Anda di halaman 1dari 10

Wahana Fisika, 1(1), 2016, 32-41

http://ejournal.upi.edu/index.php/wafi

Aplikasi Metode Ground Penetrating Radar Terhadap


Pola Retakan Di Bendungan Batu Tegi Lampung
Somantri Aji P1; Pulung Arya1*; Mimin Iryanti1*
1)
Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung dan 40154

Email : somantriajipratama@gmail.com, poel_pranantya@yahoo.com

ABSTRAK

Munculnya retakan pada urugan bendungan Batu Tegi Lampung sangat


mengganggu keselamatan diwilayah tersebut. Dalam hal ini perlunya dilakukan
investivigasi terhadap retakan – retakan yang muncul dipermukaan urugan
bendungan. Penelitian Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan metode
geofisika sebagai alat bantu untuk penelitian geologi bawah permukaan dangkal
dan terperinci. Penetrasi kedalaman metode GPR ini sangat bergantung pada sifat
listrik geologi bawah permukaan dengan prinsip kerja pengirim dan penerima
pulsa gelombang, sehingga akan muncul struktur lapisan bawah permukaan
karena terdapatnya anomali bawah permukaan pada radargram. Pengolahan serta
interpretasi data georadar pada penelitian ini menggunakan software Reflexw.
Sehingga hasil penelitian dari metode GPR ini menunjukan pola retakan yang
muncul pada urugan bendungan Batu Tegi. Yang nantinya dapat dipergunakan
untuk membantu perencanaan mengevaluasi desain, kontruksi pada urugan
bendungan maupun perencanaan mitigasi.

Kata kunci: Ground Penetrating Radar (GPR), Radargram, Reflexw, Urugan

ABSTRACT

Appered of fracture on earth dam Batu Tegi Lampung need concerned for a lot
aspect in that area. In this case, we did investivigation about appered more
fracture on surface earth dam. The Ground Penetrating Radar (GPR) survey is one
of the geophysical method which is developed as a toll for a relatively shallow
and detailed subsurface geological survey. The penetration depth of GPR method
it depends on electric properties of subsurface with work principle transmitter and
receiver wave pulse, it will show up on radargram image of subsurface because of
the subsurface have an anomaly. Data processing with interpretation of data
georadar in this investivigation using Reflexw software. The result from GPR
method shows fracture pattern on earth dam Batu Tegi. From these results, the
GPR method can very useful to help design evaluation plan, construction and
mitigation plan also for earth dam.
Keywords: Ground Penetrating Radar (GPR), Radargram, Reflexw, Earth dam.

