

 Hipopion

 Udem Kornea

 Vitritis

 Discharge Purulen

 Kemosis
Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam corpus vitreus ditemukan masa putih abu-
abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca, dengan proyeksi sinar yang baik.

Pemeriksaan Penunjang

Metode kultur merupakan langkah yang sangat diperlukan karena bersifat spesifik untuk
mendeteksi mikroorganisme penyebab. Teknik kultur memerlukan waktu 48 jam – 14 hari. Bahan-
bahan yang dikultur diambil dari

 Cairan dari COA dan corpus vitreous

Pada endoftalmitis, terjadi kekeruhan pada corpus viterous. Oleh sebab itu, bila dengan
pemeriksaan oftalmoskop, fundus tidak terlihat, maka dapat dilakukan pemeriksaan USG
mata.

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah ada benda asing dalam bola mata, menilai
densitas dari vitreitis yang terjadi dan mengetahui apakah infeksi telah mencapai retina

Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan untuk mengetahui dengan pasti kuman penyebab
endoftalmitis, terutama bila ada penyakit sistemik yang dapat menimbulkan endoftalmitis,
melalui penyebaran secara hematogen. Pemeriksaan penunjang tersebut dapat berupa

 Pemeriksaan daerah lengkap, LED, kadar nitrogen, urea darah, kreatinin.

 Foto rontgen thoraks

 USG jantung

 Kultur darah, urin, LCS, sputum, tinja

Diagnosis

Dengan mengetahui gejala subjektif dan gejala objektif yang didapatkan dari pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis endoftalmitis sudah dapat ditegakkan.
Penatalaksanaan

 Antibiotik yang sesuai dengan organisme penyebab.


 Steroid secara topikal, konjungtiva, intravitreal, atau secara sistematik, yang digunakan
untuk pengobatan semua jenis endoftalmitis.
 Sikloplegia tetes dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi aliran darah pada
mata dan mencegah terjadinya sinekia.
 Tindakan Vitrektomi.

Keadaan visus yang buruk pada endoftalmitis, dikarenakan virulensi mikroorganisme


penyebab yang memiliki enzim proteolitik dan produk toksin yang dapat merusak retina, serta
kemampuan multiplikasi yang cepat, juga jarak antara ditegakkannya diagnosis sampai pada saat
terapi diberikan. Oleh karena itu pengobatan ditujukan bukan untuk memperbaiki visus, tapi untuk
mengatasi proses inflamasi yang terjadi, serta membatasi infeksi agar tidak terjadi penyulit dan
keadaan yang lebih berat.

Teknik pengobatan pada endoftalmitis adalah dengan secepatnya memulai pemberian


antibiotik empiris yang sudah terbukti efektif terhadap organisme spesifik yang diduga secara
intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang diketahui.

Pada endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri, terapi obat-obatan secara intraviteral
merupakan langkah pertama yang diambil. Pemberian antibiotik dilakukan secepatnya bila dugaan
endoftalmitis sudah ada, dan antibiotik yang sesuai segera diberikan, bila hasil kultur sudah ada.

Antibiotik yang dapat diberikan dapat berupa antibiotik yang bekerja terhadap membran
sel, seperti golongan penicilin, Cephalosporin dengan antibiotik yang dapat menghambat sintesa
protein dengan reseptor ribosomal, seperti golongan Chloramphenicol, Aminoglycosida.

Antibiotik tersebut dapat diberikan secara dosis tunggal atau pun kombinasi. Kombinasi
yang dianjurkan adalah gabunan antara golongan aminoglikosida. Pilihan kombinasi tersebut
merupakan yang terbaik, karena:
 Toksisitas minimal terhadap retina dan jaringan ocular
 Kombinasi tersebut lebih memiliki arti klinis dibandingkan pemberian antibiotik tunggal
maupun kombinasi lainnya.
 Sebagai terapi awal yang agresif untuk mencegah kerusakan jaringan intraokular yang luas,
karena kadang mikroorganisme sulit di identifikasi dari endoftalmitis.

Terapi antimikroba sistemik adalah andalan perawatan endophthalmitis endogen. Umumnya,


pengobatan dimulai secara empiris dan organisme yang menginfeksi diduga menyebabkan infeksi
sistemik.

