Anda di halaman 1dari 14

2.

1 Sejarah Singkat Perusahaan

Sejarah pertambangan batubara di Tanjung Enim dimulai sejak zaman


kolonial Belanda tahun 1919 dengan menggunakan metode penambangan terbuka
(open pit mining) di wilayah operasi pertama, yaitu Tambang Air Laya. Pada 1923
beroperasi dengan metode penambangan bawah tanah (underground mining)
hingga 1940, sedangkan produksi untuk kepentingan komersial dimulai pada 1938.

Seiring dengan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda, para karyawan


Indonesia kemudian berjuang menunut perubahan status tambang mrnjadi
pertambangan nasional. Pada 1950, pemerintah RI kemudian mengesahkan
pembentukan Perusaahan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA).\

Pada 1981, PN TABA kemudian berubah status menjadi Perseroan Terbatas


dengan nama PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, yang selanjutnya disebut
Perseroan. Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri batubara di
Indonesia, pada 1990 Pemerintah menetapkan penggabungan Perum Tambang
Batubara dengan Perseroan

Sesuai dengan program pengembangan ketahanan energi nasional, pada


1993 Pemerintah menugaskan perseroan untuk mengembangkan usaha briket
batubara. Pada 23 Desember 2002, perseroan mencatatkan diri sebagai perusahaan
publik di Bursan Efek Indonesia kode “PTBA”. Tujuan Proyek ini terutama untuk
memasok kebutuhan batubara bagi PLTU Suralaya,Jawa Barat. Selain itu juga
untuk memenuhi industri lainnya baik industri yang ada di dalam negeri maupun
industri yang ada di luar negeri

Dalam rangka memnuhi tersebut, maka dikembangkan beberapa site di


wilayah IUPPT.Bukit Asam Tbk, Tanjung Enim antara lain :

1. Tambang Air Laya (TAL)

Tambang Air Laya (TAL) merupakan site terbesar pada UPTE PT.
BA,dengam luas WIUP 7621 Ha. Pada lokasi tambang air laya (TAL), PT Bukit
Asam Tbk, Tanjung Enim menggunakan BWE System (Bucket wheel excavtor) dan
metode shovel and truck (menggunakan excavator dan dump truck). Pada metode
BWE system ini sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak PT.BA sedangkan pada
metode shovel and truck dilaksanakan oleh pihak ketiga (kontraktor) yaitu PT.Pama
Persada Nusantara.

Metode continuous mining menggunakan BWE system ini merupakan


metode andalan PTBA karena yang memiliki alat ini di Indonesia hanyalah PTBA
yang dibeli dari Jerman. Semua hasil penggalian batubara dari TAL dan MTB akan
di tampung di stockpile dan kemudian dikirim ke TLS (Train Loading Station) 2.
Melalui TLS ini kemudian batubara dimuat ke gerbong untuk kemudian dipasarkan
melalui pelabuhan Tarahan (Lampung) dan dermaga Kertapati (Palembang)
menggunakan kereta api dengan rangkaian 50 gerbong ke Tarahan dan 35 gerbong
ke Kertapati. Tetapi pada saat ini BWE system pada lokasi Tambang Air Laya hanya
berfungsi sebagai reclaimer saja.

2. Muara Tiga Besar (MTB)

MTB memiliki luas area 3300 Ha. Pada tambang ini, operasi penambangan
dilakukan menggunakan metode shovel-truck dan BWE system. Pada Muara Tiga
Besar dibagi menjadi dua yaitu Muara Tiga Besar Utara dan Muara Tiga Besar
Selatan, dimana pada Muara Tiga Besar Utara penambangan dikerjakan oleh PTBA
menggunakan peralatan BWE system dan pada Muara Tiga Besar Selatan dikelola
oleh PT. Pama Persada Nusantara yang diawasi oleh PTBA.