32 | Copyright © 2016, Wahana Fisika


Wahana Fisika, 1(1), 2016, 32-41
http://ejournal.upi.edu/index.php/wafi

1. PENDAHULUAN peranan besar terhadap wilayah


Bendungan merupakan penahan air sekitarnya, pasti akan rawan terhadap
tampungan berupa timbunan urugan bencana alam salah satunya yaitu
berbentuk bendung atau dam. Di bencana runtuhnya sebuah
Indonesia, kebanyakan bendungan bendungan. Dimana bencana jika
merupakan urugan tanah homogen terjadi tidak hanya merusak fasilitas
dan zonal sisanya ada pula bendungan berbagai macam fasilitas dan juga
urugan batu. Bendungan urugan dapat merenggut jiwa manusia.
dibangun dengan cara menimbun Pada kasus Bendungan Batu Tegi
tanah, pasir dan kerikil dalam posisi terdapat retakan – retakan yang
tertentu untuk membatasi suatu muncul pada permukaan urugan
lembah, dalam potongan melintang. bendungan. Selain itu, masalah
Biasanya bendungan tipe urugan volume air dan terdapatnya galery
dibangun untuk menyangga sekaligus didalam bendungan menjadi resiko
penahan air rembesan yang terjadina bencana. Jika volume air
memperkuat Bendungan dalam dibendungan melebihi tinggi dari
menampung jumlah air didalamnya. urugan dan banyak air yang masuk
Apabila rembesan air yang terjadi kedalam retakan permukaan urugan
terlalu besar maka akan bendungan maka urugan menjadi
mengakibatkan terganggunya tidak stabil. Begitu pula munculnya
fungsional bendungan, rawan runtuh air di setiap dinding galery. Oleh
atau longsor. karena itu untuk mencegah musibah
Di Wilayah lampung terdapat 3 buah yang dapat merugikan secara korban
bendungan, yaitu bendungan Way jiwa dan material, perlu diperhatikan
Rarem, bendungan Tirta Shinta dan stabilitas bendungan, perhitungan
Bendungan Batu Tegi. Ketiga kestabilan terhadap geser, guling dan
bendungan terdapat Pembangkit piping (angkat) (Mawardi 2004).
Listrik Tenaga Air (PLTA) yang Berdasarkan fenomena kejadian
digunakan untuk menyuplai listrik tersebut, untuk meneliti permasalahan
bagi penduduk sekitarnya. Salah satu retakan yang timbul di urugan tanah
yang memiliki dampak cukup besar harus langsung terjun ke bendungan
adalah bendungan Batu Tegi, yang yang sebenarnya.
terletak di Kecamatan Talang Padang, Penyelidikan dengan metode
Kabupaten Tanggamus, Provinsi geofisika dapat membantu untuk
Lampung. Selain salah satu mendapatkan gambaran awal dalam
bendungan terbesar di Indonesia proses retakan pada urugan tanah dan
sehingga daya tampung air pada juga kemudian dibandingkan dengan
bendungan Batu Tegi ini cukup besar, pengujian metode lain yang sudah
juga sebagai penyuplai air yang digunakan.
digunakan oleh puluhan ribu hektar Ground Penetrating Radar (GPR)
areal persawahan yang dilewati oleh memiliki cara kerja yang sama
aliran dari bendungan Batu Tegi itu dengan radar konvensional dengan
sendiri. Melihat kondisi dari mengirim pulsa energi antara 40
Bendungan Batu Tegi yang memiliki sampai 4 GHz ke dalam tanah oleh

33 | Copyright © 2016, Wahana Fisika


Wahana Fisika, 1(1), 2016, 32-41
http://ejournal.upi.edu/index.php/wafi

antena pemancar lalu mengenai suatu Data GPR yang diperoleh kemudian
lapisan atau objek dengan suatu diproses lebih lanjut.
konstanta dielektrik berbeda Survey GPR digunakan sebagai
selanjutnya pulsa akan dipantulkan penginderaan bawah permukaan
kembali dan diterima oleh antena dangkal dan dapat digunakan secara
penerima, waktu dan besar pulsa efektif untuk menentukan geologi
direkam. Pemancaran dan bawah permukaan dangkal jika data
pengembalian gelombang elektro- GPR diproses dan diinterpretasikan
magnet berlangsung cepat sekali yaitu secara tepat.
dalam satuan waktu nannosecond
(Allen, 1979). 2. METODE PENELITIAN
Kedalaman penetrasi dengan metode Penelitian ini data digunakan
georadar sangat bergantung sifat merupakan data sekunder yang
kelistrikan media yang diselidiki, diperoleh dari time Pusat
seperti: konduktivitas listrik dan Penelitian dan Pengembangan
konstanta dielektrik. Kedua sifat Sumber Daya Air (PUSAIR).
listrik tersebut berkaitan erat dengan Pengambilan data georadar
sifat fisik tanah atau batuan yang dilakukan di 31 lintasan diarea
antara lain kadar air dan sifat surveu yang berukuran 30 x 19
kegaramannya. Khusus dalam m. 33 lintasan ini terdiri dari 15
pendeteksian material yang kadar lintasan frekuensi 1 GHz, 7
besinya relatif tinggi, penetrasi GPR lintasan frekuensi 400 MHz, 7
akan berkurang, sesuai dengan kadar Lintasan frekuensi 40 MHz dan 4
besi yang terdapat pada material lintasan yang panjang 30 meter
tersebut (Budiono, 1999). Di daerah memakai frekuensi 400 MHz.
penelitian, kemampuan penetrasi pada Pada gambar 1 terlihat lintasan
masing-masing lintasan disesuaikan ini dibuat persegi panjang
dengan tujuan utama pendeteksian. melingkupi retakan yang muncul
dipermukaan bendungan.

