Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dari keberhasilan
upaya kesehatan ibu. Angka Kematian Ibu dapat diartikan sebagai jumlah kematian
ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan,
persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain
seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup.1 Indonesia masih
memiliki AKI yang cukup tinggi yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2015, melampaui target Millennium Development Goals yaitu 102 per 100.000
kelahiran hidup.1 Sedangkan di Bali, angka AKI sudah berada di bawah target MDGs
yaitu 83,4 per 100.000 pada tahun 2015.2 Namun, beberapa kabupaten di Bali masih
memiliki angka AKI melebihi target yaitu pada daerah Buleleng (121 per 100.000),
Bangli (144,1 per 100.000), dan Jembrana (145,7 per 100.000).2
Kematian ibu dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut studi
yang dilaksanakan Lancet tahun 1990 - 2013, penyebab kematian maternal yang
paling sering adalah pendarahan post partum (15%) dan komplikasi aborsi (15%).3
Aborsi yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan bahaya pada Ibu.
Sebanyak 20% wanita hamil pernah mengalami pendarahan pada awal kehamilan dan
sebagian mengalami abortus.4
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan dengan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram.4,5 Lebih dari 80% kasus abortus terjadi pada usia
kehamilan 12 minggu pertama.4 Studi yang dilakukan oleh Wilcox dan rekannya pada
tahun 1988, terdapat sebanyak 221 sampel wanita dalam masa siklus menstruasi,
didapatkan 31% sampel mengalami keguguran setelah implantasi. Pada uji serum β-
hCG pada ibu hamil, dilaporkan sebanyak dua per tiga kasus abortus terjadi tanpa
adanya gejala klinis.4
Menurut jenisnya abortus dibagi menjadi tipe iminens, insipient, incomplete,
complete, dan missed abortion. Abortus inkomplit adalah aborsi yang hanya sebagian

1
hasil konsepsi dikeluarkan. Perdarahan biasanya berlangsung aktif, banyak, dan dapat
membahayakan ibu. Adanya sisa jaringan di alam uterus membuat adanya rasa
kontraksi dan pembukaan pada serviks. Uterus menganggap jaringan tersebut sebagai
corpus alieneum dan akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi
sehingga ibu merasakan nyeri.6
Penyebab abortus berbagai macam dan penyababnya dapat lebih dari satu.
Penyebab terbanyak diantaranya adalah karena faktor genetik, maternal, dan paternal.
Kelainan genetik sering berasal dari kelainan kromosom trisomi, dimana terdapat
pada 75% kasus abortus.6 Faktor maternal dapat berupa infeksi yang disebabkan
virus, bakteri, jamur dan lainnya yang menyebabkan terjadinya abortus dengan cara
menginfeksi plasenta. Faktor maternal ibu dalam kebiasaan mengonsumsi alcohol,
kafein, dan merokok juga dilaporkan dapat meningkatkan risiko abortus. Faktor
nutrisi ibu yang mengalami hyperemesis gravidarum atau pada ibu yang menjalani
diet ketat sangat mempengaruhi asupan nutrisi dan meningkatkan risiko kejadian
abortus. Selain itu, faktor imunologis dapat berperan sebagai penyebab terjadinya
abortus, dimana kombinasi sel haploid antara ibu dan ayah dapat memicu terjadinya
intoleransi imun, sehingga trofoblas dianggap sebagai benda asing oleh tubuh.4
Penatalaksanaan abortus inkomplit adalah melakukan pengeluaran sisa hasil
konsepsi secara manual. Hal ini dilakukan agar jaringan yang menghambat terjadinya
kontraksi uterus segera dikeluarkan dan kontraksi uterus dapat berlangsung baik
sehingga perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase.
Tindakan bertujuan untuk membersihkan uterus dan memastikan tidak adanya
jaringan sisa. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan
kanula dari plastik. Pascatindakan perlu diberikan uterotonika parenteral dan
antibiotika.5
Laporan kasus ini akan memaparkan mengenai tinjauan kepustakaan dari
abortus inkomplit, laporan kasus pasien, serta pembahasan dari kasus tadi
berdasarkan tinjauan teoritis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perdarahan pada kehamilan muda merupakan perdarahan yang terjadi pada
saat masa gestasi kurang dari 20 minggu. Penyebab kondisi ini antara lain adalah
abortus, kehamilan ektopik terganggu (KET), dan mola hidatidosa.
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan, beberapa ahli mengemukakan pendapat yang berbeda
mengenai definisi dari abortus, namun secara umum abortus dapat didefinisikan
sebagai berakhirnya kehamilan sebelum janin viabel atau umur kehamilan ≤20
minggu atau berat janin ≤500 gram, disertai atau tanpa disertai pengeluaran hasil
konsepsi.5

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi menurut terjadinya abortus adalah sebagai berikut:5,6
1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi
medis maupun mekanis.
2. Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu:
a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus
artificialis atau abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk
kepentingan kesehatan ibu, misalnya: penyakit jantung, karsinoma
serviks dan hipertensi, eklamsi. Keputusan ini ditentukan oleh tim
ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan
psikiatri, atau psikolog.
b. Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh
orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum.

