(JURNAL)
Oleh
DICKY RAKASIWI
Received: Feb, 14th 2018 Accepted: Feb, 14th 2018 Online Published: Feb, 15th 2018
This research aims to get information about coffee production factors. This
research is a descriptive research. The population numbered 830 farmers.
Sampling using Purposive Sampling technique and got 89 coffee farmers.
Methods of data collection using observation, measurement, documentation, and
questionnaires. Analytical technique using descriptive method. The results of the
research show that: (1) Coffee production is still less successful. (2) The altitude
criteria are appropriate. (3) The slope of the slope is quite appropriate with the
criteria. (4) The intensity of rainfall is not suitable. (5) Agricultural techniques
applied, making old coffee, can be productive again. (6) Farmers are less aware of
financial management in coffee farming. (7) Farmers rely more on labor from
within the family.
Keterangan :
1
Mahasiswa Pendidikan Geografi
2
Dosen Pembimbing 1
3
Dosen Pembimbing 2
PENDAHULUAN 35) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi
Negara Indonesia merupakan negara pertanian secara umum terbagi atas
agraria yang subur dan sudah faktor genetik, faktor alam, faktor
terkenal dengan produksi hasil tenaga kerja, faktor modal, dan
pertaniannya. Dibuktikan dengan faktor manajemen. Jadi faktor –
sejarah kedatangan bangsa-bangsa faktor pada usahatani kopi harus
lain ke Indonesia yang ingin terpenuhi, sehingga hasil produksi
menjajah dan menguasai kopi bisa optimal. Menurut Bahrein
sumberdaya alam indonesia berupa (1997: 107) berpendapat bahwa
hasil pertanian yang melimpah. pada umumnya, faktor produksi di
Letak geografis negara Indonesia dalam bertani adalah tanah atau
juga menjadi salah satu faktor yang lahan yang dapat dipakai untuk
menjadikan negara ini memiliki usaha bercocok tanam. Faktor kedua
potensi tersebut. Indonesia terletak adalah tenaga (energi) manusia,
di daerah katulistiwa yaitu dengan yang sering juga ditunjang oleh
koordinat 60 LU - 110 LS dan 950 energi hewan, atau bahkan tenaga
BT – 1410 BT, sehingga Indonesia (energi) buatan manusia seperti
memiliki iklim tropis yang mesin-mesin. Untuk mendapatkan
mendapatkan sinar matahari yang mesin-mesin dan perangkat lainnya
cukup sepanjang tahun dan curah diperlukan faktor produksi ketiga
hujan yang cukup tinggi dibeberapa berupa uang atau modal. Tidak
daerah. Sehingga tanah di Indonesia terkecuali produksi kopi di Desa
menjadi subur untuk ditanami Sukapura, Kecamatan Sumberjaya,
berbagai macam tanaman pertanian, Kabupaten Lampung Barat pada
termasuk kopi. tahun 2016. Di Desa Sukapura pada
tahun 2016 terdapat 830 petani kopi
Salah satu provinsi dengan produksi dan berhasil memproduksi kopi
kopi terbesar di Indonesia yaitu hingga 216 ton biji kopi. Namun
provinsi Lampung. Dengan kondisi produksi tersebut masih dirasakan
alam dan geografis yang kurang berhasil dengan optimal,
mendukung, kopi menjadi salah satu karena produksi kopi lebih dari
komoditi pertanian dari Provinsi tahun sebelumnya. Sehingga para
Lampung, bahkan kopi termahal di petani di Desa Sukapura banyak
dunia berasal dari daerah ini yaitu yang gagal mencapai target produksi
kopi luwak. Kabupaten Lampung dan membuat mereka merugi,
Barat tepatnya, menjadi daerah karena hasil tidak sesuai dengan
penghasil kopi terbesar di Provinsi modal yang mereka keluarkan.