Gambar 1. Lintasan georadar pada permukaan bendungan Batu Tegi


Sumber : http://earth.google.com

Pada penelitian ini, dilakukan menggunakan program


beberapa langkah untuk mencapai REFLEXW (Reflex for windows).
tujuan penelitian. Data hasil Langkah pertama ialah data hasil
akuisisi diproses secara terpadu penelitian diproses dengan
dalam pengolahan data GPR memilih project data. Selanjutnya
34 | Copyright © 2016, Wahana Fisika
Wahana Fisika, 1(1), 2016, 32-41
http://ejournal.upi.edu/index.php/wafi

dilakukan tahapan 1D filter pengukuran yang lemah akan


(dewow) terhadap data dapat terlihat lebih jelas, 2D
pengukuran yang kurang baik. Background Removal atau noise
Koreksi data dilakukan untuk filtering yang mereduksi adanya
mendapatkan nilai rata – rata data noise – noise yang muncul sebagai
terhadap titik tengah (central garis – garis horizontal pada
point), Static Correction radargran dan 1D Filter (bandpass
dimaksudkan untuk melakukan frequency) dilakukan untuk
normalisasi secara vertikal, memfilter kembali data frekuensi
sehingga nilai kedalaman menjadi agar sesuai keperluan.
akurat, memberikan Gain kepada Untuk lebih jelas dapat dilihat
data – data sesuai keperluan. Hal di gambar 2.
ini dimaksudkan agar data hasil

Gambar 2. Diagram Alur Metode Pengolahan Data

data dari antena 1 GHz, tujuh


3. HASIL DAN PEMBAHASAN lintasan berupa tanda L1 hingga
L7 adalah pengambilan data dari
Penelitian menggunakan metode antena 40 MHz, tujuh lintasan
ground penetrating radar berupa tanda L1 hingga L7 adalah
didapatkan tiga puluh tiga lintasan pengambilan data dari antena 400
pengukuran, diantaranya lima MHz, dan empat lintasan panjang
belas lintasan berupa tanda G1 CL1 hingga CL4 adalah
hingga G15 adalah pengambilan
35 | Copyright © 2016, Wahana Fisika
Wahana Fisika, 1(1), 2016, 32-41
http://ejournal.upi.edu/index.php/wafi

pengambilan data antena 40 MHz. sepanjang permukaan yang


Untuk semua lintasan dapat dilihat mengalami retakan. Hal ini
pada gambar 3. Pada penelitian ini dimaksudkan dengan kondisi
setiap lintasan memiliki panjang lapangan dan kebutuhan data yang
yang berbeda – beda dan diperlukan.
pengambilan data dilakukan

Gambar 3. Lintasan Pengukuran Georadar

Data hasil pengukuran georadar lintasannya. Dibawah ini


yang diambil sebanyak 33 (tiga merupakan 3 jenis radargram dan
puluh tiga) lintasan kemudian penampang lintasan hasil
diolah menggunakan software pengolahan data menggunakan
REFLEXW dengan maksud agar software REFLEXW, beserta pola
dapat memberikan informasi retakan yang ditandai oleh garis
mengenai pola retakan dibagian warna hitam. Lintasan ini dipilih
bendungan secara jelas. Melalui dan diolah karena melewati
hasil proses analisis yang berupa retakan yang muncul dipermukaan
radargram ini menjadi acuan untuk bendungan sehingga didapat
menentukan pola retakan serta kejelasan pola retakan serta
kedalaman retakan disetiap kedalaman retakan tersebut.

