Anda di halaman 1dari 12

MODUL SEKOLAH BEBAS NAFZA

BAGI FASILITATOR
DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA

DISUSUN OLEH
YUSI RIKSA YUSTIANA

BADAN PENANGGULANGAN NAFZA, KENAKALAN REMAJA, PROSTITUSI


JAWA BARAT
2000
A. PEDOMAN
APA ITU SEKOLAH BEBAS NAZFA
Sekolah bebas nafza adalah sekolah yang memiliki program pencegahan dan
penanggulangan nafza serta bersih dari berbagai insiden yang berhubungan
dengan nafza

TUJUAN SEKOLAH BEBASA NAFZA


1. meningkatkan ketahanan sekolah terhadap intervensi nafza di lingkungan
sekolah
2. meningkatkan kesadaran warga sekolah dan masyarakat di sekitar
lingkungan sekolah terhadap bahaya nafza
3. meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat di lingkungan
sekolah terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan nafza
4. menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang aman, menyenangkan,
sehat, produktif dan bebas nafza
5. menjadikan sekolah sebagai agen pembaharu bagi upaya pencegahan
dan penanggulangan nafza.
6. tercipta mekanisme kontrol khususnya di lingkungan sekolah untuk
mencegah dan menggulangi penyelahgunaan nafza
7. menekan penyebarluasan penyalahgunaan nafza

PROGRAM SEKOLAH BEBAS NAFZA


Program sekolah bebas nafza pada dasarnya bersifat khas sekolah, dalam
arti setiap sekolah akan memiliki program yang berbeda dengan sekolah lain.
Secara umum program direncanakan atau dikemas dalam susunan sebagai
berikut :
1. landasan , berisi tentang hal-hal yang dijadikan dasar menyusun program
baik berupa produk hukum maupun berbagai temuan yang
menghawatirkan atau menimbulkan kecemasan. Visi dan misi sekolah,
peraturan penggunaan zat aditif dan psikotropika, kecenderungan atau
indikator penyalah gunaan mafza di sekitar lingkungan sekolah dapat
dijadikan landasan.
2. Tujuan, berisi tentang tujuan secara spesifik program sekolah bebas nafza
bagi sekolah yang bersangkutan. Perumusan tujuan akan terkait dengan
keluasan dan kedalaman berbagai upaya pencegahan dan
penanggulangan nafza yang dilakukan oleh sekolah. Tujuan secara umum
terfokus pada upaya peningkatan ketahan sekolah terhadap bahaya nafza
serta kasadaran dan partisipasi warga sekolah dan masyarakat di
lingkungan sekolah untuk memerangi nafza. Secara khusus sekolah dapat
merumuskan tujuan-tujuan antara atau tujuan-tujuan spesifik percawu,
persemester atau pertahun ajaran yang akan dilakukan oleh sekolah
untuk mewujudkan atau mencapai tujuan umum.
3. Lingkup, berisi tentang batasan-batasan program pencegahan dan
penanggulangan nafza serta bentuk network pelaksanaan program.
Sekolah dapat menetapkan lingkup program pada pengembangan
berbagai bentuk penyuluhan, pengembangan dan menyaluran bakat,
minat dan kemampuan siswa pada berbagai aktivitas yang positif, jalinan
hubungan kerjasama maupun pelaksanaan kegiatan bersama sekolah
dengan warga masyarakat di lingkungan sekitar sekolah, bentuk kegiatan
atau aturan peningkatan keamanan dan ketahanan sekolah dari intervensi
nafza, upaya deteksi atau pelaksanaan tes keterlibatan nafza serta upaya-
upaya investigasi intervensi nafza di sekitar lingkungan sekolah.
Bagaimana program akan dilaksanakan, hubungan kerja seperti apa yang
diinginkan intern sekolah maupun ekstern dengan masyarakat di
lingkungan sekolah.
4. Isi program, gambaran aktivitas yang akan dilakukan oleh sekolah.
Program dapat dilaksanakan dalam bentuk pendekatan preventif, kuratif
dan developmental edukatif. Aktivitas yang akan dilaksanakan merupakan
perwujudan secara spesifik lingkup program yang ditetapkan. Misalnya
lingkup pengembangan berbagai penyuluhan dapat terdiri atas :
penyuluhan tentang bahaya nafza dari kepolisian, pembuatan liflet tentang
nafza, pembentukan konselor sebaya.
5. Personil, susunan organisasi, hubungan orang-orang yang terlibat dalam
program, serta peran dan tanggung jawab masing-masing personil.
personil terdiri atas unsur warga sekolah dan unsur masyarakat sekitar.
Unsur warga sekolah adalah pimpinan sekolah, guru, staf tata usaha,
siswa, pedagang di dalam sekolah, orang tua siswa dan alumni sekolah.
Unsur masyarakat di lingkungan sekolah adalah pedagang di sekitar
sekolah, pengelola tempat-tempat rekreasi atau hiburan di sekitar
sekolah, aparat kepolisian sektor dimana sekolah berada, warga
masyarakat di sekitar sekolah, pimpinan masyarakat dari tingkat RT, RW,
Kelurahan serta kecamatan dimana sekolah berada, tokoh agama dan
tokoh masyarakat dimana sekolah berada. Pembetukan tim satgas interen
sekolah serta satgas yang lebih luas dengan pelibatan unsur masyarakat
di sekitar lingkungan sekolah dalam koordinasi pimpinans ekolah dan
pimpinan masyarakat. Penetapan peran, fungsi dan tugas sesuai dengan
susunan organisasi dan mekanisme kerja yang disepakati.
6. Sarana dan prasarana, sarana dan prasarana yang dibutuhkan agar
terlaksana program. Terdiri atas sarana ruangan, berbagai atribut, serta
dana bagi pelaksanaan program. Sumber dana dapat digali secara
swadaya dari warga sekolah dan warga masyarakat di sekeliling sekolah.
7. Jadwal, terdiri atas aktivitas, waku pelaksanaan aktivitas serta
penananggung jawab aktivitas.
8. dilengkapi atau didukung dengan berbagai format administrasi untuk
monitoring dan evaluasi program.
9. monitoring dan evaluais program ditujukan pada keterlaksanaan program
dan dampak program terhadap perubahan perilaku warga sekolah serta
warga masyarakat terhadap intervensi nafza.
SASARAN
1. siswa
2. remaja, pemuda atau orang dewasa di sekitar lingkungan sekolah

