PENDAHULUAN
Kegagalan pada setiap proses atau aktifitas pekerjaan, dan saat terjadi kecelakaan
kerja seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian. Secara umum penyebab
kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan
2. Kondisi kerja dan pekerjaan yang tidak aman
3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab
awalnya adalah kurangnya training.
4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
Lingkup kerjanya mulai dari menyusun program, membuat prosedur dan mengawasi,
serta membuat laporan penerapan di lapangan. Dalam rangka Pengembangan Program
Kesehatan Kerja yang efektif dan efisien, diperlukan informasi yang akurat, dan tepat waktu
untuk mendukung proses perencanaan serta menentukan langkah kebijakan selanjutnya.
Penyusunan program, membuat prosedur, pencatatan dan mengawasi serta membuat laporan
penerapan di lapangan yang berkaitan dengan keselamatan kerja bagi para pekerja
kesemuanya merupakan kegiatan dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam rangka menghadapi era industrialisasi dan era globalisasi serta pasar bebas
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam
hubungan ekonomi antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota termasuk
Indonesia. Beberapa komitmen global baik yang berskala bilateral maupun multilateral telah
mengikat bangsa Indonesia untuk memenuhi standar. Standart acuan terhadap berbagai hal
12
terhadap industri seperti kualitas, manajemen kualitas, manajemen lingkungan, serta
keselamatan dan kesehatan kerja.
Apabila saat ini industri pengekspor telah dituntut untuk menerapkan Manajemen
Kualitas (ISO-9000, QS-9000) serta Manajemen Lingkungan (ISO-14000) maka bukan tidak
mungkin tuntutan terhadap penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja juga
menjadi tuntutan pasar internasional.Untuk menjawab tantangan tersebut Pemerintah yang
diwakili oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menetapkan sebuah peraturan
perundangan mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996.
BAB II
PEMBAHASAN
12
struktur organisasi, perencanaan, tanggung-jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber
daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengajian dan
pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam rangka pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif.
Sedangkan pengertian menurut standar OHSAS 18001:2007 ialah bagian dari sebuah
sistem manajemen organisasi (perusahaan) yang digunakan untuk mengembangkan dan
menerapkan Kebijakan K3 dan mengelola resiko K3organisasi (perusahaan) tersebut.
Manfaat penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
bagi perusahaan menurut Tarwaka (2008) adalah:
1. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem operasional
sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian
lainnya.
2. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di perusahaan.
3. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.
4. Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang K3,
khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.
5. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.Pedoman Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia.
12
c. Menciptakan efisiensi dan produktifitas kerja karena menurunnya biaya kompensasi
akibat sakit atau kecelakaan kerja.
British Safety Council dengan tokohnya James Tye mengeluarkan konsep K3 dengan
five star ratting system.
a. Kebijakan (policy)
b. Pengorganisasian (organizing)
c. Perencanaan dan penerapan (planing and implementation)
d. Pengukuran kinirja (measuring performence)
e. Audit (auditing)
Ada juga berbagai pandangan parah ahli mengenai berbagai prinsip-prinsip sistem
keselamatan kerja yanga harus dipenuhi agar terciptanya lingkungan kerja yang sehat dan
aman. Prinsip-prinsip yang harus dijalankan perusahaan dalam menerapkan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) adalah sebagai berikut menurut Sutrisno dan Ruswandi, 2007 :
12
4. Adanya tempat kerja yang aman sesuai standar SSLK (syarat-syarat lingkungan kerja)
antara lain tempat kerja steril dari debu,kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi, getaran
mesin dan peralatan, kebisingan, tempat kerja aman dari arus listrik, lampu
penerangan cukup memadai, ventilasi dan sirkulasi udara seimbang, adanya aturan
kerja atau aturan keprilakuan.
5. Adanya penunjang kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja.
6. Adanya sarana dan prasarana yang lengkap ditempat kerja.
7. Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.
Menurut OHSAS 18001 juga didasarkan pada beberapa prinsip, meskipun prinsip-
prinsip tersebut tidak secara eksplisit tercantum dalam standar.Yang dikenal dengan 11
Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah sebagai berikut :
a. pekerjaan harus dilakukan dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat;
2. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus ditetapkan. kebijakan tersebut harus
dilaksanakan baik di tingkat lokal dan perusahaan nasional. Kebijakan harus secara
efektif dikomunikasikan kepada semua pihak yang terkait.
3. Harus ada komunikasi yang baik antara mitra sosial (yaitu, pengusaha dan pekerja)
dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini harus dilakukan selama formulasi,
implementasi, dan peninjauan semua kebijakan, sistem, dan program.
4. Program keselamatan dan kesehatan kerja dan kebijakan harus bertujuan baik dalam
hal pencegahan dan perlindungan. Upaya harus difokuskan, terlebih pada pencegahan
primer di tingkat tempat kerja. Tempat kerja dan lingkungan kerja harus direncanakan
dan dirancang untuk menjadi aman dan sehat.
5. Perbaikan terus-menerus keselamatan dan kesehatan kerja harus dipromosikan. Hal
ini diperlukan untuk memastikan bahwa hukum, peraturan, dan standar teknis
nasional untuk mencegah kecelakaan kerja, penyakit, dan kematian yang disesuaikan
12
secara berkala untuk kemajuan sosial, teknis, dan ilmiah dan perubahan lain dalam
dunia kerja. Hal ini akan optimal dilakukan dengan cara pengembangan dan
pelaksanaan kebijakan nasional, sistem nasional, dan program nasional.
