Anda di halaman 1dari 15

FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI KOPI DI DESA SUKAPURA

KECAMATAN SUMBERJAYA TAHUN 2016

(JURNAL)

Oleh

DICKY RAKASIWI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK

Faktor Produksi Pada Usahatani Kopi di Desa Sukapura Kecamatan


Sumberjaya Tahun 2016

Dicky Rakasiwi1, Nani Suwarni2, Dedy Miswar3


FKIP Universitas Lampung. Jl Prof Dr Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung
*email: dickyrakasiwi7@gmail.com. Telp. : +6282280529732

Received: Feb, 14th 2018 Accepted: Feb, 14th 2018 Online Published: Feb, 15th 2018

This research aims to get information about coffee production factors. This
research is a descriptive research. The population numbered 830 farmers.
Sampling using Purposive Sampling technique and got 89 coffee farmers.
Methods of data collection using observation, measurement, documentation, and
questionnaires. Analytical technique using descriptive method. The results of the
research show that: (1) Coffee production is still less successful. (2) The altitude
criteria are appropriate. (3) The slope of the slope is quite appropriate with the
criteria. (4) The intensity of rainfall is not suitable. (5) Agricultural techniques
applied, making old coffee, can be productive again. (6) Farmers are less aware of
financial management in coffee farming. (7) Farmers rely more on labor from
within the family.

Keywords: farming coffee, production factors, sukapura village

Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai faktor – faktor produksi


kopi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi berjumlah 830
petani. Penarikan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling dan
didapatkan 89 petani kopi. Metode pengumpulan data menggunakan observasi,
pengukuran, dokumentasi, dan kuesioner. Teknik analisis menggunakan metode
deskriptif. Hasil penelitian didapatkan bahwa: (1) Produksi kopi masih kurang
berhasil. (2) Kriteria ketinggian tempat sudah sesuai. (3) Kemiringan lereng cukup
sesuai dengan kriteria. (4) Intensitas curah hujan tidak sesuai. (5) Teknik
pertanian yang diterapkan, membuat kopi yang sudah tua, bisa produktif kembali.
(6) Petani kurang paham tentang pengelolaan keuangan pada usahatani kopi. (7)
Petani lebih mengandalkan tenaga kerja dari dalam keluarga.