TEMPAT
Program di laksanakan di sekolah ataupun di tempat umum yang dimiliki oleh
masyarakat di sekitar sekolah

TEKNIK
Curah fikir, konsultasi, bimbingan dan konseling, penyuluhan, pelatihan,
penyebaran informasi melalui media komunikasi, pengadaan aktivitas atau
kegiatan pengembangan bakat dan minat serta apresiasi.

PELAKSANA
1. TIM SATGAS SEKOLAH : siswa, guru, pimpinan sekolah, orang tua, staf
tata usaha, alumni
2. TIM SATGAS SEKOLAH DAN MASYARAKAT : Tim satgas sekolah,
tokoh agama, tokoh masyarakat, pimpinan masyarakat, aparat keamanan,
departemen atau dinas pemerintah terkait, warga masyarakat,
pengusaha, LSM, lembaga atau institusi formal maupun non formal yang
ada di masyarakat yang peduli terhadap program pencegahan dan
penanngulangan nafza.

EVALUASI
1. Evaluasi proses, yaitu monitoring dan evaluasi terhadap keterlibatan dan
partisipasi pada kegiatan / program
2. Evaluasi hasil adalah dampak pelaksanaan program terhadap ketahanan
sekolah, ketahanan lingkungan serta ketahanan individu terhadap
intervensi nafza.
ADMINISTRASI
1. Pemasangan papan sekolah bebas nafza
2. penyiapan dan mengisian berbagai format monitoring dan evaluasi
program
3. pelaporan pelaksanaan program pada warga sekolah dan warg msyarakat
di lingkungan sekolah secara berkala.