3. Banko Barat

Tambang Banko Barat memiliki Luas WIUP 4500 Ha. Tambang Banko
Barat saat ini terdiri atas 4 lokasi penambangan, yaitu Pit 1 Timur, Pit 1 utara, Pit 2
dan Pit 3 Timur, dimana penambangan tersebut dengan menugggnakan jasa
kontraktor PT, dalam hal peminjaman alat berat dengan sistem sewa per jam. PT.
BKPL dan PT. SBS, dengan sistem contracti mining yang diawasi oleh PTBA.
Proses penambangan yang dilakukan menggunakan metode kombinasi antara
shovel dan truck. Nilai kalori batubara yang terdapat di Banko Barat berkisar antara
5000-5200 kkal/kg (adb).
3.1. Tinjauaun Umum Perusahaan
1. Data Umum Perusahaan
Nama : PT Bukit Asam Tbk.
Alamat : Jalan Parigi No. 01 Tanjung Enim,Sumatera Selatan, Indonesia
Telepon : 0734-451096
Website : http://www.ptba.co.id
2. Sejarah Kepengurusan
Ditinjau dari lembaga yang mengurusnya sampai saat ini PT Bukit Asam
(Persero) Tbk, secara berturut-turut dikelola oleh :
Lembaga-lembaga yang mengurus Tambang Batubara Bukit Asam
diantaranya:

1. Tahun 1919 – 1942 oleh Pemerintah Hindia Belanda.


2. Tahun 1942 – 1945 oleh Pemerintah Militer Jepang.
3. Tahun 1945 – 1947 oleh Pemerintah Republik Indonesia.
4. Tahun 1947 – 1949 oleh Pemerintah Belanda (Agresi II).
5. Tahun 1949 – sekarang oleh Pemerintah Republik Indonesia yang terdiri
dari:
a. Tahun 1959 sampai dengan tahun 1960 oleh Biro Perusahaan Tambang
Negara (BUPTAN) berdasarkan PP No 86 th 1958.
b. Tahun 1961 sampai dengan tahun 1967 oleh Badan Pimpinan Umum
(BPU) perusahaan-perusahaan tambang batubara. BPU juga membawahi
tiga perusahaan negara yaitu :
1. PN. Batubara Ombilin di Sumatera Barat.
2. PN. Tambang Arang Bukit Asam di Tanjung Enim SUMSEL.
3. PN. Tambang Batubara Mahakam di Kalimantan Timur.
c. Tahun 1968 s.d 1980 oleh PN. Tambang Batubara berdasarkan PP No 23
tahun 1968.
d. Tahun 1981 s.d sekarang oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam
berdasarkan PP No 42 tahun 1980.
3. Visi dan Misi Perusahaan
Visi dari PT Bukit Asam Tbk. adalah:
 Perusahaan energy kelas dunia yang peduli lingkungan
Misi dari PT Bukit Asam Tbk. adalah:
 Mengelola sumber energy dengan mengembangkan kompetensi korporasi
dan keunggulan insani untuk memberikan nilai tambah maksimal bagi
stakeholder dan lingkungan
Tata Nilai PT Bukit Asam Tbk.:
 Visioner
 Integritas
 Inovatif
 Profesional
 Sadar biaya dan lingkungan
4. Jam Kerja
Jadwal kegiatan penambangan karyawan PT Bukit Asam Tbk., terdiri dari tiga
shift, dengan lama kerja delapan jam perhari dengan perincian sebagai berikut:
a. Karyawan di kantor, jam 07.00 – 16.00 wib (istirahat 1,5 jam)
b. Karyawan work shop dan tambang :
1. Shift I : 8 jam, yaitu jam 23.00 – 07.00 wib
2. Shift II : 8 jam, yaitu jam 07.00 – 15.00 wib
3. Shift III : 8 jam, yaitu jam 15.00 – 23.00 wib
5. Struktur Organisasi
PT Bukit Asam Tbk., dalam beroperasi dipimpin oleh Direktur Utama dengan
bantuan lima direktur lainnya yaitu: Direktur Pengembangan Usaha, Direktur
Keuangan, Direktur SDM dan UMUM, Direktur Operasi Produksi, Direktur Niaga.
Setiap direktur memiliki tanggung jawab masing masing dalam memimpin
departemennya yang telah terstruktur secara sistematis agar kinerja perusahaan
lebih efisien, efektif, dan produktif dalam mencapai target dan tujuan perusahaan.
(Lampiran A)
Sekretaris Perusahaan, SM Satuan Pengawasan Intern, SM Evaluasi Kinerja
Anak Perusahaan bertanggung jawab langsung kepada direktur utama dengan tetap
berkoordinasi dengan direktur divisi lainnya.

