Discharge Planning Association (2008) mengatakan bahwa unsur-unsur yang
harus ada dalam format discharge planning terdiri atas: 1. Pengobatan di rumah mencakup resep baru, pengobatan yang sangat dibutuhkan serta pengobatan yang dihentikan 2. Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi serta efek samping secara umum 3. Hasil tes laboratorium yang dianjurkan serta pemeriksaan penunjang lain yang mendukung 4. Pola hidup mencakup aktivitas, latihan, diet yang dianjurkan dan pembatasannya 5. Petunjuk perawatan diri 6. Waktu serta bagaimana perawatan selanjutnya setelah dipulangkan, waktu kontrol selanjutnya dengan nama, tanggal dan lokasi yang jelas 7. Kontak yang dapat dihubungi ketika keadaan darurat (Adhisty, 2017) Elemen-elemen utama perencanaan pemulangan yang ideal menurut Agency for Healthcare Research and Quality yakni: 1. Sertakan pasien dan keluarga sebagai mitra penuh dalam proses perencanaan pulang. 2. Diskusikan dengan pasien dan keluarga lima bidang utama untuk mencegah masalah di rumah: Uraikan seperti apa kehidupan di rumah Periksa obat-obatan Menyoroti tanda-tanda peringatan dan masalah Jelaskan hasil tes Buat janji tindak lanjut 3. Mendidik pasien dan keluarga dengan bahasa yang sederhana tentang kondisi pasien, proses pembuangan, dan langkah selanjutnya selama tinggal di rumah sakit. 4. Nilailah seberapa baik dokter dan perawat menjelaskan diagnosis, kondisi, dan langkah selanjutnya dalam perawatan pasien kepada pasien dan keluarga dan gunakan mengajar kembali. 5. Dengarkan dan hargailah tujuan, preferensi, observasi, dan kekhawatiran pasien dan keluarga. (AHRQ, 2018)
Jenis-jenis Discharge Planning
Chescha (1982) mengklasifikasikan jenis pemulangan pasien sebagai berikut:
1. Conditioning discharge (pulang sementara atau cuti), keadaan pulang ini
dilakukan apabila kondisi pasien baik dan tidak terdapat komplikasi. Pasien untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat 2. Absolute discharge (pulang mutlak selamanya), cara ini merupakan akhir dari hubungan pasien dengan rumah sakit. Namun apabila pasien perlu dirawat kembali maka prosedur keperawatan dapat dilakukan kembali 3. Judicial discharge (pulang paksa), kondisi ini pasien diperbolehkan pulang walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi pasien harus dipantau dengan melakukan kerja sama dengan keperawatan puskesmas terdekat. (Nursalam, 2014)
Sumber :
Adhisty, W. A. (2017). EFEKTIFITAS PENERAPAN DISCHARGE PLANNING
TERHADAP AVERAGE LENGTH OF STAY (AvLOS), HOSPITAL COSTS PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO. Makassar: Universitas Hasanudin.
AHRQ. (2018, 11 04). IDEAL Discharge Planning Overview, Process, and
Checklist. Retrieved from Guide to Patient and Family Engagement: https://www.ahrq.gov/sites/default/files/wysiwyg/professionals/systems/ho spital/engagingfamilies/strategy4/Strat4_Tool_1_IDEAL_chklst_508.pdf
Discharge Planning Association. (2008). Discharge Planning di
http.www.discharge planning.org.au/index.htm. Diakses pada 4 Oktober 2018 Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.