Protokol standar antibiotik saat ini untuk intravitreal aplikasi berbasis empiris dan termasuk
antibiotik peptida vankomisin (1,0 mg / 0,1 mL) untuk cakupan Gram-positif, dalam kombinasi
dengan ceftazidime antibiotik β-laktam (2,25 mg / 0,1 mL) untuk cakupan Gram-negatif

Pada pasien peka terhadap obat β-laktam, amikasin (400 ug / 0,1 mL), sebuah antibiotik
aminoglikosida, bisa dipertimbangkan sebagai ganti ceftazidime.

Terapi steroid pada penyakit mata adalah untuk mengurangi inflamasi yang disertai eksudat
dan untuk mengurangi granulasi jaringan. Kedua efek ini penting untuk endoftalmitis, karena dasar
dari endoftalmitis adalah inflamasi, dimana prognosis visusnya dipengaruhi oleh inflamasi yang
terus berlanjut. Sampai saat ini pemberian kortikosteroid pada endoftalmitis masih kontroversi
walaupun sudah banyak penelitian menunjukkan hasil yang memuaskan dari pemberian
Dexamethason dalam menghambat reaksi inflamasi dan reaksi imun abnormal yang dapat
menimbulkan kerusakan luas pada mata. Dexamethason dapat diberikan secara intravitreal dengan
dosis 400ug dan 1 mg secara intraokular sebagai profilaksis.

Pemberian Sikloplegik dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi aliran
darah pada mata, mencegah dan melepas sineksia serta mengistirahatkan iris dan benda siliar yang
sedang mengalami infeksi.
Pada kasus yang berat dapat dilakukan Vitrektomi Pars Plana, yang bertujuan untuk
mengeluarkan organisme beserta produk toksin dan enzim proteolitiknya yang berada dalam
vitreous, meningkatkan distribusi antibiotik dan mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk,
yang potensial menimbulkan ablasi, serta mengembalikan kejernihan vitreous

Prognosis

kasus endoftalmitis sangat bervariasi tergantung dari agen penyebabnya. Ketajaman visual pada
saat diagnosis dan diketahuinya agen penyebabnya sudah dapat diprediksi kemungkinannya.
Infeksi streptococcus cenderung lebih buruk dibandingkan infeksi Staphylococcus Koagulasi
Negatif.
Hasil endoftalmitis endogen lebih buruk dibanding dengan endoftalmitis eksogen karena
karakteristik dari organisme penyebab. Dan hal tersebut juga tergantung pada virulensi, pertahanan
tubuh ataupun keterlambatan diagnosis.

PANOFTHALMITIS
Definisi
Panophthalmitis adalah jenis endophthalmitis yang parah. Panophthalmitis terjadi
peradangan akut bola mata yang melibatkan semua strukturnya dan meluas ke orbit, dan biasanya
disebabkan oleh organisme piogenik yang mematikan. Infeksi dapat disebabkan oleh luka tembus
pada mata, operasi mata, atau septikemia, atau dapat menyebar dari infeksi yang menghasilkan
nanah dibagian lain dari tubuh.

Peradangan pada panoftalmitis yang lebih luas dengan keterlibatan semua lapisan mata
termasuk sklera dan meluas ke orbit juga. Ini hadir dengan edema kelopak mata yang ditandai,
proptosis, hipopion, keterbatasan gerakan mata dan tekanan intraokular yang tinggi, termasuk
sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata menjadi rongga abses, akhirnya menyebabkan
hilangnya penglihatan.

Infeksi kedalam bola mata dapat melalui peredaran darah (endogen) atau perforasi bola mata
(eksogen), dan akibat tukak kornea perforasi.
Etiologi
Pneumococcus adalah organisme yang paling sering menyebabkan panoftalmitis,
disamping Streptococcus, Staphylococcus dan E.coli.Selain itu jamur (seperti Candida albicans,
Histoplasma, Cryptococcus ), parasit (seperti Toxoplasma, Toxocara, dll), serta virus (sepertCMV,
HIV) juga dapat menyebabkan terjadinya panoftalmitis.

