Anda di halaman 1dari 35

1

LAPORAN KASUS

DATA DASAR
Identifikasi
Seorang anak laki-laki, berinisial RN berusia 12 tahun, berat badan 24 kg, tinggi
badan 124 cm, bertempat tinggal di kota Palembang, datang ke poli Hematologi
Anak RSMH tanggal 15 Januari 2018.

Anamnesis (alloanamnesis dengan ibu penderita)


Keluhan utama
Pucat
Keluhan tambahan
Muntah dan mengantuk
Riwayat perjalanan penyakit
2 hari SMRS penderita terjatuh saat bermain dan terbentur pada bagian belakang
kepala. Terdapat muntah 2x , menyemprot. Isi apa yang dimakan dan diminum.
Kejang , amnesia, penurunan kesadaran dan nyeri kepala disangkal. Anak belum
dibawa berobat.
4 jam SMRS, anak terlihat mulai mengantuk .Orientasi masih baik. Muntah ada ,
menyemprot frekuensi 3 x , isi apa yang dimakan dan diminum, banayaknya + 1
gelas belimbing . Anak terlihat pucat. Kejang dan nyeri kepala disangkal. Anak di
bawa ke poli hematologi RSMH, dan disarankan untuk MRS untuk pemeriksaan
dan tatalaksana lebih lanjut.
Penderita telah terdiagnosa Hemofilia A sejak usia 7 tahun , dan kontrol secara
teratur, pengobatan dengan Coate 2 x 1000 IU.

Riwayat penyakit dahulu


-

Riwayat penyakit dan kebiasaan keluarga


Riwayat keluarga yang menderita seperti ini diakui.
2

Daftar silsilah keluarga

Riwayat kehamilan dan kelahiran


Penderita adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Kehamilan penderita merupakan
kehamilan yang diinginkan. Selama hamil ibu sehat dan tidak menderita demam,
darah tinggi dan tidak ada riwayat keguguran sebelumnya. Ibu kontrol secara teratur
ke bidan, namun tidak pernah USG. Tidak ada riwayat merokok, dan minum obat-
obatan serta alkohol selama hamil.
Penderita lahir saat kehamilan cukup bulan, secara spontan ditolong oleh dokter
kandungan di RS Swasta di Palembang. Lahir langsung menangis dengan A/S tidak
diketahui, berat badan lahir 3000 gram, panjang badan lahir tidak diketahui,
terdapat riwayat injeksi vitamin K.

Riwayat imunisasi
Vaksin I II III IV
BCG  (scar +) - - -
DPT  - - -
Polio  - - -
Campak - - - -
Hepatitis B - - - -
Kesan: imunisasi dasar PPI tidak lengkap, diberikan sesuai umur, imunisasi
non PPI dan imunisasi ulangan tidak diberikan
3

Riwayat makan
ASI : dari lahir sampai usia 6 bulan
Susu formula : dari usia 6 bulan sampai usia 15 bulan
Bubur : dari usia 7 bulan sampai 13 bulan
Nasi biasa : usia 13 bulan sampai dengan sekarang, frekuensi 2-3x/hari, 10-15
sendok makan, kadang diselingi dengan cemilan. Penderita biasa makan nasi
disertai lauk pauk seperti tahu, telur, ikan, dan sayur. Penderita tidak meyukai
daging ayam maupun daging sapi. Penderita juga tidak terbiasa minum susu setiap
harinya.
Kesan : kualitas dan kuantitas kurang

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Pertumbuhan
Berat badan saat ini 24 kg dan tinggi badan 124 cm
Kesan : pertumbuhan sesuai usia kronologis

Perkembangan
- Tengkurap : usia 5 bulan
- Duduk : usia 7 bulan
- Merangkak : usia 9 bulan
- Berdiri : usia 13 bulan
- Berjalan : usia 16 bulan
Anak tidak tampak kesulitan mengikuti perintah atau permainan seperti sebayanya
serta dapat mengikuti pelajaran di sekolah. Anak tidak pernah tinggal kelas.
Prestasi anak di sekolah rata-rata diantara teman sebayanya. Anak sering tidak
masuk sekolah, dalam sebulan rata-rata anak akan absen dari kegiatan sekolah
selama 2-3 hari dikarenakan pergi berobat untuk kontrol. Anak tidak pernah
dikucilkan oleh teman sebaya maupun angggota keluarga lain selama ini. Anak
tidak bisa mengikuti kegiatan olahraga berat seperti lari cepat, sepak bola, basket
seperti teman-temannya dikarenakan mudah mengalami trauma. Kontak sosial
tampak baik, tidak ada perilaku aneh yang ditunjukkan oleh anak .
Kesan : riwayat perkembangan baik
4

Riwayat sosial ekonomi


Penderita merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ayah penderita merupakan
tamatan SMA, bekerja sebagai pegawai di salah satu toko elektronik di Palembang
pada saat itu. Saat ini ayah bekerja wirausaha di bidang jasa sebagai sopir gocar.
Ibu penderita tamat SMA dan sebagai ibu rumah tangga. Penderita tinggal bersama
kakek dan neneknya dirumah orangtua ibu. Saat ini penderita sedang bersekolah di
kelas 2 SMP negeri di Palembang. Biaya hidup ditanggung oleh ayah penderita dan
berobat dengan menggunakan jaminan kesehatan nasional BPJS.
Kesan : sosial ekonomi cukup.

PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum
Tanda vital
Kesadaran : E3M4V2
Tekanan darah : 100/60 mmHg

Laju nadi : 90x/menit, teratur, teraba kuat


Laju napas : 22x/menit
Suhu aksila : 36.9 0 C

SpO2 : 98
Status pubertas
: P3

Status antropometri
BB 30 kg, TB 140 cm
BB berdasarkan umur : 30/40 : p5-10 ( underweight)
TB berdasarkan umur : 140/149 : < p10-50 (normal height)
BB berdasarkan TB : 30/35x100% = 85 % ( undernourished)
Usia Tinggi : 11 tahun 4 bulan
Berat Badan Ideal : 35 Kg
LILA : 19 cm
5

Lingkar Kepala : 53 cm
Status gizi : gizi kurang perawakan normal

Pemeriksaan keadaan spesifik


Kepala : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-),Refleks Cahaya (+)
pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, NCH (-), Brill hematom
(-/-), teraba benjolan di area oksipito-temporal, lunak, nyeri,
warna sama seperti kulit sekitar, diameter 4 cm.
wajah seperti orang tua (-), rambut jagung dan mdah rontok (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-), Iga gambang (-)
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal


Ekstremitas : akral hangat (+), pucat pada kedua telapak tangan (+/+),
CRT < 3 detik

Nervi Cranialis Kanan Kiri

NI Daya Penghidu N N

N II Daya Penglihatan N N

Medan Penglihatan N N

Pengenalan warna N N

N III Ptosis (-) (-)

Gerakan Mata B B

Ukuran Pupil 3 mm 3 mm

Bentuk Pupil Bulat Bulat

Refleks Cahaya (+) (+)


6

Refleks Akomodasi (+) (+)

N IV Strabismus Divergen (-) (-)

Gerakan Mata Ke Lateral (+) (+)


Bawah

Strabismus Konvergen (-) (-)

NV Menggigit (+) (+)

Membuka Mulut (+) (+)

Sensibilitas Muka N N

Refleks kornea (+) (+)

Trismus (-) (-)

N VI Gerakan Mata Ke Lateral (+) (+)

Strabismus Konvergen (-) (-)

Diplopia (-) (-)

N VII Kedipan Mata (+) (+)

Lipatan Nasolabial Simetris

Sudut Mulut Simetris

Mengerutkan Dahi (+) (+)

Mengerutkan Alis (+) (+)

Menutup Mata (+) (+)

Meringis (+) (+)

Menggembungkan Pipi (+) (+)

N VIII Mendengar Suara Berbisik N N


7

Mendengar Detik Arloji N N

N IX Arkus Faring N N

Refleks Muntah (+) (+)

Suara Sengau (-) (-)

Tersedak (+) (+)