B. MATERI
SEKOLAH BEBAS NAFZA
Penggunaan Nafza atau narkotika dan zat aditif pada saat ini meningkat
sangat tinggi. Pengguna nafza melebar dan meluas pada berbagai tingkatan
usia maupun strata masyarakat. Pengedaran nafza tidak hanya terbatas pada
kalangan dan tempat tertentu, tetapi sudah menjadi transaksi bebas.
Bahaya yang ditimbulkan oleh nafza terhadap pengguna sangat besar,
karena tidak hanya merusak secara fisik tetapi juga merusak individu secara
mental. Kerusakan yang ditimbulkan secara individual orang perorang
pemakai dan pengedar pada suatu saat akan menjadi perusak bangsa dan
hilangnya satu generasi.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berfungsi sebagai agen
penerus dan penjaga sistem nilai serta pembaharu masyarakat sudah
selayaknya memiliki visi dan misi yang jelas dan tegas terhadap berbagai
intervensi berkenaan dengan nafza. Visi dan misi dijabarkan dalam program
yang tersusun secara sistematis dengan melibatkan semua unsur di dalam
sistem sekolah serta mengembangkan jaringan kemitraan dengan
masyarakat di lingkungan sekitar sekolah.
Dasar hukum penanganan masalah nafza adalah UU no 22 tahun 1977
tentang nafza dan psikotropika serta kepres No. 116 tentang badan
koordinasi narkotika Nasional. Secara empirik menurut catatan kanwil
Depsos tercatat korban nafza di Jawa Barat 2942(per juni 1999). Bahaya
nafza bagaikan gubung es diprediksi apabila ditemukan 1 orang berarti
terdapat 10 korban maka jumlah korban narkotika adalah 10 kali lipat.
Pengguna narkotika sebagian besar (90 %) adalah remaja , 68 % diantaranya
berpendidikan SD sampai dengan SMU sekitar usia 13-15 tahun.
Tujuan umum program adalah mengembangkan ketahanan diri secara
individual, ketahanan sekolah serta ketahanan masyarakat terhadap berbagai
intervensi nafza. Program dapat berupa pencegahan dan penanggulangan
nafza maupun pengembangan berbagai aktivitas bersifat edukatif yang
meningkatkan ketahanan individu, sekolah maupun masyarakat terhadap
intervensi nafza.
Tujuan khusus yang dicanangkan sekolah terbagai dalam tujuan yang
bersifat preventif antara lain : deteksi dini siswa pengguna nafza,
mengembangkan jaringan anti nafza, atau pusat pengembangan potensi
siswa; bersifat kuratif antara lain : penyembuhan korban nafza, Bantuan
konsultasi nafza, investigasi korban nafza; serta bersifat developmental
antara lain mendidik siswa pasca penyembuhan, penyuluhan bahaya nafza
oleh mantan pemakai. Tujuan khusus yang ditetapkan harus memperhatikan
kemampuan sekolah sendiri melaksanakannya. Dalam kapasitas sebagai
lembaga pendidikan formal, secara fungsional program sekolah bebas nafza
lebih berorientasi prefentif dalam arti melalukan berbagai upaya agar
intervensi nafza terhadap generasi muda tidak berkembang. Tujuan yang
bersifat kuratif dan development memerlukan tambahan kemampuan dan
keterampilan personil di dalamnya tentang penanngulangan nafza.
Sekolah dapat menspesifikasi diri dalam lingkup program sesuai dengan
kemampun serta misi dan visi yang diemban oleh sekolah, antara lain :
1. pengembangan bakat, minat dan kemampuan generasi muda. Sekolah
menyediakan berbagai aktivitas yang dapat dipilih dan diikuti siswa untuk
menyalurkan bakat dan kemampuan. Generasi muda yang terlibat dalam
aktivitas yang positif dipredikasi tidak akan memiliki peluang untuk
berminat terhadap nafza. Secara psikologis individu yang memiliki rasa
aman, nyaman serta berada pada kondisi yang menyenangkan akan
memiliki kepercayaan diri dan ketahan mental. Kegiatan bersifat
ektrakurikuler tetapi berada tanggung jawab dan jadwal yang ditetapkan
sekolah, sehingga monitoring dan evaluasi kegiatan mudah dilaksanakan.
Jenis kegiatan dapat dalam dimensi organisasi kepemimpinan dan disiplin
seperti Pramuka, Paskibra, PMR, Polisi Sekolah; Olah raga seperti
sepakbola, Bola Voli, Basket, Atletik, catur, panjat tebing, senam serta
permainan bola besar maupun bola kecil lainnya; Ilmiah dan bidang studi
