Anda di halaman 1dari 94

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan acak

lengkap untuk mengevaluasi efek diuretik EnHPT, EEAPT dan EEPT pada

penurunan tekanan darah tikus normotensi, penurunan tekanan darah kelompok

tikus hipertensi yang diinduksi NaCl 2,5% dan metilprednisolon serta kelompok

yang dinduksi L-Name secara in vivo, peningkatan kontraksi dan denyut jantung

isolat jantung tikus secara in vitro. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Farmakologi Fakultas Farmasi USU setelah mendapat persetujuan Komisi Etik

Penelitian Kesehatan yang beralamat di Fakultas MIPA USU.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang metabolik,

Spektroskopis serapan atom (SSA), oral sonde, lemari pengering, rotary

evaporator, neraca analitis, alat gelas (beaker glass, cawan petri, batang

pengaduk), syringe (Terumo), seperangkat alat pengukur tekanan darah NIBP

(Non invasive blood pressure) (AD Instrument), restainer tikus, lampu

penghangat, microtube, spektofotometer UV-Vis, seperangkat alat Langendorf

(AD Instrumen), seperangkat alat bedah.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun puguntano, etanol

(teknis), n-heksan (teknis), etilasetat (teknis), tablet furosemide, saline, aqua

bidestilata, baku natrium, baku kalium, CMC-Na (Merck), gel USG (Ultra

Sonography), tablet metilprednisolon (Dexa Medica), tablet bisoprolol (Dexa

46

Universitas Sumatera Utara


Medica), reagensia kolesterol, reagensia trigliserida, reagensia HDL-Kolesterol,

TCA, asam asetat glasial 15%, asam sulfanilat, N-(1-naftil) etilendiamina

dihidroklorida (NED), NaCl (Merck), KCl (Merck), NaH2PO4(Merck),

NaHCO3(Merck), MgCl2(Merck), CaCl2(Merck), Glukosa (Merck), Digoksin,

Karbogen, Ketamin, DMSO, Heparin.

3.2. Pembuatan Reagensia

3.2.1. Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam aquadest sampai 100 ml

(Depkes RI, 1978).

3.2.2 Larutan HCl 2N

Sebanyak 7 ml asam klorida pekat diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml

(Depkes RI, 1978).

3.2.3 Timbal (II) asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam aquadesta bebas CO2

hingga 100 ml (Depkes RI, 1978).

3.2.4 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida, dilarutkan dalam aquadest hingga 60 ml.

Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodide dilarutkan dalam 10 ml

aquadest. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan aquadest hingga 100 ml

(Depkes RI, 1978).

3.2.5 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya ,

ditambahkan 2 g iodida dan aquadest hingga 100 ml (Depkes RI, 1978).

47

Universitas Sumatera Utara


3.2.6 Pereaksi Dragendorf

Sebanyak 0,8 g bismut nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml

kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50

ml aquadest. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih

diambil dan diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml (Depkes RI, 1978).

3.2.7 Larutan Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 18 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml

(Depkes RI, 1978).

3.2.8 Sudan III

Sebanyak 100 mg sudan III dilarutkan dalam campuran 10 ml etanol (95%)

dan 10 ml gliserol (Depkes RI, 1978).

3.2.9 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam aquadest secukupnya kemudian

ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit cukupkan dengan aquadest (Depkes

RI, 1978).

3.2.10 Pembuatan larutan NaCl 2,5% (b/v)

Sebanyak 2,5 gram NaCl dimasukkan ke dalam lumpang, kemudian gerus

homogen. Masukkan sebagian aquadest gerus hingga NaCl larut. Masukkan

larutan ke dalam labu tentukur 100 ml, tambahkan aquadest sampai garis tanda.

3.2.11 Pembuatan suspensi metilprednisolon

Timbang sebanyak 10 mg metilprednisolon yang telah disetarakan dengan

berat tablet. Masukkan ke dalam lumpang kemudian gerus hingga homogen.

Masukkan suspensi ke dalam labu tentukur 10 ml. Tambahkan kembali suspensi

CMC Na sampai garis tanda.

48

Universitas Sumatera Utara


3.2.12 Pembuatan suspensi bisoprolol (SB)

Timbang setara 50 mg serbuk bisoprolol. Masukkan serbuk ke dalam

lumpang. Tambahkan perlahan-lahan sebagian suspensi CMC Na 0,5%, gerus

hingga homogen. Masukkan suspensi ke dalam labu tentukur 10 ml. Tambahkan

kembali suspensi CMC Na sampai garis tanda.

3.2.13 Pembuatan Pereaksi TCA 20% b/v

Sebanyak 20 g TCA dicukupkan dengan aquadest hingga 100 ml.

3.2.14 Pembuatan Larutan Asam Asetat 15% v/v

Sebanyak 15 ml asam asetat glasial dicukupkan dengan aquadest hingga 100

ml.

3.2.15 Pembuatan Pereaksi Griess

Pereaksi Griess terdiri dari pereaksi asam sulfanilat 1% dan pereaksi NED

0,1%.

3.2.16 Pembuatan Pereaksi Asam Sulfanilat 1% b/v

Sebanyak 1 g asam sulfanilat dilarutkan ke dalam 100 ml asam asetat 15%.

3.2.17 Pembuatan Pereaksi NED 0,1% b/v

Sebanyak 0,1 g NED dilarutkan ke dalam 100 ml asam asetat glasial 15%v/v.

3.2.1.18 larutan fisiologi krebs-Henseleit

Sebanyak 118 g NaCl; 4.7 g KCl; 1.28 g NaH2PO4; 25.0 g NaHCO3; 1.2 g

MgCl2; 2.52 g CaCl2; 5.55 g glucose dilarutkan dalam 1 L aqua bidestilata hingga

diperoleh larutan dengan pH 7,4 (Gilani, 2006).

3.3 Hewan percobaan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tikus galur Wistar berat

150-200 gram yang diperoleh dari Balitbang Depkes RI. Hewan diaklimatisasi

49

Universitas Sumatera Utara


selama seminggu dengan siklus 12 jam gelap/terang pada suhu kamar. Tikus

diberi makanan pellet standar dan air ad libitum.

3.4 Pengumpulan Tumbuhan dan Penyiapan Simplisia Puguntano

Tumbuhan Puguntano diperoleh dari Desa Tiga Binanga, Kabupaten Dairi,

Sumatera Utara. Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan dengan teknik sampling

secara random purposif. Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Pusat Penelitian

Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta. Daun Puguntano

dicuci dan dikeringkan hingga menjadi simplisia. Simplisia dihaluskan hingga

menjadi serbuk. Tujuan penyerbukan adalah untuk memudahkan proses

pengekstraksian.

3.5 Pembuatan Fraksi N-Heksan, Etil asetat dan Etanol Puguntano

Pembuatan fraksi puguntano dilakukan dengan cara maserasi bertingkat

(Stepwise maceration) menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan etanol 96%

(Ditjen POM, 1979). Pengekstrasian dilakukan dengan cara sebagai berikut

sebanyak 800 gram serbuk simplisia direndam dalam pelarut n-heksan selama 5

hari sambil sekali-sekali diaduk, kemudian disaring. Ampasnya dikeringkan

dengan cara mengangin-anginkannya di udara terbuka hingga pelarut n-heksan

menguap, lalu dimaserasi kembali menggunakan pelarut etil asetat. Perlakuan

yang sama dilakukan mengunakan pelarut etanol. Masing-masing maserat

diuapkan pelarutnya dengan evaporator pada suhu ± 40oC, lalu di keringkan

menggunakan freeze dyer sehingga diperoleh ekstrak kental.

3.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia, ekstrak n-heksan, etilasetat

dan etanol daun puguntano. Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui

50

Universitas Sumatera Utara


golongan senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia dan ekstrak daun

puguntano. Uji yang dilakukan meliputi skrining terhadap golongan tanin,

glikosida, alkaloid, flavonoid dan saponin (Harborne, 1987; Depkes RI, 1995,

Ghayur, 2007).

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloida

Sampel (serbuk simplisia dan ekstrak) ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian

ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml aquadest, dipanaskan di atas

penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh

digunakan untuk uji alkaloida. Caranya: sebanyak 0,5 ml filtrat dimasukan ke

dalam 3 tabung reaksi. Pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan 2 tetes

pereaksi Mayer, 2 tetes pereaksi Bouchardat, 2 tetes pereaksi Dragendorff.

Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau kekeruhkan pada paling

sedikit dua dari tiga percobaan d iatas (Depkes, 1978)

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 10 g sampel ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5

menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrate ditambahkan 0,1

g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alcohol, dikocok

dan dibiarkan memisah. Flavonoida dinyatakan positif jika terjadi warna merah

atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Fransworth, 1996).

3.6.3 Pemeriksaan Glikosida

Sampel puguntano ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml

campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks

selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Kepada 20 ml filrat ditambahkan 25 ml

aquadest dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu

51

Universitas Sumatera Utara


disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3).

Pekerjaan ini dilakukan sebanyak 3 kali. Sari air diuapkan pada temperatur tidak

lebih dari 50٥C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan

untuk percobaan berikut: sebanyak 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan kedalam

tabung reaksi dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air

dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml

asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cicin berwarna ungu pada

batas kedua cairan menunjukkan adanya glikosida (Depkes, 1978).

3.6.4 Pemeriksaan Glikosida Antrakinon

Sampel puguntano ditimbang sebanyak 0,2 g, kemudian ditambahkan 5 ml

asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzena,

dikocok dan didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring, lapisan

benzena dikocok dengan 2 ml NaOH 2 N, lalu didiamkan. Lapisan air berwarna

merah dan lapisan benzena tidak berwarna menunjukan adanya glikosida

antrakinon (Depkes, 1978).

3.6.5 Pemeriksaan Saponin

Sampel puguntano ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke dalam tabung

reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok

kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak

kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2

N menunjukan adanya senyawa golongan saponin (Uji busa) (Depkes, 1978).

3.6.6 Pemeriksaan tanin

Sampel ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam 100 ml

aquadest lalu didinginkan dan disaring. Kepada filtrat ditambahkan 1- 2 tetes

52

Universitas Sumatera Utara


peraksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitam atau hijau kehitaman

menunjukan adanyasenyawa golongan tanin (Depkes, 1978).

3.6.7 Pemeriksaan triterpenoida/steroida

Sampel puguntano ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml n-

heksana 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya

ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna ungu atau

merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukan adanya

senyawa golongan tripenioda/steroida (Harborne, 1987).

3.7 Uji Diuretik Fraksi Daun Puguntano

3.7.1 Uji Peningkatan Volume Urin (Diuresis) Tikus

Uji dilakukan untuk mengetahui efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap

peningkatan volume urin (diuresis) dan kadar eletrolit tikus. Sebanyak 56 ekor

tikus dibagi atas empatbelas kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4

tikus. Seluruh tikus diberi saline sebanyak 20mL/kg bb sebelum perlakuan

sebagai loading dose. Kelompok pertama diberi Na CMC 0,5% secara oral

(kontrol negatif). Kelompok kedua diberi furosemide 10 mg/kg bb secara oral.

Kelompok 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 diberikan secara peroral fraksi n-heksan, etilasetat

dan etanol puguntano dengan dosis bervariasi. Setelah pemberian obat dan

ekstrak, tikus diletakkan dalam kandang metabolik dan urinnya dikumpulkan

dalam vial kemudian diukur voleme urin tersebut selama 6 jam. Total urin yang

diekskresikan dikumpulkan dan dihitung volume total urin. Konsentrasi elektrolit

natrium dan kalium ditentukan menggunakan alat spektroskopis serapan atom

(AAS) (Gilani, 2008). Selanjutnya ditentukan indeks diuretik, Nilai Lipschitz,

indek sailuretik dan rasio Na+/K+ berdasarkan rumus:

53

Universitas Sumatera Utara


Indeks Diuretic = (UVt/UVc)

Nilai Lipschitz = (UVt/UVr)

Indeks Saliuretic = (CUEt/CUEc)

Rasio Na+ /K+ = (UNa+ /UK+ )

Keterangan : UVt = rata-rata volume urin kelompok perlakuan, UVc = rata-rata

volume urin kelompok kontrol, UVr = rata-rata volume urin kelompok kontrol

positif, CUEt = Konsentarsi elektrolit urin kelompok perlakuan, CUEc =

konsentrasi elektrolit urin kelompok kontrol, UNa+ = konsentarsi Na+ tiap

kelompok dan UK+ = konsentrasi K+ tiap kelompok (Asi et.al, 2014).

3.7.2 Uji Efek Ekstrak Daun Puguntano Terhadap Elektrolit Urin Tikus

3.7.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

Larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda

dengan akuabides (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet (2,5; 5; 10; 15;

dan 20) ml dari larutan baku 10 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu

tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides larutan ini

mengandung (0,5; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0) µg/ml dan diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.7.2.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium

Larutan baku natrium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda

dengan akuabides (konsentrasi 10 µg/ml). Larutan induk baku II dibuat dengan

memipet larutan 10 µg/ml sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur

54

Universitas Sumatera Utara


100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 2,5

µg/ml). Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet (4,0; 8,0;

12; 16; 20) ml dari larutan baku 2,5 µg/ml (LIB), masing-masing dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides

(larutan ini mengandung (0,20; 0,40; 0,60; 0,80; 1,00)) µg/ml dan diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara asetilen.

3.7.2.3 Penentuan Kadar Natrium dan Kalium dengan Spektrofotometri


Serapan Atom
Sebanyak 1 ml urin dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml kemudian

dicukupkan dengan akuades sampai 50 ml. Isi labu tentukur dipindahkan ke dalam

labu erlemeyer dan ditambahkan 5 ml HNO3 pekat dan beberapa butir batu didih.

Campuran dididihkan secara perlahan-lahan kemudian diuapkan dengan hotplate

hingga volume urin total tinggal 20 ml, saring. Filtrat dimasukkan ke dalam labu

tentukur 100 ml dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda. Faktor

pengenceran untuk penentuan kadar natrium pada urin adalah 25 kali, faktor

pengenceran untuk penentuan kadar kalium pada urin adalah 12,5 kali.

Selanjutnya diukur menggunakan alat SSA (SNI, 2004).

3.8 Uji Toksisitas Akut

Uji dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan dari fraksi n-heksan, etil

asetat dan etanol puguntano. Uji toksisitas akut dilakukan menggunakan 35 ekor

mencit jantan. Mencit dibagi atas 7 kelompok perlakuan, tiap kelompok terdiri

dari 5 ekor mencit. Mencit dipuasakan selama 12 jam sebelum perlakuan,

kemudian diberi fraksi puguntano dosis 2000 - 5000 mg/kg bb secara oral.

Parameter yang diamati selama uji toksisitas antara lain jumlah makanan, berat

badan, berat organ, makroskopik dan hitopatologi organ (POM, 2000).

55

Universitas Sumatera Utara


3.8.1 Pemeriksaan Histopatologi Organ Mencit

Pemeriksaan histopatologi organ mencit dilakukan berdasarkan pewarnaan

Haematoxyllin-Eosin dengan tahapan sebagai berikut:

a. Penyiapan organ hati untuk dipotong

Jaringan difiksasi dalam larutan Buffer Netral Formalin (BNF) 10% minimal

48 jam hingga mengeras. Sampel ditrimming setebal ± 0,5 cm. Potongan

kemudian dimasukkan dalam tissue cassette untuk dimasukkan dalam

automatic tissue processor.

b. Dehidrasi

Proses dehidrasi dimaksudkan untuk menarik air dari jaringan dan mencegah

terjadinya pengerutan sampel yang akan diuji. Dehidrasi dilakukan dengan

cara merendam sampel dalam larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat

(70%, 80%, 90%, 95%, dan alkohol absolut). Proses perendaman masing-

masing konsentrasi alkohol dilakukan selama 2 jam. Proses dehidrasi

dilakukan dengan menggunakan mesin otomatis.

c. Clearing

Proses clearing atau penjernihan dilakukan dengan 2 tahap dengan

menggunakan xylol I dan xylol II. Penggunaan xylol dimaksudkan untuk

melarutkan alkohol dan parafin.

d. Infiltrasi

Infiltrasi dan impregnasi adalah proses pengisian parafin kedalam pori-pori

jaringan. Pengisian pori-pori ini dimaksudkan untuk mengeraskan jaringan

agar mudah dipotong dengan pisau mikrotom. Parafin yang digunakan adalah

parafin histoplast®.

56

Universitas Sumatera Utara


e. Embedding dan Blocking

Embedding atau blocking adalah proses penanaman jaringan dalam blok

parafin. Parafin yang digunakan parafin histoplast. Proses embedding

dilakukan dengan menggunakan alat tissue embedding console .

f. Sectioning

Sectioning adalah proses pemotongan jaringan dengan menggunakan

mikrotom dengan ketebalan 2-3 µm di dalam waterbath, agar parafin mencair

dari dalam organ yang telah dipotong, kemudian organ diambil menggunakan

object glass dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam.

g. Pewarnaan Haematoxyllin-Eosin

Sebelum melakukan pewarnaan, preparat histopatologi dideparafinisasi

dengan larutan xylol (I dan II) selama 2 menit. Kemudian dilakukan proses

rehidrasi dengan cara mencelupkan sediaan ke dalam alkohol bertingkat

(alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%). Perendaman

dalam alkohol 95% dan 80% dilakukan selama 1 menit. Kemudian sediaan

dicuci dengan air yang mengalir (air kran) selama 1 menit. Sediaan diwarnai

dengan pewarna Mayer’s Haematoxyllin dengan tahapan sebagai berikut :

i. preparat direndam dalam larutan Mayer’s Haematoxyllin selama 8 menit

ii. dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 30 detik

iii. dicelupkan ke dalam larutan Lithium Carbonat selama 15-30 detik

iv. dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 2 menit

v. direndam dalam larutan Eosin selama 2-3 menit

vi. dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 30-60 detik

vii. preparat dicelupkan ke dalam larutan alkohol 95% dan alkohol absolut

57

Universitas Sumatera Utara


viii. sebanyak 10 kali celupan, absolut I selama 2 menit, xylol I selama 1 menit

dan xylol II selama 2 menit

ix. Setelah pewarnaan, sediaan ditetesi perekat Canada balsem (Entellan®)

dan ditutup dengan cover glass.

x. Diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya.

3.9 Pengukuran TD Tikus Wistar dengan Alat NIBP

Program Labchart dibuka pada komputer yang telah terhubung dengan alat

NIBP, atur parameter yang akan diukur dengan cara klik channel settings lalu

sesuaikan dengan jumlah parameter yang ingin diukur. Channel 1 menyatakan

pulse yaitu denyut listrik TD tikus, channel 2 menyatakan pressure yaitu pump

controller alat NIBP dan channel 3 menyatakan denyut jantung tikus. Kalibrasi

alat NIBP dengan cara menekan tombol start pada ujung taskbar lalu tekan

tombol pump controller pada alat. Tekanan akan mulai meningkat sampai 300

mmHg pada spighnomanometer. Tekan stop pada ujung taskbar jika tekanan

sudah turun sampai 100 mmHg. Tikus yang akan diukur dimasukkan ke dalam

restrainer, dioleskan gel USG pada ekor tikus. Lalu letakkan sensor NIBP dan

pump detektor pada ekor tikus. Tunggu pulse tikus stabil lalu tekan kembali pump

controller. TDS dan TDD dapat dilihat pada channel 1 dan DJ pada channel 3

Perangkat alat NIBP yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Lampiran 20.