NX Denyut Nadi 90 x / menit 90 x / menit

Arkus Faring N N

Bersuara N N

Menelan N N

N XI Memalingkan Kepala (+) (+)

Sikap Bahu N N

Mengangkat Bahu (+) (+)

N XII Sikap Lidah Ditengah

Tremor Lidah (-)

Menjulurkan Lidah Simetris

Motorik

Motorik Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan luas luas luas luas


8

Kekuatan Abduksi- Abduksi- Abduksi- Abduksi-


aduksi lengan aduksi lengan adduksi adduksi
atas 5 atas 5 tungkai atas 5 tungkai atas
5
Fleksi ekstensi Fleksi ekstensi Fleksi-
lengan bawah lengan bawah ekstensi Fleksi-
5 Fleksi 5 Fleksi tungkai ekstensi
ekstensi ekstensi bawah 5 tungkai
pergelangan 5 pergelangan 5 bawah 5
Fleksi-
Fleksi ekstensi Fleksi ekstensi ekstensi Fleksi-
tangan 5 tangan 5 engkei 5 ekstensi
engkel 5
Fleksi-
ekstensi Fleksi-
tangan 5 ekstensi
tangan 5

Tonus eutoni eutoni eutoni eutoni

Klonus Negatif Negatif

Refleks Meningkat Normal Meningkat Normal


Fisiologis

Refleks Negatif Negatif Negatif Negatif


Patologis

Koordinasi : ataksia (-), dismetria (-), disdiadokokinesis (-)


Sensorik : dalam batas normal
Otonom : dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal : negative

PEMERIKSAAN PENUNJANG
9

Hemoglobin : 10.4 (12.0-14.4) g/dL


Eritrosit : 4.900.000 (4.700.000-4.950.000)/mm3
Leukosit : 11.600 (4500-13500) /mm3
Hematokrit : 40 (36-42)%
Trombosit : 500.000 (217.000-497.000)/µL
Protrombin Time : 15 detik (13.5 detik)
APTT : 33.6 detik (31.3 detik)
Fibrinogen : 301 (293) mg/dl
D-Dimer : 0.30 ( <0.5) detik
Calcium : 9 mg/dl
Natrium : 146 (135-145) mEq/L
Kalium : 4.3 (3.5-4.5) mEq/L
Clorin : 108 mEq/L (96-106) mEq/L
Hitung jenis leukosit : 0/0/74/14/12
LED : 32 ( <15) mm/jam
CRP : <5 (<5) mg/L
SGOT : 15 (0-38) U/L
SGPT : 10 (0-41) U/L
δGT : 11 (10-86) U/L
Protein Total : 6.9 (6-8) g/dl
Albumin : 3.9 (3.8-5.4) g/dl
Glukosa Sewaktu : 90 mg/dl
Ureum : 19 mg/dl
Creatinin : 0.52 (0.53-0.79) mg/dl
Asam Urat : 2.7 (<8.4) mg/dl

Kesan :

Pemanjangan PT, aPTT, peningkatan LED


10

RINGKASAN DATA DASAR


Seorang anak laki-laki, usia 12 tahun, bertempat tinggal di dalam kota
datang ke poliklinik neuropediatri RSMH tanggal 15 januari 2018. Anak datang
dengan keluhan utama pucat dan keluhan tambahan muntah dan mengantuk. 2 hari
SMRS penderita terjatuh saat bermain dan terbentur pada bagian belakang kepala.
Terdapat muntah 2x , menyemprot. Isi apa yang dimakan dan diminum. Kejang ,
amnesia, penurunan kesadaran dan nyeri kepala disangkal. Anak belum dibawa
berobat. 4 jam SMRS, anak terlihat mulai mengantuk .Orientasi masih baik. Muntah
ada , menyemprot frekuensi 3 x , isi apa yang dimakan dan diminum, banayaknya
+ 1 gelas belimbing . Anak terlihat pucat. Kejang dan nyeri kepala disangkal. Anak
di bawa ke poli hematologi RSMH, dan disarankan untuk MRS untuk pemeriksaan
dan tatalaksana lebih lanjut. Penderita telah terdiagnosa Hemofilia A sejak usia 7
tahun , dan kontrol secara teratur, pengobatan dengan Coate 2 x 1000 IU.
Anak memiliki anggota keluarga yang juga menderita hemofilia dalam
daftar silsilah keluarganya. Riwayat kehamilan dan kelahiran normal. Saat kejadian
anak masih bersekolah di kelas 6 SD, sejauh ini dapat mengikuti pelajaran dengan
baik dan tidak terdapat gangguan dalam mengikuti pelajaran. Anak tidak
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang-orang di lingkungannya.
Anak memiliki riwayat makan yang kurang, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Setiap harinya anak menghabiskan nasi sebanyak 10-15 sendok makan dengan
frekuensi makan 2-3 kali sehari tanpa disertai kebiasaan minum susu. Riwayat
sosial ekonomi dari keluarga tergolong cukup.

ANALISIS AWAL

Berdasarkan data dasar di atas, anak datang dengan keluhan utama pucat
disertai dengan keluhan mengantuk . sebelumnya terdapat riwayat terbentur pada
bagian belakang kepala. Anak merupakan penderita hemofilia A yang telah
terdiagnosa sejak usia 7 tahun. Keluhan yang ditunjukan penderita menunjukan
adanya proses perdarahan akut dan peningkatan intracranial yang disebabkan oleh
cedera kepala.
11

Pemeriksaan fisis menunjukkan adanya penurunan kesadaran dengan GCS


E3M4V2. Dari nilai vital sign lainnya masih dalam batas normal. Perlu dibuktikan
penyebab dari penurunan kesadaran pada penderita. Pada pemeriksaan kepala
terdapat benjolan di area oksipito-tempral yang teraba lunak, nyeri, warna sama
seperti kulit sekitar dengan diameter 4 cm. Terdapat konjungtiva anemis yang dapat
menunjukan adanya proses perdarahan akut pada penderita. Tidak ditemukan
adanya brill hematoma yang dapat menyingkirkan kemungkinan adanya fraktur
basis cranii. Saat dilakukan pemeriksaan status neurologis pasien dalam batas
normal. Tidak terdapat parese maupun gejala rangsang meningeal.
Berdasarkan temuan klinis dari penderita, diperlukan pemeriksaan
penunjang untuk mendukung diagnosis pada penderita. Perlu dilakukan
pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi hati, elektrolit dan faal hemostasis
pada penderita untuk mengidentifikasi resiko untuk dilakukannya tindakan operasi
pada penderita jika terbukti terdapat perdarahan intracerebral. Perlu dilakukan CT
scan kepala untuk membutikan terdapat perdarahan intracerebal. Hasil pemeriksaan
CT scan kepala menunjukkan adanya lesi hiperedens frontotemporal dextra dengan
gyrus dan sulci menyempit dan terdapat tissue swelling menunjukkan ke arah ICH
lobus frontotemporal dextra. Penderita selanjutnya dikonsultasikan ke divisi bedah
saraf untuk dilakukan tindakan craniotomy segera. Penderita juga dikonsultasikan
ke divisi neuropediatrik, dengan kesan terdapat perdarahan intracerebral dan
disarankan untuk dilakukan craniotomy segera serta pemberian NS 3 % untuk
edema cerebri yang terjadi. Pasie dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif.
Pasca-tindakan pembedahan pemantauan yang perlu dilakukan pada
penderita hemofilia A post craniotomy adalah perdarahan yang tidak bisa diatasi
serta resiko infeksi. Dilakuakan pemeriksaan faal hemostasis pada penderita dan
tetap dilakukan pemberian faktor koagulasi secara rutin untuk mencegah
perdarahan yang massive. Dilakukan edukasi pada keluarga tentang penanganan
terhadap penderita dengan hemofilia agar kejadian serupa dapat diminimalisir
untuk terjadi. Terutama dalam pembatasan aktivitas fisik yang beresiko. Dilakuan
juga pemantauan terhadap sekuele yang dapat muncul pasca-perdarahan inta
cerebral.
12