3
Klasifikasi Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:
1. Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan dimana terjadi
perdarahan pervaginam. Abortus iminens didiagnosa bila seseorang
wanita hamil kurang daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit
pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat
berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri
punggung bawah seperti saat menstruasi. Ostium uteri masih tertutup,
tidak terjadi pembukaan dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.6

Gambar 1. Abortus Imminen

2. Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam dimana


serviks telah mendatar dan ostium uteri telah mengalami pembukaan,
akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri. Abortus insipiens
didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak,
kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena
kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga
jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang
perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang
tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera
dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan
pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.6

4
Gambar 2. Abortus Insipien

3. Abortus inkomplit yaitu jika hanya sebagian hasil konsepsi yang


dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta. Perdarahan
biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering
serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang
dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu,
uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi
sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus
insipiens.6

Gambar 3. Abortus Inkomplit

4. Abortus komplit berarti seluruh hasil konsepsi telah keluar (desidua


atau fetus), sehingga rongga rahim kosong. Perdarahan segera
berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya
dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini
luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga
dengan segera menutup kembali. Jika dalam 10 hari setelah abortus
masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis
pasca abortus harus dipikirkan.6

5
Gambar 4. Abortus Komplit

5.Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah


meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan
tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan
selama 6 minggu atau lebih.6

Gambar 5. Missed Abortion

6.Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya


abortus tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah
kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi
pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid,
kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak
sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus
luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.6
7. Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai
infeksi genital dan dapat menyababkan abortus septik jika tidak
ditangani dengan baik.6

6
8. Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi
berat dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran
darah atau peritonium.6
2.3 Etiologi
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya
disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11-12 minggu),
abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal. Penyebab abortus merupakan
gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus didahului oleh kematian janin.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadi abortus, yaitu:5–9
a. Faktor janin
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan
bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk
berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus,
diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan
chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast
untuk melakukan implantasi dengan adekuat. Faktor janin penyebab
keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50-60% kasus
keguguran. Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah
gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan
tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
1. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau
kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi).
2. Embrio dengan kelainan lokal
3. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).
b. Faktor maternal:
1. Usia ibu
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30
tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia
di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun.

7
Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35
tahun.
2. Paritas
Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu,
hal ini karena adanya faktor dari jaringan parut pada uterus akibat
kehamilan berulang. Jaringan parut ini mengakibatkan tidak
adekuatnya persedian darah ke plasenta yang dapat pula berpengaruh
pada janin.
3. Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal
trimester kedua. Infeksi dapat menyebabkan abortus, dan apabila
kehamilan dapat berlanjut maka dapat menyebabkan kelahiran
prematur, BBLR, dan eklamsia pada ibu. Infeksi yang diduga akibat
dari beberapa virus seperti cacar air, campak jerman, toksoplasma ,
herpes, hepatitis dan polio.
4. Anemia
Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolism ibu
dan janin karena kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula
kadar oksigen dalam darah. Hal ini yang dapat mempengaruhi fungsi
plasenta, yang berfungsi sebagai nutritif dan oksigenasi. Fungsi
plasenta yang menurun dapat mengganggu tumbuh kembang janin
sehingga dapat mengakibatkan kematian janin, meningkatnya
kerentanan ibu pada infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya
prematuritas pada bayi.
5. Faktor hormonal
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak
mencukupi atau pada diabetes melitus. Defisiensi progesteron karena
kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta,
mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena

8
progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon
tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi
dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
Sedangkan pada diabetes melitus saat hamil yang dikenal dengan
diabetes melitus gestasional (DMG). Pada DMG akan terjadi suatu
keadaan dimana fungsi insulin menjadi tidak normal, yang
mengakibatkan sumber energi dalam plasma ibu bertambah. Melalui
difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin
juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal yang
menyebabkan terjadi berbagai komplikasi yang salah satunya adalah
abortus spontan.
6. Faktor imunologis
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan
darah dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin
karena kurangnya aliran darah dari ari-ari tersebut. Faktor imunologis
yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan
yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus
dan antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala klinis
tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang.
Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen
antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan
histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas
kapiler.
7. Kelainan anatomi uterus
Leiomioma uterus, bahkan yang besar dan multipel, biasanya tidak
menyebabkan abortus. Apabila menyebabkan abortus, lokasi
leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
Sinekie uterus disebabkan oleh destruksi endometrium luas akibat
kuretase. Hal ini akhirnya menyebabkan amenore dan abortus rekuren

9
yang dipercaya disebabkan oleh kurang memadainya endometrium
untuk menunjang implantasi.
Defek perkembangan uterus, cacat ini terjadi karena kelainan
pembentukan atau fusi duktus Mülleri atau terjadi secara spontan atau
diinduksi oleh pajanan dietilstilbestrol in utero.
Serviks inkompeten ditandai oleh pembukaan serviks tanpa nyeri
pada trimester kedua disertai prolaps dan menggembungnya selaput
ketuban pada vagina, diikuti oleh pecahnya selaput ketuban dan
ekspulsi janin imatur.
Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan
ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi dan
laparoskopi (prosedur diagnostik).
8. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
keadaan ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis
jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien penyakit tersebut
sering meninggal dunia tanpa melahirkan. Adanya penyakit kronis
(diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal kronis) dapat
diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik. Penting juga
diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah
menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan
adekuat. Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa
pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi
hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai apakah ada gangguan fungsi
hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang kemudian dapat
menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan premature.
9. Faktor psikologis
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang
dengan keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya.
Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum

10
matang secara emosional dan sangat penting dalam menyelamatkan
kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat kepercayaan pasien,
dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat membantu. Pada
penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus spontan
yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi
penderita untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari
kelainan yang mungkin menyebabkan abortus yang berulang tersebut,
sebelum penderita hamil guna mempersiapkan kehamilan yang
berikutnya.
10. Faktor trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya
abortus yang yang diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan
sirkulasi maternoplasental, dan infeksi. Namun secara statistik, hanya
sedikit insiden abortus yang disebabkan karena trauma.
c. Faktor paternal
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah) dalam
terjadinya abortus spontan. Kelainan kromosom pada sperma dan infeksi
sperma diduga dapat menyebabkan abortus. Adenovirus atau virus herpes
simpleks ditemukan pada hampir 40% sampel semen yang diperoleh dari
pria steril. Virus terdeteksi dalam bentuk laten pada 60% sel, dan virus
yang sama dijumpai pada abortus.

2.4 Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus.9
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan desidua dan vili chorialis cenderung dikeluarkan, meskipun

11
sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam kavum uteri atau di kanalis
servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.9
Pada kehamilan 8-14 minggu, mekanisme di atas juga terjadi dan diawali
dengan pecahnya selaput ketuban terlebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran
janin yang cacat, namun plasenta masih tertinggal dalam kavum uteri. Jenis ini sering
menimbulkan perdarahan pervaginam banyak.9
Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya sudah dikeluarkan dan
diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta
masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan kontraksi uterus dan terjadi
perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit
namun rasa sakit lebih menonjol.8,9

2.5 Gambaran Klinis


Gambaran klinis pada pasien abortus, antara lain:
1. Amenore
2. Perdarahan pervaginam
3. Rasa nyeri atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus
4. Lemah, lesu, kadang disertai demam
5. Pemeriksaan ginekologi
a. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada atau tidak ada jaringan
konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva
b. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau
tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium
c. Vagina toucher (VT): portio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba
atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih
kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri
pada perabaan adneksa, kavum douglas, tidak menonjol dan tidak
nyeri.5,7

12
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Abortus Spontan9
Jaringan
Jenis Nyeri/kram Jaringan Ostium Besar
Demam Perdarahan pada
Abortus abdomen ekspulsi uteri uterus
vagina
Tidak ada
Tidak ekspulsi Sesuai usia
Imminens Sedang Sedikit Tidak ada Tertutup
ada jaringan kehamilan
konsepsi
Terbuka,
Tidak Sedang- Sesuai usia
Insipien Sedang-hebat Tidak ada Tidak ada ketuban
ada banyak kehamilan
menonjol
Ekspulsi
Tidak Sedang- sebagian Mungkin Sesuai usia
Inkomplit Sedang-hebat Terbuka
ada banyak jaringan masih ada kehamilan
konsepsi
Ekspulsi
Lebih kecil
Tidak seluruh Mungkin Terbuka/
Komplit Tanpa/sedikit Sedikit dari usia
ada jaringan ada Tertutup
kehamilan
konsepsi
Jaringan
telah mati
Lebih kecil
Tidak tapi tidak ada
Missed Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tertutup dari usia
ada ekspulsi
kehamilan
jaringan
konsepsi
Kecil
Jaringan Tertutup,
dibanding
Sepsis Ada Ada Ringan Masih lekorea Terbuka
usia
bau bau
kehamilan

13
Tidak
Habitualis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak -
ada

2.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dimulai dari anamnesis pasien didapatkan gejala
klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan.
a. Anamnesis
Tiga gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di
perut bagian bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke
punggung, bokong dan perineum, yang mengakibatkan pengeluaran hasil
konsepsi. Dua gejala utama lainnya, yaitu demam yang tidak tinggi, dan
perdarahan pervaginam. Perdarahan pervaginam yang paling sering terjadi,
perdarahan dapat sedikit atau banyak, bila perdarahan banyak dapat terjadi
syok.5 Perdarahan sedikit yaitu warnanya merah segar, tanpa bekuan darah,
bercampur lendir dan tidak memenuhi pembalut dalam waktu lima menit.
Sedangkan perdarahan banyak yaitu merah terang terdapat bekuan darah dan
dapat memenuhi pembalut dalam waktu lima menit dan ibu tampak pucat.8,9
Gejala ini terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang masih
tertingal di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa
reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT.8 Perdarahan pervaginam dapat
tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar juga
ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau
seperti anggur.8
Riwayat penyakit sekarang seperti diabetes melitus yang tidak
terkontrol, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok,
alkohol dan riwayat infeksi traktus genitalis harus diperhatikan.9 Riwayat
bepergian ke tempat endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui
jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.
b. Pemeriksaan fisik