3.9.1 Pengujian efek penurunan TD tikus normotensi

Sebanyak 28 ekor tikus Wistar jantan dibagi menjadi 7 kelompok dosis.. Tiap

kelompok terdiri dari 4 ekor tikus jantan. Hewan dikelompokkan sebagai berikut:

Kelompok I, diberi sediaan suspensi CMC Na 0,5% (b/v)

58

Universitas Sumatera Utara


Kelompok II, diberi sediaan suspensi EnHPT 400 mg/kg BB

Kelompok III, diberi sediaan suspensi EnHPT 800 mg/kg BB

Kelompok IV , diberi sediaan suspensi EEAPT 400 mg/kg BB

Kelompok V : diberi sediaan suspensi EEAPT 800 mg/kg BB

Kelompok VI : diberi sediaan suspensi EEPT 400 mg/kg BB

Kelompok VII : diberi sediaan suspensi EEPT 800 mg/kg BB

Sebelum diberi perlakuan, TD awal tiap kelompok terlebih dahulu diukur

menggunakan NIBP melalui vena ekor. Tiap kelompok diberi perlakuan secara

oral selama 14 hari. TD diukur kembali pada hari ke 7 dan 14. Dari hasil

perlakuan akan diperoleh data TDS, TDD, DJ, dan TAR. TDS, TDD, dan DJ

dapat langsung diperoleh dari hasil pengukuran alat sedangkan nilai TAR dihitung

dengan menggunakan rumus (Shapiro, 2010)

2TDD + TDS
TAR =
3

Setelah diperoleh TDS, TDD, DJ, dan TAR kemudian dihitung persentase

penurunan TD tikus normotensi menggunakan rumus (Siska, et al., 2012)

% penurunan TD hari X=

3.9.2 Pengujian efek penurunan TD tikus hipertensi yang diinduksi NaCl


2,5% dan metilprednisolon

Sebanyak 36 ekor tikus jantan Wistar diukur TD awalnya dengan alat NIBP

melalui vena ekor, kemudian diinduksi dengan larutan NaCl 2,5% dan suspensi

metilprednisolon 1,5 mg/kg BB setiap hari selama 14 hari . Lalu diukur kembali

TDnya pada hari ke-14. Dihitung persentase kenaikan TD dengan menggunakan

rumus (Vogel, 2008; Siska, et al., 2011)

59

Universitas Sumatera Utara


% kenaikan TD hari X =

Tikus jantan Wistar hipertensi yang telah diinduksi selama 14 hari dibagi menjadi

9 kelompok dosis. Tiap kelompok terdiri dari 4 ekor tikus jantan. Hewan

dikelompokkan sebagai berikut:

Kelompok I, tidak diberikan apapun tetapi diinduksi

Kelompok II, diberi sediaan suspensi CMC Na 0,5% (b/v)

Kelompok III , diberi sediaan suspensi bisoprolol 0,0714 mg/kg BB

Kelompok IV, diberi sediaan suspensi EnHPT 400 mg/kg BB

Kelompok V, diberi sediaan suspensi EnHPT 800 mg/kg BB

Kelompok VI , diberi sediaan suspensi EEAPT 400 mg/kg BB

Kelompok VII , diberi sediaan suspensi EEAPT 800 mg/kg BB

Kelompok VIII, diberi sediaan suspensi EEPT 400 mg/kg BB

Kelompok IX , diberi sediaan suspensi EEPT 800 mg/kg BB

Ekstrak diberikan secara oral setiap hari mulai hari ke 15 sampai hari ke-21. TD

diukur kembali pada hari ke-17, 19 dan ke-21. Parameter yang diukur meliputi

TDS, TDD, DJ, dan TAR. Lalu dihitung persentase penurunan TD

3.9.3 Pengujian efek penurunan TD tikus hipertensi yang diinduksi L-Name

Sebanyak 20 ekor tikus jantan Wistar diukur TD awalnya dengan alat NIBP

melalui vena ekor, kemudian diinduksi dengan L-Name 75 mg/kg BB. TD diukur

kembali pada hari ke-14. Dihitung persentase kenaikan TD dengan menggunakan

rumus (Vogel, 2008; Siska, et al., 2011)

% kenaikan TD hari X =

60

Universitas Sumatera Utara


Tikus jantan Wistar hipertensi yang telah diinduksi selama 14 hari dibagi menjadi

5 kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 4 ekor tikus jantan. Hewan

dikelompokkan sebagai berikut:

Kelompok I, diberi sediaan suspensi CMC Na 0,5% (b/v)

Kelompok II, diberi sediaan suspensi EnHPT 400 mg/kg BB

Kelompok III , diberi sediaan suspensi EnHPT 800 mg/kg BB

Kelompok IV , diberi sediaan suspensi EEAPT 400 mg/kg BB

Kelompok V, diberi sediaan suspensi EEAPT 800 mg/kg BB

Ekstrak diberikan secara oral mulai heri ke 15 sampai hari ke-21. TD diukur

kembali pada hari ke-17, 19 dan ke-21. Parameter yang diukur meliputi TDS,

TDD, DJ, dan TAR. Lalu dihitung persentase penurunan TD

3.10 Pengukuran Parameter Biokimia Darah

Pengukur parameter biokimia darah bertujuan untuk mengetahui efek fraksi

aktif terhadap kadar kolesterol total, trigliserida, HDL, LDL, ALT, AST, Ureum

dan kreatinin tikus hipertensi yang diinduksi NaCl 2,5% dan metilprednisolon

serta yang diinduksi L-Name setelah 7 hari pemberian fraksi.

3.10.1 Pengukuran Kadar Kolesterol Total

Kadar kolesterol ditetapkan dengan metode kolorimetri enzimatik (metode

CHOD-PAP) dengan kolesterol esterase, kolesterol oksidase, dan peroksidase

sebagai katalis indikator reaksi (Tabel 3.1).

Prinsip:

Kolesterol ester + H2O kolesterol esterase kolesterol + asam lemak

Kolesterol + O2 kolesterol oksidase kolesten- 3- on + H2O2

2 H2O2 + 4- aminoantipirin + fenol peroksidase kuinonimin + 4H2O

61

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1 Jumlah sampel, standar, dan reagensia kolesterol yang dibutuhkan
dalam pengukuran kadar kolesterol total

Blanko (µl) Standar (µl) Sampel (µl)


Aquabidest 10 - -
Standar - 10 -
Sampel - - 10
Reagensia kolesterol 1000 1000 1000

Serum darah dipipet dengan pipet mikro sebanyak 10 µl, dimasukkan ke

dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan reagensia kolesterol

sebanyak 1000 µl, lalu dihomogenkan menggunakan vortex, dan diinkubasi pada

suhu 37ºC selama 10 menit. Diukur serapan pada panjang gelombang 546 nm

selama 60 menit. Sebagai blanko digunakan larutan reagensia kolesterol 1000 µl

dan aquabidest 10 µl. Pengukuran serapan standar sama dengan pengukuran

serapan kolesterol total, tetapi serum darah diganti dengan standar kolesterol.

Kadar kolesterol total diperoleh dengan menggunakan rumus:

C kolesterol total = x C st

Dimana: C= Kadar Kolesterol total (mg/dl),

A = Serapan,

Cst = Kadar kolesterol standar (200 mg/dl)

3.10.2 Pengukuran Kadar Trigliserida

Kadar trigliserida ditetapkan dengan metode kolorimetri enzimatik (metode

GPO-PAP) menggunakan gliserol-3-fosfat oksidase (GPO) (Tabel 3.2).

Prinsip:

Trigliserida lipase gliserol + asam lemak

62

Universitas Sumatera Utara


Gliserol + ATP gliserol kinase gliserol -3- fosfat + ADP

Gliserol -3- fosfat + O2 GPO dihidroksiaseton + fosfat + H2O2

2 H2O2 + 4- aminoantipirin + 4- klorofenol peroksidase kuinonimin + HCl + 4

H2 O

Tabel 3.2 Jumlah sampel, standar dan reagensia trigliserida yang dibutuhkan
dalam pengukuran kadar trigliserida

Blanko (µl) Standar (µl) Sampel (µl)


Standar - 10 -
Sampel - - 10
Reagensia trigliserida 1000 1000 1000

Serum darah dipipet dengan pipet mikro sebanyak 10 µl, dimasukkan ke

dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan reagensia trigliserida

sebanyak 1000 µl. Larutan dihomogenkan menggunakan vortex, dan diinkubasi

pada suhu 37ºC selama 10 menit. Diukur serapan pada panjang gelombang 546

nm selama 60 menit. Pengukuran serapan standar dilakukan dengan cara yang

sama dengan pengukuran serapan sampel. Kadar trigliserida diperoleh dengan

menggunakan rumus:

C trigliserida = x C st

Dimana: C = Kadar trigliserida (mg/dl)

A = Serapan

Cst = Kadar trigliserida standar (200 mg/dl)

3.10.3 Pengukuran Kadar Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein)

Kadar kolesterol HDL diukur setelah HDL diendapkan menggunakan reagen

pengendapan kolesterol HDL (Tabel 3.3).

63

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.3 Prosedur presipitasi HDL

Prosedur Presipitasi
Sampel/ standar 200 µl
Reagensia pengendapan 500 µl
Serum darah dipipet dengan pipet mikro sebanyak 200 µl lalu ditambahkan

500 µl larutan reagensia pengendap kolesterol-HDL, dikocok, dan dibiarkan

selama 10 menit pada suhu 25ºC. Kemudian disentrifuge selama 20 menit dengan

kecepatan 4000 rpm. Kadar kolesterol HDL ditetapkan dengan metode

kolorimetri enzimatik dengan menggunakan reagensia kolesterol (Tabel 3.4).

Tabel 3.4 Jumlah sampel, standar, dan reagensia kolesterol yang dibutuhkan
dalam pengukuran kadar HDL

Blanko (µl) Standar (µl) Sampel (µl)


Aquabidest 100 - -
Standar - 100
Sampel - 100 -
Reagensia kolesterol 1000 1000 1000
Diambil 10 µl supernatan, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan larutan reagensia kolesterol sebanyak 1000 µl, dan dihomogenkan

menggunakan vortex. Setelah itu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 10 menit.

Serapan diukur pada panjang gelombang 546 nm selama 60 menit.

Kadar kolesterol-HDL diperoleh dengan menggunakan rumus:

C kolesterol-HDL = x C st

Dimana: C = Kadar Kolesterol-HDL (mg/dl)

A = Serapan

Cst = Kadar kolesterol standar (200 mg/dl)

3..10.4 Pengukuran Kadar Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)

Kadar LDL dapat ditetapkan secara tidak langsung dengan menggunakan

rumus Friedewald:
64

Universitas Sumatera Utara


LDL (mg/dl) = kolesterol total – trigliserida – kolesterol HDL

3.11 Pengukuran Kadar Nitrit dan Nitrat Pada Plasma

Penyiapan plasma darah tikus dilakukan untuk mengukur kadar nitrit dan nitrat

tikus hipertensi yang diinduksi NaCl 2,5% dan metilprednisolon serta diberi

fraksi n-heksan dan tikus hipertensi yang diinduksi L-Name serta diberi fraksi etil

asetat. Diambil 1,5 ml cuplikan darah dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge.

Ditambahkan 1,5 ml TCA 20% kemudian divortex dan disentrifugasi dengan

kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Diambil supernatan, dimasukkan ke dalam

vial, dan disimpan dalam lemari pembeku.

3.11.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Nitrit

Serbuk natrium nitrit dikeringkan pada suhu 110°C selama satu jam,

kemudian didinginkan dalam desikator. Ditimbang 100 mg natrium nitrit yang

telah dikeringkan dan didinginkan, kemudian dipindahkan dalam labu tentukur

100 ml secara kuantitatif dan dilarutkan dengan aquadest, lalu dicukupkan

volumenya sampai garis tanda (C = 1000,0 µg/ml) (larutan induk baku I = LIB

I). Dipipet 1 ml LIB I di atas dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml lalu

diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda (C = 10,0 µg/ml) (LIB II).

3.11.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Nitrit Baku

Dipipet 4 ml LIB II dan dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan

2,5 ml pereaksi asam sulfanilat 1% b/v dan dikocok. Setelah 5 menit,

ditambahkan 2,5 ml pereaksi NED 0,1% b/v dan dicukupkan dengan aquadest

sampai garis tanda kemudian dihomogenkan. Diukur serapan pada panjang

gelombang 400-800 nm dengan blanko aquadest (C = 0,8 µg/ml).

65

Universitas Sumatera Utara


3.11.3 Penentuan Waktu Kerja Nitrit Baku

Dipipet 4 ml LIB II dan dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan

2,5 ml pereaksi asam sulfanilat 1% b/v dan dikocok. Setelah 5 menit,

ditambahkan 2,5 ml pereaksi NED 0,1% b/v dan dicukupkan denganaquadest

sampai garis tanda kemudian dihomogenkan. Diukur serapan pada panjang

gelombang maksimum 540 nm dalam selang waktu 1 menit selama 60 menit.

3.11.4 Penentuan Kurva Kalibrasi Nitrit Baku

LIB II (C = 10,0 µg/ml), dipipet masing-masing sebanyak 0,25; 0,5; 0,75; 1;

2; 3; 4; 5 dan 6 ml (0,05 µg/ml; 0,1 µg/ml; 0,15 µg/ml; 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6

µg/ml; 0,8 µg/ml; 1,0 µg/ml; 1,2 µg/ml). Masing-masing larutan dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 ml. Ditambahkan 2,5 ml pereaksi asam sulfanilat 1% b/v

pada setiap labu tentukur kemudian dikocok. Setelah 5 menit, ditambahkan 2,5 ml

pereaksi NED 0,1% b/v, dikocok dan diencerkan sampai garis tanda dengan

aquadest dan dihomogenkan. Diukur serapan setelah menit ke-12 pada panjang

gelombang maksimum 540 nm.

3.11.5 Pengukuran Kadar Nitrit dalam Plasma

Sebanyak 1 ml plasma dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml.

Ditambahkan 2,5 ml pereaksi asam sulfanilat 1% b/v. Setelah 5 menit,

ditambahkan 2,5 ml pereaksi NED 0,1% b/v, dikocok dan diencerkan sampai garis

tanda dengan aquadest dan dihomogenkan. Diukur serapan setelah menit ke-12

pada panjang gelombang maksimum 540 nm.

3.11.6 Pengukuran Kadar Nitrat dalam Plasma

Sebanyak 1 ml plasma dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml.

Ditambahkan 10 mg serbuk Zn. Setelah 10 menit, ditambahkan 2,5 ml pereaksi

66

Universitas Sumatera Utara


asam sulfanilat 1% b/v kemudian dikocok. Setelah 5 menit, ditambahkan 2,5 ml

pereaksi NED 0,1% b/v, dikocok dan diencerkan sampai garis tanda dengan

aquadest. Diukur serapan setelah menit ke-12 pada panjang gelombang

maksimum 540 nm.

3.12 Uji Efek Fraksi Puguntano Terhadap Kontraktilitas dan Denyut Isolat
JantungTikus
Uji ini dilakukan untuk mengetahui efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap

kontraksi dan denyut isolat otot jantung tikus. Tikus dianestesi terlebih dahulu

dengan ketamin dosis 10 mg/Kg bb dan heparin dosis 5000 UI/ kg bbsecara

intraperitoneal. Tikus dibedah dan dengan cepat dada dibuka untuk melepaskan

jantung dari aorta. Jantung tikus yang telah diisolasi dan diletakkan dalam

petridish yang berisi larutan fisiologi krebs-Henseleit dingin (NaCl, 118; KCl, 4.7;

NaH2PO4, 1.28; NaHCO3, 25.0; MgCl2, 1.2; CaCl2, 2.52; glucose, 5.55; pH 7,4)

dan dialiri carbogen (campuran 95% O2 + 5% CO2). Jantung dibersihkan dari

bagian lemak dan perikardium. Setelah bersih, jantung diletakan dalam alat

Langendorff yang berisi larutan Krebs-Henseleit dan tetap dialiri dengan

carbogen. Bagian ventrikel jantung disambungkan dengan transduser yang akan

merekam pergerakan dari otot jantung. Setelah dicapai kondisi stabil (15 menit),

isolat jantung diberikan fraksi n-heksan, etil asetat dan etanol daun Puguntanoh

dan dilihat efek kontraksi dan denyut yang terjadi pada jantung melalui rekaman

yang disampaikan oleh transduser (Kamadyapa, 2009; Niazmand and Saberi,

2010). Perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga kali). Perubahan kontraktilitas jantung

ditentukan menggunakan rumus = (B-A) dimana A merupakan kontraktilitas otot

jantung sebelum diberi ekstrak sedangkan B merupakan kontraktilitas otot jantung

setelah diberi ekstrak (Janardan, et.al. 2011).

67

Universitas Sumatera Utara


3. 13 Analisis Statistik

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS 17. Data TD

sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis menggunakan paired t-test sedangkan

data perbedaan rerata antar kelompok dianalisis menggunakan uji ANAVA Jika

terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tuckey dengan tingkat

kepercayaan 95%.

68

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Tumbuhan yang telah diidentifikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(Indonesian Institute of Science) Pusat Penelitian Biologi (Research Center for

Biology), Bogor adalah Picria felterrae. Lour, famili Scrophulariaceae

(Lampiran 1).

4.2 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Karakterisasi simplisia daun dan fraksi merupakan bagian dari standarisasi

mutu simplisia dan fraksi terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi

penetapan nilai untuk berbagai parameter mutu produk. Parameter standarisasi

meliputi uji makroskopik, mikroskopik, kadar air, kadar sari larut dalam air, kadar

sari larut dalam etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam (Ditjen

POM, 2000).

Pemeriksaan makroskopik bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri fisik simplisia

suatu tumbuhan seperti bentuk, ukuran, bau dan rasa yang berguna untuk

pemastian kebenaran suatu simplisia. Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia

daun puguntano diperoleh daun berwarna hijau muda sampai hijau tua, berbentuk

bulat telur, tepi daun beringgit, ukuran daun ±2x4 cm, dengan tekstur permukaan

daun yang kasar, berkerut-kerut dan berbulu halus (Lampiran 2).

Pemeriksaan mikroskopik bertujuan untuk mengetahui struktur anatomi suatu

simplisia tumbuhan. Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia secara

mikroskopik terlihat adanya fragmen pengenal berupa trichoma, berkas pembuluh,

kristal kalsium oksalat dan stomata tipe diasitik dan anomositik (Lampiran 3).

69

Universitas Sumatera Utara


Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar

abu total dan kadar abu yang tidak larut asam pada serbuk simplisia dan ekstrak

n-heksan (EnHPT), etil asetat (EEAPT) dan etanol daun puguntano (EEPT)

terlihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 4

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan fraksi daun puguntano
(Picria felterrae. Lour.)

Uraian Simplisia Fraksi (%)


No
(%) n-Heksan Etil asetat Etanol
Kadar air 5,99 4,77 4,92 7,89
1
Kadar sari yang larut 26,36 0,68 13,94 65,05
2 air

Kadar sari yang larut 16,19 2,58 60,59 83,41


3 etanol

Kadar abu total 4,49 0,53 0,57 1,85


4
Kadar abu yang tidak 0,55 0,09 0,12 0,30
5
larut asam
Pembuatan simplisia dilakukan dengan proses pengeringan untuk

mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam

jangka waktu yang lama. Penurunan mutu atau kerusakan simplisia dapat dicegah

dengan mengurangi kadar air untuk menghentikan reaksi enzimatik. Reaksi

enzimatik tidak berlangsung lagi jika kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.