MASALAH AWAL
pucat
tanda peningkatan tekanan intracranial
penyandang hemofilia A sedang
gizi kurang

DIAGNOSIS KERJA
Intra cerebral hemmoragik + anemia+ gizi kurang + hemofilia A

TATALAKSANA
Rencana craniotomi cito
Inj Coate 2x1000 mg IU IV
Persiapan operasi

PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : Dubia
2. Quo ad functionam : Dubia
3. Quo ad sanationam : Dubia

CATATAN LANJUTAN SELAMA PERAWATAN

15-01-2018 ( Hari Rawat ke-1)

S Anak tampak mengantuk, pucat (+) muntah (+) frek. 2x menyemprot, isi apa yang dimakan

O Keadaan umum:

Sens: E3M4V5 TD: 120/70 mmHg N: 54x/m RR: 22x/m T:37oC

Keadaan spesifik:
13

Kepala : NCH (-) konjungtiva anemis (+) sklera ikterik (-) pupil
bulat isokor (+) 3mm/3mm reflekls cahaya +/+

Leher : Pembesaran KGB tidak ada

Dada : Statis dinamis simetris kanan= kiri, retraksi (-)

Cor : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-) gallop (-)

Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi -/- wheezing -/-

Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak
teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT<3, clubbing finger (-)

Laboratorium (15 Januari 2018)


Hb 7.2 gr/dl, RBC 3.740.000/mm3, Leukosit 10.900/mm3, Ht 25%, trombosit
549.000/mm3, RDW-CV 19.90%, LED 29mm/jam, DC 0/0/93/5/2 PT 14.5 (K 14.40) detik
INR 109 APTT 62.7 (K 32.9) detik BT 0.25 mg/dL BD 0.11 mg/dL BI 0.14 mg/dL SGOT
14 U/L SGPT 7 U/L Prot total 7.1 g/dL Alb 4.1 g/dL Ur 26 mg/dL Cr 0.43 mg/dL Ca 9.1
mg/dL Mg 2.37 mEq/L Na 143 mEq/L K 4.3 mEq/L Cl 106 mmol/L
Kesan : Anemia + Peningkatan LED + Pemanjangan APTT (2x)
CT Scan Kepala (15 Januari 2018)
-lesi hiperedens frontotemporal dextra

-gyrus dan sulci melebar dan menyempit

-fissura baik

-sisterna tak melebar

-midline baik

-soft tissue swelling (+)

-ventrikel tak melebar

Kesan: ICH lobus frontotemporal dextra


14

A Hemofilia A post trauma capitis + Anemia + Penurunan Kesadaran GCS 12 ec Perdarahan


Intracranial
P -IVFD D5 1/4NS gtt 12x/m (makro)

-Inj coate 2x1000 IU IV

-R/ transfusi PRC

-R/ craniotomi cito

-Konsul Bedah

Kesan: Penurunan kesadaran GCS 12 ec cedera kepala + ICH lobus frontotemporal


dextra + Hemofilia A

Saran: cek lab, crossmatch, transfusi PRC, usut burrhole

-Konsul Anestesi
Kesan: Penurunan kesadaran GCS 12 ec cedera kepala + ICH lobus frontotemporal
dextra + Hemofilia A.
Saran:
-Perawatan post op di PICU
-Transfusi sampai dengan Hb≥10 gr/dl
-Cek DR post transfusi
-Pemberian faktor VIII sesuai TS anak (≤6 jam sebelum tindakan)
-Puasa 6 jam preoperatif
-Sedia darah (PRC, FFP, TC)

16-01-2018 ( Hari Rawat ke-2)

S Anak tampak mengantuk (+) pucat (+) muntah (-)

O Keadaan umum:

Sens: E3M5V4 TD 100/60mmHg Nadi 95x/m Laju pernapasan 24x/m Suhu tubuh axilla
36,5oC
Keadaan spesifik:
15

Kepala : NCH (-) konjungtiva anemis (+) sklera ikterik (-) pupil
bulat isokor (+) 3mm/3mm reflekls cahaya +/+

Leher : Pembesaran KGB tidak ada

Dada : Statis dinamis simetris kanan= kiri, retraksi (-)

Cor : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-) gallop (-)

Pulmo : Vesikuler (+) normal, rhonkhi (-/-) wheezing (-/-)

Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak
teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT<3, clubbing finger (-)

Laboratorium (16 Januari 2018)

Hb 10.4 gr/dl eritrosit 4.910.000/mm3, leukosit 11.600/mm3, Ht 35% trombosit


500.000/mm3, MCV 71.7 fL MCH 21 pg MCHC 30 g/dL RDW CV 21.30% LED
32mm/jam DC 0/0/74/14/12/2.2 retikulosit 2.2% ANC 8584 PT 15.0(13.50) detik INR 1.14
APTT 33.6(31.3) detik fibrinogen 301(293) mg/dL D- diner 0.30 ug/mL SGOT 15 U/L
SGPT 10 U/L GT 11 U/L Protein Total 6.9 gr/dL Alb 3.9 g/dL GDS 90 mg/dL Ur 19 mg/dL
AU 2.70 mg/dL krea 0.52 mg/dL Ca 9.0 mg/dL Na 146mEq/L K 4.3 mEq/L Cl 108 mmol/L
CRP <5
Urinalisa : Warna kuning muda jernih, bj 1010 pH 7.0, protein (-) asam askorbut (-) glukosa
(-) keton (-) darah (-) bilirubin (-) , urobilinogen 1, nitrit (-), lekosit esterase (-), epitel (-)
lekosit 0-2 eritrosit 0-1 silinder(-) Kristal(-), bakteri (-) mucus (-) jamur (-)
A Hemofilia A + Trauma capitis GCS 12 + Anemia + Penurunan Kesadaran ec ICH

P -IVFD DS ¼ NS gtt 12x/menit makro


-Inj Coate 2x1000 mg IU IV
-Transfusi PRC (1)(2)
-Rencana craniotomi cito
-Sedia FFP dan TC
-Konsul neuropediatrik
Kesan: Hemofilia A + cidera kepala GCS 12
16

Saran:
-NS 3% 2cc/kg/bb/tiap 8 jam jika tidak ada kontraindikasi
-Konsul bedah saraf cito

18-01-2018 ( Hari Rawat ke-4)

S Demam (-) pucat (-) anak sadar (+) perdarahan drain ±20 cc pusing (-) mata sebelah kanan
sembab

O Keadaan umum:

KU: Sens: CM Nadi 92x/m Laju pernapasan 24x/m Suhu badan axilla 36,6oC Tekanan
Darah 90/60 mmHg

Keadaan spesifik:

Kepala : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) NCH (-) edema
palpebra occuli dextra
Leher : Pembesaran KGB tidak ada

Dada : Statis dinamis simetris kanan= kiri, retraksi (-)

Cor : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-) gallop (-)

Pulmo : Vesikuler (+) normal, rhonkhi (-/-) wheezing (-/-)

Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak
teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT<3, clubbing finger (-)

A Hemofilia A post craniotomy hari ke 2 a.i ICH a.i GCS 12 + edema palpebra occuli dextra
hari ke I
P -IVFD D5 ½ NS gtt xx/ment makro
-Inj. Ceftriazone 1x2 gr IV (3)
-Inj. Coate 2x2000 IU  2x1500 IU
17

-Paracetamol injeksi 3x350 mg IV


-Transfusi PRC 1x150 cc (1)
-Manitol 20% 60 cc per 8 jam IV
-Konsul mata
Saran: Kompres dingin pada kedua mata dan vasacan EC 1gtt/6 jam ODS
-Konsul neuropediatri ulang
Kesan: ICH
Saran: Acc rawat bersama dan tappering off manitol

20-01-2018 ( Hari Rawat ke-6)

S pusing (+) mual (-) muntah (-)

O Keadaan umum:

Anak compos mentis, Nadi 90x/m Laju pernapasan 24x/m Suhu badan aksilla 36,6oC TD
90/60 mmHg

Keadaan spesifik:

Kepala : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) NCH (-) pupil
isokor 3mm-3mm