14
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.8 Palpasi
abdomen dapat menujukkan keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen
dengan pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai
usia gestasi, dan konsistensinya.8 Pada pemeriksaan pelvis, dengan
menggunakan spekulum keadaan serviks dapat dinilai apakah terbuka atau
tertutup, ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat
menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.8,9 Pemeriksaan fisik pada
kehamilan muda dapat dilihat dari tabel di bawah ini:5,8,9
Tabel 2.2 Pemeriksaan Fisik pada Kehamilan Muda
Gejala dan Hasil
Perdarahan Serviks Uterus Diagnosis
tanda Konsepsi
Sesuai Kram perut Masih baik
Abortus
Bercak Tertutup dengan usia bawah, uterus dalam kavum
iminens
sedikit gestasi lunak uteri
hingga Lebih kecil Sedikit/tanpa Seluruh hasil
Tertutup Abortus
sedang dari usia nyeri perut konsepsi
/ terbuka komplit
gestasi bawah telah keluar
Kram atau Masih dalam
nyeri perut kavum uteri
Abortus
bawah, belum dan dalam
insipien
terjadi ekspulsi proses
Sesuai hasil konsepsi pengeluaran
Sedang
Terbuka dengan usia Kram atau Sebagian
hingga
kehamilan nyeri perut hasil konsepsi
masif
bawah, telah keluar Abortus
ekspulsi dan masih inkomplit
sebahagian ada yang
hasil konsepsi tertinggal
Terbuka Lunak dan Amenore, Tidak ada Abortus

15
lebih besar mual/muntah, janin, keluar mola
dari usia kram perut jaringan
gestasi bawah, tidak seperti
ditemukan anggur
tanda
kehamilan
pasti, sindroma
mirip PEB.

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan abortus
imminens, abortus habitualis dan missed abortion:9
1. Tes kehamilan : positif jika janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah
abortus
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
4. Pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien.

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding pada abortus, diantaranya:5,7–9
1. Kehamilan ektopik terganggu: nyeri lebih hebat dibandingkan abortus.
2. Mola hidatidosa: uterus biasanya lebih besar daripada lamanya anmenore dan
muntah lebih sering.
3. Kehamilan dengan kelainan serviks seperti karsinoma servisi uteri, polipus
uteri, dan sebagainya.
Tabel 2.3 Diagnosis Banding Abortus
Diagnosis Pemeriksaan
Gejala Pemeriksaan fisik
Banding penunjang

16
- tes kehamilan
urin masih
- perdarahan dari
positif
uterus pada - TFU sesuai
- USG :
kehamilan sebelum dengan umur
gestasional sac
Abortus 20 minggu berupa kehamilan
(+), fetal plate
iminens flek-flek - Dilatasi serviks
(+), fetal
- nyeri perut ringan (-)
movement (+),
- keluar jaringan (-)
fetal heart
movement (+)

- tes kehamilan
urin masih
positif
- perdarahan banyak - TFU sesuai
- USG :
dari uterus pada dengan umur
gestasional sac
Abortus kehamilan sebelum kehamilan
(+), fetal plate
insipient 20 minggu - Dilatasi serviks
(+), fetal
- nyeri perut berat (+)
movement (+/-),
- keluar jaringan (-)
fetal heart
movement (+/-)

- perdarahan banyak / - TFU kurang dari


- tes kehamilan
sedang dari uterus umur kehamilan
urin masih
pada kehamilan - Dilatasi serviks
Abortus positif
sebelum 20 minggu (+)
inkomplit - USG : terdapat
- nyeri perut ringan - teraba jaringan
sisa hasil
- keluar jaringan dari cavum uteri
konsepsi (+)
sebagian (+) atau masih

17
menonjol pada
osteum uteri
eksternum
- tes kehamilan
urin masih
- TFU kurang dari positif
- perdarahan (-) umur kehamilan bila terjadi 7-10
Abortus
- nyeri perut (-) - Dilatasi serviks hari setelah
komplit
- keluar jaringan (+) (-) abortus.
USG : sisa hasil
konsepsi (-)

- tes kehamilan
- perdarahan (-) urin negatif
- nyeri perut (-) setelah 1 minggu
- biasanya tidak dari terhentinya
- TFU kurang dari
merasakan keluhan pertumbuhan
umur kehamilan
Missed apapun kecuali kehamilan.
- Dilatasi serviks
abortion merasakan - USG :
(-)
pertumbuhan gestasional sac
kehamilannya tidak (+), fetal plate
seperti yang (+), fetal
diharapkan. movement (-),
DJJ (-)
- Bila kehamilannya >
14 minggu - 20
Missed
minggu penderita
abortion
merasakan rahimnya
semakin mengecil

18
dengan tanda-tanda
kehamilan sekunder
pada payudara mulai
menghilang.
- Tanda kehamilan (+) - tes kehamilan
- Terdapat banyak urin masih
atau sedikit - TFU lebih dari positif
gelembung mola umur kehamilan (Kadar HCG
Mola - Perdarahan banyak / - Terdapat banyak lebih dari
hidatidos sedikit atau sedikit 100,000
a - Nyeri perut (+) gelembung mola mIU/mL)
ringan - DJJ (-) - USG : adanya
- Mual dan muntah pola badai salju
(+) (Snowstorm).

- tes kehamilan
urin positif
- Perdarahan berupa - USG :
- TFU kurang dari
Blighted flek-flek gestasional sac
usia kehamilan
ovum - Nyeri perut ringan (+), namun
- OUE menutup
- Tanda kehamilan (+) kosong (tidak
terisi janin).