Lampung. Menurut data dari badan Maka peneliti melakukan
pusat statistik (BPS) Provinsi prapenelitian terhadap 10 orang
Lampung tahun 2014 tentang petani kopi yang diambil secara
produksi pertanian, kabupaten acak di Desa Sukapura
Lampung Barat menjadi produsen
kopi terbanyak setelah tanggamus Berdasarkan 10 orang petani kopi
yaitu 52.546 ton. Lalu pada tahun yang telah diwawancarai, diketahui
2015 menurut Dinas Perkebunan hasil produksi rata-rata terbesar
Kabupaten Lampung Barat produksi mencapai 1,3 ton/ha, dengan luas
kopi naik menjadi 52.644 ton kopi. lahan 1,5 ha. Berbeda dengan petani
Menurut Eva dan Sriyanto (2013:
yang memiliki luas lahan terluas Desa Sukapura, yang memiliki
dengan luas 2 ha, tetapi hasil rata- topografi berbukit-bukit. Namun
rata produksinya paling rendah yaitu tidak jarang juga ada yang membuka
0,5 ton/ha. Jenis kopi robusta lahan perkebunan di lahan yang
dengan perawatan yang baik, landai dan agak miring karena
produktivitas rata-ratanya bisa ketersedian lahan yang ada. Ada
mencapai 800 – 1400 kg/ha. dua jenis kopi yang dibudidayakan
Sedangkan menurut Najiyati dan oleh petani di Desa Sukapura yaitu
Danarti (1997: 183) menyatakan kopi robusta dan arabika. Jenis kopi
bahwa dalam luasan 1 ha tanaman robusta merupakan jenis kopi yang
kopi yang dikelola secara baik, paling banyak dibudidayakan. Hal
artinya petani kopi melakukan tersebut disebabkan oleh kondisi
kegiatan pemeliharaan secara baik tanaman kopi jenis robusta yang
dan benar dari pemilihan bibit, lebih tahan terhadap penyakit
penanaman, perawatan, terutama karat daun, dibandingkan
pemangkasan, dan panen serta iklim dengan jenis kopi arabika yang juga
yang mendukung maka kopi yang memerlukan kriteria ketinggian
mampu dihasilkan sebanyak 1,5 – 2 tempat tertentu untuk
ton/ha/tahun. Berdasarkan data dan penanamannya (Girisonta, 1974:65).
pernyataan di atas, diketahui bahwa Meskipun menurut beberapa orang
masih ada petani kopi di Desa citarasa kopi arabika lebih enak dari
Sukapura yang produktivitas pada kopi robusta dan harga jualnya
kopinya belum optimal. Hal ini lebih tinggi. Jadi kopi arabika bagi
menunjukan bahwa dalam proses sebagian petani, hanya dijadikan
kegiatan produksi kopi di Desa sebagai tanaman selingan untuk uji
Sukapura masih ada yang kurang coba ditanam di daerah Desa
dan belum berjalan dengan baik. Sukapura saja, sehingga jumlahnya
Tanaman yang paling banyak sangat sedikit sekali. Biasanya
dibudidayakan oleh masyarakat di tanaman kopi yang ditanam oleh
Desa Sukapura adalah kopi dengan petani kopi di Desa Sukapura per
luas lahan mencapai 886 ha dengan hektarnya sekitar 1000-1100 pohon
rata-rata hasil produksinya sebesar kopi. Tanaman kopi bila usianya
1,5 ton per hektar pada tahun 2016. sudah terlalu tua, produksi buah
Hal ini beralasan karena kopi kopinya juga semakin menurun,
menjadi salah satu komoditas sedangkan kopi yang usianya masih
pertanian utama dari Desa Sukapura. muda dan baru pertama kali berbuah
hasilnya masih belum optimal.
