Faktor-faktor yang memburuk dari demam berdarah dengue (DBD)
berdasarkan studi kohort dengan case-control yang bersarang di rumah sakit
tersier
Abstrak. Jalur klinis DBD memiliki spektrum patofisiologis dan patogenesis
yang luas. Karakteristik klinis dan laboratorium adalah beberapa parameter untuk menentukan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap memburuknya penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik klinis dan laboratorium yang berkontribusi terhadap memburuknya DBD. Penelitian ini telah dilakukan dari Januari 2012-Desember 2014 di bangsal umum Departemen Penyakit Dalam, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Indonesia Gatot Soebroto. Ada 101 pasien pria (64,7%) dan 55 pasien wanita (35,3%) berusia antara 14 - 62 tahun. Diagnosis dibagi menjadi: 124 pasien DBD kelas I, 6 DBD kelas II, 20 DBD kelas III dan 6 dengan pasien sindrom syok dengue (DSS). Secara klinis dan statistik, ada 4 variabel yang tampaknya ditemukan dengan tingkat keparahan DBD, sebagai berikut: penurunan nafsu makan dengan p = 0,007 (OR 4,87), hepatomegali dengan p = 0,009 (OR 27,00), tekanan darah sistolik dengan p = 0,037 (OR 0,95) ), dan trombosit awal dengan p = 0,000 (OR 0,97). Studi kohort dan studi case-control menemukan bahwa memburuknya DBD berhubungan dengan penurunan nafsu makan, hepatomegali, tekanan darah sistolik dan jumlah trombosit awal. 1. Pendahuluan Dengue adalah demam akut yang disebabkan oleh virus dengue (DENV) yang dibedakan menjadi empat serotipe (DENV-1-4). Virus ini milik keluarga Flaviviridae, yang berasal dari genus flavivirus. Gejala penyakit ini adalah demam tinggi, sakit kepala, sakit perut, ruam, mialgia, dan artralgia. demam berdarah dengue (DBD), dan sindrom syok dengue (DSS) adalah bentuk parah dari penyakit ini. Ciri patogenesis penyakit ini adalah trombositopenia, kebocoran pembuluh darah, dan hipotensi. Saat ini, prevalensi infeksi virus dengue cukup tinggi di dunia. Data WHO di 70 negara di dunia mengungkapkan bahwa ada 925.896 kasus demam berdarah dan demam berdarah dengue pada tahun 2000-2007. Dengue memiliki spektrum manifestasi klinis yang luas dan bervariasi, dari kondisi tanpa gejala hingga gejala. Pedoman WHO yang digunakan untuk penyakit ini adalah proses kronologis, mulai dari demam hingga fase kritis dan pemulihan. Proses di atas penting untuk pendekatan klinis dan imunopatogenesis untuk memantau pengobatan secara optimal. Manifestasi klinis demam berdarah menunjukkan proses spesifik yang menentukan adanya kebocoran plasma (memburuk) setelahnya. Selain itu, tanda klinis juga mengungkapkan titik kritis dari memburuknya demam berdarah dengue. Penelitian sebelumnya juga mengungkapkan bahwa tes torniquet mungkin menunjukkan vasculopathy (petechiae). Sementara itu, jumlah trombosit kurang dari 50.000, hepatomegali, dan efusi pleura (asites) menunjukkan kebocoran plasma. Teori faktor-faktor prediktif DBD oleh Guzman dan Kouri memperkenalkan teori hipotesis integral yang menyatakan bahwa faktor-faktor risiko dari DBD dan DSS yang memburuk terdiri dari faktor-faktor individu, virus, dan epidemiologis. Faktor individu terdiri dari usia, jenis kelamin, ras, nutrisi, infeksi sekunder, dan respons inang. Faktor virus terdiri dari jenis dan serotipe virus. Faktor epidemiologis terdiri dari jumlah kasus, identitas virus, virulensi dan hiperendemik. Juffrie, dkk mengadakan studi case-control untuk mengungkap prediktor syok menggunakan odds ratio (OR). Faktor-faktor yang secara statistik terkait dengan syok adalah asites (OR 5.1), ekstremitas dingin (OR 9.8), ekimosis (OR 4.6), efusi pleura (OR 10.7), trombositopenia terendah (OR 5.9), dan protein plasma (OR 7.3). Rasio odds minimal dari penelitian ini, yang mencerminkan seberapa kuat penelitian ini dalam mendeteksi kekuatan hubungan, adalah 3 sehingga hepatomegali (OR 2,2) dan hematokrit tertinggi (OR 1,5) secara statistik tetapi tidak signifikan secara klinis. Studi ini tidak mengungkapkan model prediksi kejutan. Hadinegoro, dengan menggunakan studi cross-sectional menemukan bahwa variabel trombosit terendah secara statistik signifikan sebagai prediktor kondisi memburuk pada pasien demam berdarah dengue dalam tahap ringan, sedangkan variabel hemokonsentrasi, endotoksemia, dan IL-6 dipertimbangkan. signifikan secara klinis. Studi ini memperkenalkan model prediktor tetapi tidak membuat sistem penilaian. Studi case-control oleh Gayatri menunjukkan bahwa hematokrit tertinggi (OR 1,08), trombositopenia terendah (OR 1,00), demam (OR 1,31), dan usia (OR 0,85) semuanya signifikan sebagai prediktor kejut. Variabel-variabel ini diukur dalam skala numerik. Studi ini juga memperkenalkan model prediktor tetapi tidak membuat sistem penilaian. Sebuah studi oleh Dewi mengkonfirmasi bahwa hepatomegali (OR 2,4) dan trombosit terendah (OR 4,4) adalah prediktor kejut. OR dari hematokrit adalah 1,7 yang membuatnya signifikan secara klinis, tidak secara statistik. Studi ini memperkenalkan model prediktor lain tetapi tidak sistem penilaian. Studi case-control lain oleh Triono menemukan bahwa hepatomegali (OR 11,08) dan hematokrit awal (OR 8,9) secara statistik signifikan sebagai prediktor kejut. Namun, trombositopenia awal (OR 2,2) dan leukosit (OR 2,3) secara klinis tetapi tidak signifikan secara statistik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik klinis dan laboratorium yang berkontribusi terhadap memburuknya DBD melalui kohort dan studi case-control yang telah dilakukan dari Januari 2012 - Desember 2014 di bangsal umum Departemen Kedokteran Internal, Indonesia Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
2. Bahan dan Metode
2.1. Ukuran Sampling dan Metode Pengambilan Sampel Komite Etik Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Ref. Tidak: KE / FK / 719 / EC menyetujui penelitian pada 29 Juli 2013. Subjek penelitian ini adalah 156 pasien yang terinfeksi dengue dimana 101 (64,7%) adalah laki-laki dan 55 (35,5%) perempuan, usia berkisar antara 14 hingga 62 tahun. tahun. Pengelompokan semua pasien dilakukan berdasarkan kriteria klinis WHO 1997 dan WHO 2009. Kriteria DBD yang memburuk ditandai dengan adanya kebocoran plasma yang terdiri dari peningkatan hematokrit dan penurunan tekanan darah selama fase kritis. Penelitian ini menggunakan consecutive sampling untuk desain kohort dan stratified random sampling untuk desain case-control bersarang (perangkat lunak Win Pepi versi 11.28).