- Nyeri abdomen - Lab darah : HB


- Nyeri abdomen (+)
Kehamila (+) rendah, eritrosit
- Tanda kehamilan (+)
n Ektopik - Tanda-tanda dapat meningkat,
- Perdarahan
Tergangg syok (+/-) : leukosit dapat
pervaginam (+/-)
u hipotensi, pucat, meningkat.
ekstremitas - Tes kehamilan

19
dingin. positif
- Tanda-tanda - USG :
akut abdomen gestasional sac
(+) : perut diluar cavum
tegang bagian uteri.
bawah, nyeri
tekan dan nyeri
lepas dinding
abdomen.
- Rasa nyeri pada
pergerakan
servik.
- Uterus dapat
teraba agak
membesar dan
teraba benjolan
disamping uterus
yang batasnya
sukar ditentukan.
- Cavum douglas
menonjol berisi
darah dan nyeri
bila diraba

2.8 Penatalaksanaan
1. Tatalaksana Umum
- Lakukan pemeriksaan fisik secara cepat mengenai keadaan umum ibu
termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).

20
- Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan darah
sistolik <90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok.
Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, pikirkan kemungkinan tersebut saat
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat
memburuk dengan cepat.
- Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan
komplikasi,berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk
48 jam:
 Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
 Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
- Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
- Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
- Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.8,9
2. Metode Bedah dan medis
Terdapat berbagai metode bedah dan medis untuk mengobati abortus
spontan serta terminasi yang dilakukan pada keadaan lain, dan hal ini
diringkas sebagai berikut:4,8,9
- Dilatasi serviks diikuti oleh evakuasi uterus
 Kuretase
 Aspirasi vakum (kuretase isap)
 Dilatasi dan evakuasi (D&E)
 Dilatasi dan Curretase (D&C)
- Aspirasi haid
- Laparatomi
 Histerotomi
 Histerektomi
Teknik Medis
- Oksitosin intravena

21
- Cairan hiperosmotik intraamnion
 Salin 20%
 Urea 30%
- Prostaglandin E2, F2α, dan analognya
 Injeksi intraamnion
 Injeksi ekstraovular
 Insersi vagina
 Injeksi parenteral
 Ingesti oral
- Antiprogesteron─RU 486 (mifepriston) dan epostan
- Berbagai kombinasi dari di atas.
3. Tatalaksana sesuai jenis abortus
a. Abortus imminens
- Pertahankan kehamilan
- Tidak perlu pengobatan khusus
- Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau berhubungan seksual
- Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada
pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG
panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian ulang bila
perdarahan terjadi lagi.
- Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.
- Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik
(salbutamol atau indometasin) karena obat ini tidak dapat mencegah
abortus.
- Bila reaksi kehamilan 2 kali berturut-turut negatif, maka sebaiknya
uterus dikosongkan (kuret)5,8,9
b. Abortus Insipiens

22
- Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan rasa
tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan informasi
mengenai kontrasepsi pascakeguguran.
- Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evaluasi isi uterus. Jika
evakuasi Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko
dan rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan
informasi mengenai kontrasepsi pascakeguguran.
- Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus dengan
aspirasi vakum manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat dilakukan
segera:
 Berikan Ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian
bila perlu) atau Misoprostol 400 mg per oral dan bila masih
diperlukan dapat diulang setelah 4 jam jika perlu.
 Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus.
- Jika usia kehamilan > 16 minggu:
 Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan spontan
kemudian dilakukan evakuasi uterus dengan AVM.
 Bila perlu, berikan Induksi oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau
RL mulai 8 tetes sampai 40 tetes/ menit, sesuai kondisi kontraksi
uterus sampai terjadi pengeluaran hasil konsepsi.
 Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus.
- Lakukan pemantauan pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam.
Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
- Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan
untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
- Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar

23
hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb
>8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.5,8,9
c. Abortus inkomplit
- Lakukan konseling pada ibu dan keluarga.
- Jika usia kehamilan kurang dari 12 minggu dengan sumber daya yang
terbatas dapat dipertimbangkan untuk menggunakan prostaglandin E1
analog yaitu misoprostol untuk membantu dalam mengosongkan
uterus dengan komplikasi minimal.10,11
- Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks.
- Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu,
lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah
metode yang dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila
AVM tidak tersedi. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan,
berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila
perlu).
- Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU
oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil
konsepsi.
- Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2
jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
- Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan
untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
- Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar
hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb
>8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.5,8,9
d. Abortus komplit

24
- Tidak diperlukan evakuasi lagi.
- Lakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional dan
menawarkan kontrasepsi pasca keguguran.
- Observasi keadaan ibu.
- Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/
hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah.
- Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.5,8,9
e. Abortus Habitualis
- Pada serviks inkompeten terapinya operatif Shirodkar atau Mc Donald
(cervical cerclage).
- Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih
besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada
sesudahnya.5,8,9
f. Abortus Infeksious
- Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup
- Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan
pembiakan da uji kepekaan obat)
 Berikan suntikan penisilin 1.000.000 satuan tiap 6 jam
 Berikan suntikan streptomisin 500mg setiap 12 jam
 Atau antibiotika spektrum luas lainnya.
- Bila tetap terjadi perdarahan banyak setelah 1-2 hari lakukan dilatasi
dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.5,8,9
g. Abortus Septik
- Penatalaksanaan sama dengan abortus infeksious, hanya dosis dan
jenis antibiotika ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan
hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman. Perlu di observasi apakah
ada tanda perforasi atau akut abdomen.5,8,9

25
Gambar 2.2 Algoritme Penatalaksanaan Abortus

Abortus:
- Definisi
- Pembagian menurut:
 Penyebab
 Gambaran klinis

Abortus Abortus Insipien Abortus Abortus Khusus


Imminens - Amenorea Inkompletus - Infeksiosus
- Amenorea - Rasa nyeri - Amenorea - Miised
- Rasa nyeri - Perdarahan - Perdarahan abortion
- Perdarahan banyak/meng - Sisa jaringan - Habitualis
- Tanpa gumpal - Terdapat
dilatasi - Terdapat dilatasi
dilatasi