seperti Kelompok ilmiah remaja, klub bahasa, klub sosial, orbit; Beladiri
antara lain karate, PD, Tajimalela, Satria nusantara; Keterampilan seperti
antara lain : pertanian, keputrian, elektro; Pencinta alam; dan lain
sebagainya. Pemanfaatan waktu luang dengan kegiatan yang positif dan
bermanfaat serta memilih lingkup pergaulan dalam koridor kelompok atau
organisasi formal maupun informal yang memiliki tujuan pengembangan
potensi diri dalam dimensi sosial merupakan kunci menghindari
keterlibatan penyalaggunaan nafza pada remaja dan generasi muda.
2. peningkatan pemahaman dan pelaksanaan ibadah keagamaan, moral dan
etika. Penyelenggaraan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan
kompetensi regius yang dimiliki siswa perlu dilakukan. Siswa yang
memiliki kompetensi religius akan dapat mengelola diri dan memiliki
pertahanan diri terhadap intervensi berbagai tindak atau perilaku yang
tidak baik termasuk penyalah gunaan nafza. Selalu mengingat Tuhan
Yang Maha Esa serta melaksanakan ritual ibadah keagamaan dengan
kesadaran akan kebutuhan ibadah tersebut bagi ketenangan diri
merupakan benteng yang kuat bagi diri menahan keterlibatan maupun
kembali terlibat pada nafza. Remaja dengan landasan religius yang tinggi
memiliki peluang yang lebih kecil untuk terlibatan penyalahgunaan nafza.
Hanya 21% remaja yang memiliki pemahaman agama atau melaksanakan
ibadah yang kembali mengkonsumsi nafza.
3. Latihan keterampilan psikologis, merupakan latihan atau pengajaran yang
bertujuan agar individu mampu merespon secara kompeten dan tepat
berbagai situasi dan permasalahan dalam mencapai suatu tujuan. Latihan
keterampilan psikologis merupakan perencanaan mengajar perilaku dan
keinginan khusus yang dibutuhkan secara individual dan sistematis untuk
fungsi yang tidak efektif dan cara yang statis, periode waktu yang
berlebihan, hubungan antar pribadi yang negatif.
Tuntutan situasional yang melebihi keterampilan individu merupakan
indikator adanya permasalahan psikologis. Ketidak mampuan merupakan
produk ketidak sesuaian antara tampilan kemampuan dengan tuntutan
tugas. Individu dengan permasalahan psikologis memiliki peluang yang
lebih tinggi untuk terlibat penyalah gunaan nafza, karena efek yang
ditimbulkan nafza memberikan rasa aman dan kepercayaan diri secara
sementara. Walaupun sebenarnya atau pada kenyataannya rasa aman
dan kepercayaan diri tersebut hanyalah hayalan semata atau dengan kata
lain merupakan upaya diri untuk menghindari permasalahan.
Latihan keterampilan psikologis dilakukan berdasarkan kebutuhan
keterampilan yang dibutuhkan oleh siswa untuk memenuhi tuntutan tugas,
antara lain latihan keterampilan pskologis yang berkenaan dengan bidang
akademis misalnya latihan mendengarkan dengan aktif, latihan membuat
catatan atau latihan kemampuan logika hitungan. Latihan dapat juga
berhubungan dengan kemampuan mengelola emosi seperti relaksasi,
mengelola marah, mengelola stress. Latihan yang berhubungand engan
peningkatan kemampuan verbal antara lain letihan mengemukakan ide,
menjalin relasi atau berkomunikasi.
Individu yang memiliki kemampuan psikologis atau ketahan mental untuk
menghadapi tututan dan beradaptasi dengan konsekuensi pilihan yang
dibuat diharapkan mampu hidup sehat secara psikologis. Penciptaan
suasa psikologis yang aman, nyaman dan sehat penting bagi kesehatan
mental.
4. Mengembangkan budaya bebas rokok di sekolah. Orang yang merokok
80 % lebih mudah beralih atau mengkonsumsi nafza, karena orang yang
merokok memiliki kecenderungan untuk menikmati atau ketergantungan
terhadap zat nikotin. Membuat siapapun di lingkungan sekolah maupun di
sekitar lingkungan sekolah tidak merokok merupakan langkah awal yang
dapat dilakukan agar sekolah bebas dari nafza. Individu harus belajar
tidak merokok bukan hanya memperoleh informasi tentang bahaya rokok.
5. Pengembangan berbagai bentuk penyuluhan, penyuluhan dapat dilakukan
oleh personil yang ada disekolah atau melibatkan nara sumber dari luar