Patogenesis
Panoftalmitis atau peradangan supuratif pada isi bola mata memiliki gejala yaitu
terdapatnya nanah, palpebra yang bengkak, dan mata masih dapat digerakkan apabila pus
keluar karena perforasi, panas, tetapi tekanan bola mata menjadi menurun, jaringan yang
mengkerut, kemudian akan menjadi ptisis bulbi. Terjadinya panofthalmitis biasanya dikarenakan
infeksi eksogen, misalnya pascabedah intraocular (terutama ekstraksi katarak), trauma tembus,
atau tukak kornea yang mengalami perforasi. Saat terjadi trauma penetrasi pada mata, korpus
vitreum menjadi bagian yang pertama kali akan terkena kemudian diikuti uvuea dan retina. kasus
metastasis, peradangan dimulai dengan terjadinya emboli septik pada arteri retina dan arteri
choroid. keadaan ini biasanya mengenai kedua mata, bila pada kasus perforasi ulkus kornea atau
infeksi pasca bedah intra ocular, peradangan dimulai dengan iridocyclitis jika infeksi tidak terlalu
virulent, dapat dikontrol dengan pengobatan sedini mungkin. Tetapi jika kuman terlalu virulent,
peradangan purulen akan berangsur - angsur menyebar ke bagian uvea posterior dan mengenai
seluruh jaringan uvea dan retina, akhirnya terjadi pembentukan pus atau nanah dalam bola mata
meskipun diobati. Infeksi endogen biasanya melalui hematogen dan merupakan penyulit dari
bakteremia atau septikemia. Dan sangat jarang terjadi adanya inhasi infeksi orbita ke dalam bola
mata yang bersifat langsung. Infeksi ini proses penyebarannya juga dipengaruhi organisme
penyebabnya yaitu bakteri, jamur, parasite, dan virus.

Gejala Klinis
Pasien dengan panoftalmitis akan terlihat sakit, mengigil disertai gejala endoftalmitis yang
lebih berat. Pada mata terlihat kornea yang sangat keruh dan berwarna kuning, hipopion, badan
kaca dengan massa purulen yang disertai refleks kuning di dalamnya, konjungtiva kemotik,
kelopak kemotik dan hiperemis. Akibat jaringan ekstraokular juga meradang, maka bola mata
menonjol atau eksoftalmus di sertai pergerakan mata yang terganggu maka memberikan rasa sakit
bila bergerak. Kelopak mata merah dan membengkak.

Diagnosis
Anamnesis
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan demam, sakit kepaladan kadang –kadang muntah,
rasa nyeri , mata merah, kelopak matabengkak atau edem, serta terdapat penurunan tajam
penglihatan.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan, ditemukan congesti conjungtiva dengan injeksiciliar hebat. Chemosis
conjungtiva selalu ada dan kornea tampakkeruh. Kamera oculi anterior sering menunjungkan
pembentukanhypopion. Pupil mengecil dan menetap. Sebuah reflek berwarna kuningterlihat pada
pupil dengan illuminasi oblique. Hal ini juga dapat terlihatpada eksudasi purulen dalam vitreus
humor. Terjadi peningkatan intraokuler. Proptosis derajat sedang serta gerakan bola mata
terbatasdisebabkan peradangan pada kapsul Tenon’s (Tenonitis).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan kausanyaatau penyebabnya ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan mikroskpikdan kultur.

Diagnosis laboratorium panoftalmitis secara integral berkaitan denganterapinya. Biasanya cairan


badan kaca (corpus vitreum) diambil untukcontoh pada waktu dikerjakan debridemen rongga
badan kaca(vitrekomi). Jika gejala radang sangat berat dan eviserasi tidak segera dilakukan,maka
pus atau nanah akan keluar melewati bagian anterior sklerasetelah rasa nyeri dan gejala yang
lainnya berkurang. Setelahbeberapa minggu peradangan berlangsung dapat berakhir
denganterbentuknya fibrosis yang akan mengakibatkan ptisis bulbi.

Penatalaksanaan
Pengobatan dengan antibiotik dosis tinggi lokal dan sistemik harus segera dimulai, seperti
vancomycin dan obat-obat sulfa ,misalnya Trimethoprim-sulfamethoxazole. Deksametason Na
fosfat 1mg, neomisina 3,5 mg, polimiksina B sulfat 6000 UI (kandungan tiap ml tetes mata atau g
salep mata). Jika peradangan terjadi pada segmen anterior bola mata, pengobatan yang intensif
dengan kompres hangat, atropin lokal dan sulfonamide sistemik serta antibiotik sebaiknya
diperiksa kemajuannya.

Jika penyebabnya jamur diberikan amfotererisin B 150 mikrogram subkonjungtiva,


flusitosin, ketokonazol secara sistemik, dan vitrektomi.

Penyebab parasit ( toxoplasma ) diberikan pyrimetamine , 25 mg peroralper hari,


sulfadiazine, 0,5 g per oral empat kali sehari selama 4minggu.