Luas lahan di Desa Sukapura seluas tentunya pada tanaman kopi usia
1.690 ha. Penggunaan lahan muda yang masih baru pertama kali
perkebunan kopi menjadi berbuah hasilnya belum maksimal.
penggunaan lahan terluas di Desa Usia produktif paling optimal bagi
Sukapura. Sedangkan penggunaan kopi yaitu usia antara 5-20 tahun.
lahan untuk sawah adalah yang
terkecil, dan lahan kering digunakan Pada proses produksi kopi, terdapat
untuk pekarangan dan ladang. Lahan proses pemeliharaan dan
basah menjadi tempat untuk tanah pemanenan, dimana proses
rawa, dan waduk. Lahan perkebunan pemeliharaan mencakup kegiatan
yang menjadi media tanam kopi di pemupukan, penyiangan, dan
pemangkasan. Dilihat dari masa pemeliharaan dan panen,
prosesnya, dalam produksi kopi mereka memperkerjakan orang atau
memerlukan waktu, modal atau buruh tani yang ada di sekitar rumah
biaya produksi dan tenaga kerja mereka, bila tidak bisa, meraka
yang tidak sedikit untuk mendukung memperkerjakan orang dari luar
proses produksi kopi tersebut. dusun. Dalam proses pemeliharaan
Modal diperlukan untuk membayar tanaman kopi, selain faktor modal
tenaga kerja, membeli keperluan dan tenaga kerja, faktor alam seperti
produksi seperti pupuk, hibrisida, curah hujan dan angin juga menjadi
bibit, dan lain sebagainya. faktor yang penting. Angin yang
Sedangkan tenaga kerja dibutuhkan kencang dan curah hujan yang tinggi
sebagai penggerak proses produksi dalam waktu yang cukup lama akan
untuk kegiatan pemeliharaan dan mengganggu proses tersebut. Secara
pemanenan, karena proses tersebut tidak langsung, hal tersebut
tidak mungkin bisa dilakukan berdampak pada jumlah buah yang
sendiri, apalagi jika perkebunan dapat dihasilkan oleh pohon kopi
yang dimiliki sangat luas. Biasanya nantinya.
para petani di Desa Sukapura saat
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan post facto merupakan penelitian di
pendekatan penelitian kuantitatif mana variabel-variabel bebas telah
dengan metode ex post facto. terjadi ketika peneliti mulai dengan
Penelitian kuantitatif yaitu sebagai pengamatan variabel terikat dalam
prosedur penelitian yang suatu penelitian. Dalam penelitian
menghasilkan data berupa angka- ini, suatu keterikatan antar variabel
angka dan umumnya dianalisis bebas dengan variabel bebas,
dengan menggunakan statistik maupun antar variabel bebas dengan
deskriptif atau inferensial, variabel terikat sudah terjadi secara
digunakan untuk meneliti pada alami. Kemudian peneliti dengan
populasi atau sampel tertentu, teknik setting tersebut ingin melacak faktor
pengambilan sampel pada umumnya penyebabnya jika dimungkinkan.
dilakukan secara random, Adapun metode pengumpulan data
pengumpulan data menggunakan yang digunakan adalah Observasi,
instrumen penelitian, dengan tujuan pengukuran, dokumentasi, dan
untuk menguji hipotesis yang telah angket atau kuesioner.
ditetapkan. Sedangjan Penelitian ex
Bulan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
263 414 285 174 92 0 0 107 137 156 516 167 2311
Sumber: Data Sekunder Diolah Tahun 2017
Data curah hujan yang diperoleh Sukapura terkait curah hujan yang
bersifat umum dan tidak bisa terjadi selama masa produksi kopi
diberlakukan secara subjektif. Maka apakah memiliki dampak pada hasil
diambil data berupa asumsi atau produksi mereka. Data tersebut dapat
pendapat petani kopi di Desa dilihat pada tabel 20 sebagai berikut:
Tabel 20. Asumsi Petani Kopi Terhadap Faktor Curah Hujan Mempengaruhi
Produksi Kopi Per Dusun Di Desa Sukapura, Kecamatan Sumberjaya,
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2016
Asumsi Frekuensi %
Setuju 59 66,29
Kurang setuju 30 33,71
Jumlah 89 100,00
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2017
Berdasarkan tabel di atas, petani kopi jumlah 30 petani kopi atau 33,71%
yang setuju bahwa curah hujan dari seluruh jumlah petani kopi yang
mempengaruhi produksi kopi pada menjadi responden. Berdasarkan hal
tahun 2016 sebanyak 59 petani kopi tersebut dapat disimpulkan bahwa
atau 66,29% dari jumlah seluruh hampir seluruh petani kopi di Desa
petani kopi yang menjadi responden. Sukapura merasakan faktor curah
Petani kopi yang kurang setuju, hujan memiliki dampak pada
berasumsi bahwa ada faktor lain produksi kopi mereka pada tahun
selain curah hujan yang 2016.