Selain itu, penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan maksimal

kandungan air yang masih dapat ditolerir di dalam simplisia dan ekstrak. Hal ini

bertujuan untuk standardisasi (pengawasan mutu) dan berkaitan dengan penentuan

dosis pemakaian. Hasil penetapan kadar air simplisia, EnHPT, EEAPT dan EEPT

berturut-turut adalah 5,99%; 4,77%; 4,92 dan 7,89%. Berdasarkan ketentuan

standarisasi kadar air simplisia dan ekstrak kental secara umum memenuhi

persyaratan yaitu tidak melebihi 10% untuk simplisia dan kurang dari 30% untuk
70

Universitas Sumatera Utara


ekstrak (Voigt, 1994). Kadar air yang tinggi pada simplisia dan ekstrak

menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena air merupakan media

pertumbuhan bagi bakteri, jamur dan serangga. Hal ini mengakibatkan bahan aktif

yang terkandung didalamnya dapat terurai (Trease dan Evans, 1983; WHO, 1992).

Penetapan kadar sari dilakukan menggunakan dua pelarut, yaitu air dan etanol.

Penetapan kadar sari larut air adalah untuk mengetahui kadar senyawa kimia

bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia, sedangkan kadar sari larut

dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol, baik

senyawa polar maupun non polar. Kadar sari larut air diperoleh sebesar 26,36%;

0,68%; 13,94%; 65,05% dan senyawa larut etanol sebesar 16,19%; 2,58%;

60,59%; 83,41% (Tabel 4.1).

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral

internal (abu fisiologis) yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri, dan

eksternal (abu non-fisiologis) yang merupakan residu dari luar seperti pasir dan

tanah yang terdapat di dalam sampel (Ditjen POM 2000; WHO, 1992). Kadar abu

tidak larut asam untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada

pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO,

1992). Hasil penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam dari serbuk

simplisia, EnHPT, EEAPT dan EEPT berturut-turut adalah 4,49%; 0,53%; 0,57%;

1,85% dan 0,55%; 0,09%; 0,12%; 0,30%. Kadar logam berat yang tinggi dapat

membahayakan kesehatan, oleh sebab itu perlu dilakukan penetapan kadar abu

total dan kadar abu tidak larut asam untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak

tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan karena

berbahaya (toksik) bagi kesehatan.

71

Universitas Sumatera Utara


4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Fraksi

Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia, EnHPT, EEAPT dan EEPT

dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder

yang terdapat di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan terhadap simplisia, EnHPT,

EEAPT dan EEPT adalah pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, flavonoid,

steroid/triterpenoid, tanin, saponin, dan glikosida.

Hasil skrining menunjukan bahwa serbuk simplisia daun puguntano

mengandung senyawa golongan flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan

steroid/triterpenoid. EnHPT mengandung senyawa golongan steroid/triterpenoid.

EEAPT mengandung senyawa golongan flavonoid, glikosida, saponin dan tanin,

sedangkan EEPT mengandung senyawa golongan glikosida dan saponin (Tabel

4.2).

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia, EnHPT, EEAPT dan EEPT

Simplisia Fraksi
No Skrining
n-heksan Etil asetat Etanol
1 Alkaloid - - - -
2 Flavonoid + - + -
3 Glikosida + - + +
4 Saponin + - + +
5 Antrakuinon - - - -
glikosida
6 Tanin + - + -
7 Triterpenoid/Steroid + + - -

Keterangan : (+) = mengandung golongan senyawa,


(-) = tidak mengandung golongan senyawa

4.4 Efek Diuretik Fraksi n-Heksan, Etilasetat, dan Etanol Daun Puguntano

Pengujian efek diuretik EnHPT, EEAPT dan EEPT dilakukan terhadap

parameter volume urin, kadar natrium, kadar kalium dalam urin, rasio Na+/K+ dan

72

Universitas Sumatera Utara


aktivitas diuretika berdasarkan indeks diuretik serta nilai Lipschtiz ketiga fraksi

menggunakan hewan coba yaitu tikus jantan dan pembanding furosemid.

Pengukuran volume urin bertujuan untuk mengetahui adanya gangguan faal

ginjal dan kelainan dalam keseimbangan cairan tubuh. Volume urin berkaitan erat

dengan penggunaan diuretika karena dapat menyebabkan terjadinya diuresis.

Diuretika adalah senyawa atau obat yang dapat meningkatkan volume urin.

Diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan

volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan pengeluaran zat-zat

terlarut dalam urin (Junior, 2012). Hasil pengukuran volume urin tikus setelah

pemberian EnHPT dosis 100, 200, 400 dan 800 mg/kg bb/hari menunjukkan

peningkatan. Efek diuretik EnHPT meningkat dengan adanya peningkatan dosis

(dose dependent). Hal ini menunjukkan bahwa EnHPT memiliki efek diuretik

jika dibandingkan furosemid (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Efek EnHPT terhadap volume urin setiap jam selama 6 jam
EnHPT dosis 800 mg/kg bb paling baik dalam pengeluaran urin. Hal tersebut

disebabkan EnHPT dosis 800 mg/kg bb mempunyai aktivitas diuretika hampir

sama dengan furosemid 10 mg/kg bb (P > 0,05). Furosemid merupakan diuretik

kuat golongan loop henle, memiliki waktu paruh yang singkat (15 menit) dengan
73

Universitas Sumatera Utara


onset 1 - 2 jam setelah pemberian per oral serta durasi 2 - 6 jam (Khan, 2009).

EnHPT dosis 100, 200 dan 400 mg/kg bb menunjukan efek diuretika yang lebih

rendah dibanding furosemid tetapi tidak berbeda dengan kontrol.

Pengukuran volume urin pada jam ke-6 dinyatakan sebagai urin total. Rerata

volume urin total kelompok kontrol negatif adalah 2,13 ± 0,49 ml, furosemid 7,23

± 2,08, EnHPT 100 mg/kg bb 1,60 ± 1,53, EnHPT 200 mg/kg bb 1,88 ± 1,53,

EnHPT 400 mg/kg bb 2,55 ± 2,14 , EnHPT 800 mg/kg bb 6,75 ± 4,14.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, EnHPT dosis 100 , 200, 400 dan 800 mg/kg bb

menunjukkan efek diuretika terhadap volume urin. Dari keempat dosis, EnHPT

800 mg/kg bb mempunyai efek diuretika yang sama dengan furosemid (p > 0,05).

Efek diuretik EnHPT dosis 100 mg/kg bb lebih kecil bila dibandingkan dengan

dosis 200 mg/kg bb dan dosis 400 mg/kg bb namun volume urin total ketiga

kelompok tidak berbeda secara signifikan (p > 0,05) (Gambar 4.2). Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemberian EnHPT dapat meningkatkan

pengeluaran volume urin total tikus putih jantan.

Gambar 4.2 Efek EnHPT terhadap volume total urin pada tikus putih jantan

Peningkatan volume urin yang terjadi sesuai dengan prinsip diuretika yaitu

obat yang dapat meningkatkan kecepatan pembentukan urin. Diuretika bermanfaat


74

Universitas Sumatera Utara


dalam pengobatan berbagai penyakit yang berhubungan dengan retensi abnormal

garam dan air dalam kompartemen ekstraseluler akibat gagal jantung, sirosis hati,

gangguan ginjal atau akibat efek samping obat (Junior, 2012).

Efek diuresis suatu senyawa ditentukan berdasarkan volume urin dan

pengeluaran elektrolit. Elektrolit merupakan salah satu unsur yang memegang

peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh baik tingkat sel, jaringan,

organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Natrium merupakan kation

utama dalam darah dan cairan ekstraseluler. Elektrolit natrium akan membantu

pengeluaran urin yang disebut efek diuresis (Ravishankar and Priya, 2012).

Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam pengaturan

keseimbangan cairan tubuh. Masukan natrium yang tinggi dapat meningkatkan

ekskresi kalium. Hubungan ini diperkirakan disebabkan sebagian oleh reabsorbsi

kalium secara pasif mengikuti natrium dan air pada tubulus proksimal dan

sepanjang lengkung Henle.

Kadar Natrium dan kaliun dalam urin diukur menggunakan alat SSA

(Spektrofotometer serapan atom). Berdasarkan hasil pengukuran kurva kalibrasi

natrium diperoleh persamaaan garis regresi yaitu Y = 0,1106 x – 0,0025 dengan

nilai r = 0,9993 (Lampiran 7). Pengukuran kurva kalibrasi kalium diperoleh

persamaaan garis regresi yaitu Y = 0,0009 x + 0,0009 dengan nilai r = 0,9998. Hal

ini menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara

X (konsentrasi) dan Y (absorbansi) (Lampiran 8). Hasil pengukuran elektrolit

dalam urin tikus putih jantan setelah pemberian EnHPT menunjukkan

peningkatan kadar natrium dengan adanya peningkatan dosis namun kadar kalium

menunjukkan penurunan (Tabel 4.3; Gambar 4.3).

75

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3 Efek EnHPT terhadap kadar natrium dan kalium dalam urin tikus

No Perlakuan (n=4) Elektrolit (mEq/L) ± Saliuretik Na+/K+


SEM
Na+ K+ Na+ K+
1 169,84± 145,09± - -
CMC-Na 1%
30,26 16,45 1,17
2 Furosemid 10 mg/kg 235,48± 298,68± 1,39 2,06
bb 15,39 45,45 0,79
3 EnHPT 100 mg/kg 56,1± 98,94± 0,33 0,68
bb 15,98 36,37 0,57
4 EnHPT 200 mg/kg 83,75± 193,81± 0,49 1,36
bb 32,56 30,58 0,43
5 EnHPT 400 mg/kg 110,18± 70,42± 0,65 0,49
bb 64,03 30,76 1,56
6 EnHPT 800 mg/kg 186,76± 105,19± 1,10 0,73
bb 50,38 20,42 1,78

Gambar 4.3 Efek EnHPT terhadap Kadar elektrolit pada urin tikus putih jantan

EnHPT 100, 200, 400 dan 800 mg/kg bb menunjukkan efek diuretika

terhadap kadar natrium dalam urin. Dari keempat dosis tersebut, EnHPT 800

mg/kg bb menunjukkan efek pengeluaran natrium yang paling baik. Hal ini sesuai

dengan volume urin total yang dikeluarkan oleh tikus selama 6 jam. Pemberian

EnHPT dosis 100, 200, 400 mg/kg bb mempunyai efek diuretika terhadap

pengeluaran natrium lebih kecil dibandingkan dengan tikus kontrol dan

76

Universitas Sumatera Utara


furosemid (p > 0,05) (Lampiran 10). Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin

tinggi dosis ekstrak yang diberikan maka semakin tinggi pengeluaran volume urin

dan ekskresi natrium. Peningkatan pengeluaran natrium dalam urin

mengindikasikan adanya efek diuretik yang dihasilkan dari fraksi puguntano.

EnHPT 200 mg/kg bb menyebabkan pengeluaran kalium yang paling tinggi

dibandingkan EnHPT 100, 400 dan 800 mg/kg bb namun lebih rendah

dibandingkan furosemid. Kadar kalium keempat ekstrak tidak berbeda dengan

kontrol (P > 0,05) tetapi berbeda secara signifikan dengan furosemid (P < 0,05).

Hal ini sesuai dengan sifat furosemid, yaitu diuretika kuat dengan pengeluaran

kalium yang tinggi sehingga dapat menyebabkan hipokalemia. Puguntano dosis

800 mg/kg bb menunjukan sifat diuretik yang baik karena dapat meningkatkan

volume urin dengan sedikit menyebabkan pengeluaran kalium.

Senyawa yang diduga berpengaruh pada aktivitas diuretika EnHPT adalah

triterpenoid dan steroid. Salah satu senyawa triterpenoid yang terkandung dalam

puguntano adalah kukurbitasin. Kukurbitasin merupakan senyawa turunan

triterpenoid tetrasiklik yang memiliki rasa pahit dan beracun (Saboo, et.al., 2013).

Triterpenoid tetrasiklik memiliki struktur yang mirip dengan aldosteron dan

spironolokton (antagonis aldosteron). Mekanisme kerja senyawa ini menyebabkan

diuresis diduga akibat penghambatan reabsorpsi air dan anion di tubular (Pantoja

et.al, 1991). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan

bahwa triterpenoid tetrasiklik dari Poria cocos berikatan dengan reseptor

aldosteron di sitoplasma ginjal secara in vitro sehingga menghambat kerja

aldosteron dan tidak mempengaruhi konsentrasi aldosteron dalam plasma tikus

(Deng and Xu, 1992; Feng, et.al.,2013). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa

77

Universitas Sumatera Utara


triterpenoid tetrasiklik dalam EnHPT (kukurbitasin) memiliki efek antagonis

aldosteron.

Rerata volume urin tikus meningkat setiap jam setelah pemberian EEAPT .

Peningkatan volume urin EEAPT dosis 100,200, 400 dan 800 mg/kg bb tidak

berbeda dengan kontrol negatif (p>0,05) namun lebih rendah dibandingkan

furosemid (p< 0,05) (Gambar 4.4).

Gambar 4.4 Efek EEAPT terhadap volume urin setiap jam selama 6 jam
Rerata volume urin total kontrol negatif adalah 2,13 ± 0,49 ml, furosemid

7,23 ± 2,08, EEAPT 100 mg/kg bb 1,93 ± 0,26, EEAPT 200 mg/kg bb 2,68 ±

1,33, EEAPT 400 mg/kg bb 2,55 ± 0,50 , EEAPT 800 mg/kg bb 1,98 ± 0,43

(Gambar 4.5). Rerata volume urin total EEAPT lebih rendah dibandingkan

kontol negatif dan furosemid.

Gambar 4.5 Efek EEAPT terhadap volume total urin pada tikus putih jantan

78

Universitas Sumatera Utara


Kadar natrium pada setiap kelompok uji menurun dengan adanya

peningkatan dosis EEAPT. Kadar natrium EEAPT 800 mg/kg bb berbeda

signifikan dengan kelompok kontrol negatif dan furosemid (P< 0,05). Kadar

kalium dosis 100, 200, 400 dan 800 mg/kg bb lebih rendah dibandingkan kontrol

negatif dan furosemid (P<0,05). Hal ini menujukkan bahwa EEAPT memiliki efek

diuretik yang lebih rendah dibandingkan furosemid ( Tabel 4.4 ; Gambar 4.6).

Tabel 4.4 Efek EEAPT terhadap kadar natrium dan kalium dalam urin tikus
No Perlakuan (n=4) Elektrolit (mEq/L) ± Saliuretik Na+/K+
SEM
Na+ K+ Na+ K+
1 169,84± 145,09± - -
CMC-Na 1%
30,26 16,45 1,17
2 Furosemid 10 mg/kg 235,48± 298,68± 1,39 2,06
bb 15,39 45,45 0,79
3 197,64± 109,83± 1,16 0,76
EEAPT 100 mg/kg bb
54,91 14,21 1,79
4 244,69± 73,45± 1,44 0,51
EEAPT 200 mg/kg bb
118,79 8,11 3,33
5 161,45± 66,76± 0,95 0,46
EEAPT 400 mg/kg bb
31,56 8,62 2,42
6 109,78± 92,29± 0,65 0,64
EEAPT 800 mg/kg bb
22,68 21,13 1,19

Gambar 4.6 Efek EEAPT terhadap Kadar natrium dan kalium pada urin tikus
putih jantan
79

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil skrining fitokimia, EEAPT mengandung flavonoid,

glikosida, saponin dan tannin. Senyawa polar meningkatkan sirkulasi ginjal dan

laju filtrasi glomerular sehingga meningkatkan pembentukan urin primer (Feng

et.al., 2013). Flavonoid juga dapat meningkatkan pengeluaran volume urin dan

elektrolit pada tikus dengan cara menghambat reabsorpsi Na+, K+ dan Cl- di

tubulus. Aktivitas antioksidan puguntano diduga berperan melindungi ginjal dari

kerusakan sehingga membantu mobilisasi kelebihan cairan (Thuan, et.al.2007).

Antioksidan telah terbukti secara ilmiah memiliki efek renoprotektif pada

sejumlah hewan percobaan dan diberikan kepada pasien hipertensi dengan

gangguan ginjal sebagai terapi adjuvan (Asif, et.al 2014). Selain itu, kandungan

flavonoid diduga memberikan efek diuretik dengan cara berikatan dengan

reseptor adenosin A1 (Yuliana, 2009).

Volume urin tikus meningkat setelah pemberian EEPT dan furosemid. EEPT

100, 200, 400 dan 800 mg/kg bb memiliki efek diuretik yang lebih rendah

dibandingkan dengan furosemid (P<0,05) namun tidak berbeda dengan kontrol

negatif (P>0,05) (Gambar 4.7).

Gambar 4.7 Efek EEAPT terhadap volume urin setiap jam selama 6 jam
80

Universitas Sumatera Utara


Rerata volume urin kelompok kontrol negatif 2,13 ± 0,49 ml, Furosemid 7,23 ±

2,08, EEPT 100 mg/kg bb 1,28 ± 0,39 , EEPT 200 mg/kg bb 2,60 ± 1,53, EEPT

400 mg/kg bb 2,95 ± 2,32 , EEPT 800 mg/kg bb 3,1 ± 2,13. Berdasarkan hasil

yang diperoleh, EEPT dosis 100, 200, 400 dan 800 mg/kg bb menunjukkan efek

diuretik terhadap volume urin namun lebih rendah daripada furosemid (Gambar

4.8).

Gambar 4.8 Efek EEPT terhadap volume total urin pada tikus putih jantan

Pengukuran kadar natrium dan kalium pada setiap kelompok uji setelah

pemberian EEPT dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.9.

Tabel 4.5 Efek EEPT terhadap kadar natrium dan kalium dalam urin tikus
No Perlakuan (n=4) Elektrolit (mEq/L) ± Saliuretik Na+/K+
SEM
Na+ K+ Na+ K+
1 169,84± 145,09± - -
CMC-Na 1%
30,26 16,45 1,17
2 Furosemid 10 mg/kg 235,48± 298,68± 1,39 2,06
bb 15,39 45,45 0,79
3 150,66± 119,46± 0,89 0,83
EEPT 100 mg/kg bb
67,91 82,20 1,26
4 107,54± 84,89± 0,63 0,59
EEPT 200 mg/kg bb
13,88 11,38 1,27
5 180,34± 119,49± 1,06 0,82
EEPT 400 mg/kg bb
74,91 55,87 1,51
6 156,25± 111,73± 0,92 0,77
EEPT 800 mg/kg bb
59,91 47,06 1,39

81

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.9 Efek EEPT terhadap Kadar natrium dan kalium pada urin tikus putih
jantan

Berdasarkan skrining fitokimia, EEPT mengandung glikosida dan saponin.

Golongan glikosida yang terdapat dalam puguntano adalah kukurbitasin glikosida.

Senyawa-senyawa ini bekerja tunggal ataupun saling sinergis meningkatkan

volume urin dengan cara menstimulasi aliran darah sehingga terjadi vasodilatasi

atau dengan menghambat reabsorpsi air dan anion di tubular (Tthambi, 2013).

Penelitian ini juga memberikan hasil bahwa kadar natrium pada urin tikus lebih

besar dari kadar kalium sesuai dari fungsi diuretik yang merupakan senyawa yang

dapat meningkatkan pengeluaran ekskresi air dan garam-garam.

Aktivitas diuretik EnHPT, EEAPT dan EEPT dapat ditentukan menggunakan

indeks diuretika dan nilai Lipschtiz. Indeks diuretika suatu senyawa merupakan

hasil perbandingan volume urin kelompok uji terhadap volume urin kelompok

kontrol. Nilai Lipschtiz menunjukkan perbandingan volume urin kelompok uji

terhadap kontrol positif (furosemid). Hal ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan

diuresis kelompok uji dibanding furosemid (Tabel 4.6).