Kata Kunci: desa sukapura, faktor produksi, usahatani kopi

Keterangan :
1
Mahasiswa Pendidikan Geografi
2
Dosen Pembimbing 1
3
Dosen Pembimbing 2
PENDAHULUAN 35) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi
Negara Indonesia merupakan negara pertanian secara umum terbagi atas
agraria yang subur dan sudah faktor genetik, faktor alam, faktor
terkenal dengan produksi hasil tenaga kerja, faktor modal, dan
pertaniannya. Dibuktikan dengan faktor manajemen. Jadi faktor –
sejarah kedatangan bangsa-bangsa faktor pada usahatani kopi harus
lain ke Indonesia yang ingin terpenuhi, sehingga hasil produksi
menjajah dan menguasai kopi bisa optimal. Menurut Bahrein
sumberdaya alam indonesia berupa (1997: 107) berpendapat bahwa
hasil pertanian yang melimpah. pada umumnya, faktor produksi di
Letak geografis negara Indonesia dalam bertani adalah tanah atau
juga menjadi salah satu faktor yang lahan yang dapat dipakai untuk
menjadikan negara ini memiliki usaha bercocok tanam. Faktor kedua
potensi tersebut. Indonesia terletak adalah tenaga (energi) manusia,
di daerah katulistiwa yaitu dengan yang sering juga ditunjang oleh
koordinat 60 LU - 110 LS dan 950 energi hewan, atau bahkan tenaga
BT – 1410 BT, sehingga Indonesia (energi) buatan manusia seperti
memiliki iklim tropis yang mesin-mesin. Untuk mendapatkan
mendapatkan sinar matahari yang mesin-mesin dan perangkat lainnya
cukup sepanjang tahun dan curah diperlukan faktor produksi ketiga
hujan yang cukup tinggi dibeberapa berupa uang atau modal. Tidak
daerah. Sehingga tanah di Indonesia terkecuali produksi kopi di Desa
menjadi subur untuk ditanami Sukapura, Kecamatan Sumberjaya,
berbagai macam tanaman pertanian, Kabupaten Lampung Barat pada
termasuk kopi. tahun 2016. Di Desa Sukapura pada
tahun 2016 terdapat 830 petani kopi
Salah satu provinsi dengan produksi dan berhasil memproduksi kopi
kopi terbesar di Indonesia yaitu hingga 216 ton biji kopi. Namun
provinsi Lampung. Dengan kondisi produksi tersebut masih dirasakan
alam dan geografis yang kurang berhasil dengan optimal,
mendukung, kopi menjadi salah satu karena produksi kopi lebih dari
komoditi pertanian dari Provinsi tahun sebelumnya. Sehingga para
Lampung, bahkan kopi termahal di petani di Desa Sukapura banyak
dunia berasal dari daerah ini yaitu yang gagal mencapai target produksi
kopi luwak. Kabupaten Lampung dan membuat mereka merugi,
Barat tepatnya, menjadi daerah karena hasil tidak sesuai dengan
penghasil kopi terbesar di Provinsi modal yang mereka keluarkan.
Lampung. Menurut data dari badan Maka peneliti melakukan
pusat statistik (BPS) Provinsi prapenelitian terhadap 10 orang
Lampung tahun 2014 tentang petani kopi yang diambil secara
produksi pertanian, kabupaten acak di Desa Sukapura
Lampung Barat menjadi produsen
kopi terbanyak setelah tanggamus Berdasarkan 10 orang petani kopi
yaitu 52.546 ton. Lalu pada tahun yang telah diwawancarai, diketahui
2015 menurut Dinas Perkebunan hasil produksi rata-rata terbesar
Kabupaten Lampung Barat produksi mencapai 1,3 ton/ha, dengan luas
kopi naik menjadi 52.644 ton kopi. lahan 1,5 ha. Berbeda dengan petani
Menurut Eva dan Sriyanto (2013:
yang memiliki luas lahan terluas Desa Sukapura, yang memiliki
dengan luas 2 ha, tetapi hasil rata- topografi berbukit-bukit. Namun
rata produksinya paling rendah yaitu tidak jarang juga ada yang membuka
0,5 ton/ha. Jenis kopi robusta lahan perkebunan di lahan yang
dengan perawatan yang baik, landai dan agak miring karena
produktivitas rata-ratanya bisa ketersedian lahan yang ada. Ada
mencapai 800 – 1400 kg/ha. dua jenis kopi yang dibudidayakan
Sedangkan menurut Najiyati dan oleh petani di Desa Sukapura yaitu
Danarti (1997: 183) menyatakan kopi robusta dan arabika. Jenis kopi
bahwa dalam luasan 1 ha tanaman robusta merupakan jenis kopi yang
kopi yang dikelola secara baik, paling banyak dibudidayakan. Hal
artinya petani kopi melakukan tersebut disebabkan oleh kondisi
kegiatan pemeliharaan secara baik tanaman kopi jenis robusta yang
dan benar dari pemilihan bibit, lebih tahan terhadap penyakit
penanaman, perawatan, terutama karat daun, dibandingkan
pemangkasan, dan panen serta iklim dengan jenis kopi arabika yang juga
yang mendukung maka kopi yang memerlukan kriteria ketinggian
mampu dihasilkan sebanyak 1,5 – 2 tempat tertentu untuk
ton/ha/tahun. Berdasarkan data dan penanamannya (Girisonta, 1974:65).
pernyataan di atas, diketahui bahwa Meskipun menurut beberapa orang
masih ada petani kopi di Desa citarasa kopi arabika lebih enak dari
Sukapura yang produktivitas pada kopi robusta dan harga jualnya
kopinya belum optimal. Hal ini lebih tinggi. Jadi kopi arabika bagi
menunjukan bahwa dalam proses sebagian petani, hanya dijadikan
kegiatan produksi kopi di Desa sebagai tanaman selingan untuk uji
Sukapura masih ada yang kurang coba ditanam di daerah Desa
dan belum berjalan dengan baik. Sukapura saja, sehingga jumlahnya
Tanaman yang paling banyak sangat sedikit sekali. Biasanya
dibudidayakan oleh masyarakat di tanaman kopi yang ditanam oleh
Desa Sukapura adalah kopi dengan petani kopi di Desa Sukapura per
luas lahan mencapai 886 ha dengan hektarnya sekitar 1000-1100 pohon
rata-rata hasil produksinya sebesar kopi. Tanaman kopi bila usianya
1,5 ton per hektar pada tahun 2016. sudah terlalu tua, produksi buah
Hal ini beralasan karena kopi kopinya juga semakin menurun,
menjadi salah satu komoditas sedangkan kopi yang usianya masih
pertanian utama dari Desa Sukapura. muda dan baru pertama kali berbuah
hasilnya masih belum optimal.
Luas lahan di Desa Sukapura seluas tentunya pada tanaman kopi usia
1.690 ha. Penggunaan lahan muda yang masih baru pertama kali
perkebunan kopi menjadi berbuah hasilnya belum maksimal.
penggunaan lahan terluas di Desa Usia produktif paling optimal bagi
Sukapura. Sedangkan penggunaan kopi yaitu usia antara 5-20 tahun.
lahan untuk sawah adalah yang
terkecil, dan lahan kering digunakan Pada proses produksi kopi, terdapat
untuk pekarangan dan ladang. Lahan proses pemeliharaan dan
basah menjadi tempat untuk tanah pemanenan, dimana proses
rawa, dan waduk. Lahan perkebunan pemeliharaan mencakup kegiatan
yang menjadi media tanam kopi di pemupukan, penyiangan, dan
pemangkasan. Dilihat dari masa pemeliharaan dan panen,
prosesnya, dalam produksi kopi mereka memperkerjakan orang atau
memerlukan waktu, modal atau buruh tani yang ada di sekitar rumah
biaya produksi dan tenaga kerja mereka, bila tidak bisa, meraka
yang tidak sedikit untuk mendukung memperkerjakan orang dari luar
proses produksi kopi tersebut. dusun. Dalam proses pemeliharaan
Modal diperlukan untuk membayar tanaman kopi, selain faktor modal
tenaga kerja, membeli keperluan dan tenaga kerja, faktor alam seperti
produksi seperti pupuk, hibrisida, curah hujan dan angin juga menjadi
bibit, dan lain sebagainya. faktor yang penting. Angin yang
Sedangkan tenaga kerja dibutuhkan kencang dan curah hujan yang tinggi
sebagai penggerak proses produksi dalam waktu yang cukup lama akan
untuk kegiatan pemeliharaan dan mengganggu proses tersebut. Secara
pemanenan, karena proses tersebut tidak langsung, hal tersebut
tidak mungkin bisa dilakukan berdampak pada jumlah buah yang
sendiri, apalagi jika perkebunan dapat dihasilkan oleh pohon kopi
yang dimiliki sangat luas. Biasanya nantinya.
para petani di Desa Sukapura saat