Leher : Pembesaran KGB tidak ada

Dada : Statis dinamis simetris kanan= kiri, retraksi (-)

Cor : Bunyi jantung I-II normal, mumur (-) gallop (-)

Pulmo : Vesikuler (+) normal, rhonkhi (-/-) wheezing (-/-)

Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak
teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT<3, clubbing finger (-)


18

Laboratorium (20 Januari 2018)

Hb 10.6 gr/dl eritrosit 4.980.000/mm3, leukosit 5.100/mm3, Ht 35% trombosit


496.000/mm3, RDW CV 19.80% DC 0/0/62/29/9
A Hemofilia A post craniotomy hari ke 4 a.i ICH a.i GCS 12 + edema palpebra occuli dextra
hari ke III
P -IVFD D5 1/4 NS gtt 12/menit makro
-Inj. Ceftriazone 1x2 gr IV (5)
-Inj. Coate 2x1500 IU IV
-Inj. PCT 3x350 mg IV
-Transfusi PRC 1x150 cc
-Inj. Ondancentron 2x6 mg IV
-Inj. Omeprazole 2x10 mg IV
-Manitol 2% 30 cc per 8 jam IV
19

HEMOFILIA

1. Definisi
Hemofilia merupakan suatu penyakit genetik yang telah diketahui sejak
lama. Hemofilia didefinisikan sebagai gangguan perdarahan yang bersifat herediter
akibat kekurangan faktor pembekuan VIII, IX dan XI. Pada saat ini dikenal 3 bentuk
hemofilia, yaitu hemophilia A (kekurangan faktor VIII atau anti-hemophilic factor)
dan hemofili B (kekurangan faktor IX atau chrismast factor). Hemofilia C
belakangan diketahui sebagai salah satu penyebab ganggguan pembekuan darah
lainnya diakibatkan oleh defisiensi faktor XI. Dahulu hemofilia A sering sulit
dibedakan dengan penyakit von Willebrand, karena pada keduanya ditemukan
kekurangan faktor VIII. Akan tetapi pada penyakit von Willebrand didapatkan pula
kekurangan faktor von Willebrand yaitu faktor yang diperlukan dalam agregasi
trombosit.1 (BUKU AJAR HAL 174)
Kata Hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh
Hopff di Universitas Zurich pada tahun 1828. Menurut ensiklopedia Britanica ,
istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter
berkebangsaan Jerman bernama Johann lukas Sshonlein pada tahun 1793.
Hemophilia berasal dari dua suku kata yaitu, philia yang artinya suka dan hemo
yang artinya darah. Arti nama ini terkait dengan manifestasi utama dari penyakit ini
yaitu penderita yang sangat mudah mengalami perdarahan pada tubuhnya, bahkan
2 (Hemophilia A,Philip Salen; Hani M.
yang disebabkan oleh trauma yang sangat minimal.
Babiker)

Hemofilia juga dikenal sebagai The royal disease atau penyakit kerajaan.
Berawal dari sejarah ratu Victoria (1837-1901) dari Inggris yang merupakan
seorang pembawa sifat hemofilia. Anaknya yang kedelapan, pangeran Leopold
sering mengalamai perdarahan yang hebat bahkan oleh trauma yang sangat ringan.
Diketahui bahwa dia adalah seorang penderita hemofilia. Leopold akhirnya
meninggal dunia pada usia 30 tahun akibat perdarahan otak. Sejak saat itu
20

perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian tentang hemofilia dalam dunia


kedokteran mulai berkembang pesat.3(https://www.hog.org/handbook/article/1/3/the-history-of-
hemophilia)

2. Epidemiologi

Berdasarkan data dari Annual Global Suvey WFH (World Federation of


Hemophilia) pada tahun 2016, dengan mengikutsertakan 113 negara, didapatkan
184.723 penderita hemophilia dari total populasi 6.702.703.202 penduduk. Dengan
distribusi 1 dari 10.000 kelahiran adalah dengan hemofilia A, dan 1 dari 50.000
kelahiran adalah dengan hemofilia B. Distibusi jenis kelamin dari seluruh penderita
hemophilia A (149.766) adalah (133.016) 89 % laki-laki dan (4.062) 3% adalah
perempuan. Pada penderita hemofilia B ( 29.712 ), didapatkan jumlah penderita
laki-laki sebanyak (25.677) 86% dan perempuan sebanyak (1.432) 5%. (4(world
federation of hemophilia report)
Di Amerika Serikat, CDC belum dapat memberikan angka
pasti tentang jumlah penderita hemophilia, akan tetapi berdasarkan penelitian yang
dilakukan pada 6 negara bagian di Amerika Serikat, diprediksi terdapat 20.000
penderita hemophilia sampai dengan tahun 2016.5(CDC
https://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/data.html)
Di Indonesia jumlah penderita hemofila yang
terdata di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta sampai tahun 2002 adalah 530
6(Int J Hematol. 2002 Aug;76 Suppl 1:286-90 Some hematological problems in Indonesia)
penderita.
Berdasarkan data global informasi yang terkait dengan angka kejadian hemofilian
C masih sangat terbatas. Dari keseluruhan populasi penduduk Amerika, dikatakan
angka kejadian dari hemofilia C adalah 1 dari 100.000 penduduk. Pada kelompok
penduduk tertentu seperti pada populasi Ashkenazi jewish, angka kejadian
hemofilia C lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan secara global yaitu
mencapai 8 % dari keseluruhan populasi. https://www.hemophilia.ca/factor-xi-deficiency-hemophilia-c/

3. Klasifikasi
Hemofilia dapat di klasifikasikan berdasarkan derajat keparahan dan
berdasarkan jenis faktor pembekuan darah yang mengalami defisiensi.
Kadar dari faktor pembekuan darah (faktor ke VIII dan IX) yang
dibutuhkan untuk proses pembekuan normal adalah 50% hingga 150%. Perbedaan
21

kadar faktor pembekuan inilah yang selanjutnya akan menentukan klasifikasi dari
hemofilia dan korelasi nya terhadap gejala yang akan muncul.

1. Hemofilia ringan jika kadar faktor ke VIII dan IX antara 5- 50 %


Pada penderita dengan hemofilia ringan, menifestasi perdarahan muncul
pasca-trauma yang serius atau proses pembedahan seperti sirkumsisi.
Seringkali penderita hemofilia ringan baru terdeteksi pada usia remaja.
2. Hemofilia sedang jika kadar faktor ke VIII dan IX antara 1- 5 %
Pada penderita dengan hemofilia sedang perdarahan lama dapat terjadi
dikarenakan proses trauma sedang seperti jatuh dari sepeda dan terbentur
benda keras. Penderita biasanya terdeteksi sebelum usia 5 tahun.
3. Hemofilia berat jika kadar faktor ke VIII dan IX <1 %
Pada penderita dengan hemofila berat perdarahan sering terjadi secara
spontan. Lokasi yang paling sering mengalami perdarahan spontan adalah
pada sendi dan otot. Penderita biasa telah terdeteksi pada tahun pertama
kehidupan. (buku ajar, Harold R. Roberts, MD; Paul E. Monahan, MD Pediatric Hemophilia: Diagnosis,

Classification, and Management, Molecular genetics of hemophilia A: Clinical perspectives

Azza A.G. Tantawy)

Berdasarkan jenis faktor pembekuan darah yang mengalami defisiensi ,


hemofilia diklasifikasikan menjadi hemofilia A, hemofilia B dan hemofilia C.
Hemofilia A merupakan defisiensi dari faktor ke VIII yang mengakibatkan
abnormalitas dari proses pembekuan darah. Hemophilia B yang disebut juga
sebagai christmas disease diakibatkan karena adanya defisiensi dari faktor IX yang
diakibatkan proses mutasi dari gen. Hemofilia C merupakan kelainan faktor
pembekuan darah yang diakibatkan karena defisiensi dari faktor ke XI. Hemofilia
ini pertama kali dideteksi pada tahun 1953 di Amerika Serikat oleh Dr. Rosenthal.
Ditemukan pada dua saudara perempuan yang mengalami perdarahan yang
abnormal setalah melakuakan ekstraksi gigi dan operasi pengangkatan tonsil. Pada
kedua bersaudara ini diketahui mengalami defisiensi dari faktor ke XI. Berbeda
dengan defisiensi dari faktor ke VII dan faktor IX yang lebih sering terjadi pada
pria. Penderita hemofilia C dapat terjadi baik pada pria maupun wanita. Defisiensi
22

dari faktor ke XI ini terdapat pada kromosom ke 4 baik pada pria dan
wanita.https://www.hemophilia.ca/factor-xi-deficiency-hemophilia-c/