82

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.6 Indeks diuretika dan Nilai Lipschtiz EnHPT, EEAPT dan EEPT

Perlakuan Vol Urin Total (mL) Indeks Diuretika Nilai Lipschtiz


Kontrol 2,13 - -
Furosemid 7,28 3,42 -
EnHPT 100 1,60 0,75 0,22
EnHPT 200 1,88 0,88 0,26
EnHPT 400 2,55 1,20 0,35
EnHPT 800 6,75 3,17 0,93
EEAPT 100 1,93 0,91 0,27
EEAPT 200 2,68 1,26 0,37
EEAPT 400 2,55 1,20 0,35
EEAPT 800 1,98 0,93 0,27
EEPT 100 1,28 0,60 0,18
EEPT 200 2,6 1,22 0,36
EEPT 400 2,95 1,38 0,41
EEPT 800 3,10 1,46 0,43

EnHPT 800 mg memiliki indeks diuretika yang sama dengan furosemid. Hal

ini menunjukkan bahwa EnHPT memiliki aktivitas diuretika kuat. Aktivitas

diuretika suatu senyawa dinyatakan kuat jika memiliki indeks diuretika lebih

besar dari 1,5; sedang jika memiliki indeks diuretika 1 -1,5; lemah jika indeks

diuretika 0,72 – 1; dan tidak memiliki efek jika indeks diuretika kurang dari 0,72

(Asif, 2014). Berdasarkan hasil pengukuran indeks diuretika terlihat bahwa EEPT

100 mg tidak memiliki efek diuretika. Aktivitas diuretik EnHPT 100 mg, EnHPT

200 mg, EEAPT 100 mg dan EEAPT 800 mg lemah. Aktivitas diuretik sedang

ditunjukkan oleh EEAPT 200 mg, EEAPT 400 mg, EEPT 200 mg, EEPT 400 mg

dan EtPT 800 mg. Berdasarkan nilai lipschitz, EnHPT 800 mg/kg bb memiliki

aktivitas diuretik sebesar 93% dibandingkan furosemid. Furosemid merupakan


83

Universitas Sumatera Utara


diuretik kuat yang bekerja pada Ansa Henle bagian asenden dengan cara

menghambat simport natrium, kalium dan klorida (Dipiro, 2008).

4.5 Efek Toksisitas Akut Fraksi n-Heksan, Etilasetat, dan Etanol Daun
Puguntano

Pengujian efek toksik EnHPT, EEAPT dan EEPT dilakukan terhadap mencit

jantan berdasarkan pada tata cara uji toksisitas Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM) (BPOM, 2001). Pada penelitian ini, dosis EnHPT, EEAPT dan

EEPT yaitu 2000 dan 5000 mg/kg BB. Pengamatan dilakukan selama 14 hari

terhadap gejala toksik yang terjadi secara kuantitatif, yaitu berdasarkan jumlah

kematian, konsumsi makanan, berat badan rata-rata, berat organ relatif,

makropatologi dan mikropatologi organ. Berdasarkan hasil uji toksisitas yang

dilakukan, tidak ada satu mencit pun yang mati setelah pemberian EnHPT,

EEAPT dan EEPT (Tabel 4.7). Menurut Jenova (2009), jika dosis maksimal tidak

menimbulkan kematian hewan coba, maka LD50 dinyatakan LD50 ‘semu’ yaitu

5000 mg/kg BB.

Nilai LD50 bukan suatu tetapan biologi yang mutlak, melainkan hanya

merupakan salah satu petunjuk toksisitas akut. Bila toksisitas akutnya rendah

LD50 tidak perlu ditentukan secara tepat (Retnomurti, 2008). Dosis 5000 mg/kg

BB merupakan konversi dosis maksimal pada manusia ke mencit berdasarkan

ratio luas permukaan tubuh. Berdasarkan kesepakatan para ahli, bila pada dosis

maksimal tidak ada kematian pada hewan coba, maka jelas senyawa tersebut

termasuk dalam kriteria “praktis tidak toksik” (Jenova, 2009; Iwuanyanwu, et al.,

2012).

84

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.7 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap Jumlah mencit yang mati

Perlakuan Jumlah Mencit Jumlah Mencit yang Mati


Kontrol 5 0
EnHPT 2000 mg/KgBB 5 0
EnHPT 5000 mg/KgBB 5 0
EEAPT 2000 mg/KgBB 5 0
EEAPT 5000 mg/KgBB 5 0
EEPT 2000 mg/KgBB 5 0
EEPT 5000 mg/KgBB 5 0

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsumsi

makanan pada mencit. Berdasarkan penelitian Smith dan Mangkoewidjojo (1988),

seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi makanan 3-5 g/hari sedangkan hasil

yang diperoleh yaitu untuk EnHPT 2,1 g/hari; EEPT 0,97 g/hari dan EEAPT 1,07

g/hari (Tabel 4.8) . Hasil konsumsi makanan dan minuman antar kelompok tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan. Penurunan konsumsi makanan pada

mencit diduga akibat kandungan dari ekstrak yaitu cucurbitasin yang

menyebabkan rasa pahit ketika mengkonsumsi tumbuhan ini.

Tabel 4.8 Efek EnHPT, EEAPT, EEPT terhadap rerata konsumsi makanan dan
minuman

Rata-rata konsumsi makanan (g)


Minggu
EnHPT EEPT EEAPT
14,70
I 6,82 7,46

II 14, 85 7,82 7,30

85

Universitas Sumatera Utara


Hasil rata-rata berat badan tiap kelompok setelah pemberian EnHPT, EEAPT

dan EEPT menunjukkan tidak terdapat perbedaan berat badan antara kelompok

kontrol dan perlakuan (p>0,05) (Tabel 4.9).

Tabel 4.9 Efek EnHPT, EEAPT, EEPT terhadap rerata berat badan tiap kelompok

Berat badan (g)


Lama
pengamatan EnHPT EnHPT EEPT EEPT EEAPT EEAPT
Kontrol
2000 5000 2000 5000 2000 5000

2 minggu 32,92 29,44 32,69 28,72 33,3 33,01 34.47

Berat organ relatif ditentukan pada akhir perlakuan dengan cara menimbang

tiap organ vital mencit kemudian dibandingkan dengan berat badan (Tabel 4.10).

Pada parameter rasio berat organ tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara

berat organ hati, ginjal, dan jantung dibanding kelompok kontrol dengan

perlakuan dengan nilai signifikansi 1,000 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

EnHPT, EEAPT dan EEPT tidak berpengaruh terhadap perbandingan berat organ

dengan berat badan.

Tabel 4.10 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap berat organ relatif

Berat organ per 100 g ± SEM


Organ
EnHPT EnHPT EEPT EEPT EEAP EEAP
Kontrol
2000 5000 2000 5000 T 2000 T 5000
Hati 1,942 1,6015 2,057 1,547 2,008 1,578 1,352

Jantung 0,207 0,158 0,181 0,156 0,202 0,192 0,196

Ginjal Kanan 0,224 0,204 0,192 0,189 0,188 0,248 0,234

Ginjal Kiri 0,217 0,207 0,188 0,191 0,235 0,236 0,22

Testis Kanan 0,111 0,083 0,0604 0,106 0,116 0,092 0,098

Testis Kiri 0,104 0,102 0,043 0,105 0,114 0,088 0,1

86

Universitas Sumatera Utara


Perubahan warna organ menjadi salah satu parameter efek toksik pada organ

(Lu, 1994). Umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ

saja. Hal ini terjadi akibat tinggi kadar bahan kimia dan metabolit di organ (Lu,

1994). Hati dan ginjal normal berwarna merah kecoklatan, permukaannya licin

dan konsistensinya kenyal. Kriteria abnormal hati dan ginjal terjadi jika

ditemukan perubahan warna, perubahan struktur permukaan dan perubahan

konsistensi (Anggraini, 2008).

Hasil pengamatan makroskopik, warna organ hati mencit tidak terjadi

perubahan, struktur permukaan hati terlihat licin dan konsistensi hati kenyal pada

semua kelompok. Hati terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian

besar obat dan toksikan (Retnomurti, 2008). Zat makanan, sebagian besar obat-

obatan serta toksikan yang masuk melalui saluran cerna setelah diserap oleh epitel

usus akan dibawa oleh vena porta ke hati. Oleh sebab itu, hati menjadi organ yang

sangat potensial mengalami keracunan lebih dahulu sebelum organ lain (Santoso,

et al., 2006).

Hasil pengamatan mikroskopik menunjukkan bahwa kelompok kontrol

memiliki hepatosit tersusun secara radial dalam lobulus hati dan belum terlihat

adanya degenerasi hidrofik. Kelompok EnHPT, EEAPT dan EEPT 5000

mg/kgBB menunjukkan hepatosit mengalami degenerasi hidrofik dan nekrosis

(Gambar 4.10). Degenerasi hidrofik terjadi akibat gangguan membran sel

sehingga cairan masuk ke dalam sitoplasma dan menimbulkan vakuola-vakuola

kecil hingga besar karena adanya gangguan transport aktif sehingga sel tidak

mampu memompa ion Na+ keluar dan terjadi akumulasi. Nekrosis merupakan

kematian sel atau jaringan pada organisme hidup. Hal ini disebabkan karena

87

Universitas Sumatera Utara


stimulus yang bersifat patologis. Inti sel yang mati berbentuk lebih kecil, kromatin

dan serabut retikuler menjadi berlipat-lipat. Inti menjadi lebih padat (piknotik)

yang dapat hancur bersegmen-segmen (karioreksis) atau pecah (kariolisis)

(Underwood, 1994)

(a) Kontrol (b) EnHPT 5000 mg/kgBB

(c) EEAPT 5000 mg/kgBB d)EEPT 5000 mg/kgBB

Gambar 4.10 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT dosis 5000 mg/kgbb terhadap
gambaran mikroskopik organ hati
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang berwarna merah kecoklatan

(Irianto, 2004). Hasil pengamatan makroskopis, tidak terjadi perubahan warna

pada organ ginjal mencit jika dibandingkan dengan kontrol, permukaan ginjal

tampak licin dan konsistensinya kenyal pada semua kelompok. Fungsi utama

ginjal adalah organ eliminasi, yaitu memusnahkan zat toksik tertentu. Beberapa

obat atau zat kimia yang beredar dalam sirkulasi sistemik akan dibawa ke ginjal

88

Universitas Sumatera Utara


dalam kadar yang cukup tinggi untuk dikeluarkan bersama urin. Oleh karena

fungsi ginjal yang strategis, sehingga menjadikan ginjal sebagai sasaran utama

dari toksikan (Retnomurti, 2008).

Hasil mikroskopik ginjal menunjukkan bahwa EnHPT, EEAPT dan EEPT

5000 mg/KgBB menunjukkan adanya nekrosis akibat perubahan histopatologi

ginjal. Hal ini ditandai dengan berkurangnya penyerapan warna oleh ini dan

lepasnya sel tubulus ke dalam lumen (Gambar 4.11) (Mayori, 2013).

(a) Kontrol (b) EnHPT 5000 mg/kgBB

(c) EEAPT 5000 mg/kgBB (d)EEPT 5000 mg/kgBB

Gambar 4.11 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT dosis 5000 mg/kgbb terhadap
gambaran mikroskopik organ ginjal

Hasil pengamatan pada organ jantung mencit, tidak terjadi perubahan warna

dibandingkan dengan kontrol, bentuk dan konsistensi organ jantung mencit

89

Universitas Sumatera Utara


tampak normal. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian EnHPT, EEAPT dan

EEPT tidak berpengaruh terhadap organ jantung. Jantung mudah dirusak oleh

berbagai jenis zat kimia karena merupakan salah satu organ sasaran. Zat kimia

bekerja secara langsung pada otot jantung atau secara tidak langsung melalui

susunan saraf atau pembuluh darah. Suatu toksikan dapat mempengaruhi salah

satu dari pembuluh darah dan akibat yang ditimbulkan tergantung dari seberapa

penting organ yang disuplai darah oleh pembuluh darah yang terkena

(Retnomurti, 2008).

(a) Kontrol (b) EnHPT 5000 mg/kgBB

(c) EEAPT 5000 mg/kgBB (d)EEPT 5000 mg/kgBB

Gambar 4.12 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT dosis 5000 mg/kgbb terhadap
gambaran mikroskopik organ jantung
Hasil mikroskopik jantung menunjukkan terjadinya piknosis pada miosit,

kerusakan miofibril dan hipertropi (Gambar 4.12) (Widyawati, 2012).

90

Universitas Sumatera Utara


4.6. Aktivitas Antihipertensi Ekstrak n-Heksan, Etilasetat dan Etanol Daun
Puguntano
Aktivitas antihipertensi EnHPT, EEAPT dan EEPT dilakukan berdasarkan

parameter penurunan tekanan darah (TD) tikus normotensi dan dua model tikus

hipertensi, yaitu model tikus hipertensi yang diinduksi NaCl 2,5% NaCl dan

metilprednisolon serta model tikus hipertensi yang diinduksi L-Name.

4.6.1 Penurunan Tekanan Darah Tikus Normotensi

Hasil uji EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap penurunan tekanan darah pada

tikus normotensi diperoleh berdasarkan parameter TDS, TDD, DJ, dan TAR.

Tekanan darah merupakan tekanan yang dialami darah terhadap pembuluh arteri

darah ketika darah dipompakan oleh jantung ke seluruh tubuh. Tekanan darah

dibagi dua, yaitu TDS dan TDD. TDS adalah tekanan maksimum pada arteri

ketika darah dipompa dari ventrikel menuju ke arteri sedangkan TDD adalah

tekanan darah minimum pada arteri ketika ventrikel mengalami fase diastolik

(relaksasi) dimana tidak ada darah yang dipompa dari ventrikel ke arteri.

Tabel 4.11 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap rerata TDS (mmHg) tikus
normotensi hari ke-0, 7, dan 14
Kelompok Dosis TDS (mmHg) ±SEM pada hari ke
No (mg/KgBB)
(n=4) 0 7 14

1 Kontrol - 126,50±2,39 126,50±2,50 128,50±2,22

2 EEPT 400 128,75±2,29 120,25±1,79 125,50±4,66

3 EEPT 800 135,25±3,25 124,75±5,23 122,25±4,64*

4 EEAPT 400 139,75±3,47 124,00±3,08* 123,75±2,89*

5 EEAPT 800 130,00±2,12 117,50±2,33* 117,00±2,12*

6 EnHPT 400 130,75±2,18 119,50±1,71* 120,00±1,96*

7 EnHPT 800 132,46±1,22 122,39±1,14* 122,93±1,23*

91

Universitas Sumatera Utara


Keterangan: Mean±SEM, n=4

* Berbeda secara signifikan terhadap TDS hari ke 0

Gambar 4.13 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap perubahan TDS (mmHg)
tikus normotensi (Mean±SEM, n=4)

TDS rerata awal tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah 132,46

±1,22 mmHg. Pemberian EnHPT, EEAPT dan EEPT dilakukan setiap hari

selama 14 hari. Pengukuran TDS dilakukan pada hari ke 7 dan 14 setelah

pemberian ekstrak (Tabel 4.11; Gambar 4.13).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa EnHPT dan EEAPT

menurunkan TDS tikus normotensi setelah pemberian selama 7 dan 14 hari

(p<0,05) sedangkan EEPT tidak menurunkan TDS (P>0,05). Pemberian CMC-Na

pada tikus normotensi tidak menyebabkan penurunan TDS. Hal ini menunjukkan

bahwa CMC-Na (pelarut) tidak mempengaruhi TDS. TDS tikus normotensi yang

diberi EEPT 400 dan 800 mg/kgBB selama 7 hari tidak berbeda dengan TDS hari

ke 0. Pemberian EEPT 400 mg/kgBB selama 14 tidak menurunkan TDS

sedangkan EEPT 800 mampu menurunkan TDS (P<0,05). TDS tikus normotensi

yang diberi EEAPT dan EnHPT 400 serta 800 hari ke 7 dan 14 berbeda dengan

92

Universitas Sumatera Utara


TDS hari ke 0 (P<0,05) tetapi TDS hari ke 7 tidak berbeda dengan hari ke 14 . Hal

ini menunjukkan bahwa EEAPT dan EnHPT dapat menurunkan TDS setelah

pemberian ekstrak selama 7 hari.

Persentase penurunan TDS yang paling besar ditunjukkan oleh EEAPT 400

mg/kgBB dibandingkan dengan kontrol dan kelompok perlakuan lainnya

(p<0,05). Kelompok EEAPT 400 mg/kgBB menurunkan TDS sebesar 11,23%

pada hari ke 7 dan 11,39% pada hari ke 14 (Gambar 4.14).

Gambar 4.14 Grafik persentase perubahan TDS (%) tikus normotensi

Keterangan: (Mean±SEM, n=4); * berbeda secara signifikan terhadap kontrol

TDD awal tikus yang diperoleh yaitu 96,32 ± 1,49 mmHg. Data standar TDD

tikus wistar normal belum ditemukan namun menurut Siska, et al., (2011), TDD

normal adalah 119 mmHg dan menurut Iranloye, et al., (2011), TDD normal

berkisar antar 96 ± 4,08 mmHg. Hasil rerata pengukuran TDD tikus normotensi

setelah pemberian EnHPT, EEAPT dan EEPT selama 7 dan 14 hari dapat dilihat

pada Tabel 4.12 dan Gambar 4.15

93

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.12 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap rerata TDD (mmHg) tikus
normotensi hari ke-0, 7, dan 14
TDS (mmHg) ±SEM pada hari ke
No Kelompok (n=4) Dosis (mg/KgBB)
0 7 14
1 Kontrol - 99,5±2,10 97,25±2,69 96,00±3,34
2 EEPT 400 99,25±5,27 87,50±2,06 100,25±3,19
3 EEPT 800 103,75±2,46 92,75±4,89 91,75±4,48*
4 EEAPT 400 87,25±1,31 93,50±1,19* 93,50±1,19*
5 EEAPT 800 91,50±4,09 87,50±2,18 87,00±1,87
6 EnHPT 400 93,00±3,72 85,50±2,72* 87,25±3,12*
7 EnHPT 800 100,00±1,08 93,75±1,44* 94,00±2,48

Keterangan : * Berbeda secara signifikan terhadap hari ke 0

Gambar 4.15 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap perubahan TDD (mmHg)
tikus normotensi (Mean±SEM, n=4)
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa EEPT 400 mg/kg BB tidak

menurunkan TDD setelah 7 dan 14 hari pemberian. Pemberian EEPT 800 mg/kg

BB mampu menurunan TDD setelah 14 hari (P < 0,05). EEAPT 400 mg/kg BB

menyebabkan penurunan TDD secara signifikan setelah pemberian selama 7 dan

14 hari, EEAPT 800 mg/kg BB tidak mempengaruhi TDD selama 14 hari. EnHPT

400 dan 800 mg/kg bb menyebabkan penurunan TDD secara signifikan selama 7

dan 14 hari.
94

Universitas Sumatera Utara


Data persentase penurunan TDD menunjukkan tidak adanya perbedaan yang

signifikan (p > 0,05) antar kelompok perlakuan pada hari ke-7 dan ke-14

dibandingkan kontrol tetapi terjadi perbedaan antar kelompok pelakuan. Pada

penelitian ini terdapat perbedaan persen penurunan TDD antara EEAPT 400

mg/kg bb dengan EnHPT 400, EEPT 400 dan EEPT 800 mg/kg bb pada hari ke 7

sedangkan pada hari ke 14, terjadi perbedaan antara EEAPT 400 dengan EEPT

800 mg/kg bb. Persen penurunan TDD terbesar ditunjukkan oleh EEPT 400

(11,02%) pada hari ke 7 dan EEPT 800 (11,61%) pada hari ke 14. (Gambar

4.16).