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan post facto merupakan penelitian di
pendekatan penelitian kuantitatif mana variabel-variabel bebas telah
dengan metode ex post facto. terjadi ketika peneliti mulai dengan
Penelitian kuantitatif yaitu sebagai pengamatan variabel terikat dalam
prosedur penelitian yang suatu penelitian. Dalam penelitian
menghasilkan data berupa angka- ini, suatu keterikatan antar variabel
angka dan umumnya dianalisis bebas dengan variabel bebas,
dengan menggunakan statistik maupun antar variabel bebas dengan
deskriptif atau inferensial, variabel terikat sudah terjadi secara
digunakan untuk meneliti pada alami. Kemudian peneliti dengan
populasi atau sampel tertentu, teknik setting tersebut ingin melacak faktor
pengambilan sampel pada umumnya penyebabnya jika dimungkinkan.
dilakukan secara random, Adapun metode pengumpulan data
pengumpulan data menggunakan yang digunakan adalah Observasi,
instrumen penelitian, dengan tujuan pengukuran, dokumentasi, dan
untuk menguji hipotesis yang telah angket atau kuesioner.
ditetapkan. Sedangjan Penelitian ex

Observasi digunakan untuk Sumberjaya, Kabupaten Lampung


mengamati lahan perkebunan kopi Barat. Dalam hal ini untuk
yang akan diukur. Pengukuran pencatatan hasil peneliti
digunakan untuk mengamati atau menggunakan alat GPS (Global
mencari data dan mengukur Positioning System) untuk
ketinggian tempat dan kemiringan mengukur ketinggian tempat dan
lereng di perkebunan kopi para klinometer untuk mengukur
petani kopi yang menjadi sampel di kemiringan lereng. Karena
Desa Sukapura, Kecamatan keterbatasan alat dan kemampuan,
data curah hujan dapat diukur daftar pertanyaan secara tertulis.
setelah data didapatkan dari BMKG Jenis angket atau kuesioner yang
(Bandan Meteorologi Klimatologi digunakan dalam penelitian ini
dan Geofisika ). Dokumentasi adalah kuesioner berstruktur yaitu
digunakan untuk mencari data kuesioner yang berisi pertanyaan-
monografi Desa Sukapura dan hasil- pertanyaan kombinasi tertutup dan
hasil riset terpercaya dari internet. terbuka yang disertai sejumlah
Angket digunakan untuk jawaban alternatif dan juga jawaban
mendapatkan data atau keterangan terbuka.
dari responden dengan memberikan