Gambar 4. Lintasan Pertama

36 | Copyright © 2016, Wahana Fisika


Wahana Fisika, 1(1), 2016, 32-41
http://ejournal.upi.edu/index.php/wafi

Gambar 5. Penampang Lintasan Pertama Frekuensi 1 GHz.

Gambar 6. Penampang Lintasan Pertama Frekuensi 400 MHz.

Gambar 7. Penampang Lintasan Pertama Frekuensi 40 MHz.

Pada gambar 4, lintasan pertama retakan (ditandai dengan garis


terlihat dari gambar lintasan warna hitam) pada penampang
pengukuran terdapat 3 jenis lintasan permukaan 13 meter
pengukuran yakni dengan antena 1 mencapai kedalaman ± 4 meter,
GHz, 400 MHz dan 40 MHz.. hanya saja resolusi yang didapat
Untuk penampang lintasan cukup rendah. Selanjutnya
pertama pada gambar 5, dilakukan pengukuran dengan
penampang frekuensi 1 GHz yang frekuensi 40 MHz yang memiliki
memiliki panjang lintasan penetrasi kedalaman hingga 30
sepanjang 2 meter terlihat pola meter, dari hasilnya pada gambar
retakan yang mencapai kedalaman 7 pengolahan pola retakan pada
± 0,5 meter. Pada penggunaan frekuensi 40 MHz tidak terlihat
frekuensi 1 GHz memberikan kelanjutan pola retakan dari antena
penetrasi yang dangkal kurang 40 MHz sebelumnya dan juga
lebih 1 meter tetapi resolusi yang resolusi yang didapat sangat
didapat cukup tinggi. Pola yang rendah.
diindikasi sebagai retakan ditandai Sehingga prediksi kedalaman
dengan garis warna hitam. retakan hanya sampai 4 meter
Untuk mengetahui pola retakan sesuai dengan hasil pengolahan
yang berlanjut dari antena 1 Ghz pada frekuensi antena 400 MHz.
lebih dalam, dilakukan Setelah pemrosesan lintasan
pengambilan data menggunakan sebanyak 33 lintasan selanjutnya
antena 400 MHz yang memiliki diinterpretasi kembali dalam 3
penetrasi kedalaman hingga 5 dimensi yang ditunjukan pada
meter. Hasilnya pada gambar 6, gambar 8 dan gambar 9.
pada frekuensi 400 MHz terlihat

37 | Copyright © 2016, Wahana Fisika


Wahana Fisika, 1(1), 2016, 32-41
http://ejournal.upi.edu/index.php/wafi

Gambar 8. Model 3D lintasan Utama 1 GHz


adanya perubahan jenis lapisan
Hasil pemrosesan gambar 3D dilihat dari kontras amplitudo.
pada gambar 8, terlihat 3 gambar Karena kecepatan berbanding
yakni ilustrasi gambar pola lurus dengan amplitude
lintasan pada bendungan Batu gelombang. Sehingga terlihat
Tegi, gambar hasil pemrosesan 3D adanya kontras amplitude dilihat
dari 7 lintasan georadar (frekuensi dari warna yang muncul pada
1 GHz) dan hasil pencitraan satelit setiap radargram lintasan.
lokasi bendungan Batu Tegi. Dari Dari data radargram setiap lintasan
hasil pencitraan satelit terlihat menunjukan intensitas warna yang
warna yang merupakan pola berbeda-beda, intesitas warna pada
retakan yang telah tertutupi oleh tampilan radargram merupakan
semen sebelumnya. Dari pencitraan dari kuat lemahnya
pemrosesan 3D terlihat amplitudo tiap lintasan. Sehingga
penggabungan antara interpretasi semakin kuat intensitas warna
2D setiap lintasan yang mengarah semakin kuat pula amplitudo yang
dari timur ke barat dan pola muncul pada radargram, dan
retakan pada permukaan atas sebaliknya. Hal ini menunjukan
bendungan (garis putus warna adanya kontak setiap lapisan
hitam). bendungan, karena bendungan
Berdasarkan pemrosesan data sendiri dibentuk dari beberapa
diatas, dari 7 lintasan utama lapisan yang dipadatkan
dengan panjang lintasan yang berkelanjutan dari dasar
berbeda-beda tetapi spasi setiap bendungan, badan bendungan
lintasan 1 meter. Terlihat adanya hingga bagian atas permukaan
kecocokan antara pola retakan bendungan (bendungan Batu
yang muncul pada permukaan Tegi). Dengan asumsi yang
bendungan dengan hasil dipakai bahwa amplitudo kuat
interpretasi dari georadar antenna ditandai oleh dominan warna
frekuensi 1 GHz. Terlihat pola gelap (ungu-biru) dan amplitudo
retakan disetiap lintasan lemah ditandai oleh warna cerah
didasarkan atas adanya kontras (hijau-kuning). Maka berdasarkan
kecepatan pada setiap radargram, referensi tersebut dapat
kontras kecepatan hasil diinterpretasi, bahwa terdapat
pengambilan data pada masing – jarak antara amplitudo kuat dan
masing lapisan menandakan amplitudo lemah yang
38 | Copyright © 2016, Wahana Fisika
Wahana Fisika, 1(1), 2016, 32-41
http://ejournal.upi.edu/index.php/wafi