Gambar 4.16 Grafik persentase perubahan TDD (%) tikus normotensi

Rerata DJ tikus sebelum perlakuan berbeda signifikan (p<0,05) antar

kelompok. Hal ini diduga terjadi karena kondisi pengukuran. Prinsip kerja NIBP

mengukur DJ berdasarkan sensitivitas sensor yang melekat pada vena ekor tikus.

Jika ekor sering bergerak, maka akan berpengaruh pada pengukuran DJ.

Pemberian EnHPT, EEAPT dan EEPT dosis 400 dan 800 mg/kgbb tidak

memberikan penurunan DJ yang signifikan pada tikus normotensi. Analisis

statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan DJ (p > 0,05) pada

hari ke-7 dan ke-14 antar kelompok perlakuan ( Tabel 4.13 ; Gambar 4.17).
95

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.13 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap rerata DJ (BPM) tikus
normotensi hari ke-0, 7, dan 14

DJ (BPM) ±SEM pada hari ke


No Kelompok (n=4) Dosis (mg/KgBB)
0 7 14
1 Kontrol - 322,25±10,08 309,75±24,42 320,25±17,29
2 EEPT 400 209,50±20,98 174,50±6,61 289,00±21,78#
3 EEPT 800 328,00±5,76 285,25±25,16 292,75±23,94
4 EEAPT 400 259,75±41,05 147,75±17,53 176,00±9,01
5 EEAPT 800 188,25±5,12 172,50±8,85 178,25±3,94
6 EnHPT 400 192,00±4,38 204,75±11,28 200,75±7,88
7 EnHPT 800 209,25±7,71 210,00±8,07 210,25±6,76

Gambar 4.17 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap perubahan DJ (BPM)
tikus normotensi
Berdasarkan Tabel 4.14 nampak bahwa EnHPT, EEAPT, dan EEPT tidak

menyebabkan penurunan DJ yang signifikan dibandingkan DJ sebelum perlakuan

(P>0,05), dengan demikian pemberian EnHPT, EEAPT, dan EEPT dosis 400 dan

800 mg/kg BB tidak mempengaruhi DJ. Persentase penurunan DJ menunjukkan

perbedaan yang signifikan (p > 0,05) antar kelompok perlakuan pada hari ke-7

dan ke-14. Kelompok EnHPT 400 mg/kgBB menunjukkan perbedaan yang

signifikan dibandingkan EEAPT 400 mg/kgBB pada hari ke 7, sedangkan EEPT

400 berbeda dengan EEAPT 400 mg/kgBB pada hari ke 14. Persentase

96

Universitas Sumatera Utara


penurunan DJ terbesar ditunjukkan oleh EEAPT 400 mg/kgBB yaitu sebesar

37,27% pada hari ke 7 dan 28,87% pada hari ke 14 (Gambar 4.18).

Gambar 4.18 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap DJ (%) tikus normotensi
TAR kelompok kontrol, EEPT dan EEAPT 400 mg/kgBB tidak mengalami

perubahan setelah pemberian 7 dan 14 hari. Pemberian EEPT 800 mg/kgBB

selama 7 hari tidak mempengaruhi TAR namun terjadi penurunan TAR yang

berbeda dengan sebelum perlakuan setelah pemberian 14 hari. EEAPT 800

mg/kgBB, EnHPT 400 dan 800 mg/kgBB dapat menurunkan TAR tikus

normotensi setalah pemberian 7 dan 14 hari (Tabel 4.14 dan Gambar 4.19).

Tabel 4.14 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap rerata TAR (mmHg) tikus
normotensi hari ke-0, 7, dan 14

Kelompok Dosis TAR (mmHg) ±SEM pada hari ke


No
(n=4) (mg/KgBB) 0 7 14
1 Kontrol - 108,50±1,76 107,25±2,06 107,00±3,03
2 EEPT 400 109,00±3,49 98,50±1,94 108,25±3,03
3 EEPT 800 114,25±2,63 103,50±5,07 102,00±4,53*
4 EEAPT 400 104,75±2,14 103,75±1,65 103,75±1,65
5 EEAPT 800 104,25±2,95 97,25±2,25* 96,75±1,89*
6 EnHPT 400 105,75±2,66 96,75±1,65* 98,25±2,46*
7 EnHPT 800 112,25±1,65 104,00±1,41* 104,00±1,58*
Keterangan : * berbeda secara signifikan terhadap hari ke-0
97

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.19 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap perubahan TAR
(mmHg) tikus normotensi
Persen penurunan TAR menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan

antara kontrol dengan kelompok perlakuan maupun antar kelompok perlakuan

(Gambar 4.20)

Gambar 4.20 Grafik hasil persentase perubahan TAR (%) tikus normotensi vs
hari pengukuran pada tiap kelompok

98

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah tikus normotensi menunjukkan

bahwa EEPT tidak menurunkan TDS, TDD dan TAR selama 14 hari sedangkan

EEAPT dan EnHPT menurunkan TDS, TDD dan TAR. Semua ekstrak tidak

mempengaruhi DJ tikus normotensi. Hal ini menunjukkan bahwa EEAPT dan

EnHPT memiliki efek hipotensi pada tikus normotensi tanpa mempengaruhi DJ.

Mekanisme EEAPT dan EnHPT menurunkan tekanan darah diduga berdasarkan

kerja senyawa kimia dalam ekstrak pada pembuluh darah dan tidak bekerja

langsung pada jantung (shih, et.al., 2006). Hasil skrining fitokimia menunjukan

bahwa EEAPT mengandung flavonoid, glikosida, saponin dan tanin. Senyawa

kimia ini berkerja secara sinergis menurunkan tekanan darah. Tumbuhan yang

mengandung saponin menpunyai efek hipotensi disebabkan oleh efek diuresis

senyawa ini, memperbaiki fungsi endotelium dan menstimulasi pelepasan NO,

dan menghambat enzim pengubah angiotensi (ACE) (Oztasan, et. al., 2008),

sedangkan triterpenoid/steroid memiliki efek diuresis sehingga menurunkan

tekanan perifer pembuluh darah dan tekanan darah (Harwoko, et.al., 2014 ;

Dalimunthe, dkk., 2015). .

4.6.2 Penurunan Tekanan Darah Tikus Hipertensi Yang Diinduksi NaCl


2,5% dan Metilprednisolon

Uji antihipertensi dilakukan pada tikus hipertensi. Pada penelitian ini

digunakan tikus yang dibuat hipertensi menggunakan kombinasi NaCl 2,5% dan

metilprednisolon. Induksi hipertensi menggunakan NaCl hipertonis menyebabkan

kenaikan osmolaritas cairan tubuh sehingga osmoreseptor di hipofisa akan

terangsang untuk meningkatkan sekresi ADH (vasopresin) dan memacu timbulnya

rasa haus. Peningkatan kadar ADH menyebabkan peningkataah retensi cairan

oleh ginjal sehingga terjadi kenaikan volume darah, curah jantung dan tekanan
99

Universitas Sumatera Utara


arteri (Guyton, 2007). Asupan tinggi garam juga menyebabkan hipertrofi ventrikel

kiri akibat terbentuknya Angiotensin II. Angiotensin II mengatur keseimbangan

elektrolit, menyebabkan vasokontriksi, dan meningkatkan tekanan darah (Zhu,

2004). Kombinasi NaCl hipertonis dengan metilprednisolon sebagai induksi

diharapkan mampu mempertahankan tekanan darah tikus hipertensi sebab

metilprednisolon akan meningkatkan retensi Na+ dan ekskresi K+ di ginjal

(Guyton, 2007).

Hasil peningkatan tekanan darah diukur berdasarkan parameter TDS, TDD,

TAR, dan DJ. Menurut Siska, et al., (2011), TDS, TDD, DJ dan TAR tikus

Wistar meningkat berturut-turut sampai 181 mmHg, 157 mmHg, 330 BPM dan

170 mmHg setelah pemberian larutan NaCl 2,5% dan metilprednison dosis 1,5

mg/kgBB selama 14 hari. Hal ini sesuai dengan Lailani, et al., (2013), pemberian

larutan NaCl 8% (8 ml/hari) selama 4 minggu dapat meningkatkan TDS, TDD,

DJ, dan TAR berturut-turut sampai 191 ± 17 mmHg, 162 ± 17 mmHg, 317 ± 40

kali per menit dan 176 ± 17 mmHg sedangakn menurut Jawi et.al., (2012),

pemberian NaCl 2% selama 14 hari dapat meningkatkan TDS tikus Wistar hingga

231 ± 6,05 mmHg .

Rerata TDS tikus sebelum hipertensi dalam penelitian ini adalah 126,50±2,39

mmHg dan setelah induksi menjadi 162,25±1,65 mmHg. Hipertensi merupakan

suatu kondisi ketika tekanan darah meningkat di atas normal. Secara patofisiologi,

hipertensi terjadi karena perubahan parameter hemodinamik yaitu menurunnya

ukuran intravaskular selama vasokontriksi atau meningkatnya volume

intravaskular (Nyadjeu et al., 2011). Pemberian NaCl 2,5% dan metilprednisolon

selama 14 hari menyebabkan peningkatan TDS yang signifikan. Hal ini

100

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan bahwa pemberian NaCl 2,5% dan metilprednisolon secara kronis

meningkatkan kadar elektrolit sehingga terjadi retensi air dan natrium (Tabel

4.15).

Tabel 4.15 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap rerata TDS (mmHg) tikus
hipertensi hari ke-0 dan 14
Dosis TDS (mmHg) ±SEM pada hari ke
No Kelompok (n=4)
(mg/KgBB) 0 14
1 Tanpa Perlakuan - 131,75±2,81 157,50±1,50 a
2 CMC Na 0,5% 126,50±2,39 162,25±1,65 a
3 EEPT 400 134,00±5,07 166,50±4,87 a
4 EEPT 800 129,00±0,71 161,00±1,08 a
5 EEAPT 400 132,75±1,65 157,25±4,15 a
6 EEAPT 800 128,75±1,79 162,25±2,66 a
7 EnHPT 400 126,75±1,25 156,75±2,02 a
8 EnHPT 800 131,25±2,39 161,50±2,02 a
9 Bisoprolol 0,0714 128,25±2,43 170,75±3,82 a

Keterangan : a berbeda signifikan terhadap hari ke 0

Hasil perubahan TDS pada tikus hipertensi menunjukan aktivitas suatu

senyawa atau ekstrak untuk menurunkan TDS. Pada penelitian ini, ekstrak

diberikan pada hari ke 15 hingga 21. Perubahan TDS diukur pada hari ke 17, 19

dan 21.

Tabel 4.16 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap Rerata TDS (mmHg) tikus
hipertensi hari ke-17, 19 dan 21
No Kelompok Dosis TDS (mmHg) ±SEM pada hari ke
(n=4) (mg/KgBB) 17 19 21
1 Tanpa - 156,75±2,14 a 156,50±1,66 a 151,75±1,03 a
perlakuan
2 CMC Na 1% 165,75±2,17 a 165,25±1,25 a 164,50±4,33 a
b b3
3 EEPT 400 154,25±4,96 139,75±9,49 131,75±3,92bcd
ab ab
4 EEPT 800 148,50±2,73 139,75±3,71 132,75±4,09bcd
5 EEAPT 400 147,75±4,15 139,50±1,32b 133,75±1,31bd
ab abc
6 EEAPT 800 152,25±2,14 144,25±2,29 137,50±3,62bc
7 EnHPT 400 146,50±3,52 a 141,25±3,49 abc 136,50±2,53abc
ab bc
8 EnHPT 800 151,50±1,89 140,75±2,78 128,75±1.03bcd
ab a bc
9 Bisoprolol 0,0714 158,00±3,89 146,75±3,35 136,00±3,87bc

101

Universitas Sumatera Utara


Keterangan : a berbeda signifikan terhadap hari ke 0
b
berbeda signifikan terhadap hari ke 14
c
berbeda signifikan terhadap hari ke 17
d
berbeda signifikan terhadap hari ke 19

Gambar 4.21Grafik tekanan darah sistol tiap kelompok perlakuan yang diinduksi
NaCl 2,5% dan Metilprednisolon (Mean ± SEM, n=4)

Berdasarkan hasil pengukuran terlihat bahwa TDS tikus hipertensi kelompok

tanpa perlakuan dan kontrol negatif tidak mengalami penurunan selama 7 hari

setelah induksi (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa fungsi fisiologi tikus tidak

mampu menurunkan TDS sehingga tikus tetap mengalami hipertensi permanen.

(Tabel 4.16; Gambar 4.21).

Semua fraksi menunjukkan penurunan TDS. EEPT 400 mg/kgBB, EEPT 800

mg/kgBB, EEAPT 400 mg/kgBB, EnHPT 800 mg/kgBB dan bisoprolol

menurunkan TDS setelah pemberian selama 3 hari tetapi belum sama dengan TDS

hari ke 0. EEPT 400 mg/kgBB, EEAPT 400 mg/kgBB dan EnHPT 800 mg/kgBB

menurunkan TDS setelah pemberian selama 5 hari dan sudah sama dengan TDS

hari ke 0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penurunan TDS tikus hipertensi

adalah 10-12 mmHg untuk 3 hari pemberian ekstrak. Hal ini membuktikan bahwa

EEPT, EEAPT dan EnHPT mempunyai potensi sebagai antihipertensi. Penurunan


102

Universitas Sumatera Utara


tekanan darah rerata 5-6 mmHg untuk diastolik dan 10-12 mmHg untuk sistolik

pada pasien hipertensi dapat mengurangi resiko kena stroke sampai 18%, penyakit

jantung koroner 16% dan kematian pecah pembuluh darah 21%. (Lindholm ,

2003). Persen perubahan TDS terbesar ditunjukkan oleh oleh EEPT 400 mg/kgBB

dan EnHPT 800 mg/kbBB karena memiliki kemampuan menurunkan TDS

sebanding dengan bisoprolol pada hari ke 21 (Tabel 4.17 ; Gambar 4.22).

Tabel 4.17 Persentase perubahan TDS (%) pada hari ke-14, 17, 19 dan 21 tiap
kelompok perlakuan yang diinduksi NaCl 2,5% dan
metilprednisolon

Kelompok Dosis Persen Perubahan TDS ±SEM pada hari ke


No
(n=4) (mg/KgBB) 14 17 19 21
Tanpa - 19,66±2,08 0,49±0,59 0,60±1,52 3,63±0,95
1
perlakuan
2 CmcNa 1% 28,37±2,33 -2,20±1,79 -1,88±1,33 -1,49±3,55
3 EEPT 400 24,92±6,85 7,35±1,42* 16,02±1,02*# 20,87±0,63*#
4 EEPT 800 24,81±0,41 7,78±1,22* 13,22±1,93*# 17,57±2,19*#
5 EEAPT 400 18,53±3,67 5,95±2,54* 11,16±1,62*# 14,76±2,43*#
6 EEAPT 800 26,10±2,77 6,14±0,83* 11,08±0,85*# 15,27±1,46*#
7 EnHPT 400 23,74±2,52 6,52±2,14* 9,86±2,27*# 12,86±2,20*#
8 EnHPT 800 23,21±3,23 6,19±0,23* 12,86±0,99*# 20,24±1,17*#
9 Bisoprolol 0,0714 33,23±3,18 7,47±0,70*# 13,99±2,07*# 20,43±2,17*#
Keterangan : * Berbeda signifikan terhadap kontrol Pelarut
# Berbeda signifikan terhadap kontrol negatif

Gambar 4. 22 Grafik persen perubahan TDS tiap kelompok perlakuan yang


diinduksi NaCl 2,5% dan metilprednisolon (Mean ± SEM, n=4)

103

Universitas Sumatera Utara


TDD tikus yang diinduksi NaCl 2,5% dan metilprednisolon mengalami

kenaikkan dibandingkan sebelum diinduksi (P<0,05). Rerata TDD awal tikus

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95,58 ± 0,96 mmHg dan setelah

induksi rerata TDD meningkat 123,17 mmHg. ( Tabel 4.18)

Tabel 4.18 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap TDD (mmHg) tikus
hipertensi hari ke-0 dan 14

No Kelompok (n=4) Dosis TDD (mmHg) ±SEM pada hari ke


(mg/KgBB) 0 14
1 Tanpa perlakuan - 99,75±2,05 117,00±3,08 a
2 CMC Na 0,5% 1% 94,50±4,87 119,50±3,40 a
3 EEPT 400 99,50±3,97 128,00±5,85 a
4 EEPT 800 93,25±0,25 125,75±1,49 a
5 EEAPT 400 99,00±2,58 122,25±3,45 a
6 EEAPT 800 93,50±1,94 119,75±3,25 a
7 EnHPT 400 93,50±2,02 125,50±3,33 a
8 EnHPT 800 92,75±3,22 121,00±1,08 a
9 Bisoprolol 0,0714 94,50±2,22 129,75±6,52 a

Keterangan : 1 Berbeda signifikan terhadap hari ke 0

Pemberian EnHPT, EEAPT, dan EEPT menunjukkan aktivitas menurunkan

TDD tikus hipertensi. EEPT, EEAPT dan EnHPT dosis 400 mg/kgBB mampu

menurunkan TDD secara signifikan dibandingkan TDD tikus hipertensi pada hari

ke 17 dan sebanding dengan bisoprolol. Penurunanan ini sudah sama dengan TDD

rerata sebelum penginduksian. EEPT dan EnHPT dosis 800 mg/kgBB juga

mampu menurunkan TDD secara signifikan dibandingakan TDD tikus hipertensi

pada hari ke 17 tetapi tidak sama dengan TDD rerata sebelum induksi Kelompok

EEAPT 800 mg/kgBB memiliki aktivitas menurunkan TDD setelah 7 hari

pemberian ekstrak (hari ke 21). Rerata TDD setelah pemberian EEPT, EEAPT

dan EnHPT dapat dilihat pada (Tabel 4.19 dan Gambar 4.20).