6. Informasi penting untuk pengembangan dan pelaksanaan program dan kebijakan yang
efektif. Pengumpulan dan penyebaran informasi yang akurat tentang bahaya dan
bahan berbahaya, pengawasan kerja, pemantauan kepatuhan terhadap kebijakan dan
praktek yang baik, dan kegiatan terkait lainnya adalah pusat untuk pembentukan dan
penegakan kebijakan yang efektif.
7. Promosi Kesehatan adalah unsur utama dari praktik kesehatan kerja. Upaya yang
harus dilakukan untuk meningkatkan pekerja fisik, mental, dan kesejahteraan sosial.
8. Pelayanan kesehatan kerja yang mencakup semua pekerja harus dibentuk. Idealnya,
semua pekerja di semua kategori harus memiliki akses ke layanan tersebut, yang
bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan pekerja dan memperbaiki
kondisi kerja.
9. Pendidikan dan pelatihan merupakan komponen penting dari lingkungan kerja yang
sehat dan aman. Pekerja dan pengusaha harus dibuat sadar akan pentingnya
membangun prosedur kerja yang aman dan bagaimana melakukannya. Pelatih/trainer
internal harus dilatih di bidang relevansi khusus untuk industri tertentu, sehingga
mereka dapat mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja yang spesifik.
10. Pekerja, pengusaha dan pejabat yang berwenang memiliki tanggung jawab, tugas, dan
kewajiban tertentu. Misalnya, pekerja harus mengikuti prosedur keselamatan yang
ditetapkan; pengusaha harus menyediakan tempat kerja yang aman dan menjamin
akses ke pertolongan pertama; dan pihak yang berwenang harus menyusun,
berkomunikasi, dan meninjau secara berkala dan memperbarui kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja.
11. Kebijakan harus ditegakkan. Harus ada sistem pemeriksaan dan evaluasi di tempat
kerja untuk memastikan kesesuaian langkah-langkah keselamatan dan kesehatan kerja
dan undang-undang tenaga kerja lainnya dengan implementasi yangs sesungguhnya.
12
dapat digunakan dalam mengidentifikasi potensi bahaya dalam kegiatan industri adalah
sebagai berikut (Kolluru,1996).
12
merencanakan jadwal inspeksi dan pemeliharaan pada perlatan termasuk
penganggaran biayanya. Pendekatan RBI secara kualitatif menyediakan dasar
analisis untuk memprioritaskan program inspeksi berdasarkan risiko.
4. What-If merupakan metode identifikasi bahaya awal untuk meninjau desain
dengan menanyakan serangkaian pertanyaan awal yaitu bagaimana-jika (what-
if). Analisis what-if merupakan bagian dari cara checklist, yang kemungkinan
merupakan metode identifikasi bahaya tertua.
5. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) atau Analisis Pola Kegagalan dan
Akibat, yaitu metode untuk mengidentifikasi bahaya yang melibatkan analisis
modus kegagalan dari suatu entitas, penyebabnya, dampaknya, dan hubungan
kritikalitas dari kegagalan Tujuan dari FMEA adalah untuk mengidentifikasi
kegagalan yang mempunyai dampak yang tidak diinginkan pada sistem
operasi.
6. Fault Tree Analysis (FTA) dan Event Tree Analysis (ETA) merupakan diagram
logika yang digunakan untuk mewakili masing-masing dampak dari suatu
peristiwa dan penyebab dari suatu peristiwa (Mannan, 2005). Diagram ini juga
menyatakan ilustrasi bebas dari rangkaian potensi kegagalan peralatan atau
kesalahan manusia yang dapat menimbulkan kerugian. FTA bersifat deduktif
dengan memunculkan akibat untuk mencari sebab, sedangkan ETA bersifat
induktif dengan menampilkan sebab (kejadian awal) untuk mencari akibat
(kejadian akhir).
7. Qualitative Risk Assessment merupakan pendekatan nilai risiko terhadap suatu
sistem dengan pemberian skor secara kualitatif (iya/ tidak; baik/ buruk; tinggi/
rendah) terhadap faktor kemungkinan dan akibat kegagalan dari suatu
kejadian.
8. Semi-quantitave Risk Assessment merupakan pengembangan penilain risiko
dengan menggunakan suatu pemodelan untuk kejadian tertentu untuk
mendapatkan rate event. Pemodelan tersebut bertujuan untuk mendapatkan
akurasi data berdasarkan informasi awal yang diolah dengan
mempertimbangkan parameter-parameter yang ada.
9. Quantitative Risk Assessment merupakan penilaian penuh dengan melakukan
pemodelan semua kejadian sehingga kemungkinan dan akibat dari suatu
kegagalan dapat diketahui secara numerik sehingga mendapatkan tingkat
risiko yang cukup akurat .
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
Kerja merupakan tekhnik yang dikembangkan untuk mengenal dan mengevaluasi berbagai
bahaya yang terdapat dalam proses kerja. Metode perbandingan, yaitu metode yang
membandingkan rancangan terhadap suatu standar atau desain, dan berbentuk seperti daftar
periksa (checklist). Daftar periksa menyediakan acuan untuk menentukan potensi bahaya
dalam suatu sistem. Metode fundamental, yaitu metode yang tersusun untuk memotivasi
orang yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman mereka dengan tujuan
mengidentifikasi bahaya
3.2 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12