Alternatif lain clindamicyn,300 mg per oral empat kali sehari, dengan trisulfapyrimidine,
0,5-1 g peroral empat kali sehari. Antibiotik lain spiramycin dan minocycline. Toksokakariasis
okuler pengobatan dengan kortikosteroid secarasistemik atau periokuler bila ada tanda reaksi
radang intra okuler,dipertimbangkan vitrektomi pada pasien dengan fibrosis vitreus
nyata.Sedangkan bila penyebabnya virus dapat diberikan sulfasetamid danantivirus (IDU).
Apabila mata sudah tidak dapat diselamatkan lagiharus segera dilakukan eviserasi.

Eviserasi
Adalah suatu tindakan operasi dimana isi bola mata dikeluarkan danscleral cup
disingkirkan. Hal ini biasanya dilakukan pada kasus supuratiintra-ocular (panoftalmitis),
perdarahan anterior staphyloma dan trauma penetrans pada bola mata dengan keluarnya isi bola
mata.

Tindakan Operasi
Kulit kelopak mata disterilkan dengan larutan savlon dan conjungtiva diirigasi dengan larutan
garam fisiologis. Dan pada umumnya eyespekulum disisipkan untuk membuka kelopak mata.
Kemudiandilakukan irisan circum-corneal pada conjungtiva bulbi yang mengelilingi limbus.
Conjungtiva bulbi dengan kapsul Tenon’sdipisahkan dari bola mata ke fornik. Lalu dibuat irisan
sirkuler padasclero-cornea dan kornea terpisah. Pada bagian tepi scleral cup kemudian di geser
dengan forsep arteri dan isi bola mata dikeluarkan dengan scoop.Hati-hati pada saat proses
mengeluarkan semua jaringan uvea daridalam permukaan scleral cup, karena bagian portio pada
sclera mungkin saja terkena.Untuk memastikan agar tekanan tetap seimbang maka kelopak mata
ditutup dengan memasangan perban.

Prognosis
Prognosis untuk mata yang terinfeksi oleh staphylococcus epidermidis keadaannya lebih
baik, tetapi jika infeksinya karena Pseudomonasatau spesies gram negatif lainnya prognosisnya
tetap suram. Prognosis panoftalmitis sangat buruk terutama bila disebabkan jamuratau parasit

MECHANICAL INJURIES
Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaanmata. Trauma
mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat
atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan
perlukaan atau trauma mata.

Klasifikasi Trauma Mata


Trauma mata dapat terjadi secara mekanik
Trauma Tumpul dan Tajam:
a. Trauma tumpul yaitu trauma pada mata akibat benturan mata dengan benda yang relatif
besar, tumpul, keras maupun tidak keras. Trauma tumpul dapat menyebabkan cedera
perforasi dan non perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ eksterna
(orbita dan palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea, iris atau badan silier, lensa,
korpus vitreus, retina dan nervus optikus (N.II).
b. Trauma tajam yaitu trauma pada mata akibat benda tajam atau benda asing yang masuk
ke dalam bola mata

Etiologi Trauma Mata


Mekanik, meliputi:
1. Trauma oleh benda tumpul, misalnya:
Terkena tonjokan tangan, terkena lemparan batu, terkena lemparan bola, terkena
jepretan ketapel, dan lain-lain.

2. Trauma oleh benda tajam, misalnya:


Terkena pecahan kaca, terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu,
terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin tenun.

Tanda dan Gejala Pada Trauma Mata


Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
Trauma Tumpul
1. Rongga Orbita
Suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang membentuk dinding
orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum dan zigomatikus.Jika pada
trauma mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika
mengenai saraf), perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
2. Palpebra
Kelopak atau palpebral mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra
merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap
trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang
tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang
disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak (lagoftalmos) akan
mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada palpebra
terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang dapat
menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis),
kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
3. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Edema, robekan pembuluh darah
konjungtiva (injeksi konjunctiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika
konjungtiva terkena trauma.
4. Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput beningmata, bagian selaput mata
yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan
dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak saraf. Edema kornea,
penglihatan kabur, kornea keruh, erosi atau abrasi, laserasi kornea tanpa disertai
tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda
dan gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.
5. Iris atau badan silier
Merupakan bagian dari uvea. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang
diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di
temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optic dan arteri siliar anterior, yang
terdapat pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada ototrektus lateral. Arteri
siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satumembentuk arteri sirkularis
mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah
arterisiliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf
optik.Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya)
merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.
6. Lensa
Lensa merupakan badan yang bening.Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu,
yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
terletak di tempatnya. Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi
lensa mata (perpindahan tempat).
7. Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.

8. Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran dari pada
serabut-serabut sarafoptik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Letaknya antara
badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada oraserata. Dibagian retina yang
letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makulalutea (bitnik kuning) kira-
kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah
macula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea.Secara patologik
jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia,
lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
9. Nervus optikus: Nervus II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan
kebutaan.

a. Trauma Tajam
1. Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi bola mata.
2. Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis)
3. Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
4. Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
5. Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier dan
koroid yang berwarna gelap).
6. Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus: laserasi kornea yang disertai penetrasi
kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea, edema.
7. Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus vitreus dan
ablasi retina.

2.1. Penatalaksanaan
a. Trauma Mata Benda Tumpul

1. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi guna
membantu keluarnya hifema dari mata.
2. Berikan kompres es.
3. Pemnatauan ketajam penglihatan.
4. Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan perdarahan
ulang.
5. Batasi membaca dan melihat Televisi.
6. Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
7. Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.
8. Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
9. Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
10. Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
11. Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi perdarahan
ulang.
12. Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema). Indikasi Parasentesis:
 Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam.
 Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional
selama 5 hari.
 Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat
diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma.
 Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.

b. Trauma Mata Benda Tajam

1. Penatalaksanaan sebelum tiba di Rumah Sakit


 Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
 Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
 Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
 Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
2. Penatalaksanaan setelah tiba di Rumah Sakit
 Pemberian antibiotik spektrum luas.
 Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
 Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
 Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata intak).
 Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.

CHEMICAL INJURIES (Trauma Kimia)


Definisi
Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan substansi dengan pH
yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang
tersemprot atau terpercik pada wajah.

Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa
bila mempunyai pH > 7.

Etiologi
Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata digolongkan menjadi 2 kelompok:

1. Alkali/basa Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:

a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah tangga, zat pendingin,
dan pupuk.

b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.

c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash

d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api

e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.

2. Acid/asam Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:

a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry).

b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.

c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali. Ditemukan pada
pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca.

d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.

e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih.


Gejala klinis
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan
yang timbul setelah terpapar bahan kimia, serta fase penyembuhan.

Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:

 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
 Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi
 Kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi
glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan
lensa.
 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
Beberapa gejala klinis yang dapat terjadi antara lain :
1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada epitel kornea atau
defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan tetapi trauma asam akan membentuk
sawar presipitat jaringan nekrotik yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan
lebih lanjut.
2. Edema pada kelopak mata yang disebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh
darah. Kerusakan pada jaringan palpebra sehingga mata tidak dapat menutup sempurna dan
terbentuknya jaringan parut pada palpebra.
3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.

4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis pungtata
superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel kornea hingga
perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam
beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik .
Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna.
6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea, karena
stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin luas iskemik
yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel
perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi dari
flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering menyebabkan
peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat menembus lapisan kornea.
8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat dari deformasi
dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin. Peningkatan TIO yang
terus menerus secara langsung berhubungan dengan derajat kerusakan segmen anterior
akibat peradangan.
Gambar: Trauma asam setelah 3 minggu Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa
yang merupakan bentuk penyembuhan kerusakan endotel
Klasifikasi
Klasifikasi derajat keparahan Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat
keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma.
Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul
serta indikasi penentuan prognosis.
Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus.
Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan
profunda).
Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah:
1) Klasifikasi Hughes
a. Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik konjungtiva
atau sclera.
b. Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang minimal di
konjungtiva dan sclera.
c. Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang signifikan.

Penatalaksanaan
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera mungkin. Tujuan
utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi. Tatalaksana emergensi
yang diberikan yaitu:

1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama minimal 30
menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam
tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik
topikal dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi
kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi forniks.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan menggunakan
kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral (pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan menggunakan moistened
cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat
membantu dalam pembersihan partikel dari forniks dalam.
Selanjutnya, penatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga derajat sedang meliputi:
1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod
untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin masih
mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan
menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah spasme silier
dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin, gentamisin,
ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan Acetazolamid
(4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi:
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan intraokular
dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali
sehari)
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari). Steroid
dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya
boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis
kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga
meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-
steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan TIO bisa
terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.
Prognosis
Trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut. Derajat
iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan
trauma dan prognosis penyembuhan.Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan
konjungtiva memberikan prognosis yang buruk.

Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye
dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.Kebanyakan kasus dapat
sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai komplikasi seperti glaukoma, kerusakan
kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.

Anda mungkin juga menyukai