diindikasikan sebagai pola retakan Tegi. Hasil interpretasi 3D tidak


sesuai dengan yang muncul lebih dari 1 meter karena pengaruh
dipermukaan atas bendungan Batu dari antena frekuensi 1 GHz.

Gambar 9. Model 3D Lintasan gabungan 400 MHz

Hasil pemrosesan gambar 3D lintasan didasarkan atas adanya


pada gambar 9, terlihat 3 gambar kontras kecepatan pada setiap
yakni ilustrasi gambar pola radargram, kontras kecepatan hasil
lintasan pada bendungan Batu pengambilan data pada masing –
Tegi, gambar hasil pemrosesan 3D masing lapisan menandakan
dari 11 lintasan georadar adanya perubahan jenis lapisan
(frekuensi 400 MHz) dan hasil dilihat dari kontras amplitudo.
pencitraan satelit lokasi Karena kecepatan berbanding
bendungan Batu Tegi. Dari hasil lurus dengan amplitude
pencitraan satelit terlihat warna gelombang. Sehingga terlihat
yang merupakan pola retakan yang adanya kontras amplitudo dilihat
telah tertutupi oleh semen dari warna yang muncul pada
sebelumnya. Dari pemrosesan 3D setiap radargram lintasan.
terlihat penggabungan antara Dari data diatas merupakan
interpretasi 2D setiap lintasan kelanjutan dari frekuensi 1 GHz
yang mengarah dari timur ke barat yang memiliki kedalaman hanya
dan pola retakan pada permukaan sampai 1 meter sehingga dibantu
atas bendungan (garis putus warna oleh data frekeunsi 400 MHz yang
hitam). memiliki kedalaman mencapai 5
Berdasarkan pemrosesan data meter. Dalam hal ini, hasil
diatas, dari 11 lintasan (7 lintasan interpretasi pola retakan sebagian
utama dan 4 lintasan memotong besar merupakan kelanjutan dari
lintasan utama) dengan panjang antenna 1 GHz, tetapi
lintasan yang berbeda-beda tetapi kedalamannya memiliki variasi
spasi setiap lintasan 1 meter. yang berbeda – beda. Kejadian ini
Terlihat adanya kecocokan antara bisa saja disebabkan karena
pola retakan yang muncul pada pengaruh penurunan tidak
permukaan bendungan dengan seragam (differential settlement).
hasil interpretasi dari georadar Yang berakibat penurunan
antena frekuensi 400 MHz. konsolidasi tanah dibawah
Terlihat pola retakan disetiap timbunan sehingga menyebabkan