mempengaruhi produksi kopi dengan
Faktor Usia Tanaman Kopi
Menurut Bambang (2010: 47) kopi penuh terlampaui (over ripe). Ketika
mulai berbuah dan siap dipanen saat usia kopi masih muda dan baru
usianya sudah mencapai 2,5 – 3 pertama kali berbuah,
tahun. Buah kopi yang matang produktivitasnya masih kurang
ditandai oleh perubahan warna kulit optimal. Sedangkan kopi yang sudah
buah. Kulit buah berwarna hijau tua tua, pertumbuhan semakin melambat,
adalah buah masih muda, berwarna sehingga produksi buah kopinya
kuning adalah setengah masak dan menurun bahkan tidak berbuah lagi.
jika berwarna merah maka buah kopi Dari hasil penelitian usia kopi di
sudah masak penuh dan menjadi Desa Sukapura tahun 2016, dapat
kehitam-hitaman setelah masak dilihat pada tabel 22 berikut ini:
Tabel 22. Usia Tanaman Kopi Pada Perkebunan Kopi Di Desa Sukapura,
Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat Tahun 2016
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dibudidayakan sesuai dengan
maka peneliti memberikan saran keadaan perkebunan maupun
sebagai berikut: kemampuan petani itu sendiri.
Sehingga dapat terhindar dari
Jika memang faktor produksi pada kerugian, karena hasil produksi pada
usahatani kopi seperti ketinggian usahatani yang dusahakann tidak
tempat, kemiringan lereng, curah berhasil dengan baik. Pada Instansi
hujan, usia tanaman kopi, modal, dan terkait hendaknya memberikan
curahan tenaga kerja yang dimiliki penyuluhan terkait cara – cara
tidak dapat mendukung untuk hasil pemeliharaan dan pengelolaan kopi
produksi kopi yang optimal, maka yang baik dan benar di Desa
perlu dipertimbangkan lagi untuk Sukapura.
mengganti jenis tanaman yang
DAFTAR PUSTAKA
Bahrein,T Sugihen. 1997. Sosiologi Pengembangan
Pedesaan. Jakarta : Balai Pertanian.
Pustaka.
Eva Banowati dan Sriyanto. 2013.
Bambang Prastowo. 2010. Budidaya Geografi Pertanian.
Dan Pasca Panen Kopi. Yogyakarta: Ombak.
Bogor: Pusat Penelitian
Dan Pengembangan Girisonta. 1978. Bercocok Tanam
Perkebunan. Kopi. Yogyakarta:
Kanisius.
BPS Provinsi Lampung. 2014.
Statistik Daerah Najiyati, S., dan Danarti, 1997.
Kabupaten 2014. Budidaya Kopi dan
Lampung: BPS Provinsi Pengolahan Pasca
Lampung. Panen. Jakarta: Swadaya.
BPS Lampung Barat. 2016. Statistik Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu Usaha
Daerah Kecamatan Tani dan Penelitian
Sumberjaya 2016. Untuk Pengembangan
Lampung barat: BPS Petani Kecil. Jakarta:
Lampung Barat. Universitas Indonesia.