Tatalaksana: Tatalaksana Definitif:


- Konservatif - Persiapan dilatasi dan
 Tirah baring kuretase
 Obat penenang - Pasang infus jika perlu
- Terapi hormonal: transfusi darah
 Derivat - Dilatasi dan kuretase
progesteron
 Dupaston
 Gestanon
- Pemeriksaan
laboratorium:
 Penunjang
Komplikasi tindakan:
diagnostik
- Perdarahan
- Infeksi
- Trauma tindakan
- Kemungkinan
degenerasi
koriokarsinoma

26
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul dari abortus adalah:
a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul
segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
b. Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus
provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien
biasanya datang dengan syok hemoragik.
c. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila
setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus
diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan
histologik harus dilakukan dengan teliti.
d. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam
uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga
gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama
sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah
kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam jumlah 70-
100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera.
e. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang
dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan
panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan
secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
f. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik
lokal seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat
dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula
obat-obatan seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb,

27
pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.
g. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan
tetapi memerlukan waktu. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas
vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides
sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas
padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap
infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus,
Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus,
dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah
Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani.
Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat
membentuk gas.

2.10 Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya:5
1. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang rekuren
mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %.
2. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan
keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %.
3. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung
janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih
aborsi spontan yang tidak jelas.

28
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : WTRA
Usia : 42 tahun
Tanggal Lahir : 7 Juni 1975
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Alamat : Desa Banjar Bd Perampas
Kebangsaan : Indonesia
Status : Menikah
Pendidikan : tidak ada
No CM : 592447
Tanggal MRS : 22 Mei 2018 (Pukul 10.00 WITA)
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Tidak ada gerakan janin (22/05/18)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kandungan dan Kebidanan RSUD Singaraja pada
pukul 10.00 WITA dalam keadaan sadar baik dengan membawa surat pengantar
rujukan dari praktik dokter dengan KDJR (Kematian Janin dalam Rahim). Pasien
mengatakan bahwa sebelumnya ia datang ke praktik dokter karena ia tidak pernah
merasakan gerakan janin sebelumnya. Pada saat pemeriksaan dengan dokter tidak
ditemukan ada nya detak jantung janin sehingga dokter merujuk pasien ke RSUD
Singaraja dengan KJDR. Pasien juga mengeluhkan ada nya flek pervaginam.
Riwayat jatuh, demam, dan koitus di sangkal pasien sejak dinyatakan hamil. BAK
(+), BAB (+) normal.

Riwayat Menstruasi

29
 Menarche : 14 tahun
 Siklus Menstruasi : teratur, 28-30 hari
 Volume : 20-60 cc perhari
 Lamanya : 5-7 hari
 Keluhan saat menstruasi : tidak ada

Nyeri payudara (+)


Nyeri pinggang (+)
 Pernah keluar darah diluar siklus haid : tidak pernah
 HPHT : 18 Januari 2018
 Tafsiran Persalinan : 25 oktober 2018

Riwayat Perkawinan
Pasien mengatakan menikah saat berusia 22 tahun. Saat ini telah menikah selama 19
tahun.
Riwayat Kehamilan
No Umur kehamilan JK BBL Bidan/RS/dukun Pspt/SC Tahun
1 Aterm P 2800 Bidan Pspt 2000
2 Aterm P 2900 Bidan Pspt 2005
3 Aterm L 3000 Bidan Pspt 2010
4 Hamil ini - - - - -

Riwayat ANC
Pasien mengaku sudah memeriksakan kehamilannya sebanyak 3 kali selama
kehamilan. kontrol pertama kali saat usia kandungan 6 minggu di bidan. kontrol
kedua di bidan saat usia kandungan 12 minggu dibidan. Kontrol ketiga di dokter
praktik saat usia kandungan 17 minggu dan tidak ditemukan denyut jantung janin.
Keesokan hari nya (22 Mei 2018) pasien datang ke poli kandungan RSUP Singaraja
membawa surat rujukan dengan KJDR dari dokter.
Riwayat Pemakaian Kontrasepsi

30
Pasien sebelumnya menggunakan alat kontrasepsi suntik selama 8 tahun.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien mengatakan bahwa ia tidak pernah mengalami abortus sebelumnya.
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya riwayat tekanan darah tinggi, asma, diabetes
mellitus, penyakit jantung, atau sakit lainnya. Pasien juga mengatakan bahwa ia tidak
memiliki riwayat alergi terhadap obat ataupun makanan tertentu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak mengetahui apakah ibu atau mertua pasien pernah mengalami
abortus sebelumnya. Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit sistemik seperti
hipertensi, diabetes mellitus, riwayat alergi, terhadap obat maupun makanan, asma,
dan penyakit jantung pada keluarga pasien.
Riwayat Sosial
Pasien sehari-hari bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga. Pasien mengaku tidak
merokok atau mengkonsumsi minuman beralkohol. Selama hamil ini pasien mengaku
beraktifitas seperti biasa.