Pada penelitian ini, teknik yang beberapa prosedur terlebih dahulu


digunakan untuk menganalisis data dalam mendeskripsikan data yaitu
yaitu menggunakan metode klasifikikasi data, koding, dan
deskriptif dengan pendekatan tabulasi. Pengklasifikasian data
keruangan (spatial). Analisis bertujuan untuk menggolongkan
deskriptif sangat diperlukan dalam jawaban pada angket atau koesioner
bidang geografi, analisis data secara yang sudah diisi responden ke dalam
deskriptif penting untuk kategori-kategori yang sudah
menjelaskan data yang bersifat ditentukan. Koding dilakukan untuk
kualitatif, baik dalam bidang mengelompokkan dan memberi nilai
geografi sosial maupun geografi pada setiap jawaban responden,
fisik. Pendekatan keruangan berdasarkan nilai yang sudah
menurut merupakan suatu analisa ditentukan sebelumnya. Pada tahap
yang memperhatikan faktor-faktor tabulasi, jawaban yang sudah
pengaruh terhadap lokasi suatu dikelompokkan dan diberi nilai,
aktivitas. Pada penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel untuk
penyajian data dalam bentuk tabel membantu dalam mendeskripsikan
kemudian dideskripsikan, tetapi data.
sebelumnya peneliti melakukan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Umum Daerah Penelitian
Letak astronomi merupakan letak memiliki batas-batas sebagai
suatu daerah atau wilayah berikut:
berdasarkan garis lintang dan garis
bujur. Berdasarkan peta Desa Sebelah Utara berbatasan dengan
Sukapura letak astronomis Desa hutan lindung dan Kabupaten Way
Sukapura terletak pada diantara Kanan. Sebelah Selatan berbatasan
104028’09” BT - 104030’17” BT dengan Desa Way Petay dan Desa
dan 04055’50” LS - 05000’32” LS. ( Tugusari. Sebelah Barat berbatasan
Peta Desa Sukapura 2017). Secara dengan Desa Way Petay. Sebelah
Administratif Desa Sukapura Timur berbatasan dengan Desa
Dwikora (Kab. Lampung Utara).
Gambar 3. Peta Administrasi Desa Sukapura

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Produksi Kopi
Hasil produksi kopi bergantung pada terkecil mencapai 350 kg/ha.
terpenuhi atau tidaknya faktor Sedangkan yang terbesar mencapai
pendukung yang sesuai dengan 2600 kg/ha. Jika dirata-ratakan
kebutuhan jenis kopi yang ditanam, produksi kopi para petani di Desa
sehingga hasil produksi bisa optimal. Sukapura pada tahun 2016 mencapai
Menurut Girisonta (1978: 16) ada 865,75 kg/ha.
dua faktor yang mempengaruhi
produksi kopi yaitu faktor dalam Berdasarkan hasil penelitian maka
yaitu biologis atau bawaan dan faktor diperoleh data dengan kriteria yang
luar yang terdiri dari keadaan tanah, telah ditentukan, maka hasil produksi
iklim, pohon peneduh serta pada usahatani kopi di Desa
pemeliharaan. Hasil produksi kopi Sukapura tahun 2016 dapat dilihat
tahun 2016 di Desa Sukapura yang pada Tabel 13 sebagai berikut :

Tabel 13. Produksi Kopi Di Desa Sukapura, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten


Lampung Barat Tahun 2016
Produksi Kopi (kg/ha) Frekuensi %
>1400 5 5,62
800 – 1400 42 47,19
<800 42 47,19
Jumlah 89 100,00
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2017.
Tabel 13 mengklasifikasikan hasil kg/ha dan kurang dari 800 kg/ha
produksi kopi yang dimiliki oleh sama – sama berjumlah 42 petani
para petani kopi di Desa Sukapura kopi atau 47,19% dari seluruh petani
menjadi tiga, yaitu dikatakan optimal kopi yang menjadi responden.
jika hasil produksi yang diperoleh Sedangkan yang berhasil
petani lebih dari 1400 kg/ha, memproduksi lebih dari 1400 kg/ha
dikatakan kurang optimal apabila hanya 5 petani kopi saja. Hasil
hasil produksi kopi yang diperoleh penelitian tersebut menunjukkan
petani antara 800 – 1400 kg/ha, dan bahwa hasil produksi kopi di Desa
dikatakan tidak optimal jika hasil Sukapura pada tahun 2016 kurang
produksi kopi yang diperoleh petani berhasil, bahkan rata – rata produksi
kurang 800 kg/ha. Berdasarkan Tabel kopi di Desa Sukapura pada tahun
13 dapat diketahui bahwa produksi 2016 turun dibandingkan tahun
kopi di Desa Sukapura tahun 2016 sebelumnya.
pada hasil produksi kopi 800 – 1400

Faktor Ketinggian Tempat


Ketinggian tempat pada perkebunan ratakan ketinggian tiap perkebunan
kopi yang sesuai dengan kriteria dan kopi yang diteliti adalah 832,7 mdpl.
jenis kopi yang ditanam, maka hal
tersebut akan mendukung produksi Berdasarkan hasil penelitian yang
kopi menjadi lebih optimal. diperoleh dengan kriteria yang sudah
Ketinggian tempat perkebunan kopi ditentukan, maka ketinggian tempat
paling rendah mencapai 728 mdpl. perkebunan kopi di Desa Sukapura
Sedangkan ketinggian tempat tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel
perkebunan kopi paling tinggi 15 sebagai berikut :
mencapai 920 mdpl. Jika dirata-

Tabel 15. Ketinggian Tempat Pada Perkebunan Kopi Di Desa Sukapura,


Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat tahun 2016

Ketinggian tempat (mdpl) Frekuensi %


750 – 900 81 91,01
<750 8 8,99
Jumlah 89 100,00
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2017