4. Patofisiologi
Proses koagulasi secara fisiologis terdari dari 2 tahapan utama , yaitu
hemostasis primer dan hemostasis sekunder. Hemostasis primer melibatkan proses
agregasi platelet pada area yang mengalami trauma. Agregat platelet yang pertama
kali terbentuk akan diperkuat oleh peran dari fibrinogen yang terbentuk melalui
tahapan hemostasis sekunder. Hemostatis sekunder melibatkan jalur koagulasi.
Pada jalur koagulasi, faktor VIII dan faktor IX berperan sebagai faktor intrinsik
yang akan mengubah faktor X menjadi Faktor Xa yang merupakan zat aktif yang
berperan dalam jalur koagulasi, utamnaya pembentukan fibrin. Defisiensi atau
defek dari salah satu faktor inilah yang menjadi dasar terjadinya gangguan
pembekuan darah pada penderita hemofilia.(Bell B, Canty D, Audet M. Hemophilia: An Updated
Review.Pediatrics in Review. 1995;16(8):290-8. Journeycake J, Buchanan,G. Coagulation Disorders. Pediatrics in Review.

2003;24(3):83-91)
23

Gambar 1. Jalur klasik hemostasis sekunder dari jalur pembekuan darah1


4.1 Hemofilia A
Faktor VIII (F8) merupakan satu-satunya gene yang diketahui berhubungan
dengan hemofilia A. F8 terdapat pada ujung distal dari lengan kromosom X (Xq28).
Protein FVIII terdiri dari tiga domain homolog A, dua domain homolog C dan satu
domain homolog B. Setiap domain memiliki peran yang berbeda pada fungsi dari
FVIII dalam jalur pembekuan darah. Defek genetic pada domain inilah yang
menimbulkan kelainan proses pembekuan darah pada penderita hemofilia A. Dari
beberapa penelitian retrospektif yang telah dilakukan, diketahui inversi pada intron
22 dan intron 1 dari gene F8 terjadi pada 40-50% penderita hemofilia A. Pada
keseluruhan penderita ini 5-7 % diantaranya mengalami hemofilia tipe berat.
[8] Margaglione M, Castaman G, Morfini M, Rocino A, Santagostino E, Tagariello G, et al. Mannucci PM;
(8,9,10)
AICE-Genetics Study Group. The Italian AICE-Genetics hemophilia A database:results and correlation with clinical

phenotype. Haematologica 2008;93(5):722–8.[9] Chen YC, Hu SH, Cheng SN, Chao TY. Genetic analysis of haemophilia

A in Taiwan. Haemophilia 2010;16(3):538–44. [10] Xue F, Zhang L, Sui T, Ge J, Gu D, Du W, et al. Factor VIII gene

mutations profile in 148 Chinese hemophilia A subjects. Eu J Haematol. 2010;85(3):264–72.

4.2 Hemofilia B
Hemofilia B merupakan gangguan koagulasi yang diakibatkan defisiensi
dari faktor IX (FIX). Penurunan kadar FIX inilah yang selanjutnya berpengaruh
pada proses pemecahan dan aktivasi dari FX pada jalur pembekuan darah yang
normal. Selanjutnya abnormalitas dari proses ini akan mengakibatkan pemanjangan
waktu perdarahan. FIX merupakan vitamin K-dependent plasma protease yang
berperan pada faktor intrinsik dari jalu pembekuan darah. FIX beredar dalam
sirkulasi darah sebagai zymogen. Pemecahan p.Arg191-Ala192, akan mengubahn
zymogen menjadi zat aktif. Selanjutnya melalui pemecahan at p.Arg182–Ser183
dan p.Arg234–Ile235, FIX akan memperantarai aktivasi dari FX dari jalur
pembekuan darah. Hemofilia B pertama kali dapat dibedakan dengan hemofilia
pada tahun 1950. Kelainan ini pertama kali dinamai sebagai penyakit Chrismast
(Biggs R, Douglas AS, Macfarlane RG, Dacie JV, Pitney WR, Merskey C. Christmas disease – a
oleh Bigss dkk.
condition previously mistaken for haemophilia. Br Med J 1952; 2: 1378–82)
24

4.3. Hemofilia C
Hemofilia C merupakan kelainan faktor pembeku darah yang diakibatkan
defisiensi dari FXI. Kelainan ini ditururankan secara autosomal. Pada beberapa
kasus dengan manifestasi yang berat, kelainan ini dikertahui diturunkan secara
autosomal dominan. Penderita yang hanya memililiki satu salinan dan gene yang
mengalami mutasi akan sangat jarang menunjukkan gambaran klinis yang berat.
Pria maupun wanita memiliki peluang yang sama untuk mengalami kelainan
ini.https://www.hemophilia.org/Bleeding-Disorders/Types-of-Bleeding-Disorders/Other-Factor-Deficiencies/Factor-XI.
Gen yang berperan dalam memproduksi faktor XI adalah gen F11. Gen ini
mengandung 15 ekson dan 14 yang berlokasi di lengan panjang dari kromosom 4
(4q35). Dari beberapa penelitian yang dilakukan pada populasi Ashkenazi Jews,
mutasi pada asam amino c.403G>T ( p.Glu135) sering ditemukan. Mutasi ini
dikenal sebagai mutasi tipe 2. Selain itu ditemukan juga jenis mutasi lain yaitu yang
terjadi pada asam amino c.901 T>C (p.Phe301Leu) yang dikenal sebagai mutasi
tipe III.(Simultaneous genotyping of coagulation factor XI type II and type III mutations by multiplex real-time

polymerase chain reaction to determine their prevalence in healthy and factor XI-deficient Italians. Zadra G, Asselta R,

Tenchini ML, Castaman G, Seligsohn U, Mannucci PM, Duga S Haematologica. 2008 May; 93(5):715-2)

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari penderita hemofilia sangat dipengaruhi oleh


klasifikasi hemofilia berdasarkan defisiensi faktor pembeku darah yang terjadi.
Pada pasien dengan defiensi yang berat, maka manifestasi yang dapat muncul
adalah perdarahan spontan dan perdarahan yang massive yang dipicu oleh trauma
minor. Selain itu sering pula ditemukan manifestasi berupa perdarahan pada sendi
dan perdarahan otot. Penderita dengan hemofila yang berat dapat mengalami
keluhan berikut sebanyak 1-6 kali dalam satu bulan. Pada penderita dengan derajat
hemofila moderate biasanya baru akan menunjukkan manifestasi perdarahan
setelah mengalami trauma sedang. Pada pasien dengan hemofilia ringan perdarahan
yang sulit dihentikan baru terdeteksi paska proses trauma mayor, seperti sirkumsisi.
Hassan Mansouritorghabeh, MSc, IJMS Vol 40, No 3, May 2015. Clinical and Laboratory Approaches to Hemophilia A

5.1. Hemartrosis
25

Hemartrosis merupkan manifestasi yang sering muncul pada penderita


hemofilia. Biasa terjadi pada pasien dengan derajat hemofilia yang berat.
Perdarahan sendi yang terjadi dapat dikarenakan aktivitas fisik biasa. Biasanya
penderita hemofila dapat mengenali tanda akan terjadinya hemartrosis, seperti
sensasi hangat dan kesemutan serta keterbatasan gerak pada sendi yang terkait.
Pada fase ini sebaiknya dapat dilakukan pemberian faktor VIII konsentrat untuk
mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut. Penderita dengan hemofilia berat
biasanya mengalami onset hemartrosis yang pertama pada usia remaja, berlanjut
hingga fase pubertas hingga dewasa muda. Pada fase dewasa muda ini biasanya
penderita akan mengalami destruksi yang progresif dari persendian dikarenakan
proses peradangan kronis. Provan D, Gribben JG. Molecular hematology.3rd ed. UK: Blackwell science; 2000.
P. 86-98.
Sendi yang sering mengalami perdarahan adalah pada lutut, siku,
pergelangan kaki, dan pergelangan tangan. Sendi-sendi besar yang disokong oleh
massa otot dan lemak yang tebal biasanya jarang mengalami perdarahan de Kleijn
E, Fischer K. Long-term outcome of multiple joint procedures in
P, Sluiter D, Vogely HCh, Lindeman
haemophilia. Haemophilia. 2014;20:276-81. PubMed PMID: 24533953.