39 | Copyright © 2016, Wahana Fisika


Wahana Fisika, 1(1), 2016, 32-41
http://ejournal.upi.edu/index.php/wafi

melengkung atau turunnnya mengarah ke arah timur


permukaan atas timbunan yang bendungan.
mengakibatkan retaknya pada Berdasarkan penelitian yang telah
permukaan bendungan Batu Tegi. dilakukan, maka rekomendasi
Terlebih dari hasil pencitraan yang diberikan untuk penelitian
satelit dengan hasil interpretasi 3D selanjutnya yaitu dilakukan
terdapat kecocokan dari segi pola akuisisi data georadar pada data
retakan (garis – garis warna hitam) 40 MHz untuk mendapatkan hasil
yang muncul di permukaan data pengukuran yang lebih
bendungan Batu Tegi. optimal dan juga didukung oleh
metode geofisika yang agar
timbulnya anomali terhadap data
4. SIMPULAN yang dianalisis.
Berdasarkan pengukuran dan Pada kasus bendungan Batu Tegi,
analisis data yang dilakukan di harus dilakukan pengecekan air
Bendungan Batu Tegi Lampung pada bendungan agar tidak meluap
menggunakan Metode Ground pada badan bendungan. Hal ini
Penetrating Radar, dapat bisa berakibat terkikisnya badan
disimpulkan sebagai berikut : bendungan, selain itu pencegahan
Terlihatnya retakan pada dapat dilakukan dengan cara
permukaan bendungan Batu Tegi menutup serta mengisi retakan
Lampung menunjukan terdapat yang muncul pada permukaan
pola retakan di area pengukuran bendungan dengan perekat yang
pada bendungan memiliki variasi kuat.
kedalaman mulai dari 0,5 meter
hingga kurang dari 4 meter dengan 5. REFERENSI
kemiringan tertentu. Dengan
menggunakan tiga frekuensi yang 1. Annand, A.P. (2001). Ground
berbeda yakni 1 GHz, 40 MHz Penetrating Radar Workshop Notes.
dan 400 MHz sangat membantu Sensore and Software Inc. Canada.
mengidentifikasi pola retakan 2. Budiono, K. et al. (2010). Penafsiran
hingga kedalaman kurang 4 meter Struktur Geologi Bawah Permukaan
pada badan bendungan. Pola di Kawasan Semburan Lumpur
Sidoarjo, Berdasarkan Penampang
retakan yang diinterpretasi
Ground Penetrating Radar (GPR).
disebabkan oleh penurunan tidak Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 5 No.
seragam (differential settlement). 3.
bisa mengakibatkan seepage atau 3. Deniyatno. (2011). Identifikasi Zona
erosi buluh yang terjadi pada Bidang Gelincir Tanah Longsor
badan bendungan. Air rembesan Dengan Metode Georadar. Jurnal
dari bendungan sedikit demi Aplikasi Fisika Volume 7 Nomor 2.
sedikit mengikis badan bendungan Jurusan Fisika FMIPA. Universitas
yang terdiri dari komponen urugan Haluoleo. Kendari, Sulawesi
tanah homogen. Berdasarkan Tenggara.
visualisasi radargram 3D maka 4. Milson, J. (2003). Field Geophysics
The Geologival Field Guide Series.
kondisi pola retakan cenderung

40 | Copyright © 2016, Wahana Fisika


Wahana Fisika, 1(1), 2016, 32-41
http://ejournal.upi.edu/index.php/wafi

Third Edition. Jhon Wiley & Sons


Ltd.
5. Ramalis, T.R. (2001). Common
Textbook Gelombang dan Optik.
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
UPI. Bandung.
6. Telford, W.M., Geldart, L.P dan
Sheriff, R.E. (1990). Applied
Geophysics. Second Edition.
Cambridge: Cambridge University
Press.
7. Tipler P.A. : alih bahasa,
Bambang Sogijono (2001). Fisika
Untuk Sains dan Teknik (edisi
ketiga). Erlangga . Jakarta

41 | Copyright © 2016, Wahana Fisika

Anda mungkin juga menyukai