3.2. Keadaan Topografi


Secara umum di sekitar lokasi tambang mempunyai topografi berupa daerah
perbukitan dengan ketinggian yang menerus dari timur ke barat. Daerah landai
menempati sisi bagian selatan, yaitu daerah yang terdapat aliran sungai-sungai kecil
yang bermuara di sungai Lawai dan sungai Endikat dengan ketinggian ±50 m diatas
permukaan laut, sedangkan daerah puncak terdapat di Bagian Barat dengan elevasi
tertinggi yaitu ±90 m.

3.3. Kondisi Geologi dan Stratigrafi


Lapisan batubara di daerah IUP PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Unit
Penambangan Tanjung Enim menempati tepi barat bagian dari Cekungan Sumatera
Selatan (Coster, 1974 dan Harsa, 1975). (Gambar 3.1)

Gambar 3.1. Peta geologi regional tanjung enim (Satker eksplorasi rinci PTBA
2018)

Cekungan Sumatera Selatan bagian dari Sumatera bagian Timur, yang di


pisahkan dari cekungan Sumatera Tengah oleh Tinggian Asahan atau Bukit Tiga
Puluh di Barat Laut, membentang keselatan dengan dibatasi oleh pegunungan Bukit
Barisan dan daratan pra tersier disebelah Timur Laut.
Kedua cekungan ini dibatasi oleh suatu tinggian yang mempunyai arah
Timur Laut-Barat Daya melalui bagian Utara Pegunungan Tiga Puluh. Cekungan-
cekungan yang bentuknya asimetrik dibatasi di sebelah Barat Daya oleh sesar-sesar
serta singkapan-singkapan batuan Pra-Tersier yang terangkat sepanjang kawasan
kaki Pegunungan Barisan, dan di sebelah Timur Laut dibatasi oleh formasi sedimen
dari paparan Sunda. Di sebelah Selatan dan sebelah Timur, daerah cekungan
dibatasi oleh daerah tinggian Lampung. Pada Cekungan Sumatera Selatan dan
Jambi terdapat beberapa bentuk struktur akibat aktivitas tektonik Tersier Pulau
Sumatera yang terdiri dari beberapa periode tektonik (Sukendar, 1988).

Gambar 3.2 Skema Cekungan Sumatera Selatan (Koesoemadinata,


1978).
Tatanan stratigrafi Sub Cekungan ini pada dasarnya terdiri dari satu
siklus besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase
regresi pada akhir siklusnya. Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non
marin yaitu dengan diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan
kemudian diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan secara tidak
selaras di atasnya.

Gambar 3.3 Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan

Menurut De Coster (1973), Formasi Talang Akar merupakan suatu


endapan kipas alluvial dan endapan sungai teranyam (braided stream deposit)
yang mengisi suatu cekungan. Fase transgresi terus berlangsung hingga Miosen
Awal dimana pada kala ini berkembang Batuan karbonat yang diendapkan pada
lingkungan back reef, fore reef, dan intertidal (Formasi Batu Raja) pada bagian
atas Formasi Talang Akar. Fase Transgresi maksimum ditunjukkan dengan
diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara selaras di atas Formasi
Baturaja yang terdiri dari batuserpih laut dalam.

Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas


dan diikuti oleh pengendapan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi
batupasir pada lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan
secara selaras di atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut menjadi semakin
dangkal dimana lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal,
dataran delta dan non marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan
batulempung dengan sisipan batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan
ini berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir
tufaan, pumice dan konglomerat.
1. Batuan Dasar
Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum dan
batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. Batuan
Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum tersingkap dengan baik di Bukit
Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas berupa batuan
karbonat berumur Permian. Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan
Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur
Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap granit yang
telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah dengan butir-
butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak antara granit dan filit
tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan yang kuat,
daerah ini juga tertutup hutan yang lebat. Menurut Simanjuntak, et.al (1991)
umur granit adalah Jura.
2. Formasi Lahat
Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar, merupakan
lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari konglemerat, tufa, breksi
vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan batupasir kuarsa. Formasi ini
memiliki 3 anggota, yaitu:
a. Anggota Tuff Kikim Bawah, terdiri dari tuff andesitik, breksi dan lapisan lava.
Ketebalan anggota ini bervariasi, antara 0 - 800 m. Anggota Batupasir Kuarsa,
diendapkan secara selaras di atas anggota pertama. Terdiri dari konglomerat dan
batupasir berstruktur crossbedding. Butiran didominasi oleh kuarsa.
b. Anggota Tuff Kikim Atas, diendapkan secara selaras dan bergradual di atas
Anggota Batupasir Kuarsa. Terdiri dari tuff dan batulempung tuffan berselingan
dengan endapan mirip lahar.
Formasi Lahat berumur Paleosen hingga Oligosen Awal.
2. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Palembang terdiri dari batulanau,
batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal
hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur
Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas
Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan
sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara
batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 400 m -
850 m.
4. Formasi Baturaja
Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar dengan
ketebalan antara 200 m - 250 m. Litologi terdiri dari batugamping, batugamping
terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan dan
napal kaya foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini diendapkan pada
lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen Awal.
5. Formasi Gumai (Tmg)
Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana
formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera
Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan
batugamping, napal dan batulanau sedangkan di bagian atasnya berupa
perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan formasi ini secara umum
bervariasi antara 150 m - 2200 m dan diendapkan pada lingkungan laut dalam.
Formasi Gumai berumur Miosen Awal-Miosen Tengah.
6. Formasi Air Benakat (Tma)
Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai dan
merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung
putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan,
glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan
sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan Formasi Air
Benakat bervariasi antara 100 m - 1300 m dan berumur Miosen Tengah-Miosen
Akhir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal.
7. Formasi Muara Enim (Tmpm)
Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi tersier. Formasi ini
diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut
dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500 – 1000
m, terdiri dari batupasir, batulempung, batulanau dan batubara. Batupasir pada
formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini
terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan
batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara
Enim berumur Miosen–Pliosen Awal.
8. Formasi Kasai (Qtk)
Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim dengan
ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufaan dan tefra riolitik
di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuff pumice kaya kuarsa, batupasir,
konglomerat, tuff pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuff
berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis
lignit serta kayu yang terkersikkan. Fasies pengendapannya adalah fluvial dan
alluvial fan. Formasi Kasai berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal.
9. Sedimen Kuarter (Qhv)
Satuan ini merupakan litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh orogenesa
Plio -Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi
yang lebih tua yang terdiri dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat
berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik
berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.
Potensi batubara di daerah penelitian (Banko Barat) terdapat pada
Formasi Muara Enim. Lapisan batubara pada Formasi Muara Enim dibagi
menjadi empat sub-bagian, yang diberi nama (dari bawah ke atas) M1, M2, M3,
dan M4. Dari empat sub - bagian itu lapisan M2 dan M4 mengandung lapisan
batubara yang paling ekonomis dan potensial secara ekonomis. Unit M1
merupakan lapisan yang paling bawah dari Formasi Muara Enim mengandung
dua lapisan, Keladi dan Merapi. Unit M2 mengandung mayoritas dari
sumberdaya batubara di Tanjung Enim. Lapisan lapisan itu diberi nama dengan
urutan dari bawah yang potensial untuk ditambang ada beberapa lapisan batubara
utama. Stratigrafi unit M2 (dari tua ke muda) adalah:
1. Lapisan Petai (C) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan 7,0 - 14,6 m
dan dijumpai sisipan tipis batulempung/batulanau karbonan dimana beberapa
tempat mengalami pemisahan (split) menjadi C1 dan C2 dengan ketebalan
masing-masing 5,0 - 10,1 m. Di atas lapisan batubara C ini ditutupi oleh batupasir
lanauan yang sangat keras dengan ketebalan 25,0 - 44,0 m (disebut sebagai
overburden B2 - C).
2. Lapisan Suban (B) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan sekitar 17,0
m di beberapa tempat mengalami pemisahan (split) menjadi B1 dan B2 dengan
ketebalan masing-masing 8,0 - 14,55 m dan 3,0 - 5,8 m. Di antara kedua lapisan
ini dijumpai batulempung dan batulanau dengan tebal 2,0 –5,0 m (disebut
interburden B2 - B1), sedangkan di atas lapisan batubara B atau B1 ditutupi oleh
batulempung dengan ketebalan 15,0 - 23,0 m yang berinterkalasi dengan
batupasir dan batulanau (disebut interburden B1 - A2) serta dijumpai adanya
lapisan tipis (0,4 - 0,6 m) batubara atau batulempung karbonan yang dikenal
sebagai Suban Marker.
3. Lapisan Mangus Lower (A2) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan
sekitar 9,8 -14,7 m dijumpai sisipan tipis batulempung sebagai lapisan pengotor
(clayband). Di atas lapisan batubara A2 ini ditutupi oleh batulempung tuffaan
dengan ketebalan 2,0 - 5,0 m disebut sebagai interburden A2 - A1.
4. Lapisan Mangus Upper (A1) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan
sekitar 5,0 -13,25 m, Di atas lapisan batubara A1 ini ditutupi oleh batulempung
bentonitan dengan ketebalan sekitar 70 - 120 m disebut sebagai overburden A2
- A1, dimana pada lapisan penutup ini dijumpai adanya lapisan batubara yang
dikenal sebagai lapisan batubara gantung (Hanging Seam).
Struktur regional dari daerah Tanjung Enim didominasi oleh sepasang
antiklin dan sinklin sub-paralel skala besar dengan arah umumnya Barat Barat
laut-Timur Tenggara. Beberapa patahan besar terdapat di bagian Selatan dari
Banko Barat dan dalam deposit Banko Tengah. Patahan lebih kecil ditemukan
di beberapa deposit. Di beberapa tempat terdapat intrusi-intrusi andesit atau
dasit-riolit telah mengakibatkan kenaikan kualitas batubara setempat (Ratih S,
2002).