5.2. Hematoma
Perdarahan pada otot biasanya terjadi pada 10-25 persen dari penderita
hemofilia yang berat. Hematoma dapat terjadi secara spontan maupun diakibatkan
proses trauma ringan. Penderita hemofilia ini akan mengalami hematoma pada
sepanjang kehidupan. Hematoma biasa diikuti dengan nyeri, spasme pada otot dan
keterbatan gerak pada otot dan sendi yang terkena. Proses yang kronis dan trauma
yang berat dapat mengakibatkan iskemik pada jaringan otot. Pemeriksaan
pencitraan dapat membatu untuk menilai luasnya kerusakan jaringan yang terjadi.
Kondisi yang perlu dihindari adalah hematoma pada regio iliopsoas. Perdarahan
pada region ini dapat sangat berbahaya dikarenakan resiko kehilangan darah yang
Dauty M, Sigaud M, Trossaërt M, Fressinaud E,
masif dan tersembunyi pada area retroperitoneal.
Letenneur J, Dubois C. Iliopsoas hematoma in patients with hemophilia: a single-center study. Joint Bone Spine.

2007;74:179-83. doi: 10.1016/j.jbspin.2006.05.014. PubMed PMID: 17336570. Beyer R, Ingerslev J, Sørensen B. Current

5.3. Perdarahan pada sistem saraf pusat


26

Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada penderita hemofilia


adalah perdarahan pada sistem saraf pusat. Ghosh K, Nair Ap, Jijina F, Madkaikar M, Shetty S, Mohanty
D. Intracranial haemorrhage in severe haemophilia:prevalence and outcome in a developing country. Haemophilia.

2005;11:459-62. doi: 10.1111/ j .1365-2516. 2005. 01134. x. PubMed PMID: 16128888.


Perdarahan pada sistem
saraf pusat terjadi pada 2.7 % penderiat hemofilia. Perdarahan ini dapat terjadi pada
semua usia, dapat terjadi secara spontan maupun paska-trauma. Berdasarakan
beberapa penelitian beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prognosis dari
penderita hemofilia yang mengalami perdarahan sistem saraf pusat adalah beratnya
trauma yang terjadi, derajat hemofilia pada penderita, riwayat penggunaan obat
profilaksis secara rutin, usia > 50 tahun dan keberadaan dari penyakit penyerta
seperti infeksi HIV . (Witmer C, Presley R, Kulkarni R, Soucie JM, Manno CS, et al. (2011) (Associations between
intracranial haemorrhage and prescribed prophylaxis in a large cohort of haemophilia patients in the United States. Br J

Haematol 152: 211-216)(.Nuss R, Soucie JM, Evatt B, Hemophilia Surveillance Sistem Project Investigators (2001) Changes

in the occurrence of and risk factors for hemophilia-associated intracranial haemorrhage. Am J Hematol 68: 37-42.)
. Dari
beberapa serial kasus yang dilakukan, diketahui kejadian perdarahan saraf pusat
yang terjadi paska trauma dapat terjadi langsung setelah trauma maupun 3 sampai
4 minggu paska-trauma. Manifestasi klinis yang perlu dikenali pada penderita
hemofilia paska-trauma adalah nyeri kepala, mual, muntah, penurunan kesadran
dan kejang. Pada beberapa kasus penderita tidak menunjukkan adanya manifestasi
klinis. Oleh sebab itu Asosiasi Hemofilia Dunia merekomendasikan kepada
penderita hemofila yang mengalami cedera kepala dan leher harus mendapatkan
faktor pembeku darah segera dan dilakukan pemeriksaan pencitraan. Pemberian
faktor pembeku darah harus tetap diberikan segera tanpa menunggu hasil
pencitraan. Perdarahan sistem saraf pusat yang dapat terjadi meliputi intracerebral
hemmoragik (30%), subdural hemmoragik (30%), subaracnoid hemmoragik (10%)
, epidural hemmoragik (10%), perdarahan yang tidak spesifik (10%). Pada kondisi
ini perlu untuk selanjutkan dilakukan tindakan pembedahan dekompresi untuk
mengevakuasi perdarahan yang terjadi (Ingerslev J (2000) Efficacy and safety of recombinant factor VIIa
in the prophylaxis of bleeding in various surgical procedures in hemophilic patients with factor VIII and factor IX inhibitors.

SeminThrombHemost 26: 425-432.)(Ingerslev J, Feldstedt M, Sindet-Pedersen S (1991) Control of haemostasis with

recombinant factor VIIa in patient with inhibitor to factor VIII. Lancet 338: 831-832.)
. Pemberian faktor
rekombinan sangat diperlukan untuk mengontrol perdarahan yang mungkin terjadi
27

intraoperative. Turkish Society of Hematology Hemophilia Treatment Guide


merekomendasikan pengggunaan rFVIIa dengan dosis 90 μg/kg setiap 2 jam
selama 24 jam . Selajutnya lama pemberian dinaikkan menjadi setiap 3-4 jam
hingga 6-8 jam bergantung dari respon klinis penderita. Lama pemberian
pemeberian faktor rekombinan dapat diberikan hingga 14 hari. Diagnosis dini dan
tindaklanjut yang segera dari klinisi terhadap penderita hemofilia yang mengalami
perdarahan sistem saraf pusat dapat menurunkan angka mortalitas dan sequele
dikemudian hari.

5.5. Perdarahan saluran cerna


Perdarahan saluran cerna pada penderita hemofilia dapat terjadi baik secara
spontan maupun sekunder dari penyebab lain yang mendasari. Perdarahan saluran
cerna banyak diakitakan dengan frekuensi mengkonsumsi obat anti nyeri (NSAID)
untuk mengatasi hemartrosis dan hemtoma yang sering terjadi. Diketahui bahwa
pada penderita yang rutin menkonsumsi obat anti nyeri memiliki resiko 5-10 kali
lebih tinggi untuk mengalami perdarahan saluran cerna atas dibandingkan dengan
populasi yang tidak rutin mengkonsumsi obat anti-nyeri. Dalam suatu laporan
tentang penyebab kematian di United Kingdom, perdarahan saluran cerna bagian
atas pada penderita hemofilia terjadi pada 13 kasus dari 1190 penyebab kematian
yang ada. Penyebab lain yang diduga berperan dalam terjadi perdarahan saluran
cerna pada penderita hemofilia adalah gastritis yang diakibatkan oleh infeksi
Eyster ME, Asaad SM, Gold BD, Cohn SE,Goedert JJ, Second Multicenter Hemophilia
Helicobacter pylory.
Study Group. Upper gastrointestinal bleeding in haemophiliacs: incidence and relation to use of non-steroidal anti-

inflammatory drugs. Haemophilia. 2007;13:279-86. doi:10.1111/ j .1365-2516. 2007. 01453. x. PubMed PMID: 17498077

6. MANAJEMEN PADA HEMOFILIA


Prinsip utama dari penanganan penderita dengan hemofila adalah mencegah
dan mengatasi perdarahanyang diakibatkan oleh defisiensi faktor pembeku darah.
Penatalaksaan pada penderita hemofila adalah secara komperhensif yang meliputi,
a. Pencegahan terhadap perdarahan dan cedera pada sendi
b. Penanganan yang tepat terhadap perdarahan yang terjadi
c. Pemberian faktor pembeku darah sebagai profilaksis
28

d. Mempertimbangkan faktor psikososial dari penderita hemofilia


e. Penderita hemofila dan keluarga harus dapat berkoordinasi dengan baik
dengan tim kesehatan dalam menangani setiap permasalahan yang mungkin
muncul akibat dari dari defisinsi faktor pembeku darah yang dialami.
Setiap terjadi episode perdarahan maka harus dilakukan pengobatan dengan segera
dalam dua jam pertama. Ingram GI, Dykes SR, Creese AL, Mellor P, Swan AV, Kaufert JK, Rizza CR, Spooner
RJ, Biggs R. Home treatment in haemophilia: clinical, social and economic advantages. Clin Lab Haematol 1979;1(1):13-27.