Berdasarkan Tabel 15 dapat dari 750 mdpl hanya terdapat 8 titik


diketahui bahwa ketinggian tempat perkebunan kopi. Hasil penelitian
pada perkebunan kopi di Desa tersebut menunjukkan bahwa
Sukapura yang optimal yaitu 750 – ketinggian perkebunan kopi di Desa
900 mdpl berjumlah 81 titik Sukapura pada umumnya sudah
perkebunan kopi atau 91,01% dari sesuai dengan kriteria, sehingga
seluruh perkebunan kopi yang dapat menunjang hasil produksi kopi
diteliti. Sedangkan untuk ketingian menjadi lebih optimal.
yang kurang optimal yaitu kurang
.
Faktor Kemiringan Lereng
Menurut Ernawati (2008: 2) lereng pada perkebunan kopi harus
menyatakan bahwa pada syarat yang sesuai dengan syarat tumbuh
tumbuh tanaman kopi yang baik, kopi yang baik.
kemiringan lereng lahan maksimum
40%, untuk jenis kopi robusta dan Berdasarkan hasil penelitian yang
arabika. Berdasarkan pernyataan diperoleh dengan kriteria yang sudah
tersebut dapat diketahui bahwa ditentukan, maka kemiringan lereng
dalam usahatani kopi untuk pada perkebunan kopi di Desa
mendukung produksi kopi menjadi Sukapura tahun 2016 dapat dilihat
optimal maka diperlukan kemiringan pada tabel berikut ini:

Tabel 17. Kemiringan Lereng Pada Perkebunan Kopi Di Desa Sukapura,


Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat tahun 2016

Kemiringan Lereng (%) Frekuensi %


>40 1 1,12
16 – 40 55 61,80
< 16 33 37,08
Jumlah 89 100,00
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2017

Dari tabel di atas, kemiringan lereng sedangkan tempat yang memiliki


di perkebunan kopi milik petani kopi kemiringan lebih dari 15% dijadikan
di Desa Sukapura terlihat pada perkebunan kopi. Sehingga banyak
kelompok kemiringan lereng 16 – petani kopi yang menanam kopi di
40% atau kemiringan yang optimal sekitar daerah yang berbukit. Namun
bagi pertumbuhan tanaman kopi, ada juga sebagian petani yang
menjadi kemiringan lereng paling memiliki perkebunan kopi di daerah
banyak ditemukan, dengan jumlah 55 landai, karena keterbatasan lahan
titik perkebunan kopi atau 61,80% yang tersedia. Biasanya daerah
dari jumlah perkebunan kopi yang landai oleh masyarakat Desa
diteliti. Kemiringan lereng pada Sukapura dijadikan sebagai area
perkebunan kopi yang kurang dari persawahan atau kolam ikan.
16% atau kemiringan kurang optimal Sehingga kemiringan lereng yang
bagi pertumbuhan tanaman kopi, optimal untuk perkebunan kopi
berjumlah 33 titik perkebunan kopi memiliki kriteria tersendiri Namun
atau 37,08% dari jumlah perkebunan jika hal tersebut tidak terdapat di
kopi yang diteliti. Hal ini disebabkan perkebunan petani, dapat diantisipasi
bentuk wilayah Desa Sukapura yang dengan merubah kontur perkebunan
berbukit – bukit dan memiliki variasi menjadi terasering. Selain bisa
kemiringan lereng dari 0 – >40 %, merubah kemiringan tanah,
Pada daerah yang landai biasanya terasering juga dapat ,mengokohkan
dijadikan tempat pemukiman, tanah agar tidak mudah longsor.
Faktor Curah Hujan
Curah hujan yang tidak sesuai (1978:75) pada musim kering
dengan kebutuhan pertumbuhan sekurang-kurangnya masih ada hujan
kopi, terlebih pada saat fase tertentu, 80 mm tiap bulannya, dengan
hal tersebut tentunya akan frekuensi 2 atau 3 kali. Hal tersebut
menggangu proses produksi kopi dan tidak terdapat di Desa Sukapura pada
hasil produksi pun tidak optimal. tahun 2016, untuk lebih jelasnya
Sama halnya dengan curah hujan dapat dilihat pada tabel 19 berikut
yang terjadi di Desa Sukapura tahun ini:
2016. Sedangkan Menurut Girisonta

Tabel 19. Data Curah Hujan Bulanan Di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten


Lampung Barat Dari Tahun 2016.