Kondisi Psikologis
Pada pasien ini tidak terdapat masalah perkawinan, tidak mengalami
kekerasan fisik, atau trauma dalam kehidupan. Konsultasi dengan psikiater tidak
pernah dilakukan sebelumnya oleh pasien. Pasien saat ini menerima keadaannya.
Dukungan sosial berasal dari suami dan pendamping yang diinginkan pasien adalah
suaminya.

3.3 Pemeriksaan Fisik (22 Mei 2018 Poliklinik Kandungan)


1. Status Present
Keadaan Umum : Baik
GCS : E4V5M6
Tekanan Darah : 130/85 mmHg
Nadi : 80 x/menit

31
Respirasi : 18 x/ menit
Suhu Aksila : 36,5 o C
BB Sebelum Hamil : 43 Kg
BB Sekarang : 44,5 Kg
Tinggi Badan : 151 cm
IMT : 19,5
2. Status General
Kepala : Mata : anemia -/-,ikterus -/-, isokor
THT : Kesan Tenang
Thorak : simetris (+), retraksi (-)
Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Vagina : ~ status ginekologi
Extremitas : akral hangat + + Oedema - -
+ + - -

32
3. Status Ginekologi
Abdomen :
Inspeksi : perut membesar, luka bekas operasi (-), distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal,
Palpasi : TFU ½ pusat-simfisis pubis
Pemeriksaan dalam :
 Inspekkulo Vulva/Vagina :
Vagina : fluksus (+), flour (-), massa (-),laserasi (-)
Porsio : Pembukaan (+), fluksus (+), jaringan (-), flour
(-), lividae (+), ketuban menonjol
 Vaginal toucher :
Vagina : fluksus (+), flour (-)
Porsio : pembukaan 2 cm, teraba ketuban, slinger pain
(-)
Corpus Uteri : antero flexi
AP : massa -/-, nyeri -/-
CD : Bulging (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Leukosit 10.31 4.0-10.0 10ˆ3/uL
Hb 14,3 12.0 – 16.0 gr/dl
Hct 42.5 37.0 – 47.0 %
Trombosit 283 150 – 400 10ˆ3/uL
BT 2’ 00’’ 1 – 5 menit
CT 8’ 30’’ 5 – 15 menit
HbsAg (-)
Anti HIV Non Reaktif
Tes Kehamilan (+)

33
3.4 Diagnosis
G4P3003 UK 17 minggu 5 hari T + Abortus Insipiens

3.5 Penatalaksanaan
Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, BT, CT
Terapi :
 drip oksitosin
 kuretase tanpa general anestesi

Monitoring :
 Perdarahan, keluhan, tanda-tanda vital

KIE :
 Pasien dan keluarga dijelaskan tentang keadaan pasien, diagnosis dan rencana
penanganan, pengawasan lanjutan, komplikasi dan prognosisnya.

3.6 Folow Up
Rabu, 23 Mei 2018
S : keluhan nyeri berkurang, perdarahan pervaginam sedikit.
O : St. Present
KU : Baik
TD : 110/80 mmHg
HR: 84x/menit
TAX : 36,5°C
RR : 16x/ menit
St. General :
Kepala : Mata : anemia -/-,ikterus -/-, isokor
THT : Kesan Tenang
Thorak : simetris (+), retraksi (-)
Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi

34
Vagina : ~ status ginekologi
Extremitas : akral hangat + + Oedema - -
+ + - -

ST. Ginekologi
Abdomen : TFU tidak teraba, Distensi abdomen (-), bisisng usus (+) normal
Vagina : perdarahan aktif (-)
A : post kuretase et causa abortus insipiens hari ke 1
P:
 Metronidazole 3x500mg
 Cefadroxil 2x500 mg
 Asam mefenamat 3x500 mg
 Metylergometrin 3x 0,125 mg
 Sulfat Ferosus 2x300mg
 boleh pulang sore, kontrol 30 Mei 2018 atau bila ada keluhan.

35
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Diagnosis
Dari anamnesis, diketahui bahwa pasien membawa surat rujukan dari dokter
dengan KJDR. Pasien datang dalam keadaan sadar baik dengan membawa surat
pengantar rujukan dari praktik dokter dengan KDJR (Kematian Janin dalam Rahim).
Pasien mengatakan bahwa sebelumnya ia datang ke praktik dokter karena ia tidak
pernah merasakan gerakan janin sebelumnya. Pada saat pemeriksaan dengan dokter
tidak ditemukan ada nya detak jantung janin sehingga dokter merujuk pasien ke
RSUD Singaraja dengan KJDR. Pada saat pemeriksaan inspekkulo Vulva/vagina
ditemukan perdarahan (+), pembukaan (+) serta ketuban menunjul, sedangkan pada
pemeriksaan Vaginal toucher ditemukan pembukaan 2cm serta teraba ketuban.
Berdasarkan uraian anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka diagnosa pasien
ini mengarah pada abortus insipiens. Adanya diagnosa banding yaitu abortus iminens,
kehamilan ektopik dan mola dapat disingkirkan baik dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah USG dapat pula dilakukan untuk menegakkan diagnosa dan menyingkirkan
diagnosa banding seperti kehamilan ektopik atau suatu mola hidatidosa.