Penilaian yang perlu dilakukan pada penderita hemofila yang mengalami


perdarahan adalah, lokasi perdarahan, dan faktor pembekuan darah yang tepat
untuk mengendalikan perdarahan yang terjadi. Terkait lokasi perdarahan yang
terjadi, klinisi dapat mengkategorikan jenis perdarahan yang mengancam nyawa
ataupun tidak. Seperti pada trauma yang terjadi di area kepala dan leher serta
perdarahan saluran cerna pemberian faktor pembeku darah harus diberikan dengan
segera sebelum pemeriksaan pencitraan dapat dikerjakan.

6.1 Tatalaksana Suportif


Tatalaksana suportif merupakan hal penting dalam menejemen terhaap
penderita hemofilia. Pertama adalah penanganan dasar apabila terjadi perdarahan
pada otot maupun pada sendi. Prinsip utama PRICE (protection, rest, ice,
compression and elevation) akan sangat membantu dalam mencegah disfungsi
jaringan lebih lanjut. Fisoterapi akan meningkatkan fungsi sistem muskoloskeletal
dan mempercepat penyembuhan otot paska-trauma. Penggunaan obat anti-
fibriolitik seperti asam traneksamat akan sangat membantu untuk mempercepat
proses pembekuan darah.

6.2 Pemberian faktor pembekuan darah secara profilaksis


Tatalaksana profilaksis pada penderita hemofilia adalah dengan pemberian
injeksi secara intravena faktor konsentrat dari faktor pembeku darah. Tujuan dari
tindakan profilaksis ini adalah untuk mencegah terjadinya perdarahan baik secara
spontan maupun ketika terjadi trauma. Hasil akhir yang diharapkan dari pemberian
pengobatan profilaksis adalah meningkatkan kulaitas hidup penderita hemofilia
dengan memberikan perlindungan terhadap sistem neuromuskuloskeletalnya.
29

Terapi profilaksis mulai direkomendasikan untuk penderita hemofilia moderate,


(Löfqvist T, Nilsson IM, Berntorp E, Pettersson H.
dengan kadar faktor pembeku darah > 1 IU/dl.
Haemophilia prophylaxis in young patients: a long-term follow-up. J Intern Med 1997;241:395-400) (Nilsson IM, Berntorp

E, Löfqvist T, Pettersson H. Twenty-five years’ experience of prophylactic treatment in severe haemophilia A and B. J Intern

Med 1992;232(1):25-32) (Aronstam A, Arblaster PG, Rainsford SG, Turk P, Slattery M, Alderson MR, et al. Prophylaxis in

haemophilia: a double-blind controlled trial. Br J Haematol 1976;33(1):81-90)

Table 1.1. Protokol pemberian faktor pembeku darah pada penderita hemofilia
Protokol Definisi
Pemberian secara episodic (on Terapi diberikan jika terdapat manifestasi
demand treatment) perdarahan

Profilaksis primer (Continuous Pemberian profilaksis primer jika


prophylaxis) tidak ditemukan adanya gangguan
persendian osteokondral yang dapat
dinilai dari pemeriksaan fisik dan
pencitraan. Pengobatan profilaksis
harus diberikan sebelum terjadinya
perdarahan pada sendi besar dan
sebelum usia 3 tahun

Profilaksis sekunder (Regular Pemberian profilaksis dimulai setelah


continuous* prophylaxis) onset kedua dari perdarahan pada
sendi besar** dan sebelum onset
kelainan sendi ditemukan dalam
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
pencitraan
Profilaksis tersier Pemberian profilaksis dimulai setelah
onset kelainan sendi ditemukan pada
pemeriksaan fisik dan pada
pemeriksaan radiologis
Profilaksis intermitten (periodic Pemberian profilaksis ditujukan untuk
prophylaxis) mencegah perdarahan. Dalam kurun
waktu pemberian tidak lebih dari 45
minggu dalam 1 tahun.
Sumber : Definitions in hemophilia. Recommendations of the scientific
subcommittee on factor VIII and factor IX of the scientific and standardization
committee of the International Society on Thrombosis and Haemostasis. JTH
2012 (in press)

* continuous didefinisikan sebagai pemberian profilaksis dalam 52 minggu


dalam 1 tahun dan setidaknya mendapatkan 45 minggu dalam 1 tahun (85%)
30

**
sendi besar adalah pada pergelangan kaki, lutut, pinggul, siku dan
punggung

Panduan pemberian dosis profilaksis pada penderita hemofilia dapat


merujuk pada dua protokol berikut :

1. The Malmö protocol: 25-40 IU/kg per dosis, 3 kali dalam 1 minggu
untuk penderita dengan hemofilia A dan 2 kali dalam seminggu
untuk penderita dengan hemofilia B.
2. The Utrecht protocol: 15-30 IU/kg per dosis, 3 kali dalam 1
minggu untuk penderita dengan hemofilia A dan 2 kali dalam
seminggu untuk penderita dengan hemofilia B.

6.3 Home care


D a l a m m e m b e r i k a n t a t a l a k s a n a ya n g k o p e r h e n s i f
pada penderita hemofilia, anggota keluarga harus
senantiasa dilibatkan dalam penanganan terhadap
p e n d e r i t a . Edukasi dan informasi penting yang dibutuhkan oleh
anggota keluarga meliputi :

1. Resiko dan masalah terkait kegiatan sehari-hari dan penanganan jika terjadi
trauma dan perdarahan
2. Perubahan yang akan terjadi terkait petumbuhan dan perkembangan
penderita
3. Masalah terkait sekolah dan lingkunga bekerja
4. Resiko memiliki anak yang menderita hemofilia kedepannya

6.4 Monitoring status kesehatan secara berkala


Standard evaluasi kesehatan yang dilakukan setidaknya
setiap 12 bulan. Tujuan dari evaluasi kesehatan secara berkala
adalah agar dapat dilakukan identifikasi terhadap masalah
kesehatan lebih dini. Penderita wajib menemui care team setelah
setiap terjadi suatu episode perdarahan yang berat. Selain itu
terdapat informasi terkait penanganan hemofilia yang harus
31

(de Moerloose P, Fischer K, Lambert T, Windyga J,


selalu di paparkan berkala .
Batorova A, Lavigne-Lissalde G, Rocino A, Astermark J, Hermans C.

Recommendations for assessment, monitoring and follow-up of patients with

haemophilia Haemophilia 2012 May;18(3):319-25) (Iorio A, Fabbriciani G, Marcucci M,

Brozzetti M, Filipponi P. Bone mineral density in haemophilia patients: a meta-analysis. Thromb

Haemost 2010;103(3):596-603.) (Su Y, Wong WY, Lail A, Donfield SM, Konzal S, Gomperts

E; Hemophilia GrowthAnd Development Study. Long-term major joint outcomes in

youngadults with haemophilia: interim data from the HGDS Haemophili 2007;13(4):387 90)

6.5 Menejemen terhadap prosedur pembedahan dan prosedur invasive lainnya


Pembedahan merupakan suatu tindakan yang perlu dipersiapkan
pada penderita dengan hemofilia. Hasil labor yang adekuat dapat
menggambarkan level dari faktor pembeku darah didalm tubuh.