Bulan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
263 414 285 174 92 0 0 107 137 156 516 167 2311
Sumber: Data Sekunder Diolah Tahun 2017

Data curah hujan yang diperoleh Sukapura terkait curah hujan yang
bersifat umum dan tidak bisa terjadi selama masa produksi kopi
diberlakukan secara subjektif. Maka apakah memiliki dampak pada hasil
diambil data berupa asumsi atau produksi mereka. Data tersebut dapat
pendapat petani kopi di Desa dilihat pada tabel 20 sebagai berikut:

Tabel 20. Asumsi Petani Kopi Terhadap Faktor Curah Hujan Mempengaruhi
Produksi Kopi Per Dusun Di Desa Sukapura, Kecamatan Sumberjaya,
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2016

Asumsi Frekuensi %
Setuju 59 66,29
Kurang setuju 30 33,71
Jumlah 89 100,00
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2017

Berdasarkan tabel di atas, petani kopi jumlah 30 petani kopi atau 33,71%
yang setuju bahwa curah hujan dari seluruh jumlah petani kopi yang
mempengaruhi produksi kopi pada menjadi responden. Berdasarkan hal
tahun 2016 sebanyak 59 petani kopi tersebut dapat disimpulkan bahwa
atau 66,29% dari jumlah seluruh hampir seluruh petani kopi di Desa
petani kopi yang menjadi responden. Sukapura merasakan faktor curah
Petani kopi yang kurang setuju, hujan memiliki dampak pada
berasumsi bahwa ada faktor lain produksi kopi mereka pada tahun
selain curah hujan yang 2016.
mempengaruhi produksi kopi dengan
Faktor Usia Tanaman Kopi
Menurut Bambang (2010: 47) kopi penuh terlampaui (over ripe). Ketika
mulai berbuah dan siap dipanen saat usia kopi masih muda dan baru
usianya sudah mencapai 2,5 – 3 pertama kali berbuah,
tahun. Buah kopi yang matang produktivitasnya masih kurang
ditandai oleh perubahan warna kulit optimal. Sedangkan kopi yang sudah
buah. Kulit buah berwarna hijau tua tua, pertumbuhan semakin melambat,
adalah buah masih muda, berwarna sehingga produksi buah kopinya
kuning adalah setengah masak dan menurun bahkan tidak berbuah lagi.
jika berwarna merah maka buah kopi Dari hasil penelitian usia kopi di
sudah masak penuh dan menjadi Desa Sukapura tahun 2016, dapat
kehitam-hitaman setelah masak dilihat pada tabel 22 berikut ini:

Tabel 22. Usia Tanaman Kopi Pada Perkebunan Kopi Di Desa Sukapura,
Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat Tahun 2016

Usia kopi Frekuensi %


>20 81 91,01
5 – 20 8 8,99
Jumlah 89 100,00
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2017

Dari tabel di atas, diketahui bahwa beberapa petani kopi di beberapa


umur kopi yang paling banyak dusun memiliki perkebunan kopi
adalah kelompok umur kopi tidak yang berasal dari hasil pembelian
produktif lebih 20 tahun, sebanyak dari petani lain yang sudah tidak
81 titik perkebunan kopi atau 91,01% terurus, sehingga kopi – kopi yang
dari seluruh jumlah titik perkebunan sudah ada perlu diganti dengan bibit
kopi yang diteliti. Usia kopi baru. Ada juga sebagian yang
produktif antara 5 – 20 tahun perkebunannya masih relatif baru
berjumlah 8 titik perkebunan kopi karena pembukaan lahan baru, tetapi
atau 8,99% dari jumlah seluruh titik dengan adanya teknik pertanian yang
perkebunan yang diteliti. Sedangkan digunakan oleh para petani kopi yang
usia kopi kurang optimal antara 2,5 – ada di Desa Sukapura yaitu teknik
4 tahun, tidak terdapat pada titik – pangkas tunas dan penyetekan pada
titik perkebunan kopi yang diteliti. tunas muda, sehingga meskipun usia
Jadi dapat disimpulkan bahwa, usia kopi yang seharusnya tidak produktif
kopi terbanyak yang terdapat pada lagi yaitu lebih dari 20 tahun, masih
perkebunan kopi di Desa Sukapura bisa produktif kembali. Karena
yaitu usia tidak produktif atau lebih teknik pertanianan ini tujuannya
dari 20 tahun. Hal tersebut terjadi untuk meremajakan kopi yang
karena perkebunan kopi yang usianya sudah tua, sehingga masa
dimiliki oleh masyarakat di Desa produksi pada tanaman kopi masih
Sukapura biasanya adalah dapat lebih lama tanpa harus
perkebunan yang diberikan dari menanam kopi dari awal dan hasil
orang tua atau keluarganya secara produksi kopi pun bisa lebih optimal.
turun – temurun. Hal ini karena
Faktor Modal
Modal merupakan salah satu faktor kopi digunakan untuk membiayai
yang sangat penting dalam poses tenaga kerja, dan bahan produksi
produksi pertanian. Tanpa modal Pada penelitian ini biaya tenaga kerja
suatu usaha tani tidak bisa berjalan meliputi pembiayaan pada masa
dengan baik. Berdasarkan penelitian pemeliharaan dan panen, dimana
yang telah dilakukan diketahui pada masa pemeliharaan terdiri dari
bahwa modal produksi tertinggi yang 3 kegiatan yaitu penyemaian,
dimiliki oleh petani kopi di Desa pemupukan, dan pemangkasan.
Sukapura sebesar Rp 11.570.000, Sedangkan biaya bahan produksi
sedangkan untuk modal terendah digunakan untuk membeli pupuk,
sebesar Rp 1.080.000. Berdasarkan bibit, dan hibrisida cair. Berdasarkan
modal tersebut didapatkan rata-rata penelitian modal produksi di Desa
modal produksi kopi sebesar Rp Sukapura yang telah dilakukan
5.082.067. Modal dalam produksi didapatkan hasil sebagi berikut:

Tabel 24. Modal Produksi Kopi Di Desa Sukapura, Kecamatan Sumberjaya,


Kabupaten Lampung Barat tahun 2016

Modal (Rp/ha) Frekuensi %


>5.570.002 44 49,44
4.000.002 – 5.750.002 15 16,85
<4.000.002 30 33,71
Jumlah 89 100,00
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2017

Berdasarkan tabel 24, modal modal rendah. Penyebabnya karena


produksi kopi di Desa Sukapura para petani kopi di Desa Sukapura
tahun 2016 paling banyak pada hanya mengandalkan modal produksi
modal lebih dari Rp 5.570.002/ha, dari uang hasil panen kopi tahun
berjumlah 44 petani kopi atau sebelumnya, tetapi tidak bisa
49,44% dari seluruh jumlah petani mencukupi kebutuhan modal untuk
kopi yang diteliti. Penggunaan modal produksi kopi pada tahun setelahnya.
produksi kopi antara Rp 4.000.002 – Selain karena modal yang dimiliki
Rp 5.750.002/ha, berjumlah 15 kurang, karena produksi kopi tahun
petani kopi atau 16,85% dari seluruh sebelumnya kurang optimal, hal lain
jumlah petani kopi yang diteliti. seperti keinginan atau hasrat untuk
Sedangkan modal produksi kopi membeli barang tersier karena
kurang dari Rp 4.000.002/ha, memiliki uang lebih juga masih
sebanyak 30 petani kopi atau 33,71% muncul pada petani kopi di Desa
dari seluruh jumlah petani kopi yang Sukapura. Mereka melakukannya
diteliti. Jadi dapat disimpulkan tanpa memikirkan modal yang harus
bahwa masih cukup banyak petani mereka keluarkan kembali untuk
kopi di Desa Sukapura yang proses produksi kopi selanjutnya,
mengeluarkan modal tinggi, tetapi padahal sumber penghasilan dan
masih banyak juga petani kopi di modal terbesar mereka berasal dari
Desa Sukapura yang mengeluarkan perkebunan kopi.
Faktor Curahan Tenaga Kerja
Setiap usaha pertanian yang akan yaitu tenaga kerja manusia, tenaga
dilaksanakan pasti memerlukan kerja ternak, dan tenaga kerja
tenaga kerja, sebagai salah satu mekanik. Soekarwati (1986: 105)
penggerak produksi pertanian. Eva menyatakan bahwa curahan tenag
dan Sriyanto (2013: 38) menyatakan kerja dapat dihitung dan diukur
bahwa dalam analisis ketenagakerjaan melalui rumus hari kerja setara pria
di bidang pertanian, penggunaan (HKP). Dimana 8 jam kerja sama
tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya dengan 1 hari kerja pria dewasa, 0,8
curahan tenaga kerja. Curahan tenaga hari kerja untuk wanita, dan 0,5 hari
kerja yang dipakai adalah besarnya kerja untuk anak-anak. Berdasarkan
tenaga kerja efektif yang dipakai. hal tersebut didapatkan data curahan
Tenaga kerja dibidang pertanian tenaga kerja di Desa Sukapura tahun
dapat dibedakan menjadi tiga macam, 2016 sebagai berikut:

Tabel 26. Curahan Tenaga Produksi Kopi Di Desa Sukapura, Kecamatan


Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat Tahun 2016

Tenaga Kerja (HKP/ha) Frekuensi %


>138 36 40,45
111 – 138 25 28,09
<111 28 31,46
Jumlah 89 100,00
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2017