sekolah. Di dalam lingkup sekolah personil adalah pimpinan sekolah,
pembina osis, guru, teman sebaya. Penyuluh teman sebaya dalam
konteks karakteristik remaja merupakan mediator yang paling efektif,
karena tidak merasa digurui atau merasa sama. Penyuluh teman sebaya
dilatih untuk memiliki kemampuan mendengarkan, memprovokasi anti
nafza dan mendorong mengakualisasikan potensi. Pimpinan sekolah,
pembina osis dan guru harus tampil sebagai model atau tokoh yang dapat
diidolakan/ menjadi panutan. Nara sumber dari pihak luar dapat
dimanfaatkan untuk lingkup penyuluhan yang bersifat umum, nara sumber
yang dapat dimanfaatkan antara lain dokter, polisi, ulama, ahli/ praktisi
hukum. Penyuluhan juga dapat dilakukan melalui media tidak langsung
seperti leaflet, poster, tulisan Koran/ madding sekolah, stiker. Tulisan-
tulisan memuat bahaya narkotika, Remaja yang berkaya, anti narkotika.
6. jalinan hubungan kerjasama dalam bentuk pelaksanaan kegiatan bersama
sekolah dengan warga masyarakat di lingkungan sekitar sekolah.
Hubungan yang harmonis antara warga sekolah dengan warga di
lingkungan sekitar sekolah memberikan rasa aman bagi anak. Jalinan
kerjasama dapat dimulai dengan penggunaan bersama fasilitas sekolah
maupun fasilitas di lingkungan sekitar, seperti penggunaan lapangan
untuk olah raga atau tempat ibadah. Bentuk kerjasama lain dapat dalam
bentuk laporan siswa sekolah yang berada di luar sekolah pada saat jam
pelajaran berlangsung.
7. kegiatan atau aturan peningkatan keamanan dan ketahanan sekolah dari
intervensi nafza, upaya deteksi atau pelaksanaan tes keterlibatan nafza
serta upaya-upaya investigasi intervensi nafza di sekitar lingkungan
sekolah. Peningkatan keamanan dapat dilakukan dengan membentuk tim
keamanan sekolah, penetapan dan penegakan disiplin sekolah,
penyelenggaraan tes kesehatan deteksi dini nafza atau memprasyaratkan
surat keterangan bebas nafza. Upaya invenstigas harus dilakukan
bersama dengan polisi agar tidak terjdi kesalah pahaman atau
penyalahan prosudr investigasi.
Isi program, menggambarkan aktivitas yang akan dilakukan oleh sekolah.
Program dapat dilaksanakan dalam bentuk pendekatan preventif, kuratif dan
developmental edukatif. Aktivitas yang akan dilaksanakan merupakan
perwujudan secara spesifik lingkup program yang ditetapkan.
Contoh Program :
1. Sosialisasi program sekolah bebeas nafza
2. Bidang penyuluhan
a. pengertian nafza
b. bahaya nafza bagi kesehatan
c. nafza dalam tilikan agama
d. memanfatkan waktu luang
e. remaja kreatif dan produktif
3. Bidang pengembangan bakat dan minat
a. lomba poster bahaya nafza
b. pilihan ektra kurikuler
4. Ketahanan sekolah
a. razia sekolah
b. upacara dengan inspektur upacara polisi
5. Kerjasama/ kemitraan
a. referal kasus siswa terdektekdi pengguna nafza
b. pemberdayaan orang tua pencegahan bahya nafza di lingkungan
keluarga
Agar aktivitas yang dilakukan dirasakan sebagai miliki dan tanggung
jawab semua warga sekolah maupun warga di lingkungan sekitar sekolah
maka sosialisasi dan diseminasi program sekolah bebas nafza terhadap
warga sekolah maupuan warga masyarakat merupakan hal yang penting.
Aktivitas dapat dilakukan secara formal maupun informal. Langkah kedua
adalah menciptakan keterlibatan semua pihak pada setiap aktivitas program.
Pemasangan spanduk ataupun wawaran dalam berbagaibentuk tidak ada
artinya jika individu tidak merasa terlibat atau merupakan bagian dari
program. Menciptakan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan
tanggung jawab bersama dalam usaha pencegahan keterlibatan
penyalagggunaan nafza.

Rujukan

Dedi Hafid, 1998, Analisa kecenderungan adiksi pada remaja, tesis, Bandung
: PPS IKIP Bandung
O’Donohue & Krasner, 1995, Handbook pf psychological skill training, Boston
: Allyn and Bacon
Syamsu Yusuf, Anne, Yusi, 2000, Bimbingan Keluarga, Materi pelatihan
bimbingan konseling, Bandung : PusdikKimBangWil – Jurusan PPB FIP
UPI

Anda mungkin juga menyukai