Definisi dari hemostasis yang optimal dalam prosedur pembedahan


Kategori Definisi Tindakan
Excellent Totaljumlah Tidak membutuhkan
kehilangan darah tambahan dosis dari
intra-operatif and FVIII/FIX dan
post-operatif sama kebutuhan transfuse
antara penderita dari komponen darah
hemofilia dan non- sama seperti pada
hemofilia (+ 10%) penderita non-
hemofilia
Good Kehilangan darah Tidak membutuhkan
Intraoperatif dan atau tambahan dosis dari
postoperatif sedikit FVIII/FIX dan
meningkat dari kebutuhan transfuse
perhitungan pada dari komponen darah
penderita non- sama seperti pada
hemofilia ( >10-25% penderita non-
dari ekspektasi). hemofilia
32

Penilaian akhir
tentang signifikansi
kehilangan darah
kembali pada
penilaian dari tim
bedah dan anestesi
fair Perdarahan Dibutuhkan ekstra
Intraoperatif dan atau dosis dari FVIII/FIX
postoperaf meningkat dan peningkatan
25-50% dari prediksi komponen darah
jumlah perdarahan sejumlah 2 kali lipat
yang biasa terjadi pada dari kebutuhan tranfusi
penderita non- dasar yang dibutuhkan
hemofilia
Poor Perdarahan Membutuhkan
Intraoperatif dan atau tindakan (dosis ekstra
postoperatif dari faktor pembeku
meningkat >50% dari darah), perawatan
prediksi jumlah lanjutan di ICU dan
perdarahan yang biasa membutuhkan
terjadi pada penderita komponen darah 2 x
non-hemofilia, kondisi lipat dari jumlah
ini tidak berkaitan komponen darah
dengan sebab lain standard yang
diluar kondisi dibutuhkan
hemofilia nya

perdarahan yang terjadi selama operasi, data kadar Hb penderita


sebelum dan sesudah tindakan operasi dapat digunakan untuk menilai
perdarahan yang terjadi selama operasi. Hemostasis selama pembedahan
harus dinilai oleh operator dan anesthesiologist. Data terkait hemostasis
intraoperatif harus diselesaikan pada 72 jam paska-operasi. Jenis tindakan
33

pembedahan yang dilakukan juga menjadi pertimbangan lamanya


pemberian faktor pembeku darah. Pada operasi major dibutuhkan
setidaknya pemberian faktor pembeku selama 5 hari berturut-turut.

7. Konsentrat Faktor Pembekuan Darah


Federasi Hemofilia dunia lebih merekomendasikan penggunaan konsentrat
rekombinan dibandingkan dengan pemberian cryoprecipitate atau fresh
frozen plasma (FFP) sebagai terapi terhadap penserita hemofilia dan
kelainan darah lainnya.

7.1. FVIII konsentrat


FVIII konsentrat merupak terapi pilihan bagi penderita dengan
hemofilia A.
Dosis pemberian :
1. Dalam 1 vial dari faktor konsentrat mengandung 250 – 3000 unit
2. Dalam hal penderita tidak mendapat pemberian dari inhibitor , maka
setiap unit dari FVIII per kilogram berat badan nya akan menaikkan
level plasma dari FVIII sebanyak 2 IU/dl
Björkman S, Berntorp E. Pharmacokinetics of coagulation factors:
clinical relevance for patients with haemophilia. Clin Pharmacokinet
2001;40(11):815-32.
3. Masa paruh dari FVIII adalah selama 8-12 jam.
4. Cara penghitungan dosis yang akan diberikan adalah :
Berat badan (kg) X peningkatan level faktor pembekuan darah yang
diinginkan (IU/dl) X 0.5
5. FVIII yang diberikan harus diberikan seecara IV drip pelan dengan
kecepatan < 100 cc/ menit pada anak-anak.

7.2 Fresh frozen plasma (FFP)


FFP merupakan komponen darah yang mengandung keseluruhan
dari faktor koagulasi. Berdasarakan rekomendasi dari Federasi Hemofilia
34

Dunia pemberian dari Cryoprecipitate lebih direkomendasikan


dibandingkan dengan FFP dalam penatalaksanaan penderita hemofilia A.
satu cc dari FFP (fresh frozen plasma) mengandung 1 unit dari faktor
pembeku darah, cukup sulit untuk mencapai peningkatan FVIII > 30 IU/dl
hanya dengan pemberian FFP saja. Dosis pemberian FFP dapat dimulai
dengan 15−20 ml/kg. Stanworth SJ. The evidence-based use of FFP and
cryoprecipitate for abnormalities of coagulation tests and clinical
coagulopathy. Hematology Am Soc Hematol Educ Program 2007:179-86.
7.3 Cryoprecipitate
Cryoprecipitate merupakan kompone darah yang mengandung
FVIII (+3-5 IU/ml), VWF, fibrinogen, dan FXIII. Tetapi komponen ini tidak
mengandung FIX dan FXI. Berkaitan dengan kualitas dan keamanan dari
penggunaan cryoprecipitate, komponen ini hanya bisa digunakan untuk
tatalaksana kelainan kongenital terkait gangguan pembekuan darah apabila
pemberian faktor pembekuan konsentrat tidak memungkinkan untuk
diberikan.
Evatt BL, Austin H, Leon G, Ruiz-Sáez A, de Bosch
N. Haemophilia therapy: assessing the cumulative
risk of HIV exposure by cryoprecipitate. Haemophilia
1999;5(5):295-300.
Stanworth SJ. The evidence-based use of FFP and cryoprecipitate for
abnormalities of coagulation tests and clinical coagulopathy. Hematology
Am Soc Hematol Educ Program 2007:179-86.
Chuansumrit A, Isarangkura P, Chantanakajornfung A, et al. The efficacy
and safety of lyophilized cryoprecipitate in hemophilia A. J Med Assoc Thai
1999;82(Suppl 1):S69-73.

Dosis dan cara pemberian :


1. satu kantong dari cryoprecipitate berasal dari satu unit FFP (200-250ml)
dapat mengandung 70–80 unit FVIII dalam setiap 30–40 ml nya.

8. Desmopressin (DDAVP)
35

Desmopressin (1-deamino-8-D-arginine vasopressin, also known as


DDAVP) merupakan analog sintetis dari vasopressin yang dapat
meningkatkan plasma level dari FVIII and VWF. DDAVP dapat menjadi
terapi pilihan pada pasien dengan hemofilia A derajat ringan sampai dengan
jika faktor FVIII tidak bisa meningkat hingga kelevel terapeutik. Selain iru
penggunaan DDAVP juga dapat menurunkan resiko potensi penggunaan
faktor pembekuan darah yang berlebihan. Akan tetapi pemberian
desmopressing tidak mempengaruhi level dari FIX sehingga tidak
bermanfaat pada penderita hemofilia B. [28,29]
Mannucci PM. Desmopressin (DDAVP) in the treatment of bleeding
disorders: the first 20 years. Blood
1997;90(7):2515-21.
29. Franchini M, Rossetti G, Tagliaferri A, et al. Dental procedures in adult
patients with hereditary bleeding disorders: 10 years experience in three
Italian Hemophilia Centers. Haemophilia 2005;11:504–9.

Dosis dan Cara pemberian :


1. Desmopressin dapat diberikan secara subkutan, drip intravena atau
melalui spray nasal. Pada pemberian itravena dosis pemberian adalah 4
µg/ml. Pada pemberian subkutan dosis yang diberikan adalah 15 µg /ml.
2. Pemberian dosis tunggal dari Desmopressin adalah 0.3 µg /kgbb dapat
diberikan baik secara intravena maupun subkutan. Diharapkan pada
pemberiannya dapat meningkatkan level FVIII 3-4 kali lipat.
3. Dalam pemberiannya secara intravena DDAVP dilarutkan dalam 50-
100 cc normal saline dan diberikan secara iv drip pelan dengan selama
20-30 menit.
4. Respon puncak dari pemberian preparat ini biasa pada 60 menit
pemberian baik secara intravena maupun secara subkutan

Anda mungkin juga menyukai