4.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam kasus ini bertujuan untuk mengeluarkan sisa hasil
konsepsi yang masih tertingal di dalam uterus, yakni dengan kuretase, yang kemudian
dilanjutkan dengan terapi medikamentosa seperti antibiotika, analgetika, dan
uterotonika. Yang terpenting setelah tindakan kuretase tersebut adalah observasi dua
jam setelahnya untuk monitoring vital sign sehingga adanya komplikasi seperti
perdarahan ringan sampai berat, infeksi, dan kelainan fungsi pembekuan darah dapat
dihindari. Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini adalah :
 Kuretase dengan anesthesia.
 Pemberian medikamentosa :
 Amoxicilin 3x 500mg

36
 Asammefenamat 3x500mg
 Metylergometrin 3x0,125mg
 SF 2x300mg

4.3 KIE
Pasien diperkenankan melakukan pengobatan rawat jalan dan disarankan
untuk kontrol ke poliklinik kandungan 3-7 hari kemudian untuk mengetahui
perkembangan kondisinya. KIE sangat penting dalam penatalaksanaan kasus ini
dimana yang harus dititik beratkan adalah tentang diagnosis penyakit, tatalaksana
serta komplikasinya, rencana tentang kehamilan yang berikutnya, kontrol atau
evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.

4.4 Prognosis
Prognosis pada kasus ini adalah baik, dubius ad bonam karena tindakan kuretase yang
telah dilakukan berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan yang tertinggal di uterus
sehingga resiko perdarahan menjadi sangat minimal. Setelah observasi dua jam pasca
tindakan kuretase, keadaan umum pasien stabil dan pasien tidak mengalami keluhan.
Selain itu, pada pasien ini tidak didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang
berbahaya misalnya perdarahan, perforasi, infeksi maupun syok.

37
BAB V
SIMPULAN
Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan
janin <500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Abortus dibagi kedalam
abortus spontan, yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya, kurang lebih 20% dari
semua abortus, sedangkan abortus buatan (provocatus), yaitu abortus yang terjadi
disengaja, digugurkan, dan 80% dari semua abortus adalah abortus provocatus.
Abortus terjadi akibat adanya gangguan pada saat perkembangan konsepsi dalam
uterus. Pada umumnya faktor yang paling mempengaruhi adalah dari faktor ibu
(maternal) atau faktor ovofetal.
Pada kasus dalam laporan ini, pasien mengalami abortus insipiens yang
menyebabkan pasien harus diterapi dengan melakukan kuretase dan pemberian
medikamentosa. Kuretase bertujuan untuk membersihkan hasil konsepsi dari dalam
uterus. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan fisik dengan inspekulo
dan vaginal toucher, serta pemeriksaan penunjang dengan USG untuk melihat lokasi
serta sisa konsepsi yang masih berada dalam uterus pasien. Terapi medikamentosa
yang diberikan kepada pasien berupa antibiotika untuk mencegah infeksi sebagai
komplikasi dari kuretase, tablet penambah darah untuk mencegah kondisi anemia
pada pasien yang akibat perdarahan pervaginam yang terjadi, anti nyeri untuk
menghilangkan rasa nyeri setelah kuretase dan uterotonika yang berfungsi untuk
memperbaiki kontraksi uterus agar tidak terjadi perdarahan aktif yang dapat
membahayakan pasien.
KIE diberikan terkait diagnosis penyakit, tatalaksana serta komplikasinya,
rencana tentang kehamilan yang berikutnya, kontrol atau evaluasi terhadap tindakan
yang telah diberikan.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Profil


Kesehatan Provinsi Bali. 2016. 1-220 p.
2. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2015.
Profil Kesehat Provinsi Bali [Internet]. 2015;142. Available from:
http://www.diskes.baliprov.go.id/files/subdomain/diskes/Profil Kesehatan
Provinsi Bali/Tahun 2015/Bali_Profil_2015.pdf
3. GBD 2015 Risk Factors Collaborators G 2015 RF. Global, regional, and
national comparative risk assessment of 79 behavioural, environmental and
occupational, and metabolic risks or clusters of risks, 1990-2015: a systematic
analysis for the Global Burden of Disease Study 2015. Lancet (London,
England). 2016 Oct 8;388(10053):1659–724.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Spong CY, Casey BM, et
al. Williams Obstetrics. 24th ed. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,
Dashe JS, Spong CY, Casey BM, et al., editors. United States: Mc Graw Hill
Education; 2014. 16-46 p.
5. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Keem. Saifuddin AB,
editor. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. 460-474 p.
6. Saifuddin AB, Hanifa G, Waspodo J. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2014. 109-117 p.
7. Pranata S, Sadeo S. Kejadian Keguguran, Kehamilan yang Tidak
Direncanakan dan Pengguguran di Indonesia. Penelit Sist Kesehat [Internet].
2012;15:180–92. Available from:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/2992
8. Sulaiman Sastrawinata, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu
Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC; 2004.
9. Norwitz ER. Obstetrics and Gynecology at a Glance. At a Glance. 2013.
10. Klingberg-Allvin M, Cleeve A, Atuhairwe S, Tumwesigye NM, Faxelid E,

39
Byamugisha J, et al. Comparison of treatment of incomplete abortion with
misoprostol by physicians and midwives at district level in Uganda: a
randomised controlled equivalence trial. Lancet (London, England). 2015 Jun
13;385(9985):2392–8.
11. Adisso S, Hounkpatin BIB, Komongui GD, Sambieni O, Perrin RX.
Introduction of misoprostol for the treatment of incomplete abortion beyond
12 weeks of pregnancy in Benin. Int J Gynecol Obstet. 2014 Jul 1;126:S36–9.

40

Anda mungkin juga menyukai