3.4. Kualitas Cadangan Batu Bara


Pengklasifikasian batubara bertujuan untuk dapat memberikan nama serta
membuat batasan – batasan kelas menurut fix carbon yang dimiliki batubara
tersebut. Klasifikasi batubara yang umum digunakan adalah klasifikasi menurut
ASTM (American Standard for Testing Materials). Klasifikasi ini didasarkan atas
analisa proksimat batubara, yaitu berdasarkan derajat perubahan selama proses
pembatubaraan mulai dari lignit sampai antrasit. Sistem klasifikasi ASTM
dikelompokkan berdasarkan hierarki, segi komersial, rank untuk batubara tunggal,
mengikutsertakan batubara dari semua rank, sederhana, mudah untuk diingat,
mudah untuk dimengerti, dan mudah untuk digunakan.
Klasifikasi kualitas batubara bertujuan untuk mengetahui variasi mutu
batubara oleh PT Bukit Asam berdasarkan analisa proksimat batubara dan kalori
batubara. Mine Brand Air Laya (AL), Muara Tiga Besar (MT), dan Bangko Barat
(BB) untuk batubara hasil dari penambangan yang belum mengalami proses
pengolahan dan Market Brand Bukit Asam (BA) untuk batubara yang telah
mengalami pengolahan sebelumnya, seperti dilakukannya Blending, untuk cara
pengklasifikasian batubara sesuai dengan merek dagang PTBA

Kualitas cadangan batubara PTBA, khususnya wilayah Banko Barat dapat


dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.1. Jumlah Cadangan Batubara Terukur Banko Barat (PT. Bukit Asam Tbk.
2019)
Lapisan Luas Daerah (Ha) Ketebalan (m) Cadangan
Batubara (juta ton)
A1 667,12 7,3 63,31
A2 816,01 9,8 103,96
B1 922,05 12,7 152,23
B2 1009,03 4,6 60,34
C 1322,88 11.5 197,77

PT.Bukit Asam Tbk. memilki beragam kualitas - kualitas batubara yang


banyak tersebar pada lokasi penambangan di beberapa pit seperti Muara Tiga Besar
Utara, Suban, Air Laya, dan Banko Barat.

Tabel 3.2. Penggolongan kualitas batubara PT Bukit Asam, Tbk. (PT. Bukit Asam
Tbk. 2018)

Kelas Grup Nama Keterangan

1 Meta Anthracite -
Anthracite 2 Anthracite Suban
3 Semi-Anthracite Air Laya
1 Low Volatile Bituminuous -
2 Medium Volatile Bituminuous -
High Volatile Bituminuous Coal Air Laya dan
3
Bituminuous A Bukit Kendi
High Volatile Bituminuous Coal
4 -
B
High Volatile Bituminuous Coal
5 -
C
Sub-bituminuous 1 Sub-bituminuous Coal A Air Laya
2 Sub-bituminuous Coal B Muara Tiga Besar
3 Sub-bituminuous Coal C Banko Barat

3.5 Iklim dan Curah Hujan


Curah hujan rata-rata pada bulan Februari 2019 adalah 3,12 mm dan sampai
pertangahan bulan Maret 2019 adalah 8,36 mm (Data satker Rensihid PT Bukit
Asam Tbk. 2019). (Lampiran B).

Anda mungkin juga menyukai