104

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.19 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap TDD (mmHg) tikus
hipertensi hari ke-17, 19 dan 21
No Kelompok (n=4) Dosis TDD (mmHg) ±SEM pada hari ke
(mg/KgBB) 17 19 21
1 Tanpa perlakuan 120,75±2,06 a 120,25±1,70 a 123,75±3,19 a
2 CMC Na 1% 116,75±2,63 a 113,50±3,86b 114,25±3,42
3 EEPT 400 120,25±5,042 113,50±4,94bc 98,50±3,62bcd
4 EEPT 800 115,00±2,94 ab 115,00±4,39b 107,00±6,15b
5 EEAPT 400 110,75±4,33b 102,25±2,93b 96,50±0,65bc
6 EEAPT 800 107,25±1,93 a 105,50±4,52 96,50±3,12b
b bc
7 EnHPT 400 114,40±3,43 107,00±3,85 98,00±1,87bcd
8 EnHPT 800 113,25±0,75 ab 105,25±1,55 abc 97,00±0,58bcd
9 Bisoprolol 0,0714 117,00±5,31b 110,25±149 ab 96,25±4,77b

Keterangan : 1 berbeda signifikan terhadap hari ke 0


2
berbeda signifikan terhadap hari ke 14
3
berbeda signifikan terhadap hari ke 17
4
berbeda signifikan terhadap hari ke 19

Gambar 4. 23 Grafik TDD tiap kelompok perlakuan yang diinduksi NaCl 2,5%
dan metilprednisolon (Mean ± SEM, n=4)

Profil persentase perubahan TDD dapat dilihat pada Tabel 4.20 dan Gambar
4.24

105

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.20 Persentase perubahan TDD (%) pada hari ke-14, 17, 19 dan 21 tiap
kelompok perlakuan yang diinduksi NaCl 2,5% dan
metilprednisolon

Dosis Persen Perubahan TDD ±SEM pada hari ke


No Kelompok (mg/KgBB) 14 17 19 21
Tanpa 2,24±1,09 5,04±1,52 4,39±1,20
1
perlakuan 27,57±7,98
2 CmcNa 1% 17,47±4,12 -3,32±1,95 -2,99±3,02 -6,05±4,49
3 EEPT 400 29,47±9,14 6,00±0,87 11,28±0,96* 22,87±2,24*#
4 EEPT 800 34,85±1,54 8,47±3,06* 8,50±3,77 14,87±5,05*
5 EEAPT 400 23,96±6,44 9,45±1,91* 16,32±1,49* 20,91±1,79*
6 EEAPT 800 28,18±3,63 10,13±3,81* 11,68±4,60* 17,52±3,75*
7 EnHPT 400 34,46±5,06 8,73±1,94* 14,78±1,56* 21,67±3,18*
8 EnHPT 800 30,85±3,80 6,40±0,35 13,03±0,75* 19,83±0,43*
9 Bisoprolol 0,0714 37,92±9,71 9,75±1,12* 14,50±3,64* 24,93±6,45*#

Keterangan : * Berbeda signifikan terhadap kontrol Pelarut

# Berbeda signifikan terhadap kontrol negatif

Gambar 4. 24 Grafik persen perubahan TDD tiap kelompok perlakuan yang


diinduksi NaCl 2,5% dan metilprednisolon (Mean ± SEM, n=4)
Pada penelitian ini, TDD awal tiap kelompok adalah sama. Tikus diinduksi

dengan NaCl 2,5% dan metilprednisolon selama 14 hari dan menunjukkan TDD

rerata tikus naik dibandingkan sebelumnya. Berdasarkan analisis statistik,

persentase kenaikan TDD adalah sama untuk setiap kelompok perlakuan.

Persentase penurunan TDD EEPT 800 mg/kgBB, EEAPT 400 mg/kgBB dan 800

mg/kgBB, serta EnHPT 400 mg/kgBB sebanding dengan bisoprolol pada hari ke
106

Universitas Sumatera Utara


17. Persentase penurunan TDD bisoprolol juga sebanding dengan EEPT 400

mg/kgBB pada hari ke 19 dan 21 (Gambar 4.24).

DJ merupakan laju detak jantung yang diukur dengan jumlah kontraksi

jantung per satuan waktu (beat per minute =BPM). Berdasarkan hasil penelitian

terlihat bahwa DJ tikus hipertensi tidak berbeda dengan DJ tikus sebelum

hipertensi kecuali pada kelompok tikus yang diinduksi hipertensi dan diberi

EnHPT dosis 400 dan 800 mg/kgBB (Tabel 4.11).

Tabel 4.21 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap DJ (BPM) tikus hipertensi
hari ke-0 dan 14
No Kelompok Dosis DJ (BPM) ±SEM pada hari ke
(n=4) (mg/KgBB) 0 14
1 Tanpa - 323,50±8,97 411,50±7,96
perlakuan
2 CMC Na 1% 312,50±33,22 317,00±4,08
3 EEPT 400 251,50±47,80 358,50±8,09
4 EEPT 800 276,00±20,37 251,75±19,31
5 EEAPT 400 297,50±48,48 273,75±18,38
6 EEAPT 800 238,00±41,02 352,25±65,96
7 EnHPT 400 316,00±8,05 385,25±7,53 a
8 EnHPT 800 255,50±34,11 391,00±6,65 a
9 Bisoprolol 0,0714 348,00±9,01 383,00±23,53

Keterangan : a berbeda signifikan terhadap hari ke 0

Setelah pemberian ekstrak terlihat perubahan DJ pada kelompok EEPT 400

mg/kgBB, EEAPT 400 mg/kgBB, EnHPT 400 mg/kgBB dan EnHPT 800

mg/kgBB. Kelompok yang paling baik menurunkan DJ adalah EnHPT 400

mg/kgBB (Tabel 4.22; Gambar 4.25). Kelompok ini mampu menurunkan DJ

tikus hipertensi pada hari ke 17 namun belum sama dengan DJ sebelum

perlakuan. DJ kembali normal setelah pemberian ekstrak dilanjutkan hingga hari

ke 21. Kelompok perlakuan lain menunjukkan kemampuan menurunkan DJ

107

Universitas Sumatera Utara


setelah hari ke 21. Kelompok kontrol positif tidak menunjukan adanya pengaruh

pemberian bisoprolol terhadap denyut jantung tikus hipertensi.

Tabel 4.22 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap DJ (BPM) tikus hipertensi
hari ke-17, 19 dan 21
No Kelompok (n=4) Dosis DJ (BPM) ±SEM pada hari ke
(mg/KgBB) 17 19 21
1 Tanpa perlakuan 382,75±16,42 406,25±19,34 364,75±21,23
2 CMC Na 1% 334,75±9,33 316,50±8,70 320,25±4,57
3 EEPT 400 312,25±29,14 293,75±6,14 236,50±9,67b
4 EEPT 800 279,00±13,74 271,50±14,20 178,25±24,36c
5 EEAPT 400 235,50±26,75 229,75±27,23 167,50±16,15 ab
6 EEAPT 800 265,00±31,55 301,75±53,75 293,00±67,46
7 EnHPT 400 325,75±17,61b 310,50±15,29b 288,00±12,08 ab
8 EnHPT 800 360,00±19,60 401,50±9,92 a 457,00±19,42 ab
9 Bisoprolol 0,0714 388,00±10,02 341,00±18,17 321,00±11,34

Keterangan : a berbeda signifikan terhadap hari ke 0


b
berbeda signifikan terhadap hari ke 14
c
berbeda signifikan terhadap hari ke 17
d
berbeda signifikan terhadap hari ke 19

Profil perubahan DJ tikus hipertensi setelah pemberian fraksi dan

pembanding dapat dilihat pada Gambar 4.25

Gambar 4.25 Grafik DJ tiap kelompok perlakuan yang diinduksi NaCl 2,5%
dan Metilprednisolon (Mean ± SEM, n=4)

108

Universitas Sumatera Utara


Persentasi perubahan DJ pada kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel

4.23 dan Gambar 4.26.

Tabel 4.23 Persentase perubahan DJ (%) pada hari ke-14, 17, 19 dan 21 tiap
kelompok perlakuan yang diinduksi NaCl 2,5% dan
metilprednisolon

No Kelompok Dosis Persen Perubahan DJ ±SEM pada hari ke


(mg/KgBB) 14 17 19 21
1 Tanpa - -5,60±13,13 -5,62±2,84 0,17±2,19 -1,08±1,98
perlakuan
2 CmcNa 1% -27,47±3,99 6,82±4,84 1,39±3,27 11,09±6,28

3 EEPT 400 -58,05±27,59 12,40±9,23 17,88±3,08 33,87±3,57#

4 EEPT 800 7,51±8,68 -12,84±10,63 -8,89±6,71 28,39±10,87

5 EEAPT 400 0,26±16,55 12,85±11,39 15,61±9,19 38,53±5,65#

6 EEAPT 800 -59,36±43,76 16,58±16,01 9,82±11,85 16,63±10,03

7 EnHPT 400 -22,13±3,49 15,48±3,94 19,54±2,65 25,17±3,32

8 EnHPT 800 -63,75±26,99 7,65±6,25 -2,71±2,24 -16,86±4,51

9 Bisoprolol 0,0714 -10,327,43 -3,12±9,86 10,33±5,11 14,52±9,15

Keterangan : # Berbeda bermakna terhadap kontrol negatif (Tanpa perlakuan)

Gambar 4.26 Efek fraksi terhadap persen perubahan DJ tikus yang diinduksi
NaCl 2,5% dan Metiprednisolon (Mean ± SEM, n=4)
109

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil penelitian, persentase perubahan DJ paling besar

ditunjukkan oleh EEAPT 400 mg/kgBB setelah pemberian fraksi hari ke 21 yaitu

38,39 ± 5,65%.

Berdasarkan hasil penelitian, TAR semua kelompok perlakuan naik setelah

diinduksi dengan NaCl 2,5% dan metilprednisolon (Tabel 4.24).

Tabel 4.24 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap TAR (mmHg) tikus
hipertensi hari ke-0 dan 14
No Kelompok (n=4) Dosis (mg/KgBB) TAR (mmHg) ±SEM pada hari ke
0 14
1 Tanpa perlakuan 107,00±4,10 132,00±2,65 a
2 CMC Na 0,5% 1% 108,75±1,65 132,25±2,39 a
3 EEPT 400 111,00±4,43 141,00±5,45 a
4 EEPT 800 105,25±0,25 137,75±1,25 a
5 EEAPT 400 110,25±1,93 133,70±3,73 a
6 EEAPT 800 105,25±1,93 133,75±2,78 a
7 EnHPT 400 104,50±1,19 136,00±2,27 a
8 EnHPT 800 105,50±1,55 134,25±1,25 a
9 Bisoprolol 0,0714 105,50±2,06 143,25±5,20 a

Keterangan : a berbeda signifikan terhadap hari ke 0

TAR dipengaruhi oleh TDS dan TDD. Pemberian NaCl 2,5% dan

metilprednisolon secara kronis menaikkan TDS dan TDD. Hal ini mengakibatkan

TAR juga menaik. Pemberian ekstrak dan bisoprolol selama 7 hari menunjukkan

penurunan TAR tikus hipertensi (Tabel 4.25; Gambar 4.27). Kelompok EEPT

800 , EnHPT 400, EnHPT 800 mg/kgBB menunjukkan aktivitas menurunkan

TAR tikus hipertensi yang sama dengan kontrol positif, yaitu mampu menurunkan

TAR pada hari ke 17. Penurunan yang terjadi lebih baik dari TAR sebelum

induksi (P<0,05). Kelompok EEAPT 400 mg/kgBB mampu menurunkan TAR

tikus hipertensi tetapi belum menyamai TAR sebelum induksi (P>0,05).


110

Universitas Sumatera Utara


Aktivitasnya menurunkan TAR hingga pada kondisi awal terjadi setelah

pemberian fraksi hari ke 5.

Tabel 4.25 Efek EnHPT, EEAPT dan EEPT terhadap TAR (mmHg) tikus
hipertensi hari ke-17, 19 dan 21

N Kelompok (n=4) Dosis TAR (mmHg) ±SEM pada hari ke


o (mg/KgBB) 17 19 21
a 12
1 Tanpa perlakuan 129,75±2,10 127,50±2,53 126,75±2,25 ab
2 CMC Na 0,5% 1% 135,75±1,93 a 135,25±1,25 a 137,25±3,42 a
3 EEPT 400 131,50±4,94b 122,25±4,3923 109,50±3,50bcd
4 EEPT 800 126,00±2,86 ab 123,75±3,47 ab 115,50±3,47b
5 EEAPT 400 122,75±2,63b 114,5±2,18b 109,00±0,71bc
6 EEAPT 800 122,25±1,31 a 118,50±2,90 ab 111,50±2,33 ab
7 EnHPT 400 125,25±2,14 ab 118,25±3,49 ab 111,00±1,58 abc
8 EnHPT 800 126,00±1,08 ab 117,25±1,89 abc 107,50±0,65bcd
9 Bisoprolol 0,0714 130,75±4,15 ab 122,75±1,31 ab 109,25±3,68b

Keterangan : a berbeda signifikan terhadap hari ke 0


b
berbeda signifikan terhadap hari ke 14
c
berbeda signifikan terhadap hari ke 17
d
berbeda signifikan terhadap hari ke 19

Gambar 4. 27 Efek fraksi terhadap TAR tikus yang diinduksi NaCl 2,5 % dan
Metilprednisolon (Mean ± SEM, n=4)

111

Universitas Sumatera Utara


Persentase perubahan TAR pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 4.26 dan Gambar 4.28

Tabel 4.26 Persentase perubahan TAR (%) pada hari ke-14, 17, 19 dan 21 tiap
kelompok perlakuan yang diinduksi NaCl 2,5% dan
metilprednisolon

Dosis Persen Perubahan TAR ±SEM pada hari ke


No Kelompok
(mg/KgBB) 14 17 19 21
Tanpa 23,89±5,16 1,68±0,54 3,39±0,88 3,95±0,89
1
perlakuan
2 CmcNa 1% 21,68±2,64 -2,71±1,71 -2,36±1,78 -3,94±3,85
3 EEPT 400 27,82±8,29 6,71±1,03* 13,26±0,71*# 22,25±1,48*#
4 EEPT 800 30,88±0,93 8,49±2,36* 10,15±2,65* 16,16±3,76*
5 EEAPT 400 21,56±5,20 8,17±0,86* 14,31±1,33*# 18,34±2,11*#
6 EEAPT 800 27,18±3,08 8,45±2,49* 11,27±3,02* 16,52±2,54*
7 EnHPT 400 30,19±2,57 7,88±1,39* 13,08±1,74*# 18,30±1,98*#
8 EnHPT 800 27,32±1,84 6,14±0,33* 12,67±0,85*# 19,91±0,77*
9 Bisoprolol 0,0714 36,09±6,67 8,68±0,53*# 14,03±2,77*# 23,34±4,39*#

Keterangan : * Berbeda bermakna terhadap kontrol Pelarut


# Berbeda bermakna terhadap kontrol negatif

Gambar 4.28 Efek fraksi terhadap persen perubahan TAR tikus yang diinduksi
NaCl 2,5% dan Metilprednisolon (Mean ± SEM, n=4)
112

Universitas Sumatera Utara


TAR merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan dalam

menunjukkan aktivitas antihipertensi suatu senyawa atau fraksi. Aktivitas

penurunan TAR yang paling besar ditunjukkan EEPT 400 mg/kb bb karena fraksi

menunjukkan persen perubahan TAR yang sama seperti Bisoprolol.

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa EnHPT, EEAPT dan EEPT

mempunyai aktivitas sebagai diuretik (Dalimunthe, dkk., 2014). Diduga fraksi ini

menurunkan tekanan darah melalui mekanisme penurunan tahanan perifer

pembuluh darah tanpa menyebabkan penurunan laju jantung yang berarti.

Terjadinya diuresis menunjukkan adanya penambahan volume urin yang

diproduksi dan peningkatan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air. Hal ini

mengakibatkan penurunan cairan volume ekstrasel. Pada kondisi hipertensi,

proses diuresis akan menurunkan kadar natrium dalam cairan tubuh dan dengan

adanya efek vasodilatasi maka terjadi penurunan resistensi perifer yang kemudian

menurunkan tekanan darah (Loizoo, et. al., 2004; de Souza et.al, 2004).

Senyawa kimia dalam EEAPT yang diduga berperan aktif dalam mekanisme

antihipertensi antara lain flavonoid dan saponin. Flavonoid merupakan salah satu

golongan fenol yang memiliki efek sebagai antioksidan. Flavonoid mampu

memperbaiki fungsi endotel dan menghambat agregasi platelet. Selain itu,

flavonoid akan mempengaruhi ACE. Penghambatan ACE akan menginhibisi

perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi.

Akibatnya tahanan resistensi perifer turun dan menurunkan tekanan darah

(Loizoo, et. al., 2004; Jawi, et.al., 2012). Tanin mengurangi pengerasan pembuluh

darah sehingga peredaran darah menjadi lancar dan meringankan kerja jantung

(Diennazola, 2012).

113

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil penelitian, laju jantung tidak diturunkan secara nyata oleh

pemberian fraksi. Walaupun terjadi penurunan laju jantung, tetapi nilainya cukup

kecil. Secara fisiologis, tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan resistensi

perifer. Curah jantung adalah hasil kali denyut dengan volume sekuncup.

Resistensi perifer merupakan resultan dari resistensi pada pembuluh darah (arteri

dan arteriol) dengan viskositas darah. Resistensi pembuluh darah ditentukan oleh

tonus otot polos arteri dan arteriol dan elastisitas dinding pembuluh darah (Dipiro,

2008).

Pemberian garam dalam jangka wanktu yang lama (long-term administration)

menyebabkan hipertensi dan meningkatkan stress oksidatif pada tikus normotensi.

Peningkatan produksi radikal bebas (ROS) dapat menyebabkan kerusakan

oksidatif makromolekul dan akhirnya menyebabkan kerusakan organ salah

satunya endotelium pembuluh darah. Hal ini menyebabkan produksi NO akan

menurun (Wansi et.al., 2009; Zhu, et.al., 2004).

Kadar NO pada berbagai cairan tubuh dapat ditentukan berdasarkan

pengukuran nitrit dan nitrat yakni produk akhir yang stabil akibat oksidasi

nitrogen oksida. Metode ini merupakan metode tidak langsung yang umum

digunakan untuk menentukan NO.. Produksi NO endogen mempunyai hubungan

yang erat dengan kadar nitrit/nitrat serum, plasma, atau urin. Oleh karena itu,

perkiraan kadar nitrit/nitrat adalah suatu pengukuran relatif terhadap produksi NO

secara in vivo (Sastry, et. al., 2002),

Di dalam darah nitrat dibentuk secara langsung dari reaksi dioksigenasi NO

yaitu antara NO dan oksihemoglobin. NO bereaksi dengan oksihemoglobin

membentuk nitrat dan methemoglobin dengan persamaan NO ± Fe±2 — O2 

114

Universitas Sumatera Utara


NO3- ± Fe±3. Nitrit dibentuk secara langsung pada darah melalui autooksidasi NO

antara dua molekul NO dengan oksigen. Reaksi ini dikatalisis oleh protein

plasma ceruloplasmin dengan persamaan : 4 NO* ± O2 ± H2O  4 NO2- ± 4H±

(Lundberg, et al., 2011),

Pengukuran kadar nitrit dan nitrat secara spektrofotometri UV-Vis dilakukan

pada panjang gelombang 540 nm menggunakan pereaksi Griess (terdiri dari 1%

asam sulfanilat dan 0,1% NED dengan perbandingan 1:1) dengan prinsip diazotasi

nitrit dengan asam sulfanilat pada suasana asam menjadi senyawa azo dan dengan

penambahan NED akan membentuk warna ungu yang dapat diukur pada panjang

gelombang 540 nm. Berdasarkan hasil kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis

linier, yaitu Y = 0,11232X ± 0,01607 dengan nilai r = 0,99913, yang

menunjukkan linieritas antara kadar (X) dengan absorbansi (Y).. Waktu

pengukuran sampel (operating time) pada penelitian ini adalah 12 menit.

Berdasarkan hasil penelitian, kadar nitrit dan nitrat menurun pada tikus

yang diinduksi NaCl 2,5% dan metilprednisolon serta diberi EnHPT dapat dilihat

pada Gambar 4.29.

Gambar 4.29 Efek EnHPT terhadap kadar nitrit dan nitrat plasma tikus yang
diinduksi NaCl 2,5% dan Metilprednisolon (Mean ± SEM, n=4)
115

Universitas Sumatera Utara


Hasil pengukuran pada kelompok I (kontrol) adalah kadar nitrit 22,90 ± 1,24

µg/ml dan kadar nitrat 24,87 ± 1,49 µg/ml. Hasil pengukuran pada kelompok II,

kadar nitrit 20,94 ± 2,11 µg/ml dan nitrat 21,83 ± 2,39 µg/ml dan hasil

pengukuran pada kelompok III, kadar nitrit 19,89 ± 0,62 µg/ml dan nitrat 21,69 ±

0,29 µg/ml. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian EnHPT 400 dan 800

mg/kgbb menurunkan kadar nitrooksida dalam plasma tikus yang diinduksi NaC

2,5% dan metilprednisolonl. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa asupan

garam yang tinggi menyebabkan produksi NO di ginjal dan vaskular menurun

(Zhu, 2004). Pemberian EnHPT pada kelompok tikus yang diinduksi NaCl 2,5%

dan metilprednisolon tidak mampu menaikkan produksi NO. Hal ini menunjukan

bahwa kandungan senyawa kimia dalam EnHPT (steroid/triterpenoid) tidak

memiliki mekanisme kerja yang mempengaruhi NO.