Dari tabel di atas, diketahui curahan dibutuhkan. Pada petani yang


tenaga kerja yang paling banyak menggunakan curahan tenaga kerja
digunakan di Desa Sukapura tahun dengan kriteria tinggi merupakan
2016, adalah curahan tenaga kerja petani yang mempunyai luas
lebih dari 138 HKP/ha, dengan perkebunan lebih dari 2 ha atau
jumlah 36 petani kopi atau 40,45% mereka yang sudah lanjut usia dan
dari seluruh jumlah petani kopi yang memiliki modal yang cukup besar,
diteliti. Penggunaan curahan tenaga sehingga lebih nyaman
kerja antara 111 – 138 HKP/ha, mempekerjakan orang lain untuk
berjumlah 25 petani kopi atau mengurus perkebunan mereka.
28,09% dari seluruh jumlah petani Meskipun tidak ikut bekerja, mereka
kopi yang diteliti. Sedangkan untuk mengontrol sesekali, untuk melihat
curahan tenaga kerja kurang dari 111 sejauh mana proses produksi
HKP/ha, berjumlah 28 petani kopi berlangsung. Namun umumnya luas
atau 31,46% dari seluruh jumlah lahan yang dimiliki oleh petani kopi
petani kopi yang diteliti. Tinggi dan di Desa Sukapura kurang dari 2 ha,
rendahnya jumlah tenaga kerja yang sehingga mereka lebih
digunakan tergantung luas area mengandalkan tenaga kerja dari
perkebunan yang dimiliki masing – dalam keluarga dari pada tenaga
masing petani kopi. Semakin luas kerja dari luar keluarga, bertujuan
lahan perkebunannya, semakin untuk meminimalkan pengeluaran
banyak juga tenaga kerja yang biaya produksi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan 3 bulan tidak terdapat pada data
diperoleh kesimpulan sebagai curah hujan tahun 2016 di Desa
berikut: Sukapura. Sebanyak 59 petani kopi
atau 66,29% dari jumlah petani kopi
Produksi kopi di Desa Sukapura yang diteliti berpendapat setuju
tahun 2016 paling banyak berada bahwa hujan berdampak pada
pada kriteria kurang optimal yaitu produksi kopi mereka. sebanyak 81
800 – 1400 kg/ha dan kurang dari titik perkebunan kopi atau 91,01%
800 kg/ha atau produksi tidak dari jumlah titik perkebunan kopi
optimal sama – sama berjumlah 42 yang diteliti adalah kelompok umur
petani kopi atau 47,19%. Ketinggian kopi >20 tahun yang seharusnya
tempat perkebunan kopi di Desa tidak dapat produktif lagi. Tetapi
Sukapura paling bayak ditemui pada dengan adanya teknik pangkas tunas
kriteria ketinggian tempat yang dan penyetekan pada kopi yang
optimal yaitu 750 – 900 mdpl denagn sudah tua dan tidak produktif lagi,
jumlah 81 titik atau 91,01% dari total masih bisa produktif kembali. Modal
titik perkebunan kopi yang diteliti. yang gunakan olaeh para petani kopi
Kemiringan lereng pada perkebunan masih rendah dengan modal kurang
kopi di Desa Sukapura pada dari Rp 4.000.002/ha, sebanyak 30
umumnya berada pada kemiringan petani kopi atau 33,71% dari seluruh
yang optimal yaitu 16 – 40%. jumlah petani kopi yang diteliti.
sebanyak 55 titik perkebunan kopi Terdapat 36 petani kopi atau 40,45%
atau 61,80% dari total perkebunan dari jumlah petani kopi yang diteliti,
kopi yang diteliti. Curah hujan menggunakan curahan tenaga kerja
dengan jumlah bulan kering yang tinggi yaitu >138 HKP/ha.
curah hujannya 60-80 mm selama 2-

Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dibudidayakan sesuai dengan
maka peneliti memberikan saran keadaan perkebunan maupun
sebagai berikut: kemampuan petani itu sendiri.
Sehingga dapat terhindar dari
Jika memang faktor produksi pada kerugian, karena hasil produksi pada
usahatani kopi seperti ketinggian usahatani yang dusahakann tidak
tempat, kemiringan lereng, curah berhasil dengan baik. Pada Instansi
hujan, usia tanaman kopi, modal, dan terkait hendaknya memberikan
curahan tenaga kerja yang dimiliki penyuluhan terkait cara – cara
tidak dapat mendukung untuk hasil pemeliharaan dan pengelolaan kopi
produksi kopi yang optimal, maka yang baik dan benar di Desa
perlu dipertimbangkan lagi untuk Sukapura.
mengganti jenis tanaman yang
DAFTAR PUSTAKA
Bahrein,T Sugihen. 1997. Sosiologi Pengembangan
Pedesaan. Jakarta : Balai Pertanian.
Pustaka.
Eva Banowati dan Sriyanto. 2013.
Bambang Prastowo. 2010. Budidaya Geografi Pertanian.
Dan Pasca Panen Kopi. Yogyakarta: Ombak.
Bogor: Pusat Penelitian
Dan Pengembangan Girisonta. 1978. Bercocok Tanam
Perkebunan. Kopi. Yogyakarta:
Kanisius.
BPS Provinsi Lampung. 2014.
Statistik Daerah Najiyati, S., dan Danarti, 1997.
Kabupaten 2014. Budidaya Kopi dan
Lampung: BPS Provinsi Pengolahan Pasca
Lampung. Panen. Jakarta: Swadaya.

BPS Lampung Barat. 2016. Statistik Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu Usaha
Daerah Kecamatan Tani dan Penelitian
Sumberjaya 2016. Untuk Pengembangan
Lampung barat: BPS Petani Kecil. Jakarta:
Lampung Barat. Universitas Indonesia.

Ernawati. 2008. Teknologi Budaya


Kopi Poliklonal. Bogor:
Badan Penelitian Dan
.

Anda mungkin juga menyukai