Parameter biokimia dan hematologi merupakan sistem homeostatik utama

pada manusia dan hewan yang menggambarkan kondisi kesehatannya. Pada

penelitian ini dilakukan uji parameter biokimia untuk mengetahui mekanisme

EnHPT sebagai antihipertensi pada tikus yang diinduksi NaCl 2,5% dan

metilprednisolon (Tabel 4.27)

Tabel 4.27 Efek EnHPT terhadap parameter biokimia dalam plasma darah tikus
yang diinduksi NaCl 2,5% dan metilprednisolon

Parameter Biokimia ± SEM (n=4) Kontrol EnHPT 400 EnHPT 800


Kolesterol 43,50 ± 3,43 35,50 ± 1,19 47,00 ± 2,16
Trigliserida 46,25 ± 11,54 33,00 ± 5,21 13,00 ± 1,29*
HDL 17,00 ± 3,53 17,75 ± 2,72 15,00 ± 2,61
LDL 25,00 ± 2,41 3,50 ± 1,25* 28,88 ± 4,69
AST 222,63 ± 11,77 301,50 ± 56,28 187,50 ± 19,59
ALT 381,00 ± 30,44 482,83 ± 55,76 313,13 ± 43,59
Ureum 50,15 ± 2,16 59,13 ± 1,84* 54,25 ± 2,07
Kreatinin 0,29 ± 0,04 0,83 ± 0,08* 0,60 ± 0,06*
Keterangan : * berbeda secara signifikan terhadap kontrol (Mean ± SEM, n=4)

116

Universitas Sumatera Utara


Pemberian EnHPT 400 dan 800 mg/kg bb tidak mempengaruhi kadar

kolesterol dan HDL tikus yang diinduksi NaCl 2,5% dan metilprednisolon. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian EnHPT 400 dan 800 mg/kg bb tidak akan

menimbulkan resiko gangguan penyakit kardiovaskular akibat kelebihan lipid

berdasarkan rasio kelesterol dengan HDL, koefisien aterogenik dan indeks

aterogenik dalam plasma. (P>0,05). Kadar AST dan ALT plasma tikus yang

diinduksi NaCl 2,5% dan metilprednisolon tidak dipengaruhi oleh EnHPT 400

dan 800 mg/KgBB. Hal ini menunjukkan bahwa EnHPT tidak mempengaruhi

hati. ALT dan AST merupakan enzim yang terdapat dalam hati. Adanya kerusak

pada hepatosit akan menyebabkan pelepasan ALT dan AST. Pemberian EnHPT

400mg/kg bb meningkatkan kadar ureum sedangkan kreatinin ditingkatkan oleh

EnHPT 400 dan 800 mg/kg bb. Kreatinin merupakan salah satu parameter

biokimia ginjal. Jika kreatinin meningkat dalam plasma maka hal ini

menunjukkan ginjal mengalami kerusakan (Ikewuchi et.al., 2013 ).

4.6.3 Penurunan Tekanan Darah Tikus Hipertensi Yang Diinduksi L-Name

L-Name merupakan suatu senyawa analog L-arginin yang berfungsi

menghambat NOS.. Hal ini menyebabkan produksi NO dihambat, akibatnya

pembuluh darah akan mengalami vasokontriksi, disfungsi ginjal dan

meningkatkan tekanan darah (Thaweekhort, et.al, 2012). Pada penelitian ini

terlihat bahwa L-Name meningkatkan TDS secara signifikan pada kelompok uji

(Tabel 4.28).

Endotelium dan nitriokside memegang peranan penting dalam regulasi

tekanan pembuluh darah, sehingga jika terjadi kerusakan pada endothelium dan

NO akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pemberian L-Name secara

117

Universitas Sumatera Utara


kronik pada hewan percobaan akan menghambat sintesis NO. Penghambatan ini

besifat kompetitif dan reversibel dengan adanya kelebihan L-Arginin sehingga

menyebabkan hipertensi akibat perubahan struktur vaskular dan disfungsi ginjal

(Thaweekhort, et.al, 2012; Talas, 2013).

Tabel 4.28 Efek EnHPT dan EEAPT terhadap TDS (mmHg) tikus hipertensi
hari ke-0 dan 14

N Dosis TDS (mmHg) ±SEM pada hari ke


Kelompok (n=4)
o (mg/KgBB) 0 14

1 CMC Na 0,5% 1% 123,25±1,38 162,00±0,71 a

2 EEAPT 400 123,75±2,53 166,75±2,29 a

3 EEAPT 800 125,25±0,85 162,25±1,65 a

4 EnHPT 400 126,00±2,08 168,50±1,71 a

5 EnHPT 800 121,75±1,38 169,00±2,12 a

Keterangan : a berbeda bermakna terhadap hari ke 0

Hipertensi yang diinduksi L-Name akan mirip/menyerupai hipertensi esensial

yang disebabkan oleh disfungsi endothelium akibat penghambatan sintesis NO

pada manusia (Abdulazeez et,al, 2015). NO yang dilepaskan oleh sel endothelial

pembuluh darah merupakan regulator penting yang mengatur tekanan darah pada

sistem vaskular. Hal ini disebabkan karena NO bersifat vasodilatasi dan

menghambat reabsorpsi natrium di tubular. Pada kondisi hipertensi, kadar NO

menurun di dalam tubuh (Jawi, et.al., 2012; Zhu et.al., 2004).

Berdasarkan hasil penelitian, pemberian EnHPT dan EEAPT menunjukkan

aktivitas penurunan TDS (Tabel 4. 29; Gambar 4.30).

118

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.29 Efek EnHPT dan EEAPT terhadap TDS (mmHg) tikus hipertensi
hari ke-17, 19 dan 21

N Kelompok Dosis TDS (mmHg) ±SEM pada hari ke


o (n=4) (mg/KgBB) 17 19 21
1 CMC Na 0,5% 1% 160,00±0,41 a 160,00±0,41 a 153,75±1,03 a
2 EEAPT 400 152,75±0,75 ab 145,50±1,66 abc 121,50±0,96bcd
3 EEAPT 800 145,75±0,75 ab 130,75±1,11bc 124,75±2,49bc
4 EnHPT 400 160,75±0,83 ab 152,50±1,55 abc 129,50±2,63bcd
5 EnHPT 800 159,25±1,11 ab 151,50±2,10 abc 128,25±2,32bcd
Keterangan : a berbeda bermakna terhadap hari ke 0
b
berbeda bermakna terhadap hari ke 14
c
berbeda bermakna terhadap hari ke 17
d
berbeda bermakna terhadap hari ke 19

Gambar 4. 30 Efek EEAPT terhadap TDS tikus yang diinduksi L-Name

Pemberian CMC-Na pada kelompok kontrol negatif tidak menurunkan TDS

setelah diinduksi L-Name sedangkan semua kelompok ektrak menunjukkan

aktivitas penurunan TDS mulai hari ke 17 (hari ke 3 setelah pemberian ekstrak)

namun belum sama dengan TD hari ke 0. Aktivitas penurunan TDS terbaik

ditunjukkan oleh EEAPT 800 mg/kgBB pada hari ke 19, karena sudah mampu

menurunkan TD sama dengan TD hari ke 0. Persen perubahan TDS pada tikus

hipertensi yang diinduksi L-Name dapat dilihat pada Gambar 4.31

119

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.31 Efek EEAPT terhadap persen perubahan TDS tikus yang
diinduksi L-Name (Mean ± SEM, n=4)
Rerata TDS awal tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah 124,00 ±

0,77 mmHg. Rerata TDS setelah penginduksian menggunakan L-Name selama 14

hari naik menjadi 165,70 ± 0,99 mmHg (_33,69 ± 0,94%). Persen perubahan

TDS terbesar ditunjukkan oleh EEAPT 800 mg/kgBB pada hari ke 17 dan 19

sedangkan hari ke 21 ditunjukkan oleh EEAPT 400 mg/kgBB. Semua ekstrak

mampu menurunkan TDS yang berbeda terhadap kontrol (P<0,05).

Selain menaikkan TDS, pemberian L-Name selama 14 hari juga menaikkan

TDD tikus normotensi (P< 0,05) (Tabel 4.30).

Tabel 4.30 Efek EnHPT dan EEAPT terhadap TDD (mmHg) tikus hipertensi
hari ke-0 dan 14
TDD (mmHg) ±SEM pada hari ke
No Kelompok (n=4) Dosis (mg/KgBB)
0 14
1 CMC Na 0,5% 1% 91,00±1,87 118,75±2,59 a
2 EEAPT 400 89,75±1,79 124,25±1,70 a
3 EEAPT 800 95,50±5,29 127,75±1,25 a
4 EnHPT 400 109,50±5,33 124,50±1,50
5 EnHPT 800 85,50±1,19 124,50±2,59 a
Keterangan : a berbeda bermakna terhadap hari ke 0

EEAPT dan EnHPT menyebabkan penurunan TDD pada tikus hipertensi

(Tabel 4.31; Gambar 4.32).Penurunan TDD yang paling baik ditunjukkan oleh

120

Universitas Sumatera Utara


EnHPT 400 mg/kgBB karena ekstrak ini mampu menurunkan TDD tikus

hipertensi setelah tiga hari pemberian ekstrak dan besarnya TDD telah sama

dengan TDD hari ke 0. EEAPT 800 mg/kgBB juga mempunyai aktivitas

menurunkan TDD pada hari ke 3 tetapi belum bisa menyamai TDD hari ke 0.

EEAPT 400 mg/kgBB mampu menurunkan TDD setelah hari ke 5 pemberian

ekstrak.

Tabel 4.31 Efek EnHPT dan EEAPT terhadap TDD (mmHg) tikus hipertensi
hari ke-17,19 dan 21

No Kelompok (n=4) Dosis TDD (mmHg) ±SEM pada hari ke


(mg/KgBB) 17 19 21
1 CMC Na 0,5% 1% 112,75±1,93 ab 117,50±2,39 abc 111,50±1,26 abc
2 EEAPT 400 117,75±1,89 a 92,75±2,17bc 85,25±2,67bcd
3 EEAPT 800 116,50±2,84 ab 91,50±1,04bc 82,50±2,90bcd
4 EnHPT 400 118,00±0,91b 111,50±0,65bc 100±4,18bc
5 EnHPT 800 113,75±1,03 ab 103,00±1,47 abc 91,75±1,25 abcd
Keterangan : a berbeda bermakna terhadap hari ke 0
b
berbeda bermakna terhadap hari ke 14
c
berbeda bermakna terhadap hari ke 17
d
berbeda bermakna terhadap hari ke 19

Gambar 4.32 Efek EEAPT terhadap TDD tikus yang diinduksi L-Name
(Mean±SEM, n=4)

121

Universitas Sumatera Utara


Persen perubahan TDD tikus yang diinduksi L-Name dan penurunannya setelah

pemberian ekstrak dapat di lihat pada Gambar 4.33

Gambar 4.33 Efek EEAPT terhadap persen perubahan TDD tiap kelompok
perlakuan yang diinduksi L-Name (Mean ± SEM, n=4)
Berdasarkan hasil penelitian, semua ekstrak menunjukkan aktivitas

menurunkan TDD dibandingkan kontrol negatif. Hal ini ditunjukkan oleh persen

penurunan TDD. Persen penurunan TDD terbesar tikus hipertensi adalah EEAPT

800 mg/kgBB (35%) dan berbeda bermakna terhadap kontrol.Persen penurunan

TDD terkecil ditunjukkan oleh EnHPT 400 mg/kgBB.

DJ tikus setelah pemberian L-Name 14 hari mengalami kenaikan secara

signifikan pada kelompok kontrol negatif dan EnHPT 800 mg/kgBB sedangkan

pada kelompok EEAPT 400, 800 dan EnHPT 400 mg/kgBB tidak mengalami

kenaikan (Tabel 4. 32). Adanya variasi DJ pada tiap kelompok perlakuan

menunjukkan bahwa DJ bersifat individual dan sangat dipengaruhi kondisi psikis

dan lingkungan.

122

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.32 Efek EnHPT dan EEAPT terhadap DJ (BPM) tikus hipertensi hari
ke-0 dan 14

DJ (BPM) ±SEM pada hari ke


No Kelompok (n=4) Dosis (mg/KgBB)
0 14

1 CMC Na 0,5% 1% 355,00±6,36 378,75±5,91 a

2 EEAPT 400 330,50±39,82 367,00±2,04

3 EEAPT 800 338,50±18,37 355,00±2,86

4 EnHPT 400 277,00±27,89 365,50±9,99

5 EnHPT 800 346,50±5,95 407,00±10,86 a

Keterangan : a berbeda bermakna terhadap hari ke 0

Pemberian EEAPT dosis 400 dan 800 mg tidak mempengaruhi DJ tikus

(P>0,05) (Tabel 4.33; Gambar 4.34). Pemberian CMC-Na, EnHPT 400 dan 800

meningkatkan DJ tikus hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa penginduksian

dengan L-Name menyebabkan vasokontriksi akibat penghambatan eNOS.

Vasokontriksi akan menyebabkan jantung bekerja lebih kuat untuk memompakan

darah. Akibatnya denyut jantung akan meningkat. Pemberian EnHPT tidak

mampu untuk memperbaiki kondisi disfungsi endotel sehingga tekanan vaskular

tetap tinggi.

Tabel 4.33 Efek EnHPT dan EEAPT terhadap DJ (BPM) tikus hipertensi hari
ke-17, 19 dan 21

N Kelompok (n=4) Dosis DJ (BPM) ±SEM pada hari ke


o (mg/KgBB) 17 19 21
1 CMC Na 0,5% 1% 390,75±3,33 a 383,00±5,35 a 396,75±6,29 abd
2 EEAPT 400 372,50±4,33 340,00±8,19c 389,50±3,52bd
3 EEAPT 800 373,50±6,66 331,25±14,55 405,50±8,79 a
4 EnHPT 400 400,25±4,59 a 394,75±12,63 a 352,25±9,15c
5 EnHPT 800 416,00±7,26 a 373,75±9,05c 315,00±10,49bcd

123

Universitas Sumatera Utara


Keterangan : a berbeda bermakna terhadap hari ke 0
b
berbeda bermakna terhadap hari ke 14
c
berbeda bermakna terhadap hari ke 17
d
berbeda bermakna terhadap hari ke 19

Gambar 4.34 Efek EEAPT terhadap denyut jantung tikus yang diinduksi L-Name
(Mean±SEM, n=4)

Persen perubahan DJ setelah pemberian fraksi ditunjukkan oleh Gambar


4. 35

Gambar 4.35 Efek EEAPT terhadap persen perubahan DJ tikus yang diinduksi
L-Name (Mean ± SEM, n=4)
124

Universitas Sumatera Utara


TAR tikus setelah diinduksi L-Name naik dibandingkan sebelum induksi

(P<0,05) (Tabel 4.34). L-name akan menghambat produksi NO sehingga

menaikkan tekanan darah termasuk TAR. Pemberian L-Name secara kronis akan

menyebabkan tekanan darah yang permanen akibat adanya kerusakan pada

jaringan endotelial.

Tabel 4.34 Efek EnHPT dan EEAPT terhadap TAR (mmHg) tikus hipertensi
hari ke-0 dan 14

Kelompok Dosis TAR (mmHg) ±SEM pada hari ke


No
(n=4) (mg/KgBB) 0 14
1 CMC Na 0,5% 1% 101,50±0,01 133,25±0,02 a
2 EEAPT 400 101,25±1,97 138,50±0,96 a
3 EEAPT 800 105,50±3,28 139,25±1,03 a
4 EnHPT 400 115,25±3,73 139,25±1,31 a
5 EnHPT 800 97,75±1,11 139,00±2,12 a
a
Keterangan : berbeda bermakna terhadap hari ke 0

Semua fraksi menunjukkan aktivitas menurunkan TAR pada hari ke 19

(Tabel 4.35).

Tabel 4.35 Efek EnHPT dan EEAPT terhadap TAR (mmHg) tikus hipertensi
hari ke-17, 19 dan 21

No Kelompok Dosis TAR (mmHg) ±SEM pada hari ke


(n=4) (mg/KgBB) 17 19 21
1 CMC Na 0,5% 1% 128,50±0,03 131,25±0,04 125,25±0,05
2 EEAPT 400 129,25±1,38ab 110,25±1,65bc 97,50±1,71bcd
3 EEAPT 800 126,25±1,75ab 104,75±0,75bc 96,50±1,71bd
4 EnHPT 400 132,25±0,75ab 125,00±1,71bc 109,75±2,49bcd
5 EnHPT 800 128,75±0,85ab 119,25±1,38bc 104,00±0,00abcd
Keterangan : a berbeda bermakna terhadap hari ke 0
b
berbeda bermakna terhadap hari ke 14
c
berbeda bermakna terhadap hari ke 17
d
berbeda bermakna terhadap hari ke 19

125

Universitas Sumatera Utara


Persen perubahan DJ setelah pemberian ekstrak ditunjukkan oleh Gambar 4. 36

Gambar 4.36 Efek EEAPT terhadap persen perubahan TAR tikus yang
diinduksi L-Name (Mean ± SEM, n=4)
Aktivitas antioksidan pada tumbuhan diduga dapat menurunkan tekanan

darah. Beberapa senyawa fenol dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas NO di

pembuluh darah melalui mekanisme meningkatkan sintesis NO melalui jalur NOS

atau pencegah perusakan NO. Flavonoid bersifat kardioprotekstif dan

menurunkan tekanan darah dengan mekanisme kerja pada kanal ion

kardiovaskular dan berperan penting pada regulasi tekanan pembuluh darah.

Antioksidan berperan juga pada sintesis senyawa-senyawa vasodilator dan

menghambat pembentukan radikal bebas (Abdulazeez, et, al, 2015).

Hasil pengukuran kadar nitrit dan nitrat dalam plasma darah tikus yang

diinduksi L-NAME dapat dilihat pada Gambar 4.37

* *

Gambar 4.37 Efek EEAPT terrhadap kadar nitrit dan nitrat plasma tikus yang
diinduksi L-Name
126

Universitas Sumatera Utara


Penelitian ini menggunakan 3 kelompok yaitu kelompok I (kontrol,),

kelompok II (tikus hipertensi L-Name ± EEAPT 400), dan kelompok III (tikus

hipertensi L-Name ± EEAPT 800). Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui

bahwa kadar nitrit rerata tikus normal adalah 3,16 ± 0,19 µg/ml dan kadar nitrat

rerata adalah 3,44 ± 0,16 µg/ml. Hasil pengukuran pada kelompok I (kontrol)

diperoleh kadar nitrit 2,10 ± 1,34 µg/ml dan kadar nitrat 2,24 ± 0,45 µg/ml, Hasil

ini menunjukkan bahwa pemberian L-Name dan larutan pembawa CMC-Na 0,5%

dapat menurunkan kadar nitrit dan nitrat plasma secara signifikan dibandingkan

dengan kelompok normal. L-Name merupakan suatu senyawa penghambat eNOS

sehingga produksi NO berkurang. Selain itu, karboksimetilselulosa (CMC)

merupakan senyawa turunan selulosa yang digunakan dalam formulasi pemberian

obat dan menunjukkan aktivitas antioksidan berupa resistensi terhadap degradasi

OH* dan mampu menangkap ROS dan menghambat pembentukan O2- (Trombino,

et al,, 2012).

Hasil pengukuran pada kelompok II diperoleh kadar nitrit 4,52 ± 0,40 µg/ml

dan nitrat 4,63 ± 1,29 µg/ml dan Hasil pengukuran pada kelompok III diperoleh

kadar nitrit 8,59 ± 3,23 µg/ml dan nitrat 9,19 ± 3,93 µg/ml. Hasil ini menunjukkan

bahwa pemberian EEAPT 400 dan 800 mg/kgBB dapat meningkatkan kadar

nitrooksida dalam plasma tikus yang diinduksi L-Name. Peningkatan kadar nitrit

dan nitrat oleh EEAPT diduga karena adanya senyawa fenilpropanoid glikosida

pada tumbuhan puguntano yang bersifat antioksidan dan dapat digunakan untuk

mengurangi stres oksidatif (Thuan, et al,, 2007),

Stres oksidatif merupakan salah satu patogenesis hipertensi. Pada kondisi

normal, endotelial penbuluh darah berperan pada relaksasi arterial. NO merupakan

127

Universitas Sumatera Utara


suatu senyawa yang bersifat vasodilator, disintesis dan dilepaskan oleh endotelial

pembuluh darah. NO mudah dirusak oleh radikal bebas seperti anion superoxide

(O2-). Senyawa ini akan merubah fungsi endotelial sehingga produksi NO

berkurang. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan darah dan stress oksidatif.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan senyawa antioksidan (Kukongviriyapan et

al., 2015).

L-name menyebabkan hipertensi pada tikus dengan menghambat kerja enzim

NOS sehingga pembentukan NO dan siklik guanosin monofosfat (cGMP) aorta

menurun. Hal ini menyebabkan vasokontriksi dan tekanan darah meningkat.

Selain itu, NO juga mempunyai efek sebagai antioksidan, antiinflamasi, fungsi

hemostasis dan imunologi. Penghambatan NOS akan mengaktivasi enzim

angiotensin (ACE) sehingga menstimulasi oksidasi nikotinamide adenine

dinukleotida fosfat (NADPH) dan menyebabkan meningkatnya pembentukan

ROS. Adanya penurunan kadar NO dalam plasma dan meningkatnya ROS

menunjukkan terjadinya disfungsi sel endotelial (Nakmareong et. al., 2011;

Kukongviriyapan et. al., 2015; Berkban et al., 2015)

Berdasarkan hasil penelitian, kadar kolesterol dan LDL meningkat pada

kelompok tikus hipertensi yang diberi EEAPT 400 mg/kgBB dibandingkan

dengan kelompok kontrol namun menurunkan kadar kreatinin (P<0,05).

Pemberian EEAPT 800 mg/KgBB pada tikus hipertensi meningkatkan kadar

trigliserida dan kreatinin namun mampu menurunkan kadar LDL (P<0,05). Kadar

HDL, AST dan ALT tidak dipengaruhi oleh pemberian EEAPT 400 dan 800

mg/KgBB (P>0,05) (Tabel 4.36). Kadar kolesterol, trigliserida dan LDL yang

tinggi dalam plasma merupakan faktor resiko penyebab penyakit kardiovaskular

128

Universitas Sumatera Utara


sera obesitas. Penurunan kadar LDL oleh EEAPT 800 mg/KgBB menunjukkan

kemampuan EEAPT menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner

(Ikewuchi et.al., 2013). Hal ini diduga akibat EEAPT mengandung senyawa

antioksidan seperti flavonoid, tanin dan saponin.

Aktivitas ALT dan AST meningkat pada tikus yang diinduksi L-Name dan

diberi Na-CMC 0,5% (kontrol) (Tabel 4.36). Hal ini menunjukkan bahwa tikus

yang diinduksi dengan L-Name mengalami dekomposisi fungsi hepatik akibat

efek kenaikan tekanan darah oleh L-Name. L-Name akan merusak permiabilitas

membran hati sehingga menyebabkan pelepasan enzim ALT dan AST dari sel

sitosol hati ke dalam plasma darah. Peningkatan enzim ini juga menunjukkan

kerusakan pada organ lain seperti jantung (Prytzyk et. al., 2003; Talas et. al,

2013). Aktivitas ALT dan AST menurun pada kelompok tikus yang diinduksi L-

Name dan EEAPT. Hal ini menunjukan bahwa EEAPT mempunyai efek

memperbaiki jaringan yang rusak akibat L-Name. Kemampuan memperbaiki

jaringan yang rusak diduga karena adanya flavonoid dalam ekstrak ini yang

memiliki aktivitas antioksidan.

Senyawa-senyawa antioksidan berperan penting pada proses pencegahan

berbagai penyakit jantung dan kanker. Beberapa literatur menunjukan bahwa

senyawa fenolik berfungsi menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan

permiabilitas pembuluh darah kapiler (Prytzyk et al., 2003; Ryu et al., 2008;

Maruyama et al., 2009; Gogebakan et al., 2012; Talas et al., 2013).

129

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.36 Efek EEAPT terhadap parameter darah dalam plasma darah tikus yang
diinduksi L-Name

Parameter Darah Kontrol EEAPT 400 EEAPT 800

± SEM (n=4)

Kolesterol 52,75 ± 4,33 74,50 ± 5,51* 46,75 ± 2,02

Trigliserida 31,00 ± 3,24 39,25 ± 1,25 63,00 ± 4,71*

HDL 22,25 ± 0,85 21,00 ± 0,58 23,25 ± 1,18

LDL 28,45 ± 4,37 45,98 ± 2,01* 10,55 ± 1,65*

AST 145,38 ± 8,14 138,25 ± 8,50 137,25 ± 5,36

ALT 310,00 ± 35,48 298,63 ± 6,64 250,60 ± 32,19

Ureum 55,5 ± 0,50 53,45 ± 0,67 55,25 ± 0,39

Kreatinin 0,43 ± 0,05 0,19 ± 0,01* 0,64 ± 0,04*

Keterangan : * berbeda bermakna terhadap kontrol


Kadar kolesterol dan LDL meningkat secara bermakna pada kelompok tikus

hipertensi dan diberi L-Name 400 mg/kgBB dibandingkan terhadap kontrol.

Bentuk kolesterol LDL yang teroksidasi (oxLDL) berperan penting pada

patogenesis disfungsi endotel. Keadaan vaskuler yang dapat menyebabkan

aterosklerosis mengakibatkan dinding vaskuler permeabel terhadap berbagai

lipoprotein seperti VLDL kolesterol, kilolomikron, dan kolesterol LDL, sehingga

mengakibatkan terperangkapnya lipid pada lapisan intima vaskuler. Kolesterol

LDL kemudian akan mengalami oksidasi oleh superoxide yang dihasilkan oleh

NAD(P)H oxidase makrofag. OxLDL dapat merangsang sejumlah proses redox-

sensitive yang mempunyai dampak jelek terhadap fungsi endotel sehingga

menurunkan bioavailabilitas NO dengan cara menghambatan eNOS dan inaktifasi

NO. Sel endotel adalah lapisan yang meliputi permukaan dalam pembuluh darah

yang berfungsi sebagai membrane selektif yang membatasi darah dengan jaringan
130

Universitas Sumatera Utara


sekitar pembuluh darah. Sel endotel berperan penting dalam mempertahankan

fungsi homeostasis sistim kardiovaskuler. Sel endotel bertanggung jawab dalam

mempertahankan permeabilitas serta pertukaran zat antara darah dan jaringan

sekitarnya, menghasilkan zat vasoaktif dan proses angiogenesis, juga berfungsi

sebagai tromboresisten.

Selain itu, tumbuhan yang banyak mengandung saponin menpunyai efek

hipotensi disebabkan oleh efek diuresis senyawa ini, memperbaiki fungsi

endotelium dan menstimulasi pelepasan NO, dan menghambat enzim pengubah

angiotensi (ACE) (Oztasan, et. al., 2008).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan yang banyak

mengandung polifenol mempunyai efek sebagai antioksidan yang akan

meminimalkan disfungsi (kerusakan) sel endotelial dengan cara meningkatkan

pembentukan NO, menurunkan pembentukan LDL, meningkatkan pembentukan

prostasiklin, meningkatkan EDHF sehingga terjadi vasorelaksan dan menurunkan

pembentukan endothelin 1 (Alamgeer et.al., 2015).

Berdasarkan hasil penelitian, kadar kreatinin menurun pada kelompok EEAPT

400 mg/kgBB dibandingkan kontrol tetapi menaik pada EEAPT 800 mg/kgBB.

4.7 Efek Fraksi n-Heksan, Etiasetat dan Etanol Puguntano Terhadap


Kontraktilitas dan Denyut Jantung Tikus
Aktivitas cardiotonik EnHPT, EEAPT dan EEPT dilakukan berdasarkan efek

inotropik dan kronotropik ekstrak terhadap isolat jantung tikus secara invitro.

4.7.1 Efek Inotropik

Uji inotropik adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat peningkatan

kontraktilitas isolat jantung. Hasil uji inotropik pada isolat jantung berupa adanya

peningkatan kontraktilitas (Niazmand dan Saberi, 2010). Berdasarkan hasil

131

Universitas Sumatera Utara


penelitian menunjukkan bahwa EnHPT dapat meningkatkan kontraksi isolat

jantung tikus. Peningkatan kontrasi jantung terbesar dihasilkan oleh EnHPT 1

mg/ml (Gambar 4.38), meskipun peningkatannya tidak sama dengan peningkatan

kontraksi oleh digoksin (P<0,05). Digoksin merupakan glikosida jantung dari

Digitalis lanata yang memiliki efek meningkatkan kontraksi otot jantung (Dipiro,

2008).

Gambar 4.38 Efek EnHPT terhadap peningkatan kontraksi otot jantung

Peningkatan kontraksi jantung setelah pemberian EnHPT 1 mg sebanyak 0,5

mL sebanding dengan digoksin 0,025 mg sebanyak 0,5 mL (P> 0,05) sedangkan

peningkatan kontraksi jantung setelah pemberian EnHPT 1 mg sebanyak 0,25 mL

lebih besar dibandingkan dengan digoksin 0,025 mg sebanyak 0,25 mL. Efek

paling tinggi meningkatkan kontraksi otot jantung ditunjukkan oleh fraksi

etilasetat dosis 1 mg yang diberikan sebanyak 0,5 mL. Peningkatan ini sebanding

dengan digoksin 0,025 mg sebanyak 0,5 mL (P>0,05) (.Gambar 4.39)

132

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.39 Efek EEAPT terhadap peningkatan kontraksi otot jantung.

EEAPT 0,5 mg sebanyak 0,25 mL mampu meningkatkan kontraksi otot

jantung lebih besar dari pemberian digoksin 0,025 mg sebanyak 0,25 mL,

sedangkan pada pemberian EEAPT dosis 0,25; 0,5; dan 1 mg tiap 1 mL tidak

menunjukkan efek meningkatkan kontraksi jantung. Kontraksi otot jantung tidak

ditingkatkan oleh EEPT, baik pada dosis 0,25; 0,5; maupun 1 mg dibandingkan

dengan digoksin (P<0,05), (Gambar 4.40). Hal ini menunjukkan bahwa EEPT

tidak bersifat inotropik.

Gambar 4.40 Efek EEPT terhadap peningkatan kontraksi otot jantung

Digoksin merupakan senyawa glikosida jantung yang dapat meningkatkan

kontraksi otot jantung. Glikosida jantung mempunyai mekanisme kerja

penghambatan Na+/K+ ATPase yang merupakan inhibitor transport aktif Na+ dan

K+ yang kuat dan sangat selektif untuk melintasi membran sel, dengan cara
133

Universitas Sumatera Utara


berikatan pada suatu tempat khusus pada sisi ekstrasitoplasma di sub unit α pada

Na+/K+-ATPase, sejenis enzim “pompa Na” dalam sel. Pengikatan glikosida

jantung dengan Na+/K+-ATPase dan penghambatan pompa ion dalam sel ini

bersifat reversible dan dihantarkan secara entropik. Obat-obatan ini khususnya

berikatan dengan enzim tersebut setelah fosforilasi pada suatu β-aspartat di sisi

sitoplasma pada sub unit α dan menstabilkan konformasi ini. K+ eksternal

menyebabkan defosforilasi enzim tersebut sebagai tahap awal translokasi aktif

kation ini ke dalam sitosol, sehingga menurunkan afinitas enzim tersebut untuk

mengikat glikosida jantung (Melero, et al., 2000).

Inotropik positif (peningkatan daya kontraksi) yang diinduksikan oleh

glikosida jantung adalah karena kemampuannya menghambat secara langsung

ikatan antara membran dan Na+/K+-ATPase. Akibat hambatan tersebut terjadi

peningkatan Ca2+ intrasel dan memperpanjang slow inward Ca2+ selama

berlangsung potensial aksi. Digitalis pada konsentrasi terapeutik pengaruhnya

tidak secara langsung terhadap protein kontraktil jantung. Begitu juga efek

inotropik positif digitalis bukan disebabkan tindakannya terhadap mekanisme

intraseluler yang menyediakan energi kimia untuk proses kontraksi tersebut.

Hidrolisis ATP oleh enzim Na+/K+-ATPase adalah suatu pengaruh yang disebut

Na+ pump, yaitu sistem yang terdapat di dalam sarkolema serat jantung yang

secara aktif mengekstrusi Na+ dan memindahkan K+ ke dalam serat jantung.

Glikosida jantung secara spesifik berikatan dengan Na+/K+-ATPase untuk

menghambat aktivitasnya. Dengan demikian tranpor aktif kedua kation

monovalen tadi akan terganggu. Akibatnya secara perlahan-lahan terjadi

peningkatan Na+ intraseluler dan secara perlahan pula penurunan K+. Digitalis

134

Universitas Sumatera Utara


pada konsentrasi terapeutik, perubahan keluar masuk kedua kation tersebut sangat

kecil. Peningkatan Na+ inilah yang secara krusial menghasilkan inotropik positif

akibat pemberian digitalis. Hal ini adalah karena Ca2+ yang terdapat di dalam

intraseluler dipertukarkan dengan Na+ intraseluler oleh sistem transport yang

dikendalikan oleh konsentrasi gradient dan potensial trans membran. Apabila Na+

meningkat akibat inhibisi pump oleh digitalis, maka pertukaran Na-ekstraseluler

untuk Ca2+ intraseluler diperkecil, dan Ca2+ ditingkatkan (sebelum dan selama

kontraksi). Akibat dari peristiwa itu terjadilah peningkatan simpanan Ca2+ di

dalam retikulum sarkoplasma (RS), pada setiap potensial aksi pembebasan Ca2+

dalam jumlah besar akan terjadi untuk mengaktifkan alat-alat kontraktil yang

terdapat di dalam serat otot jantung (Dipiro, 2008).

4.7.2.Efek Kronotropik

Efek kronotropik merupakan efek suatu senyawa meningkatkan atau

menurunkan denyut jantung. Kondisi yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan

denyut jantung disebut dengan kronotropik positif sedangkan jika terjadi

menurunan denyut jantung disebut dengan kronotropik negatif (Dipiro, 2008).

Denyut jantung adalah debaran jantung yang terjadi akibat aliran darah melalui

jantung. Denyut jantung normal pada kondisi normal dinyatakan dalam detak tiap

menit (beat per minute = BPM). Secara normal, denyut jantung orang dewasa

adalah 80-100 BPM. Hasil uji efek kronotropik setelah pemberian EnHPT,

EEAPT, EEPT ditunjukkan Gambar 4.41; 4.42; dan 4.43.

135

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.41 Efek EnHPT terhadap peningkatan denyut otot jantung.

Berdasarkan hasil penelitian, EnHPT dosis 0,25; 0,5 dan 1 mg menunjukkan

efek meningkatkan denyut isolat jantung tikus baik pada volume 0,25; 0,5 ataupun

1 mL dibandingkan dengan kontrol (KH). EnHPT 1 mg tiap 0,25; 0,5 dan 1 mL

dapat meningkatkan denyut jantung lebih besar dibandingkan dengan digoksin.

Digoksin merupakan senyawa glikosida jantung yang dapat meningkatkan

kontraksi otot jantung tanpa meningkatkan denyut jantung. Hal ini memberikan

nilai lebih terhadap penggunaan klinis pada pasien yang gagal jantung, dimana

dengan pemberian digoksin akan meningkatkan kerja otot jantung tanpa

meningkatkan denyut jantung sehingga pasien nyaman. Namun karena indeks

terapinya yang sempit, penggunaan digoksin sering menyebabkan pasien toksik

(Babu, 2012).

Gambar 4.42 Efek EEAPT terhadap peningkatan denyut otot jantung


136

Universitas Sumatera Utara


EEAPT dosis 0,25; 0,5; dan 1 mg tidak meningkatkan denyut isolat jantung

dibandingkan dengan digoksin (P<0,05) namun jika dibandingkan dengan kontrol

(KH), maka EEAPT dapat meningkatkan denyut jantung (Gambar 4.42). EEPT

tidak dapat menaikkan denyut jantung dibandingkan dengan kontrol (p>0,05) dan

digoksin (P<0,05) (Gambar 4.43).

Gambar 4.43 Efek EEPT terhadap peningkatan denyut otot jantung

Senyawa glikosida jantung adalah suatu senyawa spesifik yang bekerja pada

otot jantung, dapat meningkatkan rangsangan denyut jantung dan kontraktilitas

jantung. Aglikon dari glikosida terkadang disebut sebagai cardiak genin. Selama

beberapa tahun lalu, aglikon dari glikosida tersebut menjadi subjek dari konstituen

kimia yang dapat mempengaruhi aktivitas dari glikosida tersebut. Aglikon dari

glikosida jantung adalah steroid. Inti steroid yang terdapat pada glikosida jantung

merupakan turunan steroid berupa siklopenantren yang terdapat cincin lakton tak

jenuh pada atom C17β. Kekuatan dari glikosida jantung untuk menaikkan denyut

jantung dan kontraksi jantung tergantung pada gugus gula dan cincin lakton yang

terdapat pada komponen penyusun senyawa tersebut (Dipiro, 2008).

137

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

a. fraksi n-heksan, etil asetat, dan etanol daun pugun tanoh dosis 100, 200, 400

dan 800 mg/kg bb memiliki aktivitas diuretik dengan meningkatkan volume

urin, kadar natrium dan kadar kalium dalam urin. Aktivitas diuretik yang

paling tinggi setara dengan furosemid, ditunjukkan oleh fraksi n-heksan dosis

800 mg/kg bb (p > 0,05).

b. fraksi n-heksan, etil asetat, dan etanol daun puguntano dinyatakan sebagai

bahan praktis tidak toksik.

c. fraksi etanol daun puguntano tidak menurunkan tekanan darah tikus

normotensi sedangkan fraksi n-heksan dan etil asetat menurunkan tekanan

darah tikus normotensi

d. fraksi n-heksan, etil asetat daun puguntano menurunkan tekanan darah tikus

hipertensi yang diinduksi NaCl 2,5% dan Metilprednisolon

e. fraksi n-heksan dan etil asetat daun puguntano menurunkan tekanan darah

tikus hipertensi yang diinduksi L-Name

f. fraksi n-heksan, etil asetat, dan etanol daun puguntano berpengaruh terhadap

kadar parameter biokimia tikus hipertensi

g. fraksi n-heksan, etil asetat, dan etanol daun puguntano meningkatkan

kontraksi dan denyut isolat jantung dibandingkan dengan kontrol (P < 0,05)

138

Universitas Sumatera Utara


5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran dari penelitian ini adalah agar

mengisolasi senyawa aktif dan menguji mekanisme molekular fraksi n-heksan, etil

asetat dan etanol daun puguntano terhadap sistem kardiovaskular tikus.

139

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai